1. Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV)
Penyebab Penyakit Kuning Pada Tanaman Cabai
Dosen :
Prof. Dr. Ir Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc
Asisten Praktikum :
Nisa Fadhila Islami (A34160066)
Mayang Sari (A34160102)
Di Susun Oleh :
Andri Saputra (A34170039)
Lusi Novi Aseh (A34170040)
Fami Setyani (A34170044)
Suci Maharani (A34170049)
Muhammad Geraldine (A34170058)
Kelompok 3
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
2. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cabai merupakan komoditas hortikultura di Indonesia yang
permintaannya sangat besar mencapai 900 ton/tahun, permintaan cabai ini belum
terpenuhi dari produksi dalam negeri yang hanya mencapai 76 % sehingga masih
impor cabai dari Malaysia dan Australia. Dalam kurun waktu sepuluh tahun
terakhir, sentra produksi cabai di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta mengalami penurunan produksi akibat serangan penyakit virus Pepper
yellow leaf curl virus (PYLCV) atau yang lebih dikenal sebagai virus kuning
cabai (Ariyanti, 2007).
Penyakit virus kuning keriting disebabkan oleh virus Gemini merupakan salah
satu penyakit penting pada tanaman cabai merah. Virus ini menjadi penting pada
tanaman cabai karena tanaman inang alternatifnya banyak dan vektor
pembawanya yaitu kutukebul (Bemisia tabaci) merupakan jenis serangga yang
polyfag dan selalu ada pada setiap musim.Tanaman cabai merupakan salah satu
jenis tanaman yang mempunyai nilai ekonomi dan merupakan inang B. tabaci
(Sumardiyono et al. 2003, Sulandari 2006). Hampir semua kultivar cabai
komersial dapat terinfeksi penyakit virus kuning keriting (Sulandari 2004).
Intensitas serangan pada cabai rawit berkisar antara 50–100%, sedangkan pada
cabai besar berkisar antara 20–100%. Kehilangan hasil akibat serangan virus
kuning keriting dapat mencapai 100%.
Tujuan
Menambah pengetahuan tentang Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV)
dengan mengetahui klasifikasi Pepper yellow leaf curl virus, karakteristik Pepper
yellow leaf curl virus, gejala penyakit akibat Pepper yellow leaf curl virus, arti
penting Pepper yellow leaf curl virus, penularan Pepper yellow leaf curl virus,
deteksi Pepper yellow leaf curl virus, dan upaya pengendalian Pepper yellow leaf
curl virus.
3. PEMBAHASAN
Klasifikasi
Menurut Akin (2006), virus gemini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Famili : Geminiviridae
Genus : Begomovirus
Spesies : Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV)
Karakteristik
Geminivirus memiliki ciri dengan bentuk
partikel kembar berpasangan (geminate) dengan
ukuran sekitar 30 x 20 nm. Gemini virus termasuk
dalam kelompok virus tanaman dengan genom
berukuran 2,6-2,8 kb berupa utas tunggal DNA
yang melingkar dan terselubung dalam virion
ikosahendra kembar (geminate). Replikasi virus
terjadi dalam bagian nukleus tanaman melalui
pembentukan utas ganda DNA. Kelompok virus
gemini dibedakan dalam 3 subgrup, pertama memiliki genom yang monopartit,
menginfeksi tanaman monokotiledon dan ditularkan oleh vektor wereng daun
(leafhopper); subgrup kedua ditularkan vektor wereng daun dan memiliki genom
monopartit tetapi menginfeksi tanaman dikotiledon; subgrup ketiga memiliki
anggota paling banyak dan beragam dengan genom bipartit yang menginfeksi
tanaman dikotiledon dan ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemicia
tabaci Genn.) (Rusli et al 1999)
Deteksi
Deteksi Begomovirus selama ini dilakukan dengan metode konvensional,
dengan melihat gejala khasnya yaitu pada helai daun tampak vein clearing yang
kemudian berkembang menjadi warna kuning sangat jelas, tulang daun menebal
dan helai daun menggulung ke atas (cupping). Pada gejala lanjut, daun-daun muda
menjadi kecil-kecil, helai daun bewarna kuning cerah atau tetap bewarna hijau
muda dan tanaman menjadi kerdil. (Sulandari, et al., 2001). Namun cara ini belum
dapat memastikan gejala tersebut disebabkan oleh Begomovirus atau virus yang
lainnya. Deteksi Begomovirus dengan metode konvensional seringkali tidak
mungkin dilakukan karena tidak semua Begomovirus dapat ditularkan secara
mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi, dengan demikian penggunaan
biosai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang sulit dilakukan (Aidawati.
2006).
