Dokumen tersebut membahas program subsidi pertanian terpadu di Indonesia sebagai langkah awal menuju swasembada pangan. Program ini menyatukan berbagai instrumen kebijakan subsidi seperti subsidi harga input, modal kerja, dan dukungan harga output dalam satu paket untuk meningkatkan efisiensi dan menargetkan petani secara langsung.
1. PROGRAM SUBSIDI PERTANIAN TERPADU:
SUATU LANGKAH AWAL MENUJU SWASEMBADA PANGAN
Ir. Agung Budilaksono, SE, MM *
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan pertanian menempati prioritas utama
pembangunan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Karena itu sektor pertanian merupakan sektor utama
pembangunan ekonomi nasional.
Dalam pendekatan perhitungan pendapatan nasional,
sektor pertanian terdiri dari sub-sektor tanaman pangan dan
hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan
kehutanan. Selain sektor pertanian, terdapat delapan sektor
ekonomi lainnya yang secara bersama menentukan
besarnya pertumbuhan ekonomi bangsa melalui
pendapatan domestik (GDP) dan pendapatan nasional
(GNP).
* Widyaiswara pada Sekolah Tinggi Akuntansi Negara – Departemen
Keuangan; disampaikan pada acara Focus Group Discussion – Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, tanggal 4 Februari 2008
1
2. Kedudukan sektor pertanian dalam pembangunan
ekonomi nasional adalah cukup nyata, dilihat dari
proporsinya terhadap pendapatan nasional.
Selain kontribusinya melalui GDP, peran sektor
pertanian dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari
peran sektor pertanian yang sangat luas, mencakup
beberapa indikator antara lain:
Pertama, pertanian sebagai penyerap tenaga kerja yang
cukup besar. Kedua, pertanian merupakan penghasil
makanan pokok penduduk. Peran ini tidak dapat disubstitusi
secara sempurna oleh sektor ekonomi lainnya, kecuali
apabila impor pangan menjadi pilihan. Ketiga, komoditas
pertanian sebagai penentu stabilitas harga. Harga produk-
produk pertanian memiliki bobot yang besar dalam indeks
harga konsumen sehingga dinamikanya sangat
berpengaruh terhadap inflasi. Keempat, akselerasi
pembangunan pertanian sangat penting untuk mendorong
ekspor dan mengurangi impor. Pembangunan per-tanian
mencakup pemasaran dan perdagangan komoditas. Dalam
sis-tem rantai agribisnis, pemasaran dan perdagangan
komoditas pertanian sangat penting dalam menentukan nilai
tambah produk. Dengan pemasaran baik di dalam maupun
ke luar negeri maka harga dan nilai tambah pertanian yang
diterima oleh petani produsen akan semakin tinggi.
Sebaliknya dengan adanya impor maka produk dalam
negeri akan bersaing dalam merebut pasar domestik.
2
3. Dengan produk domestik yang berdaya saing tinggi maka
ekspor dapat dipacu dan akhirnya menghasilkan devisa bagi
pembangunan. Namun dengan rendahnya daya saing maka
barang impor akan masuk ke dalam negeri, dan devisa
negara harus dibelanjakan ke luar negeri. Kelima,
komoditas pertanian merupakan bahan industri manufaktur
pertanian. Masih dalam suatu sistem rantai agribisnis,
industri manufaktur (pengolahan) pertanian, baik yang
mengolah komoditas pertanian maupun yang menghasilkan
input pertanian menduduki tempat yang penting. Kegiatan
industri manufaktur pertanian hanya bisa berjalan apabila
memang ada kegiatan produksi yang sinergis. Dengan
demikian kehadiran sektor pertanian adalah prasyarat bagi
adanya sektor industri manufaktur pertanian yang berlanjut.
Keenam, pertanian memiliki keterkaitan sektoral yang tinggi.
Keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor lain
dapat dilihat dari aspek keterkaitan produksi, keterkaitan
konsumsi, keterkaitan investasi, dan keterkaitan fiskal.
Berdasarkan sifat keterkaitan maka dikenal keterkaitan ke
belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan
(forward linkage). Di Indonesia, sektor pertanian mempunyai
keterkaitan ke belakang yang kuat dalam menciptakan titik
temu antarsektor yang lebih efektif dari pada keterkaitan ke
depan.
Menteri Pertanian dalam pidatonya pada acara seminar
“Menyelamatkan Ekonomi Bangsa: Pembangunan Sektor
Riil dan Pengelolaan Sumber Daya Alam Untuk
Kemandirian Bangsa” di Jakarta, tanggal 17 januari 2007
3
4. mengungkapkan bahwa sektor pertanian merupakan salah
satu sektor riil yang telah menjadi penyelamat di masa krisis
ekonomi, dan telah cukup berhasil dalam menyediakan
kebutuhan pangan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan
devisa Negara, dan pengurangan kemiskinan di pedesaan.
Diungkapkan pula bahwa keberhasilan dimaksud antara lain
dalam mempertahankan swasembada beras dengan tingkat
pemenuhan selalu di atas 95 persen, bahkan dalam tiga
tahun terakhir dikatakannya impor beras kurang dari satu
persen. Penurunan impor juga terjadi pada komoditas
seperti jagung dan gula. Sementara pada sisi ekspor terjadi
pada komoditas-komoditas perkebunan seperti minyak
sawit, karet, dan kakao. Oleh karena itu tidak berlebihan
apabila salah satu prioritas pembangunan ekonomi Kabinet
Indonesia bersatu adalah Revitalisasi Pertanian dan
Pedesaan.
Terdapat 3 substansi penting arah pembangunan sektor
pertanian dalam program revitalisasi pertanian, yaitu (i) arah
masa depan kondisi petani, (ii) arah masa depan pelaku
usaha pertanian, termasuk swasta, dan (iii) arah masa
depan produk dan bisnis pertanian.
Arah masa depan petani berkaitan dengan: (i) akses
petani terhadap layanan dan sumberdaya produktif, (ii)
perlindungan petani dalam melakukan aktivitas usaha
pertanian, (iii) peningkatan kemampuan dan keberdayaan
petani untuk mengembangkan aktivitas usaha pertanian
4
5. yang dilakukannya, dan (iv) peningkatan pendidikan, status
gizi dan ketahanan pangan petani serta kesetaraan gender
yang baik.
Sementara arah masa depan usaha pertanian
mencakup: (i) perlindungan dan kepastian hukum terhadap
kegiatan usaha pertanian, (ii) lingkungan usaha yang
mendukung usaha pertanian, terutama berbagai peraturan
terkait yang dapat meningkatkan daya saing dan
produktivitas usaha, dan (iii) akses terhadap dukungan
pembiayaan, informasi dan teknologi yang aktual dan sesuai
dengan perkembangan usaha dan dinamika bisnis.
Arah masa depan produk dan bisnis pertanian
mencakup (i) pembangunan ketahanan pangan masyarakat
yang terkait dengan aspek-aspek:pasokan produksi,
pendapatan, keterjangkauan dan kemandirian, (ii) sumber
pendapatan devisa yang terkait dengan keunggulan
komparatif dan kompetitif di pasar internasional, (iii)
penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru yang
terkait dengan isu global dan perkembangan ke depan.
Sebagai upaya tindak lanjut revitalisasi sektor pertanian,
maka pada tanggal 4 Juni 2007, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono telah mencanangkan tambahan dukungan
pendanaan bagi sektor pertanian. Presiden berniat
menyisihkan dana sebesar Rp 7,8 triliun pada tahun 2007
untuk perluasan jangkauan sektor pertanian. Nilai tersebut
5
6. sesungguhnya menunjukkan suatu peningkatan yang cukup
signifikan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya, dimana pada tahun 2006 sebesar Rp.6,3 triliun
dan pada tahun 2005 hanya sebesar Rp.4,1 triliun. Namun
demikian, dalam pelaksanaannya kebijakan nasional
tersebut masih banyak menemui tantangan yang dirasakan
cukup berat, seperti perlunya perbaikan irigasi, penyediaan
benih, pupuk, pestisida, dan perbaikan teknologi.
Pengelolaan paket kebijakan tersebut dirasakan masih
sangat birokratis dan bersifat top-down.
Departemen Pertanian sendiri telah menetapkan pagu
indikatif global untuk Rencana Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (RAPBN) tahun 2008 sebesar Rp 8,8 triliun.
Rencana kerja tahun 2008 yang menyangkut program dan
anggaran yang diusulkan sebagian besar merupakan
program lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Dasar
penyusunan program kerja Deptan 2008 mengambil dari
Program Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
2005-2025.
