2. Penganut paham etika absolut meyakini bahwa ada prinsip-prinsip
etika yang bersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan dimana
pun.
Sementara itu, penganut paham etika relatif membantah hal ini.
Mereka justru mengatakan bahwa tidak ada prinsip atau nilai moral yang
berlaku umum. Prinsip atau nilai moral yang ada dalam masyarakat
berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda dan situasi yang berbeda
pula.
Tokoh berpengaruh paham etika relatif ini adalah Joseph Fletcher
denganteori etika situasional. Ia menolak adanya norma-norma moral
Umum karena kewajiban moral selalu bergantung pada situasi konkret,
dan situasi konkret ini dalam kesehariannya tidak pernah sama.
Tokoh berpengaruh paham etika absolut antara lain Immanuel Kant
dan James Rachels mengatakan bahwa ada pokok teoritis yang umum
dimana ada aturan-aturan moral tertentu yang dianut secara bersama
sama oleh semua masyarakat karena aturan-aturan itu penting untuk
kelestarian masyarakat.
3. Teori perkembangan moral yang sangat berpengaruh dikemukakan oleh Kohlberg
dengan mengemukakan tiga tahap perkembangan moral dihubungkan dengan
pertumbuhan (usia) anak.
Beberapa konsep yang erat kaitannya dengan pemahaman teori ini adalah:
1. Perilaku moral (moral behavior), perilaku yang mengikuti kode moral kelompok
masyarakat tertentu.
2. Perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku yang gagal mematuhi harapan
kelompok sosial tersebut karena yang bersangkutan kurang merasa wajib untuk
mematuhinya.
3. Perilaku diluar kesadaran moral (unmoral behavior), perilaku yang menyimpang dari
harapan kelompok sosial yang disebabkan ketidakmampuan yang bersangkutan dalam
memahami harapan kelompok.
4. Perkembangan moral (moral development), bergantung pada perkembangan intelektual
seseorang.
4. Tingkat (Level) Sublevel Ciri Menonjol
Tingkat I
(Preconventional)
Usia < 10 tahun
1. Orientasi pada hukuman Mematuhi peraturan untuk
menghindari hukuman
1. Orientasi pada hadiah Menyesuaikan diri untuk memperoleh
hadiah/pujian
Tingkat II
(Converentional)
Usia 10-13 tahun
1. Orientasi anak baik Menyesuaikan diri untuk menghindari
celaan orang lain
1. Orientasi otoritas Mematuhi hukuman dan peraturan
sosial untuk menghindari kecaman dari
otoritas dan perasaan bersalah karena
tidak melakukan kewajiban
Tingkat III
(Postconverentional)
Usia > 13 tahun
1. Orientasi kontrak sosial Tindakan yang dilaksanakan atas
dasar prinsip yang disepakati bersama
masyarakat demi kehormatan diri
1. Orientasi prinsip etika Tindakan yang didasarkan atas prinsip
etika yang diyakini diri sendiri untuk
menghindari penghukuman diri
5. Dalam etika masih banyak dijumpai teori yang mencoba untuk menjelaskan
suatu tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau
perspektif yang berlainan.
Berikut ini garis besar beberapa teori yang berpengaruh :
6. Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan
egoisme, yaitu : egoisme psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep ini tampak
mirip karena menggunakan istilah egoisme, namun keduanya mempunyai
pengertian yang berbeda.
-Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan
manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish).
-Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).
7. Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata inggris utility
yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika
membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat, dengan istilah
yang banyak terkenal: “the greatest happiness of the greatest numbers”. Jadi,
ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari
tindakan itu-apakah memberi manfaat atau tidak. Itulah sebabnya paham ini juga
disebut juga paham teleologis.
Jadi paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :
1. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya.
2. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
3. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.
8. Istilah deontology berasal dari kata Yunani yang berarti kewajiban. Paham ini
dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804)
Sangat berbeda dengan paham teleology, paham deontology justru
mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali
dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut.
Dua konsep penting yang dikemukakan oleh Kant :
Konsep Imperative hypothesis, yaitu perintah-perintah (ought) yang bersifat khusus
yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan. Jadi jika anda
tidak menginginkan hasil dari suatu tindakan, maka anda tidak wajib melaksanakan
tindakan tersebut.
Konsep Imperative Categories, yaitu kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu
saja tanpa syarat apa pun. Dalam hal ini, kewajiban moral bersifat mutlak tanpa ada
pengecualian apa pun dan tanpa dikaitkan dengan keinginan atau tujuan apa pun.
9. Immanuel Kant sebenarnya mengajukan dua pemikiran pokok. Di samping teori
deontology dengan imperative categories, ia juga mengemukakan apa yang kemudian
dikenal dengan teori hak (right theory). Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan
dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi manusia
(HAM).
Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas (Weiss, 2006) :
1. Hak hukum (legal right), yaitu hak yang didasarkan atas system/yuridiksi hukum suatu
Negara, dimana sumber hukum tertinggi suatu Negara adalah UUD Negara yang
bersangkutan.
2. Hak moral/kemanusiaan (moral, human right) yang dihubungkan dengan pribadi
manusia secara individu, atau dalam kelompok.
3.Hak kontraktual (contractual right) mengikat individu-individu yang membuat
kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud dan kewajiban masing-masing pihak.
Pada level perusahaan, teori HAM ini banyak dirujuk untuk menilai tindakan
manajemen terhadap karyawannya, apakah karyawannya telah diperlakukan secara
manusiawi sesuai denga prinsip-prinsip HAM yang berlaku universal atau belum.
10. Berbeda dengan teori teleology dan deontology yang keduanya sama-sama
menyoroti moralitas berangkat dari suatu tindakan, teori keutamaan berangkat dari
manusianya (Bertens,2000). Teori ini tidak lagi mempertanyakan suatu tindakan,
tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat atau karakter yang harus
dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama, dan sifat-sifat
atau karakter yang mencerminkan manusia hina.
Dengan demikian, karakter/sifat utama dapat didefenisikan sebagai disposisi
sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk
selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Mereka yang selalu
bertingkah laku buruk secara moral disebut manusia hina. Bertens (2000)
memberikan beberapa contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan, keadilan,
dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat-sifat utama yang perlu
dimiliki antara lain: kejujuran, kewajaran (fairness), kepercayaan, dan keuletan.
11. Sampai disini telah dibahas beberapa teori etika yang berpengaruh. Walaupun
teori-teori ini tampak berbeda karena sudut pandangnya, namun semuanya
mempunyai kesamaan yang terletak pada kajian aspek moralitas, dimana moralitas
hanya dikaji berdasarkan proses penalaran (akal) manusia tanpa ada yang
mengakui atau mengaitkannya dengan kekuatan tak terbatas (Tuhan).
Sebenarnya setiap agama mempunyai filsafat etika yang hampir sama. Salah
satunya adalah teori etika teonom yang dilandasi oleh filsafat Kristen. Teori ini
mengatakan bahwa karakter moral manusia diitentukan secara hakiki oleh
kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah.
12. Arti Kata “Baik” Menurut George Edward Moore
Kata baik adalah kunci dari moralitas. Ada banyak penafsiran tentang sesuatu
yang dianggap baik. Anggapan inti Moore sangat sederhana bahwa kata baik tidak
dapat didefenisikan. Alasannya karena kata itu mempunyai sifat primer. Suatu kata
tidak dapat didefenisikan jika kata tersebut tidak lagi terdiri atas bagian-bagian
sehingga tidak dapat di analisis. Baik adalah baik, titik. Setiap usaha untuk
mendefenisikannya akan menimbulkan kerancuan.
Tatanan Nilai Max Scheller
Scheller sebenarnya membantah anggapan teori imperative category
Immanuel Kant yang mengatakan bahwa hakikat moralitas terdiri atas kehendak
untuk memenuhi kewajiban karena kewajiban itu sendiri. Kewajiban bukanlah unsur
primer, melainkan mengikuti apa yang bernilai. Manusia wajib memenuhi sesuatu
untuk mencapai sesuatu yang baik, dan yang baik itu adalah nilai. Jadi, inti dari
tindakan moral adalah tujuan merealisasikan nilai-nilai dan bukan asal memenuhi
kewajiban saja. Nilai-nilai bersifat material dan apriori
13. Etika Situasi Joseph Fletcher
Joseph Fletcher termasuk tokoh yang menentang adanya prinsip-prinsip etika
yang bersifat mutlak. Ia berpendapat bahwa setiap kewajiban moral selalu
bergantung pada situasi konkret. Sesuatu ketika berada dalam situasi tertentu bisa
jadi baik dan tepat, tetapi ketika berada dalam situasi yang lain bisa jadi jelek dan
salah.
Pandangan Penuh Kasih Iris Murdoch
Teori Murdoch menyatakan bahwa bukan kemampuan otonom yang
menciptakan nilai, melainkan kemampuan untuk melihat dengan penuh kasih dan
adil. Hanya pandangan yang adil dan penuh kasih yang menghasilkan pengertian
yang betul-betul benar.