Epidemi penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus semakin lama
semakin meluas dan berpotensi menghambat produksi tanaman cabai maka perlu
adanya prosedur untuk mendeteksi Begomovirus di dalam tanaman diantaranya
Sumber : http://ippc.acfs.go.th/
4. dengan metode serologi dan PCR Polymerase chain reaction (PCR). Metode
serologi merupakan cara yang paling sering digunakan untuk mendeteksi dan
mendiagnosis virus tumbuhan, baik menggunakan antibodi poliklonal maupun
antibodi monoklonal. Enzyme–Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
merupakan teknik deteksi patogen yang mendasarkan pada reaksi antibodi dan
antigen. Antibodi diikat dengan enzim spesifik sebagai penanda. Bila ada reaksi
positif, enzim akan menghidrolisis substrat sehingga terjadi perubahan warna
yang dapat dibaca secara visual. Metode ini sangat potensial untuk digunakan
sebagai deteksi Begomovirus karena dapat dilakukan dengan mudah, memberikan
hasil dalam waktu singkat dan biaya pelaksanaan yang relatif murah, selain itu
teknik serologi cukup untuk mendeteksi virus dalam bahan tanaman maupun
serangga vektornya (Sulandari, 2004). Namun demikian, masih terdapat sedikit
hambatan keberhasilannya apabila diterapkan untuk Begomovirus. Hal ini
disebabkan sulitnya mendapatkan virus murni dalam jumlah yang cukup untuk
membuat antiserum (Roberts et al., 1984). Metode serologi tidak efisien untuk
mendeteksi virus-virus gemini, karena pembuatan antisera untuk virus gemini
terbukti sulit yang disebabkan oleh sifat fisik dan kimia partikel virus yang
membuatnya sulit untuk dimurnikan dalam bentuk yang stabil, sifat imunogenik
dari virion yang lemah, dan protein selubung terutama untuk virus-virus yang
ditularkan B. tabaci tidak dapat dibedakan melalui antiserum poliklonal maupun
monoklonal (Roberts et al., 1984 ). Keragaman Begomovirus di lapangan sangat
beragam, hal ini diakibatkan penularan Begomovirus oleh serangga vektornya
pada inang yang sama ataupun yang masih dekat kekerabatannya dapat terinfeksi
oleh satu jenis Begomovirus secara tunggal, bersamaan dengan jenis Begomovirus
lain maupun oleh strain lainnya (Sulandari, 2004).
Dewasa ini untuk karakterisasi maupun deteksi virus tumbuhan banyak
dikembangkan teknik molekuler. Teknik PCR akhir-akhir ini berkembang sangat
pesat untuk deteksi berbagai virus tumbuhan. Deteksi virus secara PCR akan
memberikan hasil yang akurat, cepat dan sangat peka. Teknik PCR hanya
memerlukan jumlah sampel yang sedikit, dan sampel dapat berupa bahan segar,
sudah dikeringkan atau beku. Teknik PCR pada umumnya dapat mengatasi
kendala pada pengujian virus secara serologi (Sulandari, 2004).
Penyebaran
Perkembangan luas serangan Begomovirus pada pertanaman cabai di
Indonesia sangat cepat. Pada tahun 2003, terjadi epidemi serangan Begomovirus
pada beberapa sentra pertanaman cabai di Indonesia dengan luas serangan
berkisar antara 6,2 – 60,0 ha, terutama di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan DI Yogyakarta). Kondisi ini masih relatif kecil jika dibandingkan dengan luas
area pertanaman cabai di Indonesia yang mencapai 200.000 ha. Namun, pada
tahun 2008 serangannya meluas, seperti di Jawa Tengah mencapai 575 ha
terutama di daerah Magelang, diikuti Aceh (334 ha), Lampung (274 ha), dan DI
Yogyakarta (240 ha) (Hidayat 2003). Kondisi terakhir menunjukkan bahwa
Begomovirus telah menginfeksi pertanaman cabai merah di hampir seluruh sentra
produksi di Indonesia dengan tingkat persentase insiden yang beragam.
Penyebaran virus tersebut tidak terlepas dari serangga vektor yaitu kutu
kebul (Bemisia tabaci Genn.). Menurut Wiyono (2007), ketinggian tempat dapat
5. memengaruhi perubahan suhu udara. Semakin tinggi suatu tempat, maka suhu
akan semakin dingin, populasi kutu kebul di lapangan akan menurun. Akan tetapi,
jika suatu daerah semakin rendah, maka suhu udaranya akan semakin tinggi atau
semakin panas, sehingga populasi kutu kebul di lapang akan meningkat.
Pengaruh keadaan lingkungan terhadap penyebaran virus sebenarnya lebih
tertuju kepada inangnya, mengingat virus tidak dapat mengadakan metabolisme
sendiri sehingga kurang dapat dimodifikasi (Sudiono dan Purnomo, 2009).