Di Uni Eropa yang terkenal dengan sejarah panjang
proteksi pertaniannya, diperkirakan hanya sekitar 20% dari
setiap 1 € yang disediakan dalam bentuk subsidi, namun
dalam pelaksanaannya berhasil mencapai penerima yang
dituju, yakni para petani. 80% lainnya tertelan oleh birokrasi
yang tidak efisien, baik yang dilakukan oleh pemerintah
maupun para perantara subsidi tersebut. Meskipun dalam
6
7. pelaksanaan pemberian subsidi masih terdapat kritik-kritik
seperti demikian, namun harus diakui bahwa kebanyakan
Negara anggota Uni Eropa mengelola dan menjalankan
paket subsidi tersebut dengan cara yang lebih baik
dibandingkan dengan di Indonesia. Pertanyaannya
sekarang kemudian adalah seberapa besar dari subsidi
yang disediakan di Indonesia berhasil mencapai petani? Hal
ini tentunya perlu mendapatkan perahtian yang lebih serius
dari pihak-pihak terkait.
Subsidi-subsidi yang ada saat ini, yang diberikan
kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memproduksi pupuk, benih, bahan-bahan kimia, dsb,
sesungguhnya bukanlah merupakan subsidi pertanian,
melainkan subsidi BUMN, yang pengelolaannya penuh
dengan inefisiensi, seperti yang ditemukan oleh BPK setiap
tahunnya. Pengalaman dari Negara-negara tetangga
mengindikasikan bahwa diperlukan suatu mekanisme
persaingan yang dapat memaksa BUMN-BUMN tersebut
untuk beroperasi secara lebih efisien. Namun demikian,
selama BUMN-BUMN tersebut dilihat sebagai suatu solusi
penyaluran subsidi dan bukan di lihat sebagai bagian dari
permasalahan sistem penyaluran subsidi, maka tentunya
sulitnya untuk berharap banyak akan terjadinya perubahan
nasib para petani secara signifikan.
Para analis kebijakan pertanian Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dari The Van Zorge Report
7
8. berkesimpulan bahwa “kecuali sistemnya diperbaiki dan
mekanisme pengawasan yang serius ditetapkan, … rencana
mutakhir pemerintah terhadap sektor ini akan mengalami
nasib yang sama dengan banyak rencana lain sebelumnya.”
(Van Zorge Report, May 10, 2007, halaman 27/28)
Badan Litbang Pertanian melalui Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, menggagas rancang
bangun Subsidi Pertanian Terpadu (SPT) untuk
mengembalikan sukses Indonesia dalam tahun 1984 yaitu
swasembada beras, atau paling tidak impor beras dapat
dikurangi. SPT sendiri sesungguhnya merupakan penyatuan
semua instrumen kebijakan subsidi dalam satu paket, baik
dalam rancang bangun maupun dalam pelaksanaannya.
Subsidi yang dimaksud di sini adalah subsidi harga input,
subsidi modal kerja serta subsidi terhadap dukungan harga
output. Selama ini rancang bangun subsidi input dan
dukungan harga output usaha tani masih dilakukan secara
parsial dan terpisah-pisah. Sebagai contoh adalah Harga
Eceran Tertinggi (HET) terhadap pupuk tidak mengacuk
kepada penetapan Harga Dasar Gabah (HDG), demikian
juga terhadap subsidi benih dan suku bunga.
Model SPT memiliki keunggulan berupa tepat sasaran,
kebocoran karena disparitas harga dapat ditekan,
menghindari subsidi ganda, mencegah over intensifikasi
serta mendorong profesionalisme produsen sarana produksi
padi. Terdapat dua komponen penting dalam rancang
8
9. bangun SPT, yaitu pertama, subsidi sarana produksi seperti
benih, pupuk dan pestisida; kedua, subsidi modal kerja
untuk membayar upah. Subsidi tersebut diberikan kepada
petani secara terpadu dalam satu paket sesuai dengan
kebutuhan lahan, bukan kebutuhan petani, dan diikuti oleh
kebijakan dukungan harga output.
Model SPT di atas dikatakan dapat mengurangi
kebocoran, namun tentunya apabila didukung dengan
sistem pengadministrasian yang memadai. Untuk mengatasi
kesulitan ini, keterlibatan kelompok tani dengan komoditas
yang sama serta memiliki skala usaha yang memadai
(kurang lebih seluas 250 Ha) sangat dianjurkan untuk
membentuk Lembaga Sistem Administrasi Subsidi Terpadu
(SASDU).
II. PENYEBAB ADANYA SUBSIDI PERTANIAN
Perundingan WTO pada tanggal 16 Desember 2005 di
Convention Centre Hong Kong, dihadiri pembicara dari
berbagai negara, seperti George Naylor, Ketua serikat
petani Amerika Serikat NFFC, Heike Schiebeck dari Austria
mewakili CPE serikat petani Eropa, Diamantino Nhampossa
ketua serikat petani Mozambique UNAC, dan Badrul Alam
dari organisasi masyarakat adat Bangladesh Krishok.
Subsidi adalah salah satu issu yang mencuat dalam
perundingan WTO tersebut. Kelompok Uni Eropa menolak
9
10. untuk menyepakati kapan mereka harus menurunkan tarif
impornya.
George Naylor menyatakan bahwa akar persoalan dari
diberikannya subsidi di Amerika adalah karena harga di
dalam negeri sangat murah. Hal tersebut dikarenakan oleh
beberapa alasan seperti pertama, ditetapkannya floor price
pada produk pertanian untuk menyesuaikan dengan inflasi.
Kedua, adanya cadangan (reserved) pertanian yang
melimpah sehingga harga pertanian juga menjadi murah.
Ketiga, meningkatnya teknologi telah menyebabkan
produksi yang melebihi dari apa yang harus dikonsumsi
secara nasional.
Heike Schiebeck petani dari Austria menambahi
mengenai persoalan subsidi berdasarkan pengalaman
penerapan subsidi di Uni Eropah. Ketika pintu impor dibuka
dan produksi nasional melebihi dan harga murah terjadi
maka satu-satunya jalan adalah dengan cara
mengkompensasi sejumlah uang dari rendahnya harga
tersebut. Karena jika tidak dilakukan, maka akan banyak
petani yang pergi meninggalkan pertanian. Inilah awal
persoalan subsidi terjadi.
Persoalan utamanya kemudian adalah subsidi tersebut
paling banyak dinikmati oleh perusahaan agribisnis besar,
bukan petani, demikian Naylor ataupun Heike menyatakan.
10
11. Bagi Badrul Alam dari Bangladesh ataupun Diamantino
dari Mozambique banyak produk yang disubsidi tersebut
kemudian dikirim ke negara lain dalam bentuk bantuan
pangan (food aid) terutama oleh Amerika Serikat. Dengan
demikian produk petani di negara berkembang menjadi
rendah harganya dan petani menjadi kelaparan karena
kebanyakan hanyalah buruh tani.
Semua pembicara sepakat, bahwa persoalan kelebihan
produksi dan adanya impor pangan yang dipaksakan ini
hanya bisa diselesaikan apabila setiap negara menentukan
sendiri kebijakan pangannya hanya untuk memenuhi
kebutuhan nasionalnya dengan baik. Dengan demikian
orientasi ekspor tidak dilakukan. Dengan cara yang
demikian maka petani akan bisa mendapatkan harga
pertanian yang lebih baik, karena harga panen bukan
disesuaikan dengan harga di tingkat internasional tetapi
spesifik di setiap negara.
Tentu saja bagi negara berkembang, jenis subsidi yang
harus dilakukan adalah subsidi langsung dalam bentuk
infrastruktur, kredit dan teknologi yang disesuaikan dengan
kepentingan petani. Dan bukan dalam bentuk subsidi untuk
pengenalan teknik pertanian yang justru mengakibatkan
petani semakin tergangtung.
11
12. III. MAKNA PENGHAPUSAN SUBSIDI PERTANIAN
AMERIKA DAN UNI EROPA
Siaran pers yang dikeluarkan wakil perdagangan
Amerika Serikat (AS) di kantor Presiden AS pada tanggal 10
Mei 2004 mempunyai arti yang sangat strategis bagi
perdagangan dunia, yang dalam pertemuan tingkat menteri
(KTM) IV WTO (World Trade Organization) di Doha (Qatar)
yang berlangsung 9-14 November 2001 diperdebatkan
secara alot.
Dalam deklarasi Doha ditekankan agar semua negara
anggota WTO terutama negara-negara maju (NM)
menghapuskan subsidi untuk proses produksi domestik dan
subsidi ekspsor pertanian. Dari sisi keadilan, pemberlakukan
subsidi itu menimbulkan akibat yang sangat fatal terhadap
para petani dan masyarakat miskin. Banjir komoditas impor,
seperti beras, kedele, gula dan berbagai macam buah-
buahan yang harganya sangat murah menyebabkan petani
kecil tidak mempunyai insentif untuk berproduksi, bahkan
cenderung menjadi masyarakat konsumen yang manja.
Sistem perdagangan komoditas pertanian selama ini
tidak dapat diharapkan meningkatkan taraf hidup para
petani di pedesaan yang jumlahnya ratusan juta. Bagi
Indonesia, penghapusan subsidi tidak hanya
menguntungkan perdagangan, tetapi lebih penting dari itu,
12
13. adalah merangsang pembangunan ekonomi masyarakat
marginal.
Wakil Perdagangan (setingkat duta besar) Robert B
Zoellick menyatakan bahwa negara-negara Uni Eropa (UE)
yang sekarang beranggotakan 25 negara dan Amerika
Serikat (AS) sudah menyetujui untuk menetapkan waktu
bagi penghapusan subsidi ekspor produk pertanian seperti
diusulkan di KTM Doha. Meskipun perjanjian menyeluruh
baru diumumkan 1 Januari 2005, namun bagi Indonesia,
kebijakan tersebut harus direspons dan menjadi perangsang
bagi para petani pangan dan perkebunan rakyat untuk
meningkatkan volume dan kualitas produksi.
Di masa mendatang, negara-negara berkembang akan
lebih mudah mengekspor hasil pertaniannya ke dunia Barat.
Bahkan perjanjian antara UE dan AS menjamin
penghapusan subsidi ekspor untuk produk pertanian di
negara-negara kaya. Khusus bagi Indonesia, bila kebijakan
negara-negara UE dan AS itu sungguh-sungguh diterapkan
akan merupakan push power dalam membangun pertanian
dan perkebunan rakyat yang dapat menampung tenaga
kerja dalam jumlah yang signifikan.
Sejauh mana kebijakan AS-UE tersebut sungguh-
sungguh dapat diimplementasikan untuk memenuhi tuntutan
negara-negara berkembang, terutama yang tergabung
dalam kelompok 20 (Indonesia adalah salah satu negara
13
14. anggota) merupakan harapan di masa datang. Kelompok 20
ini selama ini menuntut UE dan AS melakukan langkah awal
menghapus 50 persen subsidi (sebagai downpayment) dan
kemudian 50 persen lagi dapat dikurangi secara bertahap
dalam kurun waktu 10 tahun kemudian.
Subsidi pertanian di AS dan UE melebihi Pendapatan
Nasional sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia.
Hal ini dianggap merupakan suatu kebijakan yang sangat
tidak adil. Subsidi pertanian AS misalnya untuk tahun 2001
mencapai US$ 240 miliar atau sekitar Rp 2.040 triliun.
Padahal Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun
2003 hanya Rp 1.786,7 triliun. AS dan UE mengekspor
gandum, jagung dan kedele ke Indonesia dalam jumlah
yang sangat besar dan dengan harga yang sangat murah
dan lebih murah dari harga di dalam negeri. Di satu sisi, bila
kebijakan UE dan AS ini telah menjadi keputusan di bidang
KTM WTO, maka negara-negara berkembang, khususnya
Indonesia akan mempunyai peluang yang lebih luas untuk
memperoleh akses pasar. Masalahnya adalah apakah para
pejabat pertanian dan pemimpin terkait di Indonesia memiliki
komitmen politik dalam membina petani dalam
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.
AS dan UE tampaknya sadar, bahwa kemiskinan di
negara-negara berkembang merupakan beban dunia yang
harus dipikul bersama. Bagaimanapun kebijakan itu akan
memberi peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan
14
15. sektor riil terutama di sektor pertanian dan perkebunan yang
secara signifikan akan mengurangi pengangguran terbuka
maupun pengangguran terselubung (setengah menganggur
yang hanya bekerja 36 jam dalam satu minggu).
Angka pengangguran diharapkan akan menurun drastis
apabila produk pertanian yang selama ini merupakan
andalan ekspor Indonesia di pasar internasional seperti
produk perkebunan: minyak sawit, kopi, kakao, karet, jambu
mete, panili, minyak atsiri, jahe, lada hitam, dan lain-lain
dapat ditingkatkan. Khusus minyak sawit kebijakan UE dan
AS itu akan menguntungkan Indonesia yang menurut
perkiraan Oil World, lembaga penyedia informasi dan
perkiraan produksi yang berpangkalan di Hamburg, Jerman,
Indonesia akan menjadi produsen minyak sawit terbesar di
dunia tahun 2010, melampui Malaysia. Karena kegiatan
peningkatan produk ini ada di daerah Tingkat II (Dati II),
maka kualitas otonomi daerah harus ditingkatkan.
Penghapusan atau pengurangan subsidi ini karena akan
menjadi keputusan bersama para anggota WTO dan harus
berlaku untuk semua negara, otomatis akan membawa
dampak postitif terhadap Special Product (SP) atau
komoditas strategis Indonesia yang terdiri dari kacang
kedele, jagung, beras.dan tebu. Tingkat ketergantungan
Indonesia akan beras mencapai 6,5 persen, jagung 5,9
persen, kedele 45,7 persen dan gula 42 persen.
15
16. Thailand dan India yang memberikan subsidi untuk
petani domestik dalam proses produksi dan subsidi ekspor,
membuat harga beras mereka lebih murah dibandingkan
dengan harga beras di Indonesia. Adalah suatu ironi
Indonesia yang negara agraris harus menjadi negara
importir beras terbesar di dunia seperti diperkirakan
Departemen Pertanian AS ((USDA) Juli 2002.
Kebijakan ini tidak hanya mendorong para importir
Indonesia untuk memasukkan beras, gula dan kedele, tapi
justru yang lebih menyedihkan, mendorong maraknya pasar
ilegal yang sangat merugikan Negara. Padahal di dalam
negeri sebenarnya Indonesia mampu mebangun stok beras
31,5 juta per tahun dari hasil produksi gabah 53 juta ton
(2004) cukup untuk kebutuhan beras di dalam negeri. Tetapi
kenapa Indonesia harus mengimpor?
Selain komoditas SP, Indonesia juga dibanjiri oleh
produk holtikultura seperti bawang putih, jeruk, anggur, apel
dan durian. Padahal sebagai negara agraris Indonesia
sebenarnya mempunyai peluang tidak hanya berproduksi
untuk konsumsi dalam negeri tapi juga untuk ekspor. Tapi
para aparat pertanian terkait di Indonesia masih belum
optimal untuk mengembangkan perkebunan buah-buahan.
Buah-buahan hanya ditanam dengan sambilan di
pekarangan rumah.
16
17. IV. PEMIKIRAN SUBSIDI PERTANIAN DI NEGARA LAIN
Sidang Umum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
di Jenewa, Swiss, tanggan 29 Juli 2004 telah mulai
memberikan secercah harapan bagi negara-negara
berkembang, saat kelompok negara maju mengisyaratkan
bersedia segera memangkas subsidi pertanian. Kesediaan
tersebut tercermin dalam proposal baru yang dibahas para
delegasi dari lima negara produsen pertanian terkemuka.
Kelima negara tersebut yaitu Amerika Serikat (AS), Uni
Eropa (UE), dan Australia yang mewakili negara-negara
maju serta Brazil dan India, yang mewakili negara-negara
berkembang.
Proposal baru tersebut akan menjadi bagian dalam
perjanjian menyeluruh WTO yang mengatur liberalisasi
perdagangan. Kesediaan memangkas subsidi tersebut
secara langsung akan berdampak pada bantuan bernilai
miliaran dolar yang selama ini disediakan pemerintah AS
untuk para petaninya. Namun, kalaupun pemangkasan
tersebut disepakati, tidak dapat langsung diterapkan hingga
rampungnya putaran perundingan WTO, yang dapat
memakan waktu selama bertahun-tahun.
Perjanjian liberalisasi perdagangan WTO akan menjadi
langkah penting dalam putaran perundingan yang terus
berlangsung dalam rangka meningkatkan ekonomi global
melalui pemangkasan tarif, subsidi, dan hambatan-
17
18. hambatan lain yang mengganggu perdagangan
internasional.
Kelima negara maju tersebut sepakat menentukan
apakah program bantuan pangan dari pemerintah AS dan
kelompok-kelompok pengekspor yang dikelola pemerintah
Australia dan negara-negara lain merupakan bentuk subsidi.
Hal tersebut menjadi pembahasan dalam kesepakatan
liberalisasi perdagangan WTO, khususnya pada sektor
pertanian.
Ketua Institut Global Justice, Bonnie Setiawan,
mengemukakan kompromi yang diperlihatkan Amerika
Serikat dan Uni Eropa untuk menurunkan subsidi pertanian
dinilai hanya sebatas retorika. Perbedaan antara negara
maju dan berkembang terlalu besar sehingga sulit bagi
kedua negara menghasilkan kesepakatan baru untuk
mengakomodasi kepentingan negara berkembang.
V. PERLUNYA PENGAWASAN SUBSIDI PERTANIAN DI
INDONESIA
Kebijakan yang mengedepankan subsidi pupuk, subsidi
benih, dan peningkatan anggaran pertanian dalam APBN
tidak akan efektif mendukung revitalisasi pertanian. Hal
tersebut dikarenakan, pendekatan-pendekatan seperti itu
rentan akan terjadinya penyelewengan, karena yang
18
19. seharusnya dilakukan adalah menciptakan kemandirian
para petani.
Berbagai subsidi, seperti subsidi pupuk dan benih
terbukti tidak berjalan efektif, tetapi tetap saja program-
program itu menjadi prioritas. Sedangkan Subsidi bunga
kredit pertanian masih cocok, karena memang ini langsung
menyentuh kepada kepentingan para petani. Peningkatan
anggaran dari Rp 6,2 triliun pada APBN 2006 menjadi Rp
8,7 triliun pada APBN 2007 juga tidak akan banyak manfaat
jika tidak diikuti program-program yang lebih menyentuh
secara langsung ke petani.
Yang diperlukan para petani adalah akses transportasi
dan kemudahan pasar. Para petani banyak menderita
karena dikuasai tengkulak. Hal itu sebagai dampak akses
pasar yang sulit dan pasar monopoli akibat adanya aksi
para tengkulak yang terus terjadi. Jika pemerintah
membangun infrastruktur pedesaan, seperti jalan dan irigasi,
ini akan lebih terasa manfaatnya. Sebab ini akan membuat
petani semakin mandiri, terutama di wilayah-wilayah
pedalaman.
Berbagai subsidi, baik pupuk, benih, maupun bunga
kredit baik dilakukan. Tetapi yang penting pelaksanaannya
harus bisa dipertanggungjawabkan. Peningkatan anggaran
dalam APBN akan memberikan keleluasaan yang lebih
besar bagi Departemen Pertanian, karena hal ini akan
19
20. menjadi stimulus yang lebih besar dibandingkan anggaran
sebelumnya. Namun harus ada target-target yang jelas,
sehingga peningkatan anggaran bisa dipertanggung
jawabkan.
Keberhasilan revitalisasi pertanian akan banyak
bergantung kepada pemerintah daerah, karena sesuai
dengan UU Otonomi Daerah. Program-program pemerintah
pusat tidak akan banyak bermanfaat jika para kepala daerah
tidak memiliki visi yang sama dalam revitalisasi pertanian.
Daerah merupakan ujung tombak, sedangkan pemerintah
pusat mendukung dengan memberikan arahan.
VI. SASARAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI
INDONESIA
Dalam rangka melaksanakan Revitalisasi Pertanian dan
Perdesaan, sasaran pembangunan pertanian tahun 2007
diarahkan pada pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar
3,37 persen, dengan rincian kontribusi sebagai berikut: (i)
sub sektor tanaman pangan 1,08 persen, (ii) hortikultura
sebesar 3,27 persen, (iii) perkebunan 6,36 persen dan (iv)
peternakan 4,45 persen. Di samping itu ditetapkan sasaran
peningkatan produksi pada 5 (lima) komoditas prioritas
tahun 2007, yaitu: padi 55,46 juta ton, jagung 12,87 juta ton,
Kedelai 0,90 juta ton, daging sapi 473,1 ribu ton, gula 2,62
juta ton disamping sasaran peningkatan produksi komoditas
lainnya; sasaran penyerapan tenaga kerja 42,61 juta orang
20
21. dan tambahan lapangan kerja 2,6 juta orang; menurunnya
kemiskinan di perdesaan dari 17,92 % (2006) menjadi
16,94% (2007) dan menurunnya penduduk rawan pangan
0,6 % per tahun.
Penetapan sasaran tersebut di atas diarahkan untuk
mendukung: (a) Terwujudnya Ketahanan Pangan Nasional,
(b) Meningkatnya produksi pertanian dan kesejahteraan
petani secara berkelanjutan, (c) Meningkatnya kapasitas
dan keberdayaan masyarakat serta lembaga perdesaan,
dan (d) Tersusunnya peraturan yang mampu
mengakselerasi pertumbuhan pertanian. Berbagai sasaran
tersebut merupakan landasan dalam penyusunan Rencana
Kerja dan Anggaran Departemen Pertanian Tahun 2007.
Pada tahun 2007 pemerintah telah merancang program
dan kegiatan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) tahun 2007 sebagaimana tertuang dalam Perpres No.
19 Tahun 2006. Dari RKP tahun 2007 tersebut telah
dijabarkan ke dalam Rencana Kerja (Renja) Departemen
Pertanian tahun 2007 yang mengacu pada tiga program
utama pembangunan pertanian dan dua program
penunjangnya.
Menteri Pertanian telah menetapkan Renja Departemen
Pertanian tahun 2007 dengan fokus utama kepada 29
kegiatan pokok (strategis) yang akan dilaksanakan dan
dikoordinasikan oleh masing-masing Eselon-1 lingkup
Departemen Pertanian bersama pemerintah daerah.
21
22. Kegiatan pokok tersebut telah dituangkan ke dalam
dokumen Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga (RKA-KL) Departemen Pertanian
tahun 2007 dengan besaran anggaran sesuai Pagu
Sementara RAPBN Departemen Pertanian tahun 2007
sebesar Rp.8,24 trilyun. Sebagian besar anggaran tersebut
digunakan untuk membiayai aktivitas riil pembangunan
pertanian di daerah, termasuk alokasi anggaran untuk
bantuan harga benih/bibit, bantuan bunga modal investasi
dan penjaminan kredit yang seluruhnya dimanfaatkan untuk
petani di seluruh pelosok tanah air.
VII.RAPBN TAHUN 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN
Sesuai Surat Edaran Menteri Keuangan No.SE.317/MK.
02/2006 tanggal 6 Juli 2006 tentang Pagu Sementara
Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2007 Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2007 disebutkan bahwa pagu sementara
RAPBN Departemen Pertanian tahun 2007 sebesar Rp
8.248,7 milyar dengan rincian anggaran Rupiah Murni (RM)
Rp 7.864,7 milyar (95,0% dari total pagu sementara) dan
sisanya sebesar Rp 383,99 milyar (5,0% dari total pagu
sementara) berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri
(PHLN). Anggaran tersebut akan dialokasikan untuk
membiayai:
(1) Program Pengembangan Agribisnis dengan anggaran
sebesar Rp.1,96 trilyun;
22
23. (2) Program Peningkatan Ketahanan Pangan dengan
anggaran sebesar Rp.3,37 trilyun;
(3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani dengan
anggaran sebesar Rp.1,94 trilyun,
(4) Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan dan
Kepemerintahan Rp. 943,62 milyar, dan
(5) Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas
Aparatur Negara sebesar Rp. 29,27 Milyar.
Tabel 1. Alokasi Anggaran Menurut Program
Jumlah
No. Program
(RpRibu)
Program Peningkatan Pengawasan dan
1. 29.275.100
Akuntabilitas Aparatur Negara
Program Penyelenggaraan Pimpinan Kenegaraan
2. 943.625.272
dan Kepemerintahan
3. Program Pengembangan Agribisnis 1.958.762.599
4. Program Peningkatan Ketahanan Pangan 3.376.147.674
5. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani 1.940.864.055
Total 8.248.674.700
Dibandingkan dengan kebutuhan investasi
pembangunan pertanian, maka anggaran pembangunan
tersebut sangat kecil. Namun diharapkan anggaran tersebut
dapat memacu investasi masyarakat yang jauh lebih besar.
23
24. Untuk itu guna menarik investor masuk ke sektor pertanian
diperlukan dukungan dari instansi terkait antara lain dari
Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perindustrian,
Departemen Perdagangan, Menteri Negara Koperasi/UKM,
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan instansi
terkait lainnya.
Rincian penggunaan RAPBN tahun 2007 menurut jenis
belanja (klasifikasi ekonomi) terdiri dari belanja pegawai
sebesar Rp.1,24 trilyun (15,09%), belanja barang dan jasa
sebesar Rp.2,75 trilyun (33,34%), belanja modal sebesar
Rp. 0,72 trilyun (8,69%), dan belanja bantuan sosial dengan
porsi terbesar yaitu sebesar Rp. 3,54 trilyun (42,88%)
seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. APBN Menurut Pos Belanja Tahun 2007
Uraian Jumlah (Rp. (%)
J t )
Belanja Pegawai 1.244.868,5 15,09
Belanja Barang/Jasa 2.750.329,6 33,34
Belanja Modal 716.475,0 8,69
Bantuan Sosial *) 3.537.001,5 42,88
Total 8.248.674,7 100,00
*) terdiri dari subsidi benih, penjaminan/SP-3, subsidi
bunga investasi, LM3, PMUK, bantuan bencana alam.
24
25. Rancangan alokasi RAPBN 2007 memperhatikan
keseimbangan antara pusat-daerah, yaitu alokasi anggaran
di Pusat sebesar 34,07 persen, sedangkan alokasi untuk
daerah (propinsi dan kabupaten/kota) sebesar 65,93 persen.
Alokasi anggaran di Pusat itupun sebagian besar untuk
dimanfaatkan langsung oleh petani di seluruh Indonesia,
seperti subsidi bunga investasi dan Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian (SP3) masing-masing sebesar
Rp.500 milyar, serta untuk bantuan bencana alam. Alokasi
anggaran ke daerah disalurkan dalam bentuk Dana
Dekonsentrasi di 33 propinsi untuk kegiatan non-fisik,
sedangkan kegiatan di 434 kabupaten/kota diarahkan untuk
kegiatan operasional dan fisik. Adapun Rincian RABPN
2007 menurut pusat dan daerah seperti pada Tabel 3 dan
Alokasi Anggaran Menurut Eselon 1 seperti pada Tabel 4.
