Al-Kindi adalah filosof Islam pertama yang berupaya mengintegrasikan agama dan filsafat. Ia memandang bahwa filsafat dapat menjelaskan sebagian kebenaran secara rasional sedangkan agama menyediakan kebenaran mutlak melalui wahyu. Al-Kindi juga memiliki pandangan bahwa jiwa manusia adalah sederhana, kekal, dan berasal dari Tuhan, sementara moralitas ditekankan untuk mencapai kebahagia
2. BIOGRAFI
• Nama legkap : Al-Kindi bin Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq Al-Kindi
• Profesi : ilmuan dan filosof besar Islam yang hidup pada
masa kekhalifahaan Bani Abbasiyah
• Masa hidup : 809 M dan wafat pada 873M
• Suku : suku Kindah, sebuah suku besar di Arab Selatan
• Dinasti : Bani Abbasyiah, yaitu pada pemerintahan Al-Amin
(809-813M), Al-Ma’mun (813-833M), Al-Mu’tasim (833-842M), Al-Watsiq
(842-847M), dan Al-Mutawakil (847-851M)
3. BIOGRAFI
• Pada awalnya, Al-Kindi belajar di Bashrah, sebuah kota di Iraq yang menjadi
pusat pengetahuan dan pergunulan intelektual dunia, namun demikian ia
kemudian menamatkan pendidikannya di Bagdad.
• Di kota yang kini menjadi Ibu kota Iraq modern tersebut, Al-Kindi berkenalan
dengan para pangeran Abbasyiah, seperti Al-Ma’mun dan Al-Mu’tasim. Lalu Al-
Kindi diangkat menjadi guru pribadi Ahmad, putra Al-Makmun yang darinya ia
memperoleh dukungan kuat untuk melahirkan karya-karya besar dibidang ilmu
pengetahuan.
• Al-Kindi banyak melahirkan karya dibidang filsafat, matematika (geometri),
agama, asrtonomi, logika dan kedokteran
4. KARYA
• Risalah fi masail suila anha min ahwal al-kawakib (jawaban dari pertanyaan-
pertanayaan planet),
• risalah fi mathrah asy-syu’a (tentang projeksi sinar),
• risalah fi idhah ‘illat ruju’ al-kawakib (tentang penjelasan sebab gerak ke belakang
planet-planet).
6. KONSEP ETIKA
• Dalam hal ini etika Al-Kindi berhubungan erat dengan definisi mengenai filsafat
atau cita filsafat.
• Filsafat adalah upaya meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat
dijangkau oleh kemampuan manusia.
• Yang dimaksud dengan definisi ini ialah agar manusia memiliki keutamaan yang
sempurna, juga diberi definisi yaitu sebagai latihan untuk mati. Yang dimaksud
ialah mematikan hawa nafsu, dengan jalan mematikan hawa nafsu itu untuk
memperoleh keutamaan. Kenikmatan hidup lahiriah adalah keburukan. Bekerja
untuk memperoleh kenikmatan lahiriah berarti meningggalkan penggunaan akal.
7. BAGAIMANA CARA UNTUK MEMATIKAN HAWA NAFSU AGAR
DAPAT MENCAPAI KEUTAMAAN ITU….?
• Jawabannya…
“ketahuilah keutamaan itu dan bertingkah
lakulah sesuai tuntutan keutamaan itu.”
8. KEUTAMAAN MENURUT AL KINDI
• Al-Kindi berpendapat bahwa keutamaan manusia tidak lain adalah budi pekerti manusiawi yang
terpuji. Keutamaan ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian.
• Pertama merupakan asas dalam jiwa, tetapai bukan asas yang negatif, yaitu pengetahuan dan
perbuatan (ilmu dan amal). Hal ini dibagi lagi menjadi tiga :
• Kebijaksanaan (hikmah)
• Keberanian (nadjah
• Kesucian (iffah)
• Kedua, keutamaan-keutamaan manusia tidak terdapat dalam jiwa, tetapi merupakan hasil dan
buah dari tiga macam keutamaan tersebut.
• Ketiga ,hasil keadaan lurus tiga macam keutamaan itu tercermin dalam keadilan. Penistaan yang
merupakn padanannya adalah penganiayaan.
9. JIWA
• Menurut Al-Kindi, substansi ruh adalah sederhana (tidak tersusun) dan kekal. Ia memiliki arti
yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ia sempurna dan mulia karena subtansinya
berasal dari subtansi Tuhan. Hubungannya dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya
dengan matahari
• Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni: daya bernafsu, daya pemarah,
dan daya berpikir. Kendatipun bagi Al-Kindi jiwa adalah qadim, namun keqadimannya
berbeda dengan qadimnya Tuhan. Qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh Tuhan.