Kondisi lingkungan sebelum inokulasi, saat inokulasi dan pasca inokulasi virus
akan mempengaruhi kerentanan tanaman terhadap virus. Tanaman yang tahan
pada kondisi tertentu dapat menjadi rentan pada kondisi yang lain. Apabila infeksi
virus sudah terjadi, kondisi lingkungan akan memengaruhi tinggi atau rendahnya
konsentrasi virus serta perkembangan gejala (Akin, 2006).
Inang
Kisaran inang Pepper Yellow Leaf Curl Virus yaitu tanaman dari famili
Solanaceae, Compositae, dan beberapa dari Leguminosae yang dapat terinfeksi
virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai tetapi masing-masing
tanaman tersebut memberikan respons yang berbeda-beda Tanaman famili
Leguminosae (kedelai, kacang panjang, kacang hijau, dan orok-orok) dapat
berperan sebagai inang alternatif geminivirus isolat Segunung, walaupun
intensitas serangannya lebih ringan dan masa inkubasinya relatif lebih lama.
Gejala Penyakit
Mekanisme infeksi virus dalam tubuh tanaman hingga memunculkan
gejala berupa daun menjadi berwarna kuning, kerdil dan menggulung ke atas
(cupping). Gejala menguningnya daun terutama bagian atas (muda) mirip dengan
gejala akibat kekurangan unsur mikro Fe. Semua gejala yang muncul ini
sebenarnya merupakan akibat dari terhambatnya aliran nutrisi (fotosintat) dari
source ke sink karena virus yang ada di dalam tanaman menguasai floem (floem
limited virus) (Ariyanti, 2007). Gejala tanaman yang terserang penyakit dimulai
dengan daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan.
Kemudian gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk
Sumber : https://www.researchgate.net/ /figure
6. daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, dan pertumbuhan terhambat
(Wardani, 2006).
Sulandari et al. (2006) bahwa gejala utama yang ditimbulkan oleh infeksi
Begomovirus pada tanaman cabai yaitu terjadi perubahan warna daun menjadi
mosaik kuning, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut
menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman
menjadi kerdil. Polston & Anderson (1997) menyatakan bahwa infeksi
Begomovirus dapat menghasilkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada
strain virus, kultivar, umur tanaman saat terinfeksi, serta kondisi lingkungan
menyangkut suhu, kelembaban, topografi, serta aktivitas vektor Begomovirus.
Cara Penularan
PYLCV merupakan penyakit yang di sebabkan oleh virus Gemini.
Penyakit ini banyak terdapat pada cabai rawit, cabai besar, paprika dan juga pada
tomat. Virus ini ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutu kebul (Bemisia tabaci)
(Sulandari et al 2001). Virus kuning ditularkan secara persisten oleh kutu kebul
(Bemisia tabacci),Virus keriting ditularkan oleh Aphid dan Thrips secara
persisten. Virus tersebut menyebar di dalam tanaman, Virus membentuk gen yang
dapat merusak jaringan pada tanaman yang berupa kromosom atau RNA/DNA.
Juga menghentikan kerjanya gen kromosom/klorofil yang berupa asam amino
sehingga tanaman tersebut dikuasai oleh gen virus kuning (Semangun 2008).
Pepper Yellow Leaf Curl Virus (PYLCV) juga dapat ditularkan melalui
teknik penyambungan dan melalui perantara kutu kebul. Secara mekanik virus ini
tidak dapat ditularkan melalui biji. Masa inkubasi virus ini antara 15-29 hari
setelah inokulasi. Tanaman cabai yang terinfeksi berat tidak dapat menghasilkan
bunga dan buah. Bila serangan terjadi pada fase vegetatif jumlah tunas menjadi
lebih banyak namun pertumbuhan tanaman kerdil (Sudiono et al 2001).
Arti Penting
Salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya produktivitas cabai
nasional ialah adanya infeksi penyakit virus kuning keriting yang disebabkan
Gambar 1. Ilutrasi proses infeksi danpenyebaran virus di dalam tubuh tanaman
7. Begomovirus.. Penyakit daun keriting kuning pada tanaman cabai telah
menimbulkan kerugian besar bagi petani di daerah sentra cabai yang
berakibat pada penurunan produksi cabai jauh dari produksi normalnya
sehingga berdampak buruk pada melonjaknya harga cabai di pasaran (Ningrum
dan Esti 2008). Kehilangan hasil akibat infeksi Begomovirus berkisar 20–100%
dan secara ekonomi kerugian yang diderita petani cabai dapat mencapai milyaran
rupiah (Sulandari et al. 2001, Setiawati et al. 2008).
