Tingkat penggunaan narkoba secara intravena meningkat setiap tahunnya dan menimbulkan berbagai komplikasi kesehatan. Salah satu komplikasi serius yang sering terjadi adalah infeksi bakteri. Bakteri masuk melalui kulit saat injeksi dan menyebar ke berbagai jaringan. Staphylococcus aureus dan Streptococcus sp. adalah penyebab utama infeksi pada pengguna narkoba intravena. Upaya pencegahan meliputi program pert
Injeksi intra vena narkoba amanda ko ass RSPAD Gatot Soebroto
1. INFEKSI BAKTERI PADA PENYALAH
GUNA OBAT NARKOBA INTRAVENA
Amanda Puspadewi
122.022.1125
FK UPN “Veteran” Jakarta
Divisi Penyakit Tropik Infeksi Departemen Penyakit Dalam
RSPAD Gatot Soebroto
Pembimbing:
dr. Soroy Lardo, Sp.PD FINASIM
REFERAT
2. LATAR BELAKANG
Pengguna narkoba semakin meningkat setiap
tahunnya dg berbagai cara penggunaannya (salah
satunya: intravena)
Akhir tahun 2003: 13,2 juta pengguna narkoba
intravena di dunia (78% ada di negara
berkembang)
Komplikasi serius dan tersering dari pengguna
narkoba intravena ➙ Penyakit Infeksi
Merupakan salah satu penyebab terbanyak
kematian di seluruh dunia
Penyebab infeksi yang cukup sering ➙ Infeksi
Bakteri
3. Upaya Bakteri Mempertahankan
Hidup
• Virulensi dan infektivitas bakteri sangat tergantung
pada :
– efektivitas mekanisme ketahanan tubuh, perolehan
nutrisi,
– kemampuan perlekatan, toksin,
– menghindar dr sist.imun inang, dan
– multiplikasi bakteri.
• Beberapa bakteri berusaha mempertahankan hidup
dan melakukan multiplikasi dalam tubuh inang
dengan memproduksi eksotoksin dan endotoksin yang
mampu menghancurkan sel maupun jaringan.
4. Transmisi Melalui Pencampuran Obat
Keterkaitan heroin tar hitam dengan infeksi
klostridial
• Heroin tar hitam mengandung spora klostridium,
dapat tercampur dengan adulterants (seperti:
methamphetamine), ataupun dilarutkan dengan
bahan yang mengandung dextrosa atau kertas
celup (dyed).
• Meskipun heroin tar hitam dipanaskan sebelum
digunakan, spora klostridium tetap hidup
5. Pengguna heroin tar hitam intravena ➙ sklerosis vena di tempat
suntikan
Injeksi ulangan ➙ iskemia dan nekrosis jaringan ➙ lingkungan
mikro-anaerobik ➙ germinasi klostridium & keluarnya toksin
Keadaan anerob memicu abses dan memfasilitasi tumbuh
kembang mikroorganisme anaerob pada kerusakan jaringan lokal
6.
7.
8. Kebanyakan infeksi bakteri di antara pengguna
narkoba disebabkan oleh flora komensal subjek
sendiri. Staphylococcus aureus dan Streptokokus
sp. ➙ patogen yg paling umum
Infeksi kulit dan jaringan merupakan tempat
infeksi tersering pada penggguna narkoba
intravena
Infeksi terjadi ketika flora normal masuk ke
dalam jaringan dan ke dalam sirkulasi sistemik
pada pengguna narkoba intravena.
Patogenesis Infeksi Bakteri pada IDU
9. Sterilitas yg kurang diperhatikan
meningkatkan resiko infeksi flora
komensal (sering tidak melakukan
sterilisasi atau melakukan sterilisasi tapi
tidak memadai)
Bakteri pemicu infeksi pada pengguna
narkoba dapat juga dari kontaminasi
melalui obat-obatan terpapar bakteri,
atau obat campuran (adulterans)
10. Perjalanan infeksi bakteri pada pengguna narkoba
intravena minimal melalui dua proses:
Bakteri masuk dari kulit saat injeksi narkoba dilakukan,
makin sering melakukan injeksi, makin kotor kulit
maupun peralatan injeksi, pemakaian jarum injeksi
secara bersamaan, paparan mikroorganisme pada obat
yang diinjeksikan berpotensi mengalami infeksi bakteri
semakin besar.
