Pola industri baru ini membawa dampak terciptanya pekerjaan dan keterampilan kerja baru dan hilangnya beberapa pekerjaan. Revolusi industri 4.0 menyentuh seluruh aspek hidup masyarakat. Mulai dari transformasi sistem manajemen administrasi, tata kelola dan informasi. Bahkan, perlahan peran manusia mulai digantikan oleh robot.
Perubahan yang terjadi berpengaruh pada karakter pekerjaan. Sehingga keterampilan yang diperlukan juga akan berubah. Tantangan tersebut, harus dapat diantisipasi melalui transformasi pasar kerja Indonesia dengan mempertimbangkan perubahan iklim bisnis dan industri, perubahan pekerjaan dan kebutuhan ketrampilan.
Tantangan yang hadapi pemerintah dan perguruan tinggi adalah bagaimana mempersiapkan dan memetakan angkatan kerja dari lulusan pendidikan dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Kurikulum dan metode pendidikan harus menyesuaikan perubahan iklim bisnis, industri yang semakin kompetitif dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan sains.
1. A. Revolusi industri 4.0
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana
revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan
oleh kemunculan mesin. Salah satunya adalah kemunculan mesin uap pada abad ke-18.
Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik perekonomian secara dramatis di
mana selama dua abad setelah Revolusi Industri terjadi peningkatan rata-rata pendapatan
perkapita Negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat.
Berikutnya, pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit
tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustion chamber). Penemuan ini memicu
kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia
secara signifikan. Kemudian, revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan
teknologi digital dan internet.
Revolusi industri generasi keempat ini ditandai dengan kemunculan superkomputer, robot
pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi
yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Hal inilah yang
disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder dan Executive Chairman of the World Economic
Forum dalam bukunya The Fourth Industrial Revolution.
Pada revolusi industri generasi keempat, telah menemukan pola baru ketika disruptif
teknologi (disruptive technology) hadir begitu cepat dan merubah tatanan dunia kerja, dunia
industry dan bisnis. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri telah banyak menelan
korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa.
Istilah "Industrie 4.0" berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih
pemerintah Jerman yang mengutamakan komputerisasi pabrik. Istilah "Industrie 4.0"
diangkat kembali di Hannover Fair tahun 2011. Pada Oktober 2012, Working Group on
Industry 4.0 memaparkan rekomendasi pelaksanaan Industri 4.0 kepada pemerintah federal
Jerman.
Anggota kelompok kerja Industri 4.0 diakui sebagai bapak pendiri dan perintis Industri 4.0.
Laporan akhir Working Group Industry 4.0 dipaparkan di Hannover Fair tanggal 8 April
2013.
Tantangan di Era Revolusi Industri 4.0 dan Implementasi
Kebijakan Pembelajaran Berbasis Penelitian di Perguruan Tinggi
2. Industri 4.0 adalah nama tren otomasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik.
Istilah ini mencakup sistem siber-fisik, internet untuk segala, komputasi awan, dan
komputasi kognitif. Industri 4.0 menghasilkan "pabrik cerdas".
Di dalam pabrik cerdas berstruktur moduler, sistem siber-fisik mengawasi proses fisik,
menciptakan salinan dunia fisik secara virtual, dan membuat keputusan yang tidak terpusat.
Lewat Internet untuk segala (IoT), sistem siber-fisik berkomunikasi dan bekerja sama
dengan satu sama lain dan manusia secara bersamaan. Lewat komputasi awan, layanan
internal dan lintas organisasi disediakan dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak di dalam
rantai nilai.
Industri 4.0 memiliki 4 prinsip dalam membantu perusahaan mengidentifikasi dan
mengimplementasikan skenario-skenario Industri 4.0.
1. Interoperabilitas (kesesuaian): Kemampuan mesin, perangkat, sensor, dan manusia
untuk berhubungan dan berkomunikasi dengan satu sama lain lewat Internet untuk
segala (IoT) atau Internet untuk khalayak (IoP). IoT akan mengotomatisasikan
proses ini secara besar-besaran.
2. Transparansi informasi: Kemampuan sistem informasi untuk menciptakan salinan
dunia fisik secara virtual dengan memperkaya model pabrik digital dengan data
sensor. Prinsip ini membutuhkan pengumpulan data sensor mentah agar
menghasilkan informasi konteks bernilai tinggi.
3. Bantuan teknis: Pertama, kemampuan sistem bantuan untuk membantu manusia
dengan mengumpulkan dan membuat visualisasi informasi secara menyeluruh agar
bisa membuat keputusan bijak dan menyelesaikan masalah genting yang
mendadak. Kedua, kemampuan sistem siber-fisik untuk membantu manusia secara
fisik dengan melakukan serangkaian tugas yang tidak menyenangkan, terlalu berat,
atau tidak aman bagi manusia.
4. Keputusan mandiri: Kemampuan sistem siber-fisik untuk membuat keputusan sendiri
dan melakukan tugas semandiri mungkin. Bila terjadi pengecualian, gangguan, atau
ada tujuan yang berseberangan, tugas didelegasikan ke atasan.
Oleh sebab itu, organisasi, perusahaan dan bisnis harus peka dan melakukan instrospeksi
diri sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. McKinsey&Company memaparkannya dalam laporan berjudul An Incumbent’s Guide to
Digital Disruption yang memformulasikan empat tahapan posisi organisasi, perusahaan,
bisnis di tengah era disruptif teknologi.
Tahap pertama, sinyal di tengah kebisingan (signals amidst the noise).
Pada tahap ini, perusahaan merespons perkembangan teknologi secara cepat dengan
menggeser posisi dari bisnis inti yang mereka geluti mengikuti tren perkembangan
teknologi, preferensi konsumen, regulasi dan pergeseran lingkungan bisnis.
Organisasi, perusahaan dan bisnis harus melakukan disruptif terhadap bisnis inti mereka
melalui media internet yang akhirnya menjadi tulang punggung bisnis mereka pada
kemudian hari.
Tahap kedua, perubahan lingkungan bisnis tampak lebih jelas (change takes hold).
Pada tahap ini perubahan sudah tampak jelas baik secara teknologi maupun dari sisi
ekonomis.
Tahap ketiga, transformasi yang tak terelakkan (the inevitable transformation).
Pada tahap ini, model bisnis baru sudah teruji dan terbukti lebih baik dari model bisnis yang
lama. Oleh sebab itu, organisasi, bisnis dan perusahaan harus mengakselerasi transformasi
menuju model baru.
Tahap keempat, adaptasi pada keseimbangan baru (adapting to the new normal).
Pada tahap ini, organisasi, perusahaan dan bisnis sudah tidak memiliki pilihan lain selain
menerima dan menyesuaikan pada keseimbangan baru karena fundamental industri telah
berubah dan perusahaan harus bertahan di tengah terpaan kompetisi.