• Bagi orang yang hidupnya tenggelam dalam kontemplasi dan tidak mengumbar
kesenangan-kesenangan hidup, ia adalah orang bajik yang mengharapkan kehidupanya
sesuai dengan Tuhan. Jiwa inilah yang langsung bergabung dengan dunia intelek begitu ia
terlepas dari penjara tubuh. Tetapi bagi mereka yang terbelenggu oleh kesenangan-
kesenangan jasmani maka jiwanya akan mengalami penyucian terlebih dahulu secara
bertahap dengan singgah lebih dulu di bulan, Merkuri, dan planet-planet lain sehingga jiwa
tersebut bersih dan pantas dibawa ke dunia akali.
10. MORAL
• Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri
dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak
dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi
mengecam para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri
dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan
kedudukannya dalam negara
11. TALFIQ (INTEGRASI AGAMA DENGAN FILSAFAT)
• Menurutya filsafat adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth). Al-
Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar
tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat.
Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi
bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi.
12. STUDI KRITIS PEMIKIRANNYA
• Apa yang di gagas tentang keberadaan Tuhan oleh al-Kindi dengan bukti baharunya
alam memang merupakan hal yang dapat dijangkau oleh setiap manusia.
Sebagaimana argumentasi orang-orang arab bahwa tidak akan ada kotoran unta jika
tidak ada untanya. Namun ketika ia melampaui batas jangkauan akal dengan
mencoba membahas subtansi z}at Tuhan bahwa Tuhan tidak berubah ataupun tidak
bergerak dengan alasan bahwa gerak hanya dimiliki oleh makhluknya, sementara
Tuhan tidak sama dengan makhluknya, maka menurut hemat penulis ia hanya
menyimpulkan demikian berdasarkan rumusan logika mantik, bukan berdasarkan
pengamatan inderawi dan juga tidak ada keterangan sedikitpun mengenai dzat Tuhan
tersebut. Oleh karena itu sesungguhnya hal yang demikian bukan hasil dari pemikiran
berdasarkan akal dengan keterbatasannya, namun tidak lebih hanya sekedar spekulasi
atau imajinasi yang didasarkan pada rumusan logika sebagai justifikasinya.
13. KESIMPULAN
• Sejarah intelektual di dunia Islam yang mana sumbangannya tidak bisa dipungkiri, tetapi disisi lain,
filsafat juga dianggap unsur luar yang mengacak-acak ajaran Islam. Bisa jadi, ini karena watak filsafat
itu sendiri. Filsafat, apapun nama dan bentuknya, adalah keberanian untuk mempertanyakan
kebenaran-kebenaran yang dalam pandangan umum telah diyakini kebenarannya. Watak “subversif”
filsafat ini juga bisa juga ditemukan dalam filsafat islam.
• Kita ketahui bersama bahwasanya filsafat di bagi atas beberapa periode, periode pertama yang
merupakan awal munculnya filsafat yaitu berasal dari Yunani, karena di sana terdapat beberapa orang
yang cenderung menggunakan otak sebagai landasan berpikir. Tokoh – tokoh seperti Socrates, Plato
dan Aristotales. Periode kedua yang merupakan masa pertengahan adalah filsafat Islam. Filsafat Islam
klasik mulai berkembang pada masa al-Kindi, yang mana menurut Sulaiman Hasan bahwasanya tidak
ada seorangpun filosof Islam kecuali al-Kindi, karena baginya ia merupakan seorang filosof pertama
dalam Islam begitu juga merupakan filosof Arab pertama. Dalam pengembangan filsafatnya al-Kindi
mengikuti falsafah Arestoteles. Hal itu bisa dibuktikan dari buku-buku filsafat yang dikarang oleh al-
Kindi lebih banyak mengarah pada buku-buku karangan Aristotales.
14. • Yang mana pemikiran al-Kindi dalam filsafat sendiri meliputi:
• Talfiq, Al-Kindi berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat.
• Filsafat termasuk humaniora yang dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat
tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
• Jawaban filsafat menunjukan ketidak-pastian ( semu ) dan memerlukan berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya yang
dibawa Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
• Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan.
• Tentang jiwa, menurut Al-Kindi; tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Substansi ruh berasal dari substansi Tuhan. Hubungan
ruh dengan Tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiah, terpisah dan berbeda dari tubuh.
Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling
memberi bimbingan. Argumen yang diajukan Al-Kindi tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah.
• Moral, Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa sorang filosof wajib menempuh hidup susila.
Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia.