1. A. Pengertian Poliploidi
Poliploidi merupakan suatu kondisi dimana makhluk hidup tertentu memiliki lebih
dari dua perangkat kromosom (Ayala, dkk., 1984 dalam Firdaus, 2002). Keadaan ini terjadi
akibat adanya induksi poliploidisasi. Pada umumnya tiap organisme mempunyai dua
perangkat kromosom (diploid). Akan tetapi tidak ditutup kemungkinan akan terjadinya
perubahan perangkat kromosom tersebut. Organisme yang mengalami perubahan perangkat
kromosom menjadi lebih dari dua perangkat kromosom disebut poliploid, sedangkan
organisme yang mengalami perubahan perangkat kromosom menjadi satu perangkat
kromosom disebut monoploid atau haploid.
Menurut Wilkins dan Gosling (1983 dalam Firdaus, 2002), poliploidi merupakan
salah satu bentuk mutasi kromosom dan dapat digunakan sebagai pengendali kelamin(sex
control) suatu organisme, pembentuk galur murni, dan penghasil ikan yang steril (Chao, dkk.,
1986 dalam Firdaus, 2002). Tipe-tipe poliploidi dibedakan berdasarkan jumlah perangkat
kromosom yang dibentuk, contohnya triploid, tetraploid, pentaploid, dan seterusnya.
B. Macam Poliploidi
Berdasarkan asal usul kejadiannya,poliploidi dapat dibedakan menjadi autopoliploidi
dan alloploidi (Klug dan Cummings, 2000). Pada autopoliploidis tidak dilibatkan spesies
yang lain jadi seluruh perangkat kromosom yang ada berasal dari spesies yang sama.
Autotriploid dapat terjadi karena pembuahan suatu gamet diploid dengan gamet haploid.
Gamet diploid yang terbentuk adalah hasil kegagalan pemisahan seluruh perangkat
kromosom selama meiosis. Zigot autotripoid juga mungkin terjadi karena adanya pembuahan
satu ovum oleh dua sperma atau juga mungkin terjadi akibat persilangan eksperimental
individu diploid dan tetraploid (Niekerson, 1990 dalam Abidah, 2000)
1. Autopolyploidi
Autopoliploid adalah sel yang mempunyai lebih dari dua genom dimana
genomnya identik atau mempunyai kromosom homolog karena pada umumnya berasal
dari satu spesies. Autopoliploid muncul dari penggandaan kromosom yang komplemen
secara langsung. Autopoliploid dapat diinduksi artifisial melalui perlakuan kolsisin dan
dapat terjadi secara spontan, tetapi yang terakhir ini jarang ditemukan. Menurut
Vandepoele et al, (2003) autopoliploid dapat berasal dari persilangan intraspesies diikuti
dengan penggandaan kromosom dimana gamet tidak mengalami reduksi dan
2. kromosomnya membentuk multivalent pada saat miosis, dengan pewarisan yang
multisomik Beberapa tanaman yang termasuk autopoliploid alami adalah kentang, ubi
jalar, kacang tanah, alfalfa dan “orchardgrass”.
Beberapa sifat autopoliploid yang berbeda dengan diploid adalah : (1)
volume sel dan nukleus lebih besar, (2) bertambah ukuran daun dan bunga serta batang
lebih tebal, (3) terjadi perubahan komposisi kimia meliputi peningkatan dan perubahan
karbohidrat, protein, vitamin dan alkaloid, (4) kecepatan pertumbuhan lebih
lambat dibanding diploid, menyebabkan pembungaannya juga terlambat, (5) miosis
sering tidak teratur dengan terbentuknya multivalen sebagai penyebab sterilitas, (6)
poliploidi tidak seimbang terutama pada triploid dan pentaploid (Sparrow, 1979).
Dikatakan juga oleh Poehlman dan Sleper (1995) bahwa autopoliploid berperan
meningkatkan ukuran sel merismatik tetapi jumlah total sel tidak bertambah. Menurut
Sareen et al. (1992) tanaman autotetraploid mempunyai bagian vegetatif lebih besar,
menyebabkan mereka lebih jagur dibanding diploidnya. Tetapi efek ini tidak universal
karena ada beberapa autotetraploid yang mirip atau lebih lemah dibandingkan tetua
diploid.