Pada tahap inipun para pengambil keputusan di perusahaan perlu jeli dalam mengambil
keputusan agar tidak tergilas oleh perubahan dan perkembangan yang begitu cepat dan
masif.
Berangkat dari tahapan-tahapan ini seyogianya masing-masing organisasi, perusahaan dan
bisnis dapat melakukan deteksi dini posisi sehingga dapat menetapkan langkah antisipasi
yang tepat.
Oleh sebab itu, organisasi, perusahaan dan bisnis perlu terus bergerak cepat dan lincah
mengikuti arah perubahan lingkungan ekonomi, bisnis, technology, ilmu pengetahuan
dalam menyongsong era revolusi industri generasi keempat (Industry 4.0).
4. B. Tantangan Revolusi Industri 4.0
Pesatnya perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0 sangat berpengaruh terhadap
karakteristik pekerjaan yang ada saat ini, dimana ketrampilan dan kompetensi menjadi hal
pokok yang perlu diperhatikan.
Era revolusi industri 4.0 mengintegrasikan pemanfaatan teknologi dan internet yang begitu
canggih dan masif dan sangat mempengaruhi prilaku dunia usaha dan dunia industri,
prilaku masyarakat dan konsumen pada umumnya.
Dunia kerja di era revolusi industri 4.0 merupakan integrasi pemanfaatan internet di segala
lini produksi di dunia industri yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi.
Karakteristik di era revolusi industri tersebut meliputi; digitalisasi, optimation dan
cutomization produksi, otomasi dan adaptasi, interaksi antara manusia dengan mesin, value
added services and business, automatic data exchange and communication, serta
penggunaan teknologi informasi.
Pola industri baru ini membawa dampak terciptanya pekerjaan dan keterampilan kerja baru
dan hilangnya beberapa pekerjaan. Revolusi industri 4.0 menyentuh seluruh aspek hidup
masyarakat. Mulai dari transformasi sistem manajemen administrasi, tata kelola dan
informasi. Bahkan, perlahan peran manusia mulai digantikan oleh robot.
Perubahan yang terjadi berpengaruh pada karakter pekerjaan. Sehingga keterampilan yang
diperlukan juga akan berubah. Tantangan tersebut, harus dapat diantisipasi melalui
transformasi pasar kerja Indonesia dengan mempertimbangkan perubahan iklim bisnis dan
industri, perubahan pekerjaan dan kebutuhan ketrampilan.
Tantangan yang hadapi pemerintah dan perguruan tinggi adalah bagaimana
mempersiapkan dan memetakan angkatan kerja dari lulusan pendidikan dalam menghadapi
revolusi industri 4.0. Kurikulum dan metode pendidikan harus menyesuaikan perubahan
iklim bisnis, industri yang semakin kompetitif dan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan sains.
Perguruan tinggi harus memperkuat kemampuan merespon kebutuhan dunia kerja, usaha
dan industry dengan inovasi dan kurikulum lintas disiplin. Perkembangan sekarang ini telah
mengubah lanskap ekonomi, sosial, budaya maupun politik tingkat nasional, bahkan global.
Pendidikan tinggi adalah satu organisasi sebagai rujukan inovasi, dan paling responsif
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adaptasi terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi mengambil peranan yang sangat penting. Jika tidak ingin
5. tertinggal oleh kemajuan pesat teknologi, kompetensi sumber daya manusia juga harus
berubah. Cara kerja organisasi juga harus menyesuaikan.
Perguruan tinggi harus menjadi motor inovasi disruptif. Merubah pola pikir, cara kerja
organisasi, produktivitas, disiplin, inovasi. progresif, terbuka terhadap perubahan, agresif
dalam melakukan terobosan. Salah satu caranya ialah dengan menciptakan kurikulum dan
metode pembelajaran yang fleksibel dan konstekstual.
Perguruan tinggi harus mampu menjadi saluran pemikiran melalui riset dan pelbagai
inovasi. Cara-cara baru harus dikembangkan. Keinginan mahasiswa dan dosen untuk
berinovasi harus ditumbuhkan. Agenda perubahan selalu menyesuaikan perkembangan
zaman.
Membekali peserta didik dengan berbagai kecakapan agar mereka survive. Pembekalan itu
mencakup penguasaan data dan teknologi, pengetahuan humaniora, keterampilan
kepemimpinan, dan kewirausahaan.
Selain itu, Dunia pendidikan dan dunia Industri harus bersinergi untuk dapat
mengembangkan Industrial transformation strategy. Salah satunya dengan
mempertimbangkan perkembangan sektor ketenagakerjaan karena transformasi industri
akan berhasil dengan adanya tenaga kerja yang kompeten.
Menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0, Ada 3 hal yang perlu diperhatikan :
1. Pertama adalah kualitas SDM. Yaitu bagaimana memastikan agar kualitas SDM
sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, sesuai dengan industri yang berbasis
teknologi digital.
2. kedua, adalah masalah kuantitas yaitu jumlah pekerja atau SDM yang berkualitas
dan kompeten serta sesuai kebutuhan industri.
3. Ketiga, lokasi yaitu masih kurang meratanya sebaran sumber daya manusia yang
berkualitas terutama di daerah-daerah.
Terkait dengan peningkatan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja, pentingnya
masifikasi pelatihan kerja dan setifikasi profesi yang sedang dilakukan pemerintah melalui
pelatihan kerja dan program pemagangan.
C. Pengaruh Revolusi Industri 4.0 bagi Perguruan Tinggi saat ini
Revolusi Industri 4.0 menjadi topik yang hangat di perbincangkan di lingkup pendidikan
tinggi Indonesia. Revolusi industri 4.0 secara umum diketahui sebagai perubahan cara kerja
6. yang menitikberatkan pada pengelolaan data, sistem kerja industri melalui kemajuan
teknologi, komunikasi dan peningkatan efisiensi kerja yang berkaitan dengan interaksi
manusia. Data menjadi kebutuhan utama organisasi dalam proses pengambilan keputusan
organisasi yang didukung oleh daya komputasi dan sistem penyimpanan data yang tidak
terbatas.
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat melahirkan sumber
daya manusia kompeten yang siap menghadapi dunia usaha dan industri yang kian
berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.
Keahlian kerja, kemampuan beradaptasi dan pola pikir yang dinamis menjadi tantangan
bagi sumber daya manusia Indonesia, di mana selayaknya dapat diperoleh saat
mengenyam pendidikan formal di Perguruan Tinggi.
Kuantitas bukan lagi menjadi indikator utama bagi suatu perguruan tinggi dalam mencapai
kesuksesan, melainkan kualitas lulusannya. Kesuksesan sebuah negara dalam
menghadapi revolusi industri 4.0 erat kaitannya dengan inovasi yang diciptakan oleh
sumber daya yang berkualitas, sehingga Perguruan Tinggi wajib dapat menjawab
tantangan untuk menghadapi kemajuan teknologi dan persaingan dunia kerja.