Upaya Pengendalian
Penanganan dapat dilakukan dengan penggunaan insektisida yang bijak,
tanaman tepi untuk mengontrol vektor, dan penggunaan tanaman resisten. namun,
tanaman resisten secara komersial belum tersedia. Infeksi PYLCV hanya terjadi
melalui serangga vektor kutukebul B. tabaci. Oleh karena itu, salah satu
mekanisme pertahanan secara struktural terhadap infeksi PYLCV ialah
menghalangi penetrasi virus melalui stilet kutukebul. Kerapatan trikoma yang
tinggi, susunan dan panjang sel palisade merupakan penghalang struktural
terhadap vektor B. tabaci dan Begomovirus (Faizah et al. 2011).
8. PENUTUP
Simpulan dan Saran
Infeksi PYLCV menyebabkan terjadi perubahan warna daun menjadi
mosaik kuning, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut
menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman
menjadi kerdil. Sehingga berdampak pada menurunnya hasil dan mutu produksi
cabai. Akibatnya, kerugian yang dialami petani begitu besar dan ketersediaan
cabai di pasaran menurun.Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian PYLCV
dengan cara mengolah lahan dengan baik dan pemupukan secara berimbang,
penggunaan insektisida yang bijak, tanaman tepi untuk mengontrol vektor, dan
penggunaan tanaman resisten.
9. DAFTAR PUSTAKA
Akin, H. M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius
Ariyanti, N. A. 2007. Kajian Kestabilan Produktivitas Cabai Keriting di Dearah
Endemis Virus Kuning dengan Optimalisasi Nutrisi Tanaman [Tesis].
Universitas Gadjah Mada.
Faizah R, Sujiprihati S, Syukur M, Hidayat SH. 2011. Mekanisme ketahanan
struktural terhadap Begomovirus penyebab penyakit keriting kuning
(Pepper yellow leaf curl virus). Di dalam: Prosiding Seminar
Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia; 2011 Des 9-10; Padang (ID):
Peripi Komda Sumatera dan Fakultas Pertanian Universitas Andalas. hlm
223-230.
Hidayat, SH 2003, ‘Rangkuman hasil penelitian gemini virus di Indonesia:
Sebagai bahan diskusi untuk menghadapi peningkatan infeksi gemini virus
pada cabai’, Seminar sehari pengenalan dan pengendalian penyakit virus
pada cabai, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Jenderal Bina
Produksi Hortikultura, Jakarta.
Polston, J.E. and Anderson, P.K. 1997. The emergence of whitefly-transmitted
geminiviruses in tomato in the western hemisphere. Plant.Dis. 81:1358-
1369.
Ningrum,P dan Esti. 2008. Keragaman Gejala Dan Penyebab Penyakit
Keriting Kuning Cabai [Skripsi ] Fakultas.Pertanian. Universitas Gadjah
Mada.
Robert IM, Robinson DJ, & Harrison BD. 1984Serological relationship and
genome homologies among Geminiviruses. J. Gen Virol 65: 1723–1730.
Rusli E.S., Sri H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Geminivirus asal
Cabai : Kisaran Inang dan Cara Penularan. Bulletin HPT.
Sulandari S, Hidayat SH, Suseno R, Jumanto H, Sosromarsono S.
2001.Keberadaan virusgemini pada cabai di DIY. Di dalam: Prosiding
Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional PFI ke XVI; Bogor, 22-24Agu
2001. hlm 2000-2002.
Sulandari, S., R. Suseno, S.H. Hidayat, J. Harjosudarmo,& S. Sosromarsono.
2006. Deteksi dan Kajian KisaranInang Virus Penyebab Penyakit Daun
Keriting KuningCabai. Hayati 13: 1−6.
Sudiono, S. S. Hidayat., Rusmilah, S. and Soemartono, S. (2001). Deteksi
Molekuler dan Uji Kisaran Inang Virus Gemini Asal Tanaman Tomat.
Prosid. Konggres Nasional XVI. PFI. Bogor. 22-24 Agustus.
Ved Prakash Rai, Rajesh Kumar , Sheo Pratap Singh, Sanjay Kumar , Sanjeet
Kumar , Major Singh, Mathura Rai . 2014. Monogenic recessive resistance
to Pepper leaf curl virus in an interspecific cross of Capsicum. Scientia
Horticulturae 172 (2014) 34–38
10. Wardani N. 2006. Keragaan hama/penyakit pada cabai merah di daerah dengan
ketinggian dan jenis tanah yang berbeda.
Wiyono, Suryo. 2007. Perubahan Iklim dan Ledakan Hama dan Penyakit
Tanaman. Bogor: IPB.