Tabel 3. RAPBN 2007 Pusat dan Daerah
Alokasi Total (Rp. Juta) (%)
Pusat *) 2,810,390,70 34.07
Daerah 5,438,284,00 65.93
Jumlah 8,248,674,70 100.00
25
26. Tabel 4. Alokasi Anggaran Menurut Eselon 1
No Unit Organisasi Jumlah
(Rp Juta)
1. Sekretariat Jenderal 1,389,685.7
2. Inspektorat Jenderal 50,000.0
3. Ditjen. Tanaman Pangan 2,049,123.4
4. Ditjen. Hortikultura 257,500.0
5. Ditjen. Perkebunan 355,001.2
6. Ditjen. Peternakan 443,418.9
7. Ditjen. Pengolahan & Pemasaran 228,000.0
Hasil Pertanian
8. Ditjen. Pengelolaan Lahan dan Air 1,000,000.0
9. Badan Penelitian dan 763,594.4
Pengembangan Pertanian
10. Badan Pengembangan SDM 895,628.7
Pertanian
11. Badan Ketahanan Pangan 479,000.0
12. Badan Karantina Pertanian 337,722.4
Total 8,248,674.7
26
27. Alokasi anggaran di Pusat dipergunakan untuk kegiatan
operasional pembinaan dan pengendalian dalam kerangka
regulasi dan kerangka anggaran. Sedangkan alokasi
anggaran ke daerah disalurkan dalam bentuk Dana
Dekonsentrasi ke provinsi untuk kegiatan non-fisik,
sedangkan Dana Tugas Pembantuan disalurkan ke provinsi
untuk kegiatan fisik lintas kabupaten/kota dan Dana Tugas
Pembantuan ke kabupaten/kota diarahkan untuk kegiatan
fisik dan operasionalnya.
Dana Dekonsentrasi di provinsi antara lain untuk
kegiatan koordinasi perencanaan, sosialisasi, pelatihan,
fasilitasi pendampingan, operasional petugas lapangan
(insentif honorarium bagi penyuluh, mantri
tani/kebun/ternak), pengumpulan data dan informasi
pertanian, perancangan/pedoman penumbuhan/
pengembangan kelompoktani/ Gapoktan dan Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A), monitoring, evaluasi
dan pelaporan dan lain sebagainya. Sedangkan Dana
Tugas Pembantuan di provinsi diarahkan untuk fasilitasi
bagi pengembangan kelembagaan UPT
perbenihan/pembibitan tanaman dan ternak serta
pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan
penyakit ternak, operasional petugas pengawas benih/bibit
dan pengamat hama, serta kegiatan fisik lainnya yang
bersifat lintas kabupaten/kota.
27
28. Dana Tugas Pembantuan yang disalurkan ke
kabupaten/kota diarahkan untuk kegiatan fisik dalam bentuk
belanja Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK),
kegiatan fisik infrastruktur (padat karya maupun kontraktual)
serta biaya operasional pembinaannya antara lain:
penyusunan Juknis, sosialisasi di tingkat lapangan,
identifikasi dan seleksi kelompok sasaran, pendampingan
penyusunan rencana usaha kelompok, pelatihan
manajemen dan teknis, pembinaan, penumbuhan/
pengembangan kelompoktani/Gapoktan/ LKM-A,
pengumpulan data dan informasi pertanian, pemantauan
dan pelaporan, pembinaan lanjutan dan evaluasi pasca
kegiatan lainnya.
Di samping itu alokasi anggaran juga untuk mendukung
pelaksanaan berbagai Instruksi Presiden yang berkaitan
dengan percepatan pemulihan pasca konflik bagi
masyarakat di berbagai daerah serta alokasi anggaran
untuk NAD dan Nias di luar program rehabilitasi dan
rekonstruksi NAD dan Nias yang dianggarkan di BRR.
Dalam rangka efektivitas pengorganisasian anggaran,
dilakukan pembatasan jumlah Satuan Kerja (Satker) di
daerah. Dengan demikian maka alokasi anggaran untuk
kegiatan pada aspek hulu dan hilir pada sistem agribisnis
akan diintegrasikan ke dalam Satker Ditjen produksi yang
ada di daerah, namun dalam RKA-KL masih bisa
diidentifikasi komponen kegiatan Ditjen (Produksi, PLA dan
28
29. P2HP) serta masih bisa diidentifikasi pilihan mekanisme
pelaksanaan anggaran (BLM/PMUK, padat karya, atau
kontraktual). Guna memperlancar pengalokasian anggaran
ke daerah melalui mekanisme dana dekonsentrasi dan dana
tugas pembantuan, telah dilakukan inventarisasi nama-
nama satker yang ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
VIII.RENCANA ANGGARAN BERDASARKAN KEGIATAN
UTAMA
Tahun 2007, pembangunan pertanian dititik beratkan
selain pada penyelesaian masalah pokok yang telah
digambarkan tersebut di atas. Sebagaimana telah
disampaikan di atas bahwa terdapat 29 kegiatan utama
yang menjadi prioritas tahun 2007, dimana enam kegiatan
diantaranya merupakan kegiatan yang secara khusus
ditujukan untuk menyelesaikan masalah fundamental yang
sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan kegiatan-
kegiatan lainnya. Ke enam kegiatan tersebut adalah (i)
Pembentukan dan Pengaktifan Kelompok Tani & Gabungan
Kelompok tani (Gapoktan) (ii) Bantuan Harga Benih kepada
Petani Miskin (iii) Penjaminan Kredit Pertanian, (iv) Bantuan
Bunga Modal Investasi, (v) Stabilisasi/Kepastian Harga
Komoditas Primer melalui DPM-LUEP, dan (vi) Penyediaan
dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian.
29
30. Dalam implementasinya, berbagai rencana kegiatan
pembangunan pertanian tahun 2007 tersebut
dioperasionalkan dalam payung 29 kegiatan utama yang
diyakini mampu mendorong percepatan pertumbuhan sektor
pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani serta
merupakan kristalisasi dari berbagai upaya untuk mengatasi
permasalahan pembangunan pertanian hingga saat ini. Ke
dua puluh delapan kegiatan utama dimaksud akan menjadi
unsur utama yang harus terakomodasi dalam program dan
kegiatan Departemen Pertanian pada tahun 2007. Adapun
alokasi anggaran Departemen Pertanian menurut kegiatan
utama dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Alokasi Anggaran Menurut Kegiatan Utama
No. Kegiatan Utama Anggaran
(Rp Juta)
1. Pembentukan dan Pengaktifan Kelompok Tani & 40,000.0
Gapoktan
2. Pengembangan bantuan Harga Benih kepada Petani 1,750,000.0
Miskin
3. Penjaminan Kredit Pertanian 500,000.0
4. Bantuan Bunga Modal Investasi 500,000.0
5. Stabilisasi/Kepastian Harga Komoditas Primer melalui 300,000.0
DPM-LUEP
6. Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani melalui 366,000.0
PMUK & LM3
7. Pengembangan bahan baku Bio-Energi 40,000.0
30
31. 8. Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian 1.000.000.0
9. Penguatan Kelembagaan Perbenihan/Perbibitan 50,000.0
10. Perbaikan Mekanisme Subsidi Pupuk 10,000.0
11. Pengendalian OPT, Penyakit Hewan dan 522,000.0
Perkarantinaan
12. Pengembangan Kegiatan Magang SL Pertanian 28,911.4
13. Peningkatan Kapasitas SDM Petani & Revitalisasi 515,792.0
Penyuluhan
14. Pengembangan Kegiatan Pelatihan Pertanian 270,000.0
15. Mekanisasi keg produksi komoditas pertanian primer 25,000.0
(pra panen)
16. Mekanisasi kegiatan pertanian pasca panen 90,000.0
17. Revitalisasi UPJA dan Kelompok UPJA (KUPJA) 15,000.0
18. Pengembangan Agroindustri Pedesaan 60,000.0
19. Pengembangan Kegiatan Pemasaran Komoditas 42,000.0
Pertanian
20. Pengembangan Fasilitas Pelayanan Terpadu 20,000.0
Agribisnis
21. Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pertanian 300,000.0
22. Peningkatan Keg Eksebisi, Perlombaan & 50,000.0
Penghargaan Pertanian
23. Pengembangan Pusat Pembibitan Sapi, 60,000.0
24. Pengemb Pertanian Terpadu Tanaman-Ternak, 120,000.0
Kompos & Biogas
25. Pengembangan Pertanian Organik dan Lingkungan 30,000.0
Hidup
31
32. 26. Peremajaan Tan Perkebunan Rakyat (Karet, Kopi, 100,000.0
Sawit, Kakao, tebu, & Mete)
27. Pengemb dan Diseminasi Innovasi Mendukung Pemb 700,000.0
Pertanian
28. Penerapan & Pemantapan Prinsip Good Governance, 123,901.0
Kebj & Regulasi
29. Kegiatan lain di luar Kegiatan Utama 620,070.3
Total 8,248,674.7
(1). Pembentukan dan Pengaktifan Kelompok Tani dan
Gapoktan
Dalam rangka memperkuat kelembagaan pertanian dan
mempermudah pembinaan terhadap kelompok tani, maka
pada tahun 2007 akan dilakukan Revitalisasi Kelompok Tani
dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di tingkat
perdesaan. Revitalisasi ini dimaksudkan untuk membentuk
dan atau mengaktifkan kembali serta memperkuat
kelembagaan petani yang ada. Dengan pola ini diharapkan
pembinaan pemerintah kepada petani akan semakin
terfokus dengan sasaran yang jelas. Pada tahun 2006
kegiatan ini dimulai dengan mengidentifikasi terhadap
kelompok-kelompok tani dan Gapoktan yang ada atau
mempersiapkan pembentukannya pada desa-desa yang
belum ada Gapoktan. Selanjutnya pada tahun 2007
kegiatan diarahkan pada pengaktifan 22.000 Gapoktan.
Apabila pengembangan Gapoktan ini dinilai berhasil maka
pada tahun-tahun selanjutnya akan dilakukan
32
33. pembentukan/pengaktifan Gapoktan lainnya, dengan target
akhir terbangun dan aktifnya 66.000 Gapoktan hingga akhir
tahun 2009. Biaya yang dibutuhkan bagi kegiatan ini di
tahun 2007 sekitar Rp. 40 milyar.
(2). Bantuan Harga Benih/Bibit kepada Petani Miskin
Selama ini penggunaan benih/bibit unggul bermutu di
tingkat petani masih rendah. Dengan demikian kegiatan ini
dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan
produktivitas melalui penggunaan benih/bibit unggul
bermutu bagi petani, mempermudah akses petani miskin
terhadap benih/bibit unggul serta memperluas penyebaran
benih/bibit unggul pada daerah-daerah kantong kemiskinan,
daerah rawan pangan, daerah terisolir dan lainnya. Upaya
ini akan dapat menekan harga benih/bibit bermutu agar
dapat diakses petani/peternak. Anggaran yang akan
diperlukan adalah Rp. 1,75 trilyun.
(3). Penjaminan Kredit Pertanian
Selama ini petani/peternak kesulitan mengakses modal
dari perbankan karena minimnya cash collateral. Untuk
membangun sistem pembiayaan yang mudah diakses oleh
petani/peternak, diperlukan skim pelayanan pembiayaan
pertanian yang mudah diakses dan mampu memutar roda
perekonomian di perdesaan. Untuk itu pemerintah perlu
menyediakan dana dasar di perbankan sebagai premi
33
34. penjaminan atas kredit yang disalurkan kepada petani
sasaran oleh Bank Pelaksana. Dana tersebut selanjutnya
juga dapat digunakan sebagai risk-sharing atas kredit
petani, dan jasa giro-nya dapat diakumulasikan ke dalam
cadangan pokok atau dikembalikan ke negara sebagai
PNBP. Kegiatan ini sebagai pemantapan dan perluasan dari
kegiatan yang sudah dimulai tahun 2006. Anggaran yang
diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan ini di tahun 2007
adalah Rp. 500 milyar.
(4). Bantuan Bunga Modal Investasi
Pada tahun 2007, kebutuhan investasi untuk
mengembangkan subsektor perkebunan dan subsektor
tanaman pangan diperkirakan masing-masing mencapai
sebesar Rp 10,0 triliun, atau total untuk kedua subsektor Rp
20,0 triliun. Dalam rangka merangsang investasi di kedua
subsektor tersebut diperlukan bantuan bunga modal
investasi. Di tahun 2007, kegiatan ini memerlukan anggaran
sebesar Rp. 500 milyar.
(5). Stabilisasi/Kepastian Harga Komoditas Primer
melalui Dana Penguatan Modal – Lembaga Usaha
Ekonomi Perdesaan (DPM – LUEP)
Beras merupakan komoditas strategis didalam
kehidupan sosial ekonomi nasional. Satu kendala utama
usahatani tanaman pangan terutama padi adalah terjadinya
34
35. fluktuasi harga padi/gabah yang ekstrim menurut musim
tanam. Pada saat panen raya biasanya terjadi di musim
hujan, harga padi/gabah menurun dan sebaliknya pada saat
paceklik harga meningkat. Berbagai upaya pemerintah telah
dilakukan dalam rangka stabiliasi harga pangan tersebut,
antara lain dengan meningkatkan peran Bulog dalam
pembelian gabah petani serta fasilitasi pemerintah melalui
pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha
Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP). Kegiatan DPM-LUEP
telah dilaksanakan sejak tahun 2003 dan telah menunjukkan
keberhasilan. Untuk itu, pada tahun 2007 kegiatan ini akan
lebih diperluas jangkauannya. Anggaran yang dialokasikan
untuk kegiatan ini di tahun 2007 adalah Rp. 300 milyar.
(6). Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani melalui
Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dan
Lembaga yang Mandiri dan Mengakar di
Masyarakat (LM3)
Salah satu kendala utama petani di Indonesia dalam
mengembangkan usahanya adalah terbatasnya modal dan
lemahnya kemampuan akses terhadap sumber permodalan.
Untuk meningkatkan bargaining power petani,
pemberdayaan petani akan dilakukan dengan pendekatan
kelompok agar mempermudah pembinaan dan
pengembangan usahanya dapat mencapai skala ekonomi.
Dalam rangka mengatasi permodalan petani, akan
disalurkan stimulan penguatan modal usaha kelompok
35
36. (PMUK) atau yang selama ini dikenal dengan nama Bantual
Langsung Masyarakat (BLM). Kegiatan PMUK ini akan
disertai dengan kegiatan pengembangan kelembagaan
petani, kemitraan, peningkatan akses terhadap sumberdaya,
teknologi dan pasar serta peningkatan kualitas SDM petani.
Di samping kelompoktani, di tingkat perdesaan
terdapat pula lembaga yang selama ini tumbuh dan
mengakar di masyarakat, atau yang dikenal dengan
Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3).
Sebagian besar LM3 tersebut berbasis keagamaan: pondok
pesantren, seminari, paroki, pasraman, vihara, pura, subak
dan lainnya. Sebagian LM3 juga bergerak di bidang
agribisnis. LM3 yang bergerak di bidang agribisnis ini dapat
dijadikan sebagai percontohan dan pusat-pusat
pengembangan agribisnis di lokalita setempat. Biaya yang
dialokasikan untuk kegiatan ini adalah Rp. 366 milyar,
dengan rincian LM3 sebesar Rp.166 milyar dan PMUK
Rp.200 milyar.
(7). Pengembangan Bahan Baku Bio-Energi
Indonesia sebagai negara agraris memiliki aneka
ragam penghasil minyak nabati seperti kelapa sawit, kelapa,
jarak pagar sebagai bahan baku diesel (substitusi solar) dan
minyak bakar (substitusi minyak tanah). Disamping itu, ubi
kayu, sorgum, jagung dan tetes tebu juga dapat dijadikan
sebagai bahan baku gasohol (substitusi premium) dan
36
37. penghasil limbah organik (biomassa). Potensi tersebut perlu
terus dikembangkan dengan menyediakan bahan baku
produksi tanaman penghasil bio-energi dan sarana
pengolahannya. Kegiatan ini telah dirintis pada tahun 2006
dan akan ditingkatkan pada tahun 2007. Anggaran yang
diperlukan untuk kegiatan ini adalah Rp. 40 milyar.
(8). Penyediaan dan Perbaikan Infrastruktur Pertanian
Untuk menarik investor masuk ke sektor pertanian,
mempermudah aksesibilitas dan distribusi sarana produksi
dan output pertanian, diperlukan infrastruktur yang
memadai. Selama ini investasi pemerintah di bidang
infrastruktur sangat minim, sehingga banyak jalan
usahatani, jalan produksi, jaringan irigasi yang rusak. Untuk
itu diperlukan kegiatan pembangunan dan atau rehabilitasi
jalan usahatani, jalan produksi, jaringan irigasi tingkat
usahatani, jaringan irigasi perdesaan, tata air mikro, irigasi
tanah dangkal, sumur resapan, embung, waduk, dam parit,
terasering dan lainnya. Anggaran kegiatan ini di tahun 2007
adalah sebesar Rp. 1,00 trilyun.
(9). Penguatan Kelembagaan Perbenihan/ Perbibitan
Dalam rangka memperkuat dan memperlancar
penyediaan benih/bibit pertanian diperlukan dukungan
kelembagaan perbenihan/perbibitan yang memadai baik di
tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk itu
37
38. akan dibentuk pusat-pusat perbenihan tanaman pangan di
wilayah berpotensi, dibarengi dengan kegiatan penguatan
lembaga perbenihan/perbibitan yang ada baik di pusat,
provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu pada sistem
perbenihan/perbibitan nasional. Biaya yang diperlukan untuk
kegiatan ini di tahun 2007 adalah Rp. 50 milyar.