Dalam menciptakan sumber daya yang inovatif dan adaptif terhadap teknologi, diperlukan
penyesuaian sarana dan prasarana pembelajaran dalam hal teknologi informasi, internet,
analisis big data dan komputerisasi.
Perguruan tinggi harus mampu menyediakan infrastruktur pembelajaran tersebut; sehingga
diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil dalam aspek literasi data, literasi
teknologi dan literasi manusia. Sehingga akan berdampak pada peningkatan produktivitas
usaha dan industri berbasis teknologi, seperti yang banyak bermunculan saat ini.
Tantangan berikutnya adalah rekonstruksi kurikulum pendidikan tinggi yang responsif
terhadap revolusi, seperti desain ulang kurikulum dengan pendekatan human digital dan
keahlian berbasis digital. Sistem perkuliahan berbasis teknologi informasi menjadi salah
satu solusi mewujudkan pendidikan tinggi yang berkualitas.
Dunia pendidikan dan industri harus mampu mengembangkan starategi transformasi
industri dengan mempertimbangkan sektor sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi dibidangnya. Untuk itu Pendidikan Tinggi wajib merumuskan kebijakan strategis
dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum, sumber daya, serta
pengembangan cyber university, dan risbang hingga inovasi.
7. Revolusi industri 4.0 harus direspon secara cepat dan tepat oleh seluruh pemangku
kepentingan di lingkup pendidikan tinggi agar mampu meningkatkan daya saing bangsa
ditengah persaingan global.
Kementerian RistekDikti menjelaskan ada lima elemen penting yang harus menjadi
perhatian dan akan dilaksanakan oleh Kemenristekdikti untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan daya saing bangsa di era Revolusi Industri 4.0, yaitu:
1. Persiapan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti
penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa
dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet
of Things (IoT), dan Big Data Analitic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan
manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan terampil
terutama dalam aspek data literacy, technological literacy and human literacy.
2. Rekonstruksi kebijakan kelembagaan pendidikan tinggi yang adaptif dan responsif
terhadap revolusi industri 4.0 dalam mengembangkan transdisiplin ilmu dan program
studi yang dibutuhkan. Selain itu, mulai diupayakannya program Cyber University,
seperti sistem perkuliahan distance learning, sehingga mengurangi intensitas
pertemuan dosen dan mahasiswa. Cyber University ini nantinya diharapkan menjadi
solusi bagi anak bangsa di pelosok daerah untuk menjangkau pendidikan tinggi yang
berkualitas.
3. Persiapan sumber daya manusia khususnya dosen dan peneliti serta perekayasa
yang responsive, adaptif dan handal untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Selain
itu, peremajaan sarana prasarana dan pembangunan infrastruktur pendidikan, riset,
dan inovasi juga perlu dilakukan untuk menopang kualitas pendidikan, riset, dan
inovasi.
4. Terobosan dalam riset dan pengembangan yang mendukung Revolusi Industri 4.0
dan ekosistem riset dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
riset dan pengembangan di Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, LPNK, Industri, dan
Masyarakat.
5. Terobosan inovasi dan perkuatan sistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas
industri dan meningkatkan perusahaan pemula berbasis teknologi.
8. D. Kurikulum dan Pembelajaran di Perguruan Tinggi Didorong ke Arah Revolusi
Industri 4.0
Pesatnya perubahan di era revolusi industri 4.0 perlu segera diantisipasi Bentuk antisipasi
yang dilakukan diantaranya menyusun berbagai kebijakan yang mendukung perubahan
tersebut. Masalah utama yang harus segera diantisipasi adalah daya saing sumber daya
manusia. Tingginya angka pengangguran tingkat sarjana, hingga kapasitas pekerja yang
belum terampil menuntut perguruan tinggi lebih menyiapkan lulusan yang bisa bersaing di
dunia kerja.
Arah pokok kebijakan perguruan tinggi Indoensia ke depan adalah bagaimana mewujudkan
aktivitas Tridarma terintegrasi, berimbang, dan berkelanjutan. Pola Tridarma terintegrasi
dapat mengantisipasi berbagai masalah yang timbul akibat revolusi industri 4.0.
Turunan dari gagasan kebijakan ini salah satunya melakukan reorientasi kurikulum dan
pembelajaran di tiap program studi. Proses reorientasi ini diharapkan mampu menyiapkan
pembelajaran yang sejalan dengan kebutuhan pasar. Dengan adanya pembelajaran yang
sejalan dengan kebutuhan dunia kerja, usaha, dan industri bisa menjadi solusi cerdas dan
tepat menghadapi tantangan di era revolusi industri 4.0
Reorientasi kurikulum akan melahirkan aktivitas pembelajaran lintas keilmuan karena
masalah di era revolusi industri 4.0 tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu ilmu saja.
Dengan menguatkan pola pembelajaran multi dan trans disiplin akan dapatkan melahirkan
lulusan perguruan tinggi yang memiliki daya saing yang tinggi.
Penguatan aktivitas trans displin tidak hanya diterapkan di aspek pembelajaran, tetapi juga
di aspek penelitian. Penelitian bertujuan menjaga marwah pendidikan tinggi agar
senantiasa terjaga kualitas dan integritasnya. Dengan membangun pusat-pusat unggulan
riset di perguruan tinggi dapat menghasilkan aktivitas riset yang melibatkan multi atau trans
disiplin. Dengan demikian riset akan mendorong semakin terbukanya pengetahuan yang
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa.
Saat ini mayoritas riset yang dilakukan di perguruan tinggi Indonesia masih menggunakan
pendekatan parsial; hanya di fakultas masing-masing. Kegiatan riset lebih banyak
dilakukan di pusat studi, bukan di pusat unggulan. Dengan menguatkan kerja sama lintas
disiplin ilmu, diharapkan riset perguruan tinggi akan menghasilkan publikasi yang baik.
.
Selain kurikulum dan metode pembelajaran, di sisi lain, luaran perguruan tinggi harus
memiliki jiwa kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja baru. Lulusan perguruan
tinggi dituntut tidak hanya mampu bekerja di perusahaan dan instansi lainnya, namun juga
9. menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan memanfaatkan peluang yang muncul dari
Revolusi Industri 4.0. Oleh karena itu, setiap lulusannya harus memiliki kompetensi yang
mumpuni untuk bersaing secara global.
Perguruan tinggi harus mampu berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan bangsa, maka sistem dan program pendidikan tinggi perlu disesuaikan agar
relevan dengan perkembangan zaman.
Perlu dilakukan rekonstruksi kurikulum yang dapat memberikan kompetensi yang lebih luas
dan baru seperti ilmu coding, big data, artificial intelligence dan lainnya. Selain itu
menggunakan format baru dalam proses pembelajaran mulai dari face to face, blended
learning, maupun full online learning.
Langkah-langkah strategis segera dipersiapkan perguruan tinggi dalam mengantisipasi
perubahan dunia yang telah dikuasai perangkat digital. Kebijakan strategis perlu
dirumuskan dalam berbagai aspek mulai dari kelembagaan, bidang studi, kurikulum,
pembelajaran, sumber daya, serta pengembangan cyber university, risbang hingga inovasi.
E. Pembelajaran Berbasis Penelitian Sebagai Solusi Menghadapi Era Era Revolusi
Industri 4.0
Revolusi industri 4.0 telah merubah perwajahan dunia dimana teknologi informasi telah
menjadi basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless)
dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited) karena
dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang
punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin.
Peran perguruan tinggi menjadi sangat penting, terutama dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tuntutan terhadap proses pembelajaran yang berkualitas
semakin tinggi seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Bagaimana menciptakan proses pembelajaran lebih bersifat kontekstual dan saintifik
sehingga membentuk karakter peserta didik yang berjiwa saintis (ilmuwan). Serta tuntutan
untuk menghasilkan lulusan yang bermutu.
Ada banyak gagasan yang dikemukakan oleh para pakar, ahli, pemerhati pendidikan, dan
para pemangku kepentingan lainnya guna mengoptimalkan pendidikan di era revolusi
industry 4.0, Salah satunya adalah pembelajaran berbasis riset (PBR).
10. Melalui metode ini, akan mendorong semakin terbukanya pengetahuan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan kompetitif, yang mampu
menjawab tantangan perubahan dan perkembangan zaman.
Sebagaimana yang tercantum di dalam tri darma perguruan tinggi, yaitu darma pendidikan
dan pengajaran, darma penelitian dan darma pengabdian masyarakat. Ketiga darma ini
merupakan tugas utama perguruan tinggi dilaksankan.
Dalam rangka pengembangan, penguasaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan, maka
sudah seharusnya perguruan tinggi menjadikan riset sebagai prioritas di dalam proses
pendidikan. Sebagaimana yang dilakukan lembaga pendidikan tinggi di negara-negara
maju.
Sebagai contoh, dibeberapa perguruan tinggi di Singapura dan Malaysia, ketika seorang
dosen akan mengajar di semester depan, maka di semester ini ia harus melakukan kajian
yang sangat mendalam tentang subject matter yang akan diajarkannya.
Hasil kajian ini kemudian didiskusikan secara mendalam, sehingga tidak hanya sekedar
melakukan penelitian, tetapi juga dilakukan tranggulasi melalui Focus Group Discussion
(FGD) untuk memperoleh second opinion tentang data dan hasil penelitiannya.
Tradisi seperti ini hanya akan muncul manakala terdapat tradisi riset yang sangat kuat di
dunia perguruan tinggi. Tidak mungkin sebuah perguruan tinggi akan melahirkan dan
memunculkan para peneliti yang memiliki keterandalan di dalam dunia penelitian.
Jadi, sesungguhnya untuk membangun iklim penelitian di perguruan tinggi, maka harus ada
pemihakan dari pengambil kebijakan untuk kepentingan tersebut. Tanpa pemihakan, maka
tidak akan mungkin menjadikan perguruan tinggi sebagai basis riset.
Riset sebagai proses penyelidikan atau pencarian yang saksama untuk memperoleh fakta
baru dalam cabang ilmu pengetahuan merupakan konsep yang tepat untuk diterapkan
dalam pembelajaran. Dengan penerapan pendekatan pembelajaran berbasis riset
diharapkan karakter yang terbentuk dalam diri peserta didik adalah jiwa seorang saintis
(ilmuwan).
Sikap tersebut ditandai dengan sikap rasa ingin tahu yang tinggi, mampu menyelesaikan
setiap permasalahan, dengan sikap berpikir secara sistematis, objektif, dan memiliki dasar
pemikiran yang kuat.
11. Riset di sini diartikan sebagai langkah – langkah terstruktur, sistematis, ilmiah, dan multi
faset dalam mencari sebuah jawaban atas fenomena tertentu. Dalam research based
learning, peserta didik diberikan sebuah pertanyaan pemicu yang untuk bisa menjawabnya
mereka perlu melakukan pendekatan ilmiah dan multi faset.
Metode pembelajaran berbasis riset adalah salah satu metode yang layak dan tepat untuk
menjawab tuntutan akan kualitas luaran perguruan tinggi. Pembelajaran berbasis riset
(PBR) merupakan salah satu dari metode yang ada di Student Centered Learning (SCL)
yang mengintegrasikan riset di dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis riset adalah pembelajaran
yang menuntut peserta didik untuk mampu menemukan, mengeksplorasi (mengembangkan
pengetahuan) untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan kemudian menguji
kebenaran pengetahuan tersebut.
Sikap tersebut ditandai dengan sikap rasa ingin tahu yang tinggi, mampu menyelesaikan
setiap permasalahan, dengan sikap berpikir secara sistematis, objektif, dan memiliki dasar
pemikiran yang kuat.
Pembelajaran berbasis riset merupakan metode pembelajaran yang menggunakan
pembelajaran autentik, pemecahan masalah, pembelajaran kooperatif, pembelajaran
kontekstual, dan pendekatan inquiri yang dipandu oleh filsafat konstruktivisme.
Pembelajaran berbasis penelitian ini dapat mengubah fokus pembelajaran dari penghafalan
konsep-konsep dan fakta-fakta ke dalam belajar berdasar inkuiri.
Metode pembelajaran berbasis riset dibangun berdasarkan pada sintesis beberapa teori
belajar yang telah berkembang sebelumnya. Teori belajar yang dimaksudkan adalah teori
behaviorisme, teori kognitivisme, dan teori konstruktivisme.
Pembelajaran Berbasis Riset mewujudkan pembelajaran yang Inspiratif, interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,dan kemandirian sesuai
dengan bakat ,minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Metode
pembelajaran ini dapat memberi kontribusi terhadap pertumbuhan keterampilan mahasiswa
dalam melakukan penelitian.
Penerapan pendekatan pembelajaran berbasis riset membentuk karakter peserta didik yang
memiliki jiwa seorang saintis (ilmuwan); karena menuntut peserta didik untuk mampu
menemukan, mengeksplorasi (mengembangkan pengetahuan) untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi, dan kemudian menguji kebenaran pengetahuan tersebut.
12. Adapun interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan pendidik adalah interaksi yang
bersifat aktif. Pendidik berperan sebagai fasilitator, dan mediator dalam rangka membawa
peserta didik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
Metode pembelajaran berbasis riset sebagai salah satu cara mewujudkan tujuan perguruan
tinggi dalam menghasilkan luaran yang unggul dan kompetitif. Maka dari itu, proses
pembelajaran berbasis riset merupakan salah satu solusi yang diharapkan mampu
mencetak sumber daya manusia yang memiliki karakter mulia, keterampilan yang relevan,
dan pengetahuan-pengetahuan yang terkait guna menghadapi tantangan di era revolusi
Industri 4.0.
F. Implementasi Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi
1. Filosofi Pembelajaran Berbasis Riset
Perguruan Tinggi (PT) dikerangkai dalam paradigma Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu
Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Sivitas akademika wajib
melaksanakan Tridharma tersebut secara komprehensif dan utuh, dharma yang satu
dengan yang lain harus seimbang dan saling mendukung, bersinergi dan memperkuat.
Dharma penelitian harus menjadi dasar penggerak dalam pengembangan pendidikan dan
pengabdian kepada masyarakat. Salah satu implementasi sinergi Tridharma PT adalah
dalam bentuk kegiatan PBR.
Pembelajaran berbasis riset didasari filosofi konstruktivisme yang mencakup 4 (empat)
aspek yaitu:
1. pembelajaran yang membangun pemahaman mahasiswa,
2. pembelajaran dengan mengembangkan prior knowledge,
3. pembelajaran yang merupakan proses interaksi sosial dan
4. pembelajaran bermakna yang dicapai melalui pengalaman nyata.
Riset merupakan sarana penting untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Komponen riset
terdiri dari: latar belakang, prosedur, pelaksanaan, hasil riset dan pembahasan serta
publikasi hasil riset. Kesemuanya itu memberikan makna penting yang dapat dilihat dari
beberapa sudut pandang: formulasi permasalahan, penyelesaian permasalahan, dan
mengkomunikasikan manfaat hasil penelitian.
13. Pembelajaran Berbasis Riset (PBR) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan
authentic learning, problem-solving, cooperative learning, contextual (hands on & minds
on), dan inquiry discovery approach yang dipandu oleh filosofi konstruktivisme.
2. Bentuk Pembelajaran Berbasis Riset
Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan salah satu metode student-centered learning
(SCL) yang mengintegrasikan riset di dalam proses pembelajaran. PBR bersifat multifaset
yang mengacu kepada berbagai macam metode pembelajaran.
Pembelajaran berbasis riset (PBR) memberi peluang/kesempatan kepada mahasiswa untuk
mencari informasi, menyusun hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan
membuat kesimpulan atas data yang sudah tersusun; dalam aktivitas ini berlaku
pembelajaran dengan pendekatan “learning by doing”.
Oleh karena itu, Pembelajaran berbasis riset (PBR) membuka peluang bagi pengembangan
metode pembelajaran, antara lain:
1. pembaharuan pembelajaran (pengayaan kurikulum) dengan mengintegrasikan hasil
riset,
2. partisipasi aktif mahasiswa di dalam pelaksanaan riset,
3. pembelajaran dengan menggunakan instrumen riset, dan
4. pengembangan konteks riset secara inklusif (mahasiswa mempelajari prosedur dan
hasil riset untuk memahami seluk-beluk sintesis).
3. Beberapa Model Pembelajaran Berbasis Riset
Beberapa model Pembelajaran berbasis riset (PBR) dapat dikembangkan sesuai dengan
karakteristik kajian ilmu serta kondisi fasilitas yang tersedia di perguruan tinggi yang
bersangkutan. Strategi penerapan PBR sebaiknya benar-benar dipertimbangkan agar
pelaksanaan PBR efektif dan tujuan PBR tercapai.
Berikut beberapa strategi dalam memadukan pembelajaran dan riset yang secara empirik
dikembangkan di Griffith University:
1. Memperkaya bahan ajar dengan hasil penelitian dosen
Pada proses pembelajaran ini hasil penelitian dosen digunakan untuk memperkaya
bahan ajar. Dosen dapat memaparkan hasil penelitiannya sebagai contoh nyata
14. dalam perkuliahan, yang diharapkan dapat berfungsi membantu peserta didik dalam
memahami ide, konsep, dan teori penelitian.
Dalam kegiatan, ini nilai, etika, dan praktik penelitian yang sesuai dengan bidang
ilmu yang diajarkan dapat disampaikan untuk memberikan inspirasi kepada peserta
didik. Bagi peserta didik pascasarjana dapat diterapkan diskusi yang komprehensif
tentang penelitian yang sedang dikerjakan oleh dosen.
2. Menggunakan temuan-temuan penelitian mutakhir dan melacak sejarah
ditemukannya perkembangan mutakhir tersebut
Pada proses pembelajaran ini, temuan-temuan penelitian mutakhir yang diperoleh
dari pustaka didiskusikan untuk mendukung materi pokok bahasan yang sesuai.
Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan disampaikan di dalam perkuliahan
sebagai rangkaian sejarah perkembangan pengetahuan tersebut.
Dengan demikian peserta didik dapat memiliki pemahaman bahwa kebijakan dan
praktik yang ada pada saat ini, dapat dilakukan dan dikembangkan saat ini, karena
adanya kebijakan dan praktik yang telah dikembangkan sebelumnya. Hal ini semua
merupakan suatu kesatuan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Memperkaya kegiatan pembelajaran dengan isu-isu penelitian kontemporer
Pada proses pembelajaran ini dapat dimulai dengan meminta peserta didik
menyampaikan isu-isu penelitian yang ada pada saat ini, yang sesuai dengan pokok
bahasan. Selanjutnya peserta didik diminta mendiskusikan penerapan isu penelitian
tersebut untuk penyelesaian problem nyata dalam kehidupan.
Strategi ini dapat diperkaya dengan berbagai cara misalnya:
a. Dengan membandingkan laporan hasil penelitian dan laporan pemberitaan
yang terjadi di masyarakat.
b. Melakukan analisis tentang metodologi penelitian serta argumentasi yang
berkaitan dengan temuan penelitian tersebut yang dikemukakan dalam jurnal
penelitian.
c. Melakukan studi literatur tentang perkembangan pengetahuan terkini yang
sesuai dengan pokok bahasan.
15. 4. Mengajarkan materi metodologi penelitian di dalam proses pembelajaran
Strategi ini dapat diterapkan dengan melakukan tahapan berikut:
a. Meningkatkan pemahaman peserta didik tentang metodologi penelitian.
b. Merancang materi ajar dengan menyertakan metodologi penelitian pada
pokok bahasan tersebut, sehingga peserta didik dapat menerapkannya untuk
menyelesaikan problem penelitian yang nyata.
c. Merancang materi ajar dengan berbagai metodologi penelitian yang berkaitan
dengan beberapa isu penelitian mutakhir, sehingga peserta didik dapat
belajar melakukan evaluasi terhadap isu penelitian tersebut.
5. Memperkaya proses pembelajaran dengan kegiatan penelitian dalam skala kecil
Pada proses pembelajaran ini, kelompok peserta didik diberi tugas melakukan
penelitian bersama.
Dengan demikian peserta didik dapat meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan
dari kegiatan tersebut. Dengan kegiatan ini budaya penelitian dapat lebih terbangun
dibandingkan dengan bila penelitian tersebut diselenggarakan secara individual.
Selanjutnya dapat dikembangkan kegiatan berikut misalnya:
a. Peserta didik diminta untuk melakukan analisis data dari kegiatan penelitian
yang telah dilakukan.
b. Dosen memberikan beberapa pertanyaan sehingga peserta didik perlu
melakukan studi literatur, menentukan metodologi penelitian, mengumpulkan
data, menuliskan hasil analisa, dan mengemukakan kesimpulan dari dari
suatu kegiatan penelitian.
Agar kegiatan ini dapat berlangsung dengan baik, maka sebelum kegiatan tersebut
dosen perlu melakukan paparan singkat tentang pemanfaatan ketrampilan penelitian
dan pengetahuan yang telah dipelajari pada semester pokok bahasan sebelumnya.
6. Memperkaya proses pembelajaran dengan melibatkan peserta didik dalam kegiatan
penelitian institusi
Pada kegiatan ini PBR dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
a. Peserta didik diberi tugas penelitian yang merupakan bagian dari penelitian
besar yang dilakukan oleh institusi.
16. b. Mengorganisasikan peserta didik sebagai asisten penelitian bagi peserta
didik pada jenjang yang lebih tinggi atau dosen.
c. Melakukan kunjungan ke pusat-pusat penelitian.
7. Memperkaya proses pembelajaran dengan mendorong peserta didik agar merasa
menjadi bagian dari budaya penelitian di fakultas/jurusan
Pada strategi ini diusahakan agar peserta didik merasa sebagai bagian dari budaya
penelitian di bagian atau fakultas yang bersangkutan. Dalam rangka itu maka
beberapa hal dapat dilakukan:
a. Memberikan informasi pada peserta didik tentang kegiatan penelitian dan
keunggulan penelitian dosen di jurusan atau fakultas yang bersangkutan.
b. Mengadakan kuliah umum oleh pakar atau staf dari institusi lain, untuk
menyampaikan capaian penelitiannya sebagai referensi langsung bagi
peserta didik.
c. Mendorong peserta didik untuk berpartisipasi pada kegiatan seminar
penelitian baik sebagai peserta, penyaji makalah, ataupun sebagai
penyelengara seminar tersebut.
8. Memperkaya proses pembelajaran dengan nilai-nilai yang harus dimiliki oleh peneliti
Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh peneliti seharusnya perlu dipahami oleh peserta
didik. Nilai-nilai tersebut antara lain: objektivitas, penghargaan akan temuan
penelitian, respek pada pandangan lain, toleransi terhadap ketidakpastian, dan
kemampuan analisis. Penyampaian nilai-nilai tersebut dapat dilakukan dengan:
a. Mencerminkan nilai-nilai seorang peneliti dalam interaksi kelas.
b. Menyampaikan proses perjalanan seorang peneliti sebelum pekerjaannya
dipublikasi termasuk beberapa kali revisi yang dilakukan.
c. Memberikan pemaparan terstruktur yang menginspirasi peserta didik tentang
beberapa nilai misalnya: menyampaikan artikel penelitian yang mengandung
argumentasi yang berbeda pada topik yang sama kemudian menanyakan
peserta didik tentang validitasnya serta menyampaikan kesimpulan.
Model-model strategi implementasi PBR tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut
sesuai dengan disiplin ilmu dan perkembangan budaya penelitian yang telah
berkembang di institusi yang bersangkutan.
17. Satu hal yang sebaiknya diingat ialah bahwa PBR tidak hanya bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik sebagai peneliti handal namun juga
sebagai peneliti yang memiliki karakter serta nilai-nilai yang sifatnya universal.
4. Tujuan, Manfaat, Sifat, Syarat, Dan Evaluasi PBR
a. Tujuan Pembelajaran Berbasis Riset
Pembelajaran Berbasis Riset bertujuan untuk menciptakan proses pembelajaran yang
mengarah pada aktifitas analisis, sintesis, dan evaluasi serta meningkatkan kemampuan
peserta didik dan dosen dalam hal asimilasi dan aplikasi pengetahuan.
Tujuan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Meningkatkan kebermaknaan mata kuliah agar lebih bersifat kontekstual melalui
pemaparan hasil-hasil penelitian
2. Memperkuat kemampuan berpikir peserta didik sebagai peneliti
3. Melengkapi pembelajaran melalui internalisasi nilai penelitian, praktik, dan etika
penelitian dengan cara melibatkan penelitian
4. Meningkatkan mutu penelitian di perguruan tinggi dan melibatkan peserta didik
dalam kegiatan penelitian
5. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perkembangan suatu ilmu melalui
penelitian yang berkelanjutan
6. Meningkatkan pemahaman tentang peran penelitian dalam inovasi sehingga
mendorong mahasiswa untuk selalu berpikir kreatif di masa datang
7. Meningkatkan kualitas pembelajaran secara umum
b. Manfaat Pembelajaran Berbasis Riset
Manfaat Pembelajaran berbasis riset (PBR) dikenal sejak beberapa dasawarsa yang lalu,
beberapa literatur menyetarakan dengan project-based learning karena hampir tidak ada
proyek yang tidak melibatkan penelitian (yaitu evaluasi). Namun demikian “research in
classroom” belum banyak diadopsi sebagai metode pembelajaran.
Dengan PBR maka peserta didik dapat memperoleh berbagai manfaat dalam konteks
pengembangan metakognisi dan pencapaian kompetensi yang dapat dipetik selama
menjalani proses pembelajaran. Manfaat yang dimaksud meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Peserta didik mengalami pengembangan dan peningkatan kapabilitas dan
kompetensi yang lebih tinggi, termasuk:
18. a. Kompetensi umum, misalnya berpikir secara kritis dan analitik, mengevaluasi
informasi, dan pemecahan masalah
b. Kompetensi dalam hal melaksanakan dan mengevaluasi penelitian yang sangat
bermanfaat dan membantu dalam pengembangan profesional yang
mengedepankan inovasi dan keunggulan.
2. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi dan memiliki peluang untuk aktif di
dalam proses pembelajaran yang berkaitan dengan dunia praktik kelak di kemudian
hari.
3. Peserta didik terlatih dengan nilai-nilai disiplin, mendapatkan pengalaman praktik
dan etika
4. Peserta didik lebih memahami tentang betapa pentingnya nilai-nilai disiplin bagi
masyarakat
Pembelajaran berbasis riset (PBR) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan
authentic learning (harus ada contoh nyata), problem-solving (menjawab kasus dan
konstektual), cooperative learning (bersama), contextual (hands on & minds on), dan inquiry
discovery approach (menemukan sesuatu) yang didasarkan pada filosofi konstruktivisme
(yaitu pengembangan diri peserta didik yang berkesinambungan dan berkelanjutan).
C. Sifat Pembelajaran Berbasis Riset
Sifat yang melekat pada pembelajaran berbasis riset adalah sebagai berikut:
.