Pengelolaan Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner
Skinner mengatakan bahwa pendekatan filsafat tradisional dan ilmu manusia
tidak memadai sehingga yang diperlukan bukanlah ilmu etika, tetapi sebuah
teknologi kemampuan. Ia mengacu pada ilmu kelakuan sederhana yang
dikembangkan oleh Pavlov. Ide dasar Skinner adalah menemukan teknologi/cara
untuk mengubah perilaku. Apabila kita dapat merekayasa kondisi-kondisi kehidupan
seseorang, maka kita dapat merekayasa kelakuannya.
14. Prinsip Tanggung Jawab Hans Jonas
Jonas menekankan pentingnya dirancang etika baru yang berfokus pada
tanggung jawab. Intinya adalah kewajiban manusia untuk bertanggung jawab atas
keutuhan kondisi-kondisi kehidupan umat manusia di masa depan.
Kegagalan Etika Pencerahan Alasdair Maclntyre
MacIntyre mengatakan bahwa etika pencerahan telah gagal karena
pencerahan atas nama rasionalitas justru telah membuang apa yang menjadi dasar
rasionalitas setiap ajaran moral, yaitu pandangan teleologis tentang manusia.
MacIntyre menganjurkan agar etika kembali pada paham teleologis tentang
manusia.
15. No Teori
Paradigma
Penalaran
Teori
Krieria
Etis
Tujuan
Hidup
Hakikat Manusia
Dan Kecerdasa
1 Egoisme Tujuan dari tindakan Memenuhi kepentingan pribadi Kenikmatan duniawi
secara individu
Hakikat tidak utuh
(PQ,IQ)
2 Utilitarianisme Tujuan dari tindakan Member manfaat/kegunaan bagi
banyak orang
Kesejahteraan duniawi
masyarakat
Hakikat tidak utuh
(PQ,IQ,EQ)
3 Deontology-Kant Tindakan itu sendiri Kewajiban mutlak setiap orang Demi kewajiban itu
sendiri
Kakikat tidak utuh
(IQ,EQ)
4 Teori Hak Tingkat kepatuhan
terhadap HAM
Aturan tentang hak asasi
manusia (HAM)
Demi martabat
kemanusiaan
Hakikat tidak utuh
(IQ)
5 Teori Keutamaan Disposisi karakter Karakter positif-negatif individu Kebahagiaan duniawi
dan mental (Psikologis)
Hakikat tidak utuh
(IQ,EQ)
6 Teori Teonom Disposisi karakter dan
tingkat keimanan
Karakter mulia dan mematuhi
kitab suci agama masing-masing
individu dan masyarakat
Kebahagiaan rohani
(surgawi, akhirat, moksa,
nirmala), mental, dan
duniawi
Hakikat utuh (PQ,
IQ, EQ, SQ)
Teori etika dan hubungannya dengan paradikma hakikat manusia dan
kecerdasan
16. No Teori/Dimensi Hubungan Teori
1 Tingkat Kesadaran Hewani Manusiawi Trasendental
2 Teori Tindakan Egoisme Utilitirianisme Teonom
3 Teori Hak dan Kewajiban Hak Kewajiban
4 Teori Keutamaan Manusia Hina Manusia Utama
5 Tujuan/Nilai Duniawi Surgawi
6 Pemangku Kepentingan Individu Masyarakat Tuhan
7 Kebutuhan Maslow Fisik Sosial Aktualisasi Diri
8 Tingkat Perkembangan Kohlberg Hukuman Prinsip
9 Kecerdasan Covey PQ IQ, EQ SQ
10 Etika Nafis Psiko Etika Sosio Etika Teo Etika
17. Perkembangan ilmu etika menjadi salah kaprah karena hanya dilandasi oleh
hakikat manusia tidak utuh-suatu paradigma tentang hakikat manusia yang hanya
mengandalkan kekuatan pikiran untuk mencari kebenaran, mengejar makna hidup
duniawi, dan melupakan potensi kekuatan spiritual, kekuatan tak terbatas, kekuatan
Tuhan dalam diri manusia tersebut.
Ilmu etika kedepan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu
suatu pola pikir, yang mengutamakan iintegrasi dan keseimbangan pada :
1. Pertumbuhan PQ, IQ, EQ, dan SQ.
2. Kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingsn Tuhan.
3. Keseimbangan tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual)
18. Semua teori-teori yang pada awal kemunculannya bagaikan potongan-potongan
terpisah dan berdiri sendiri, ternyata dapat dipadukan karena sifatnya
yang saling melengkapi.