(10).Perbaikan Mekanisme Subsidi Pupuk
Saat ini subsidi pupuk pada petani dilakukan melalui
subsidi gas yang diberikan kepada pabrik. Dengan
terbatasnya pasokan gas dan perbedaan harga yang sangat
tinggi antara gas dalam negeri dengan harga ekspor,
menyebabkan pasokan gas untuk pabrik pupuk menjadi
berkurang dan diikuti oleh sulitnya bagi pabrik untuk
meningkatkan produksi pupuk. Sementara, harga pupuk
bersubsidi yang dijual di tingkat pengecer kebanyakan
berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang
ditetapkan pemerintah. Hal ini antara lain disebabkan oleh
mahalnya biaya transportasi dan tidak seragamnya ongkos
angkut pada tiap daerah. Untuk itu pada tahun 2007 perlu
dilakukan mekanisme pengalihan subsidi dari subsidi gas
menjadi subsidi harga dan subsidi transportasi. Anggaran
yang diperlukan di tahun 2007 untuk kegiatan ini adalah Rp.
10 milyar.
38
39. (11). Pengendalian OPT, Penyakit Hewan dan
Perkarantinaan
Akhir-akhir ini sektor pertanian sering dilanda musibah
serangan wabah hama penyakit tanaman antara lain:
wereng coklat, hama sexava, hama PBK, penyakit ternak
seperti anthrax, penyakit mulut dan kuku, serta virus flu
burung dan lainnya. Untuk itu salah satu prioritas kegiatan
pembangunan pertanian pada tahun 2007 diarahkan untuk
pencegahan dan penanggulangan hama penyakit tanaman
dan ternak tersebut. Kegiatan ini di tahun 2007 memerlukan
anggaran sebesar Rp. 522 milyar.
(12). Pengembangan Kegiatan Magang Sekolah Lapang
(SL) Pertanian
Metode yang dirasakan praktis dan mudah diikuti
petani dalam alih teknologi adalah metode Sekolah Lapang
(SL) Pertanian. Disamping mudah diikuti metode ini juga
menarik bagi petani karena dapat langsung diterapkan oleh
petani saat mereka melakukan aktivitas usahanya. Untuk itu
pada tahun 2007 akan diperbanyak kegiatan-kegiatan SL
Pertanian. Selanjutnya SL Pertanian tersebut akan
diarahkan menjadi media training of trainers (TOT) dengan
sasaran lebih berkembangnya SL Pertanian yang diinisiatif
oleh lulusan TOT. Dengan demikian pada masa yang akan
datang pemerintah akan lebih banyak mengarahkan
kegiatan SL Pertanian ini, tidak lagi perlu membentuk SL-SL
39
40. baru yang difasilitasi pemerintah. Anggaran kegiatan ini di
tahun 2007 sebesar Rp. 28,9 milyar.
(13). Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Manusia
Petani dan Revitalisasi Penyuluhan
Selama ini terdapat kecenderungan terjadi
transformasi tenaga kerja dari sektor pertanian ke non-
pertanian, dimana para pemuda/pemudi di perdesaan lebih
tertarik bekerja sebagai buruh di sektor industri maupun di
sektor informal, sehingga penduduk yang masih bekerja di
sektor pertanian tinggal yang berumur tua. Untuk menarik
minat para pemuda/pemudi kembali membangun pertanian
di perdesaan, diperlukan langkah-langkah kegiatan antara
lain melalui pendidikan, pelatihan, magang, studi banding
dan lainnya.
Disamping itu dalam rangka revitalisasi penyuluhan
kegiatan diarahkan pada pengembangan dan pemantapan
BPP yang ada, rekruitmen tenaga penyuluh, pelatihan dan
pendampingan serta perbaikan metodologi penyuluhan yang
disesuaikan dengan dinamika yang berkembang. Disamping
itu di tingkat perdesaan akan dikembangkan Community
Center for Agribusiness yang merupakan kelembagaan
layanan informasi pertanian di tingkat desa untuk
meningkatkan akses petani terhadap informasi dan
teknologi. Biaya yang dibutuhkan di tahun 2007 adalah Rp.
515,79 milyar.
40
41. (14). Pengembangan Kegiatan Pelatihan Pertanian
Rendahnya kualitas sumberdaya manusia merupakan
kendala yang serius dalam pembangunan pertanian. Tingkat
pendidikan dan keterampilan petani yang masih rendah
memerlukan latihan, khususnya pada aspek yang bersifat
praktis dan langsung berhubungan dengan aktivitas usaha
ekonomi petani. Untuk itu pada tahun 2007 akan
dikembangkan kegiatan berbagai pelatihan bagi petani yang
materinya disesuaikan dengan kebutuhan dan permintaan
petani. Anggaran yang diperlukan bagi kegiatan ini di tahun
2007 adalah Rp. 270 milyar.
(15). Mekanisasi Kegiatan Produksi Komoditas
Pertanian Primer (Pra Panen)
Dalam rangka mengatasi kebutuhan tenaga kerja,
khususnya di luar Jawa serta mengantisipasi perluasan
areal pertanian yang telah diprogramkan, maka diperlukan
teknologi produksi pertanian yang bisa menghemat
pemakaian tenaga kerja manusia. Oleh karena itu
mekanisasi pada kegiatan produksi (pra-panen) mutlak
dibutuhkan. Untuk itu pada tahun 2007 introduksi teknologi
mekanisasi pertanian akan menjadi kegiatan terobosan
dalam rangka mempercepat kegiatan proses produksi.
Biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan ini di tahun 2007
adalah Rp. 25 milyar.
41
42. (16). Mekanisasi Kegiatan Pertanian Pasca Panen
Untuk mengurangi kehilangan, meningkatkan mutu
hasil dan nilai tambah produk pertanian serta penanganan
pemasaran, akan dikembangkan berbagai sarana pasca
panen seperti: (1) pengembangan sarana penyelamatan
pasca panen (pengeringan melalui terpalisasi dan
pengembangan sarana pengering surya), dan (2) sarana
pergudangan. Biaya yang dialokasikan untuk kegiatan ini di
tahun 2007 adalah Rp. 90 milyar.
(17). Revitalisasi Unit Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA)
dan Kelompok UPJA (KUPJA)
Penggunaan alsin pertanian telah dirasakan
manfaatnya oleh petani khususnya tanaman pangan dalam
mempercepat pengolahan tanah, pengendalian hama,
panen dan perontokan khususnya di daerah intensifikasi.
Namun demikian jumlah alsin pertanian masih sangat sedikit
dibanding dengan luas lahan yang ada. Disamping itu,
pemakaian alsin juga belum optimum khususnya dalam
kegiatan Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA) dan
Kelompok Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (KUPJA). Untuk
itu salah satu kegiatan terobosan yang akan dilaksanakan
pada tahun 2007 adalah revitalisasi UPJA dan KUPJA.
Berkaitan dengan hal ini perlu diupayakan penyediaan
penguatan modal pengadaan alsintan bagi petani-peternak
berupa pembayaran uang muka (down payment). Anggaran
42
43. yang dibutuhkan bagi kegiatan ini dtahun 2007 adalah Rp.
15 milyar.
(18). Pengembangan Agroindustri Pedesaan
Produksi pertanian di perdesaan kebanyakan masih
dalam bentuk produk primer. Untuk meningkatkan nilai
tambah sekaligus membuka kesempatan kerja dan
berusaha di bidang usaha pertanian, maka diperlukan
penumbuhan industri berbasis pertanian (agroindustri) di
tingkat perdesaan. Upaya pengembangan agroindustri di
tingkat perdesaan disamping untuk sarana peningkatan nilai
tambah juga ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan
ekonomi di perdesaan dan menekan tingkat urbanisasi.
Biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan ini di
tahun 2007 adalah Rp. 60 milyar.
(19). Pengembangan Kegiatan Pemasaran Komoditas
Pertanian
Dalam rangka pengembangan pemasaran produk
pertanian, perlu dikembangkan berbagai sarana dan sistem
pemasaran, khususnya untuk daerah luar Jawa. Kegiatan
yang diperlukan pada tahun 2007 dalam rangka
pengembangan pemasaran ini adalah: (1) Auction market,
khususnya untuk komoditas perkebunan, (2)
pengembangan grading dan packaging house yang
dilengkapi dengan cold storage, terutama untuk komoditas
43
44. hortikultura, dan (3) pengembangan pasar dan pusat
pelelangan bunga di Jakarta dan Surabaya. Kegiatan ini di
tahun 2007 memerlukan anggaran sebesar Rp. 42 milyar.
(20). Pengembangan Fasilitas Pelayanan Terpadu
Agribisnis
Untuk mendorong investasi di bidang pertanian
dibutuhkan fasilitasi berbagai pihak sesuai dengan fungsi,
kompetensi dan kapasitas masing-masing. Fasilitas tersebut
dapat diberikan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi/
Kabupaten/Kota, BUMN, BUMD, Perusahaan Swasta
Nasional Besar dan Multinasional. Sinergi semua elemen
sangat diperlukan, mengingat keberhasilan investasi
tergantung pada ketersediaan faktor pendorong rantai
pasokan (supply chain) secara optimal. Anggaran yang
diperlukan di tahun 2007 untuk kegiatan ini adalah Rp. 20
milyar.