Menurut Poehlman dan Sleper (1995) tiga hal dasar sebagai petunjuk untuk
memproduksi dan memanfaatkan autoploidi dalam program pemuliaan tanaman yaitu :
(1) autoploidi cenderung mempunyai pertumbuhan vegetatif lebih besar sedangkan biji
yang dihasilkan sedikit, sehingga lebih bermanfaat untuk pemuliaan tanaman yang
bagian vegetatifnya dipanen, (2) lebih berhasil untuk mendapatkan autoploidi yang
jagur dan fertil melalui penggandaan diploid yang jumlah kromosom sedikit, (3)
autoploidi yang berasal dari spesies menyerbuk silang lebih baik dari pada autoploidi
dari spesies menyerbuk sendiri, sebab penyerbukan silang membantu secara luas
rekombinasi gen dan kesempatan untuk memperoleh keseimbangan genotip pada
poliploidi.
2. Alloploidi
Allopoliploid adalah keadaan sel yang mempunyai satu atau lebih genom dari
genom normal 2n =2x, dimana pasangan kromosomnya tidak homolog. Allopoliploid
terbentuk dari hibridisasi antara spesies atau genus yang berlainan genom (hibridisasi
interspesies). Tanaman F1-nya akan steril karena tidak ada atau hanya beberapa
3. kromosom homolog. Bila terjadi penggandaan kromosom spontan atau diinduksi maka
tanaman menjadi fertil. Beberapa tanaman yang termasuk alloploidi alami adalah
gandum, terigu, kapas, tembakau, tebu dan beberapa spesies kubis.
Allopoliploid ditemukan ada yang allopoliplod segmental (sebagian kromosom
homolog) menyebabkan steril sebagian, dan allopolyploid (semua kromosom tidak
homolog) menyebabkan steril penuh. Allopoliploid segmental memiliki segmen
kromosom homologous dan homoeologus (homolog parsial) yang selama miosis dapat
terjadi bivalen dan multivalen sehingga pewarisannya campuran disomik-polisomik
(Vandepoele et al. 2003). Dikatakan juga bahwa prototipe poliploidi dari rumput-
rumputan seperti gandum adalah allopolyploid, jagung adalah alloploidi segmental dan
padi adalah paleopoliploid.
Tujuan induksi allopoliploid adalah mengkombinasi sifat-sifat yang diinginkan
dari dua tetua diploid ke dalam satu tanaman (Sparrow, 1979). Menurut Poehlman dan
Sleper (1995) beberapa manfaat alloploidi untuk para pemulia adalah : (1) dapat
mengidentifikasi asal genetik spesies tanaman poliploidi, (2) menghasilkan genotip
tanaman baru, (3) dapat memudahkan transfer gen antar spesies dan (4) memudahkan
transfer atau subtitusi kromosom secara individual atau pasangan kromosom.
Para pemulia menginduksi poliploidi dengan menyilangkan antara spesies
budidaya tetraploid dengan kerabat liarnya dengan tujuan supaya gen yang diinginkan
dapat ditransfer dari spesies liar ke kultivar budidaya (Sparrow, 1979). Menurut
Poehlman dan Sleper (1995) hampir semua kerabat liar Solanum dapat disilangkan
dengan Solanum tuberosum (interspesies) dengan tujuan untuk mendapatkan resistensi
terhadap stress abiotik maupun biotik serta memperbaiki heterosigositas tanaman.
Pendekatan pembuatan allopoliploid ini kelihatan kurang berhasil dibanding
induksi autopoliploid. Kesulitan yang ditemui dengan pendekatan ini adalah : (1)
adanya “barier incompatible” antar kedua spesies yang akan disilangkan, (2) terjadi
pembuahan tetapi mengalami aborsi embrio (Karmana, 1989). Kendala dalam
menghasilkan tanaman allopoliploid ini dapat diatasi dengan teknik hibridisasi baru
yaitu fusi protoplas atau hibridisasi somatik.
4. C. Pembentukan Poliploidi
Di alam, poliploid dapat terjadi karena kejutan listrik (petir), keadaan lingkungan
ekstrem, atau persilangan yang diikuti dengan gangguan pembelahan sel. Perilaku reproduksi
tertentu mendukung poliploidi terjadi, misalnya perbanyakan vegetatif atau partenogenesis,
dan menyebar luas.
Poliploidi buatan dapat dilakukan dengan meniru yang terjadi di alam, atau dengan
menggunakan mutagen. Kolkisin adalah mutagen yang umum dipakai untuk keperluan ini.
Efeknya cepat diketahui dan aplikasinya mudah. Penggunaannya beresiko tinggi karena
kolkisin sangat karsinogenik.
Autopoliploid terjadi apabila suatu spesies, karena salah satu sebab di atas,
menggandakan set kromosomnya dan kemudian saling kawin dengan autopoliploid lain. Pola
pembelahan sel autopoliploid rumit karena melibatkan perpasangan empat, enam, atau
delapan set kromosom. Triploid karena autopoliploid dapat bersifat fertil.