Infeksi bakteri terjadi karena menurunnya mekanisme
ketahanan tubuh akibat infeksi HIV yang sering menyertai
pengguna narkoba intravena. Menurunnya imunitas
tubuh memudahkan invasi bakteri.
11. Pintu masuk bakteri pd
pengguna narkoba i.v
•Kulit
•Pemb.darah
Bakteri menempel & melekat pd
target sel
Memperbanyak diri & menyebar secara langsung mll
jaringan atau mll sistem limfatik ke aliran darah
Bakteremia
Menyebar ke berbagai
jaringan tubuh
12. Masuknya
bakteri ke
dalam sirkulasi
Respon imun
humoral &
seluler
Sitokin
proinflamatori
& mediator lain
Inflamasi
Sel Endotel
Komplemen
C3a & C5a
TNF
IL-1
Peningkatan
permeabilitas
kapiler
Hipotensi
Endotoksin
bakteri
Syok
Kardiovaskuler
Lesi jaringan
lokal
13. Infeksi pada kulit dan jaringan lunak
• Infeksi lokal pada kulit
• Abses terkait dengan MRSA (Methicillin-
Resistant Staphylococcus Aureus)
14.
15. Infeksi pada muskuloskeletal
• Artritis septik
• Osteomielitis (bakteremia ➾ invasi bakteri
dari tempat injeksi narkoba di kulit atau
jaringan ikat)
• Infeksi pada sternoklavikuler, sendi
sakroiliaka, spina vertebralis dan sendi lutut.
Infeksi pada tempat tersebut dipicu injeksi
narkoba pada vena jugularis, vena femoralis.
16. Infeksi Endovaskuler
• Endokarditis (lebih sering akibat S.aureus
dan 70% mengenai katup trikuspidalis)
• Tromboflebitis septik
• Aneurisma mikosis
• Bakteremia
• Sepsis
17. Infeksi pada saluran napas
• Klinis dan radiologis umumnya tidak
spesifik. Anamnesis memperkuat dugaan
ke arah HIV dan tuberkulosis serta risiko
tinggi pneumonia. Pada injeksi narkoba
intravena, infeksi tuberkulosis erat
kaitannya dengan infeksi HIV.
18. Terapi
Skenari
o Klinis
Tes
Diagnosis
Pemilihan Terapi Empiris
Insisi dan Drainase Abses
serta Perawatan Luka
Infeksi
kulit
atau
jaringan
ikat S.
Aureus
Pengecata
n Gram,
biakan,
tes
kepekaan
Oral
Metsilin peka S.aureus:
dikloksasilin / sefaleksin
500 mg tiap 6 jam
Bila curiga MRSA:
TMP-SMX 6-10 mg/kgBB/
hari dosis terbagi tiap 8-12
jam; klindamisin 300 mg
tiap 6 jam atau 450 mg tiap
8 jam; doksisiklin atau
minosiklin 100 mg tiap 12
jam; linezolid 600 mg tiap
12 jam
Parenteral
Metisilin peka S.aureus:
nafsilin atau oksasilin, 1-2 g
tiap 4-6 jam; sefazolin 1-2 g
tiap 8 jam
Bila curiga MRSA:
Vankomisin 15 mg/kg tiap 12
jam; teikoplanin 6 mg/kg tiap
12 jam dalam 3 dosis,
kemudian 6 mg/kg tiap 24
jam; linezolid 600 mg tiap 12
jam; daptomisin 4 mg/kg tiap
24 jam
19. Skenario Klinis Tes Diagnosis Pemilihan Terapi Empiris
Infeksi akibat
kontaminasi oral,
termasuk infeksi kulit
dan jaringan lunak dan
skeletal (artritis, septik,
bursitis, tenosinovitis,
osteomielitis)
Pengecatan gram,
biakan, tes
kepekaan. Foto atas
indikasi, biopsi
tulang bila curiga
osteomielitis,
biakan khusus
anaerob
Amoksisilin-klavulanate
875 mg tiap 12 jam. Alergi
penisilin pilih klindamisin
dan kuinolon dosis
ditetapkan sesuai tingkat
keparahan penyakit
20. Skenario
Klinis
Tes Diagnosis Pemilihan Terapi Empiris
Infeksi
endokarditi
s akut
Diagnosis berdasar
biakan darah
multipel, sebelum
memulai terapi
antibiotik
Vankomisin 15 mg/kg tiap 12 jam (atau
teikoplanin 12 mg/kg tiap 12 jam dalam 3
dosis, kemudian 12 mg/kg tiap 24 jam) plus
gentamisin 1 mg/kg tiap 8 jam atau nafsilin
atau oksasilin 2 g tiap 4 jam plus
gentamisin 1 mg/kg tiap 8 jam.
Bila tak terbukti MRSA pertimbangkan obat
spektrum menjakau pseudomonas, gram
negatif, antifungal, dan tergantung faktor
resiko yang ada
21. Pencegahan
• Menghilangkan penggunaan narkoba adalah
cara paling pasti untuk mengendalikan
infeksi terkait, tetapi tujuan ini tidak selalu
memungkinkan.
• Ada beberapa strategi untuk mengurangi
risiko yang dapat membantu mencegah
infeksi bakteri di antara pengguna narkoba,
khususnya di kalangan pengguna baru yang
paling berisiko.
22. • Program-program ini meliputi:
– penyediaan fasilitas pengawasan injeksi,
– program syringe-exchange,
– program pendidikan street base yang diarahkan
pada penggunaan praktik injeksi steril.
23. Daftar Pustaka
• Hawari, D, 2009. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Jakarta: Balai
Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
• Nasronudin, et al., 2011. Penyakit Infeksi di Indonesia dan Solusi Kini dan
Mendatang Edisi Kedua. Jakarta: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (UAP).
• Djauzi, S, 2007. Waspadai Peningkatan Jumlah Pengguna Narkoba Suntikan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://www.kesrepro
.info/?=forwand/336. July 17th 2012.
• UIN, 2011. Prevalensi Pengguna Narkoba di Indonesia. Terdapat dalam:
http://www.uinjkt.ac.id/index.php/arsip-berita-utama/2500-prevalensi-
pengguna-narkoba-di-indonesia-capai-22-persen.pdf
• Gordon RJ, Lowy FD, 2005. Current Concepts Bacterial Infections in Drug Users.
The N Engl J of Med 353:1945-1954.
• Alwi I. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – Endokarditis. Jilid III. Edisi 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1587-1593
• Hersunarti NB. 2004. Buku Ajar Kardiologi – Endokarditis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 241-245
• Mansjoer A, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 449-451
24. • Utomo, B., 2005. Survei Nasional Penyalah-Gunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba pada Kelompok Rumah Tangga di Indonesia. Terdapat dalam URL:
http://situs.kesrepro.info/pmshivaids/jul/2006/pms01.htm diakses tanggal 20
Januari 2014.
• Sutriswanto. 2003. Perilaku IDU (Intravenous Drug Users) dalam Menghadapi
Bahaya HIV/AIDS di Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah (Skripsi).
• Costigan G., Crofts N & Reid G. 2001. Pedoman Mengurangi Dampak Buruk
Narkoba di Asia Edisi Indonesia. Translated by I Wayan Juniarta & Made
Setiawan.,Yogyakarta: Warta AIDS. Terdapat dalam URL : http://www. b n n . g
o . i d / k o n t e n . p h p ?ArtikelLitbang&op:detail-artikel-litbang&id diakses
tanggal 20 Januari 2014
• Kusminarno, Ketut, Drs., 2002. Cermin Dunia Kedokteran No. 135:
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA). Terdapat dalam URL: http://kalbe.co.id.
• C Sittambalam, R Ferguson, 2011. Injection Indicator Diseases: Bacterial and
Viral Infections That Indicate Injection Drug Use in a Community Hospital
Setting. Terdapat dalam URL: http://ispub.com/IJPH/1/2/11500 (diakses
tanggal 2 Februari 2014)
• Gordon, Rachel J. M.D., M.P.H., Lowy, Franklin D., M.D., 2005. Bacterial
Infection in Drug Users. New York: The New England Journal of Medicine 2005;
353: 1945-54.