(21). Peningkatan Produksi dan Produktivitas Pertanian
Produksi berbagai komoditas pertanian selama
beberapa dekade ini telah menunjukkan peningkatan yang
signifikan. Peningkatan produksi tersebut diperoleh dari
hasil peningkatan luas areal tanam atau peningkatan
produktivitas. Kenyataan menunjukkan bahwa berbagai
produktivitas komoditas pertanian masih jauh dari
potensinya, terutama pada komoditas perkebunan rakyat. Di
44
45. lain pihak, walaupun komoditas tanaman pangan relatif lebih
maju, namun pengembangan komoditas ini juga dihadapkan
pada kendala keterbatasan sumberdaya lahan dan semakin
tingginya opportunity cost karena semakin tajamnya
kompetisi penggunaan lahan dengan non-pertanian
(terutama di pulau Jawa). Keberhasilan peningkatan
produktivitas sangat berkorelasi dengan inovasi teknologi
(penggunaan varietas/klon unggul). Untuk itu pada tahun
2007 peningkatan produksi berbagai komoditas pertanian
akan dilakukan melalui perluasan areal tanam, terutama
diarahkan di luar Pulau Jawa dan peningkatan produktivitas
serta intensitas tanam. Kegiatan ini di tahun 2007
membutuhkan anggaran sebesar Rp. 300 milyar.
(22). Peningkatan Kegiatan Eksebisi, Perlombaaan dan
Penghargaan Pertanian
Dalam rangka penyebarluasan informasi, promosi, dan
pemasyarakatan berbagai keberhasilan dan program-
program pembangunan pertanian kepada publik, maka pada
tahun 2007 kegiatan-kegiatan berupa eksebisi maupun
berbagai ”fair” akan semakin diperbanyak. Kegiatan eksebisi
ini akan dilakukan berjenjang dari tingkat bawah
desa/kecamatan – Kabupaten – Propinsi sampai tingkat
Nasional. Kegiatan eksibisi terbuka untuk umum dan juga
diisi dengan berbagai kegiatan yang melibatkan atau
mendorong keterlibatan masyarakat seperti misalnya
lomba/kontes ternak (kabing pejantan, sapi) unggul, buah
45
46. bermutu, dan lain sebagainya. Anggaran yang diperlukan
kegiatan ini di tahun 2007 adalah Rp. 50 milyar.
(23). Pengembangan Pusat Pembibitan Sapi
Dalam dekade terakhir ini impor sapi hidup dan daging
sapi masih sangat tinggi, bahkan pernah mencapai lebih
dari 420.000 ekor pada tahun 2002, walaupun saat ini ada
penurunan impor. Namun demikian, penurunan impor
tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan populasi di
dalam negeri, tetapi bahkan ada kecenderungan penurunan
populasi sapi di dalam negeri yang disebabkan
meningkatnya pemotongan sapi betina produktif dan
muda/kecil. Keadaan demikian diperkirakan akan terus
berlangsung apabila tidak ada terobosan dalam
pengembangan sapi di Indonesia. Untuk itu pada tahun
2007 akan dilakukan kegiatan terobosan revitalisasi
perbibitan sapi melalui pengembangan pusat perbibitan sapi
(seperti Village Breeding Center) yang dibina oleh UPT
Daerah, antara lain: di Gowa, Pasuruan, Lombok Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara.
Anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan ini di
tahun 2007 adalah Rp. 60 milyar.
46
47. (24). Pengembangan Pertanian Terpadu Tanaman-
Ternak, Kompos, dan Biogas
Salah satu kegiatan terobosan yang akan dilakukan
pada tahun 2007 adalah pengembangan pilot-pilot
percontohan integrasi tanaman-ternak, kompos dan biogas
di tingkat perdesaan. Kegiatan seperti ini sudah
dikembangkan oleh Badan Litbang Pertanian pada dua
tahun terabhir ini dan ke depan akan semakin diperluas
cakupan komoditas dan wilayahnya. Kegiatan pilot atau
percontohan tersebut di lingkungan Departemen Pertanian
akan dilakukan dan atau dikoordinasikan oleh Badan
Litbang Pertanian. Kegiatan ini di tahun 2007 membutuhkan
anggaran sebesar Rp. 120 milyar.
(25). Pengembangan Pertanian Organik dan Lingkungan
Hidup
Pembangunan pertanian harus dilakukan dengan
pendekatan pembangunan berkelanjutan, dengan
memperhatikan dimensi yang lebih luas dan dilakukan
secara holistik antara lain mencakup aspek sosial, ekonomi,
politik, kelembagaan, maupun ekologi. Praktek-praktek
pengelolaan pertanian yang mengeksploitasi sumberdaya
secara berlebihan dengan menggunakan pupuk dan
pestisida kimia telah berdampak terjadinya levelling off,
dimana peningkatan produksi tidak setara dengan besarnya
input yang digunakan dan telah berdampak negatif terhadap
47
48. kesuburan lahan (tanah menjadi tandus dan rentan terhadap
serangan hama penyakit). Untuk memulihkan kesuburan
tanah, meningkatkan produktivitas dan melestarian
lingkungan, maka kegiatan pengembangan pertanian
organik akan semakin dikembangkan dan diperluas. Biaya
yang dibutuhkan bagi pelaksanaan kegiatan ini di tahun
2007 adalah Rp. 30 milyar.
(26). Peremajaan Tanaman Perkebunan Rakyat,
khususnya Karet, Kopi, Sawit, Kakao, dan Mete
Komoditas utama yang saat ini banyak diusahakan
dalam bentuk perkebunan rakyat antara lain karet, sawit dan
kakao. Namun sebagai negara dengan luas areal
perkebunan terbesar di dunia, Indonesia masih menghadapi
kendala rendahnya produktivitas, terutama pada
perkebunan rakyat yang merupakan mayoritas. Rendahnya
produktivitas ini terutama sebagai akibat banyaknya
tanaman yang telah tua, rusak dan tidak produktif lagi,
penggunaan bibit bukan klon unggul, dan kondisi kebun
yang tidak terawat. Untuk itu pada tahun 2007 akan
dilakukan peremajaan dan rehabilitasi perkebunan rakyat
nasional. Anggaran kegiatan ini sebesar Rp. 100 milyar.
48
49. (27). Pengembangan dan Diseminasi Inovasi
mendukung Pembangunan Pertanian
Pembangunan pertanian perlu didukung oleh
teknologi, sehingga dapat dipercepatn dan memberikan
hasil yang optimal. Untuk keperluan ini, upaya percepatan
penemuan inovasi dan alih teknologi sangat dibutuhkan.
Upaya pengembangan dan diseminasi teknologi akan
dilaksanakan oleh unit-unit penelitian yang ada di lingkup
Departemen Pertanian. Anggaran yang dialokasikan untuk
kegiatan penelitian ini di tahun 2007 sebesar Rp. 700 milyar.
(28). Penerapan dan Pemantapan Prinsip Good
Governance, Kebijakan dan Regulasi.
Dalam rangka memperlancar pelaksanaan
pembangunan pertanian, sinkronisasi antar subsektor dan
lintas sektor, serta koordinasi antara pusat dan daerah,
dikembangkan manajemen yang terpadu yang mencakup
aspek perencanaan, implementasi, pengendalian,
pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan yang
sesuai dengan prinsip good governance. Anggaran yang
dialokasikan di tahun 2007 sebesar Rp. 123,9 milyar.
49
50. (29). Kegiatan lain di luar 28 Kegiatan Utama dan
Tertuang dalam RKP 2007.
Kegiatan lain di luar kegiatan utama tersebut antara
lain: peningkatan mutu dan keamanan pangan, distribusi
pangan, pengembangan pangan lokal, standarisasi,
akreditasi, pengendalian mutu, pengembangan sentra
produksi, penerapan good agricultural practices, pola
kemitraan contract farming, advokasi penataan hak
kepemilikan dan sertifikasi lahan petani, dan lainnya dengan
anggaran sebesar Rp. 620,07 milyar
50
51. DAFTAR PUSTAKA
Alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara Departemen
Pertanian Tahun Anggaran 2007
Laporan Sidang Umum Organisasi Perdagangan Dunia
(WTO) di Jenewa, Swiss, tanggan 29 Juli 2004
mengenai subsidi pertanian.
Pidato Menteri Pertanian dalam acara seminar
“Menyelamatkan Ekonomi Bangsa: Pembangunan
Sektor Riil dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Untuk Kemandirian Bangsa” di Jakarta, tanggal 17
januari 2007
Rencana Kerja Departemen Pertanian tahun 2007 yang
tertuang dalam Perpres No. 19 Tahun 2006.
Van Zorge Report, May 10, 2007, halaman 27/28
51