1. Mendorong dosen untuk melakukan penelitian atau mengupdate keilmuannya
dengan membaca dan memanfaatkan hasil penelitian orang lain sebagai bahan
pembelajaran.
2. Mendorong peran peserta didik lebih aktif dalam proses pembelajaran, bahkan
menjadi mitra aktif dosen.
3. Peserta didik menjadi lebih kompeten dalam keilmuan dan penelitian serta trampil
mengidentifikasi persoalan serta memecahkannya dengan baik
4. Peserta didik memiliki kemandirian, kritis, dan kreatif sehingga memberikan peluang
munculnya ide dan inovasi baru.
5. Peserta didik dilatih memiliki etika, khususnya etika profesi misalnya menjauhkan diri
dari perilaku buruk misalnya plagiarisme.
19. D. Syarat Pembelajaran Berbasis Riset
Syarat penerapan PBR adalah sebagai berikut:
1. Kebijakan akademik dan riset universitas dan fakultas
2. Ketersediaan Learning resources (kurikulum, sarana dan prasarana)
3. Pengembangan staf untuk pelaksanaan PBR
a. Dosen menguasai metode penelitian.
b. Dosen berpengalaman melakukan kegiatan penelitian
c. Dosen berpengalaman melakukan praktek nyata/kerja di lapangan
4. Materi pembelajaran berbasis evidence atau bukti ilmiah
5. Mahasiswa memiliki motivasi untuk mengembangkan pola pikir ilmiah
6. Menghubungkan antara penelitian dan proses belajar.
7. Pembelajaran bersifat aktif, yaitu aktivitas pembelajaran yang melibatkan mahasiswa
dalam mengerjakan berbagai hal dan berpikir tentang apa yang sedang mereka
kerjakan.Pembelajaran aktif dapat berlangsung ketika mahasiswa diberi kesempatan
untuk lebih berinteraksi dengan teman sesama mahasiswa maupun dengan dosen
perihal pokok yang sedang dihadapinya, mengembangkan pengetahuan dan bukan
sekedar menerima informasi dari dosen. Dosen berperan sebagai fasilitator 2.
E. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Riset
Metode evaluasi untuk mengukur ketercapaian kompetensi peserta didik melalui metode
PBR sangat tergantung pada model PBR yang digunakan. Meskipun demikian pada
prinsipnya perlu adanya standar penilaian formatif dan sumatif yang sahih dan reliable. Nilai
untuk hasil pembelajaran peserta didik ditentukan setelah mengevaluasi beberapa kegiatan,
antara lain melalui:
1. Tes
2. Kuis
3. Ujian tulis
4. Kerja kelompok
5. Portfolio pembelajaran
6. Kontrak belajar
7. Logbook yang dibuat oleh peserta didik
Nilai akhir ditentukan oleh persentase ketercapaian kontrak belajar, kesesuaian hasil
pembelajaran dengan portfolio, dan hasil kegiatan pembelajaran seperti tercantum dalam
logbook. Nilai bisa ditentukan terhadap ketercapaian kompetensi yang direncanakan pada
awal proses pembelajaran.
20. F. Tujuan dan Sasaran Penerapan Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi
a. Tujuan
Tujuan penerapan PBR untuk meningkatkan mutu pembelajaran di seluruh jenjang
dan program studi di lingkungan perguruan tinggi yang selaras dengan perubahan
dan perkembangan zaman.
b. Sasaran
Sasaran penerapan PBR di adalah terwujudnya pembelajaran berbasis riset di
seluruh jenjang dan program studi di lingkungan perguruan tinggi. Dalam jangka
panjang diharapkan akan tercipta learning community and learning society. Sasaran
penerapan PBR dirinci menjadi dua bagian yaitu pertama, terwujudnya perguruan
tinggi riset dan kedua, terwujudnya pembelajaran berbasis riset.
Terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset Merupakan Salah Satu Sasaran dari Strategi
Perguruan Tinggi Untuk Menjadi perguruan tinggi berbasis Riset. Sasaran ini dirinci menjadi
dua bagian yaitu :
1. Terwujudnya perguruan tinggi berbasis riset dan
2. Terwujudnya pembelajaran berbasis riset.
G. Strategi untuk mencapai sasaran terwujudnya perguruan tinggi riset adalah
melalui:
a. Program penyempurnaan sistem tatakelola riset perguruan tinggi dengan kebijakan
memprioritaskan terwujudnya keikutsertaan seluruh kelompok penelitian yang ada.
b. Program percepatan pertumbuhan riset multidisiplin dalam klaster dan peningkatan
perlindungan HAKI dengan kebijakan pentahapan (pertama meningkatkan
pemahaman konsep klaster riset perguruan tinggi, kedua meningkatkan keterlibatan
jumlah peneliti dalam klaster, dan ketiga meningkatkan mutu penelitian).
c. Program peningkatan kegiatan penghiliran (downstreaming) hasil-hasil riset yang
relevan dengan kebutuhan industri dan masyarakat, dalam rangka menyelesaikan
berbagai masalah bangsa dengan kebijakan pentahapan (dimulai dengan
pengembangan kelembagaan pusat inkubasi hasil penelitian dan diikuti dengan
implementasi program-program eksplorasi hasil penelitian berpotensi, screening,
strengthtening, promosi dan pemasaran), dalam program penghiliran yang
menyelesaikan masalah bangsa, peran pendidikan berbasis ketrampilan atau vokasi
menjadi sangat strategis.
d. Program peningkatan prosentase jumlah mahasiswa program studi, dengan
kebijakan penataan prioritas (mencakup peningkatan jumlah dan kualitas mahasiswa
21. melalui perekrutan mahasiswa bermutu secara proaktif dan peningkatan mutu serta
relevansi program studi).
e. Program pemberian dukungan fasilitas riset untuk hasil karya mahasiswa (skripsi,
tesis, dan disertasi) dengan kebijakan pemberian dukungan (finansial dan non-
finansial) dari berbagai sumber.
H. Srategi untuk mencapai sasaran terwujudnya pembelajaran berbasis riset adalah
melalui:
a. Program peningkatan mutu dan relevansi pembelajaran berbasis riset pada seluruh
program studi pada semua jenjang pendidikan di lingkup perguruan tinggi dengan
kebijakan pengembangan, dukungan fasilitas, monitoring pelaksanaan dan
kemajuan sistem pembelajaran berbasis riset.
b. Perguruan tinggi menjadi katalisator berkembangnya pembelajaran berbasis riset
yang paling sesuai pada tiap program studi.
