1. Aliran al-Maturidi
1. Riwayat hidup
Aliran al-Maturidi diambil dari nama pendirinya yaitu Abu Mansur Al-Maturidi.
Beliau lahir di Maturid, sebuah kota kecil di daerah samarkand wilayah Trmsoxiana di
Asia Tengah (termasuk daerah Uzbekistan, sovyet sekarang). Beliau mempunyai nama
lengkap Muhammad bin Muhammad Bin Mahmud Abu Mansur Al-Maturidi1. Tidak
diketahui secara jelas pada abad berapa beliau dilahirkan. Namun beberapa literatur
banyak yang menyebutkan pada tahun ke-3 Hijriyah, sedangkan wafatnya pada tahun 333
H/994 M.
Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakil yang memerintah tauhn
232-274/ 847-861 M. Riwayat kependidikannya dimulai dari abad ketiga Hijrah ketika
yang terjadi saat itu adalah aliran Mu’tazilah sudah mulai mengalami kemundurannya Ia
berguru kepada salah satu ahli di bidang fiqh dan teologi yang terkenal dengan nama
Nasr bin Yahya al-Balakhi (wafat pada tahun 268 H). Karya-karyanya adalah Kitab
Tauhid, Ta’wil Al-Quran, Makhaz Asy-Syara’i, Al-Jadl, Ushul fi Ushul Ad-Din, Maqalat
fi Al-Ahkam Radd Awa’il Al-Abdillah li Al Ka’bi, Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu
Muhammad Al-Bahili, Radd Al-Imamah li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, dan Kitab Radd ’ala Al-
Qaramatah. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh al-Maturidi,
yaitu Risalah fi Al-Aqaid dan Syarh Fiqh Al-Akbar.2
2. Doktrin-doktrin Teologi Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam hal ini, pemikiran Teologi Al-Maturidi hampir sama dengan Al-Asya’ari yaitu
berdasarkan pada akal dan wahyu. Namun konsentrasi terbesarnya lebih besar daripada
yang diberikan oleh As-Asy’ari. Dua-duanya yang hidup semasa mempunyai tujuan yang
sama. Yaitu mmembendung dan melawan aliran Mu’tazilah. Perbedaannya ialah kalau
Asya’ari menghadapi negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yaitu Basrah dan Irak pada
umumnya, maka Al-Maturidi menghadapi aliran Mu’taazilah negerinya, yaitu Samarkand
dan Iran pada umumnya. Sebagai cabang atau kelanjutan aliran Muktazilah Basrahdan
yang mengulang-ngulang pendapatnya.
1
2
2. Al-Maturidi berpendapat bahwa mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan
dapat diketahui dengan akal. Akal bisa mengetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan,
seperti yang diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat-ayat Quran untuk menyelidiki
(memperhatikan) alam, langit, dan bumi. Akan tetapi meskipun akal semata-mata
sanggup mengetahui Tuhan, menggunakan akal juga dalam memperoleh pengetahuan dan
keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang
Makhluk ciptaanNya. namun ia tidak sanggup mengetahui dengan sendirinya hukum-
hukum taklifi (perintah-perintah Tuhan), dan pendapat terakhir ini berasal dari Abu
Hanifah. Pendapat al-Maturidi yang seperti diatas itu mirip dengan pendirian aliran
Mu’tazilah. Hanya perbedaannya ialah kalau aliran Muktazilah mengatakan bahwa
pengetahuan Tuhan itu diwajibkan oleh akal (artinya akal yang mewajibkan), maka
menurut al-Maturidi, meskipun kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui akal, tetapi
kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan.
Al-Maturidi juga (termasuk golongan Matiridiyah) mengakui adanya keburukakn
obyektif (yang terdapat pada sesuatu perbuatan itu sendiri ) dan akal bisa mengetahui
kebaikan dan keburukan sebagian sesuatu perbuatan. Dalam masalah baik buruk, al-
Maturidi berpendapat bahwa penentu baik buruknya sesuatu itu terletak pada sesuttu itu
sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal
mengenai baik buruknya sesuatu. Ia mengakui bahwa akal tidak sselalu mampu
membedakan antara yang baaik danburuk itu, namun terkadang pula mampu mengetahui
sebagian baik buruk itu melalui wahyu yang dijadikan sebagai pembimbing. Kemudian
al-Maturidi membagi tiga macam, yaitu:
1. akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu;
2. akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu;
3. akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
ajaran wahyu.
b. Perbuatan manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini
adalah ciptaanNya merupakan pendapat al-Maturidi. Khusus mengenai perbuatan
manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki
3. kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya
dapat dilaksanakannya.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah
ciptaan Tuhan. Akan tetapi bukan berarti Tuhan berkehendak dengan sewenang-wenang
serta sekehandakNya semata. Hal ini karena Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang
(absolut), tetapi perbuatan dan kehendakNya itu berlangsung ssesuai dengan hikmah dan
keadilan yang sudah ditetapkanNya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan, teerdapat persamaan antara pemikiran Al-
Maturidi dan Al-Asya’ari. Keduanya berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat
seperti sama, bashar, dan sebagainya.
e. Tentang status Al-Quran
salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang kemudian membuatnya
dipenjara beberapa kali, adalah tentang satatus Al-Quran, apakah diciptakan (makhluk)
yang karenanya hadist (baru) ataukah tidak diciptakan karena qadim? Paham yang diakui
oleh pemerintah,yakni Dinasti Abbasiyah di bawah kepemimpinan khalifah Al-Makmun,
Al-Mu’tashim, dan Al-Watsiq, adalah faham Mu’tazilah, yakni Al-Quran tidak beersifat
qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan berarti telah
menduakan Tuhan. Sedangkan menduakan Tuhan adalah syirik. Ibn Hambal tidak
sependapat dengan faham diatas. Oleh karena itu, ia kemudian diuji dalam kasus mihnah
oleh aparat pemerintah.