Allopoliploid terjadi karena persilangan antarspesies dengan genom yang berbeda
tanpa diikuti reduksi jumlah sel dalam meiosis. Amfidiploid adalah allotetraploid yang
perilaku pembelahan selnya serupa dengan diploid. Allopoliploidi segmental terjadi apabila
sebagian kromosom berasal dari genom yang berbeda (tidak semuanya berasal dari set
kromosom yang lengkap).
Suatu spesies dapat bersifat diploid, meskipun dalam sejarah perkembangan
evolusinya berasal dari poliploid. Spesies demikian dikenal sebagai paleopoliploid. Contoh
spesies ini misalnya padi. Dengan n=10, padi berasal dari moyang poliploid dengan n=5.
D. Efek Poliploidi Pada Organisme
Poliploidi seringkali memberikan efek dramatis dalam penampilan atau pewarisan
sifat yang bisa positif atau negatif. Tumbuhan secara umum bereaksi positif terhadap
poliploidi. Tetraploid (misalnya kentang) dan heksaploid (misalnya gandum) berukuran lebih
besar (reaksi "gigas", atau "raksasa") daripada leluhurnya yang diploid. Karena hasil panen
menjadi lebih tinggi, poliploidi dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman. Berbagai kultivar
tanaman hias (misalnya anggrek) dibuat dengan mengeksploitasi poliploidi.
Reaksi negatif terjadi terhadap kemampuan reproduksi, khususnya pada poliploidi
berbilangan ganjil, meskipun ukurannya membesar. Karena terjadi ketidakseimbangan
pasangan kromosom dalam meiosis, organisme dengan ploidi ganjil biasanya mandul (steril).
5. Pemuliaan tanaman, sekali lagi, mengeksploitasi gejala ini. Karena mandul, semangka
triploid tidak memiliki biji yang normal (bijinya tidak berkembang normal atau
terdegenerasi) dan dijual sebagai "semangka tanpa biji". Penangkar tanaman hias menyukai
tanaman triploid karena biji tanaman ini tidak bisa ditumbuhkan sehingga konsumen harus
membeli tanaman dari si penangkar.
E. Pemuliaan Poliploidi
Poliploidi adalah keadaan sel yang memiliki lebih dari dua genom dasar (3x, 4x, 5x
dan seterusnya), ditemukan banyak pada kingdom tanaman. Poliploidi dapat berisikan dua
atau lebih pasang genom dengan segmen kromosom yang homolog, keseluruhan kromosom
homolog atau keseluruhan kromosom tidak homolog. Perbedaan satu dengan yang lain pada
sejumlah gen atau segmen kromosom yang menyebabkan sterilitas sebagian atau
seluruhnya(Stebbins, 1950 dalam Sareen, Chowdhury dan Chowdhury, 1992).
Famili rumput-rumputan (gramineae) adalah famili terbesar dari semua tanaman
berbunga, meliputi 10.000 species. Famili ini dikelompokan dalam 600 -700 genus yang
berasal dari moyang purba sekitar 50-70 juta tahun lalu (Kellogg, 2001; Huang et al, 2002).
Famili ini biasanya dipakai sebagai model dalam mempelajari poliploidi. Sebagian besar tipe
poliploidi dari famili gramineae yaitu autopolyploid, allopolyploid segmental dan
allopolyploid (Vandepoele, Simillion dan Van de Peer, 2003)
Secara alami poliploidi sering lebih besar penampakan morfologi dari spesies diploid
seperti permukaan daun lebih luas, organ bunga lebih besar, batang lebih tebal dan tanaman
lebih tinggi. Fenomena ini diistilahkan sebagai gigas atau jagur (Kuckuck et al., 1991).
Populasi poliploidi mempunyai kemampuan berkompetisi lebih baik dibanding moyang
diploid ditunjukkan dengan daerah penyebarannya yang luas (Karmana, 1989). Menurut
Poehlman dan Sleper (1995) poliploidi juga memberi peluang untuk merubah karakter suatu
tanaman melalui perubahan jumlah genom dan kontribusi gen-gen alelik pada karakter
tertentu.
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous A. 2010. (http://id.wikipedia.org/wiki/Poliploidi)
Diakses 10 Oktober 2010
Anonymous B. 2010. (http://jiniaricute.wordpress.com/2008/04/18/poliploidi/)
Diakses 10 Oktober 2010
Anonymous C. 2010. (http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/helen_hetharie.htm)
Diakses 10 Oktober 2010