I. Indikator Terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset
Indikator terwujudnya Pembelajaran Berbasis Riset (PBR) dalam pencapaian sasaran
menjadi perguruan tinggi Riset adalah sebagai berikut:
1. Jumlah penelitian (dasar dan terapan) yang dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran
2. Jumlah penerapan metode riset dalam sistem pembelajaran
3. Jumlah pemanfaatan hasil riset dosen dalam proses pembelajaran
J. Implementasi Pembelajaran Berbasis Riset di Perguruan Tinggi
Guna mengimplementasikan PBR di perguruan tinggi, kebijakan pelaksanaan PBR harus
tercantum dalam Rencana Strategis (RENSTRA) perguruan tinggi. Ditindaklanjuti pada
masing-masing fakultas di lingkungan perguruan tinggi dengan merencanakan kegiatan
tersebut dan dinyatakan pada Rencana Operasional (RENOP). Pelaksanaan PBR pada
masing-masing fakultas, jurusan, atau program studi, difasilitasi oleh LPPM.
Implementasi PBR dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat
(LPPM) Perguruan Tinggi. Tahap selanjutnya implementasi dilakukan secara paralel di
tingkat perguruan tinggi, fakultas, jurusan/prodi, dan dosen.
22. K. Tanggung Jawab dan Wewenang Organisasi Perguruan Tinggi
Tanggung jawab dan pemegang wewenang implementasi PBR di Perguruan Tinggi adalah
sebagai berikut:
1. Lembaga Penelitian PT (LPPM)
LPMM bertanggung jawab dalam implementasi pedoman umum pembelajaran
berbasis riset (PUPBR) di lingkungan Perguruan Tinggi
Dalam melaksanakan implementasi PUPBR , LPPM dibantu oleh wakil rektor
/wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik
Wakil rektor/wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik bertanggung jawab dalam
sosialisasi PUPBR ke semua satuan pendidikan di lingkungan Perguruan Tinggi
Wakil rektor/wakil ketua/wakil direktur bidang Akademik memberikan bantuan
teknis yang berkaitan dengan implementasi PUPBR kepada semua satuan
pendidikan maupun dosen di lingkungan Perguruan Tinggi
Pelayanan bantuan teknis diselenggarakan atas dasar permintaan resmi dari
satuan pendidikan maupun dosen atau kelompok dosen di lingkungan Perguruan
Tinggi
2. Wakil Dekan Bidang Akademik
Wakil dekan bidang akademik di lingkungan Perguruan Tinggi bertanggung jawab
pada implementasi PUPBR di lingkungan fakultas
Wakil dekan bidang akademik bertanggung jawab dalam sosialisasi PUPBR ke
semua satuan pendidikan di lingkungan fakultas
Wakil dekan bidang akademik bertanggung jawab dalam memonitor pelaksanaan
PUPBR di fakultas serta mengidentifikasi segala kendala berkaitan dengan
implementasi PUPBR
Wakil dekan bidang akademik berwenang mencari solusi dari kendala
implementasi PUPBR di fakultas
Wakil Dekan bidang akademik dapat meminta LPPM untuk memberikan bantuan
teknis berkaitan implementasi PUPBR di fakultas yang bersangkutan
3. Ketua Bagian / Jurusan / Program studi (Prodi)
Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab pada implementasi PUPBR di
lingkungan bagian/jurusan/prodi masing masing
23. Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab dalam sosialisasi PUPBR ke
semua dosen di lingkungan bagian/jurusan/prodinya
Ketua bagian/jurusan/prodi bertanggung jawab dalam mengidentifikasii segala
kendala berkaitan dengan implementasi PUPBR
Ketua bagian/jurusan/prodi berkewajiban melaporkan pelaksanaan PUPBR di
bagian/Jurusan/prodinya kepada wakil dekan bidang akademik.
4. Dosen
Memahami filosofi yang mendasari terciptanya PUPBR
Dosen menyusun RPKPS yang sesuai dengan PUPBR
Melaksanakan perkuliahan sesuai dengan PUPBR
Menciptakan suasana kondusif yang mendukung terwujudnya PBR
Mengembangkan lebih lanjut pelaksanaan PBR
Memberi informasi tentang rencana PBR yang dikelolanya kepada mahasiswa
secara terbuka.
5. Mahasiswa
Memahami model PBR
Mencari informasi tentang PBR di program studi masing-masing
Berpartisipasi aktif dalam program PBR sejak semester awal
L. Contoh Penerapan Pembelajaran Berbasis Riset Mata Kuliah Multimedia
Komunikasi
Penerapan research based learning pada peserta didik di mulai dari pemberian tema utama
dalam bentuk sebuah pertanyaan. Untuk bisa menjawabnya perserta didik perlu melakukan
pendekatan ilmiah dan multi faset. Konsep Pembelajaran berbasis riset (PBR) ini di
terapkan pada mata kuliah Multimedia Komunikasi untuk mahasiswa semester 6 (enam).
Multimedia Komunikasi adalah mata kuliah yang dirancang untuk mahasiswa agar bisa
memanfaatkan multimedia teknologi untuk menunjang kegiatan publik relation yang sesuai
dengan karakteristik pesan, media yang digunakan, maupun target audiens yang kompleks.
Mahasiswa ditantang untuk bisa mengidentifikasi masalah dengan tepat di dunia nyata,
membuat batasan, menyusun konsep, menggunakan, menganalisa, dan merancang produk
PR berbasis multimedia guna menunjang komunikasi public relations.
24. Apa pentingnya seorang PR memiliki kemampuan untuk membuat model produk PR
berbasis Multimedia? Tentu saja dengan adanya model atau „imitasi‟ dari dunia
sebenarnya, peserta didik tidak perlu khawatir untuk bereksperimen atau uji coba strategi
untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam membuat produk perusahaan. Produk PR
yang baik juga mampu memberikan insight dengan tepat ketika solusi atau strategi
diterapkan di dalam sebuah perusahaan.
Berikut ini langkah – langkah pembelajaran berbasis riset
#Pertama : Tahap Persiapan
Dilakukan dalam 3 – 5 pertemuan kuliah pertama. Tujuan tahap persiapan ini adalah untuk
memberikan pengertian dan pemahaman mahasiswa terkait dengan riset kontemporer di
bidang komunikasi multimedia dan metodologi yang digunakan dalam membuat model itu
sendiri.
Mahasiswa dituntut belajar aktif dan mempresentasikan tentang apa yang mereka pelajari.
Apa saja metodologi yang digunakan dalam membuat model, seperti apa saja hasil – hasil
riset terkini atau isu – isu kontemporer di bidang komunikasi PR. Dengan teknik belajar
seperti ini, mahasiswa jadi dapat mengakuisisi prior knowledge dengan lebih cepat untuk
melakukan riset.
#Kedua : Tahap Aplikasi Metodologi
Tahap aplikasi metodologi ini di berikan sebelum UTS. Umumnya di pertemuan 4 – 6. Pada
pertemuan ini, mahasiswa ditantang untuk melakukan riset skala kecil, sekedar untuk
menerapkan metodologi penelitian yang sudah mereka pelajari sebelumnya.
Salah satu contoh yang dicobakan adalah, saya menggunakan studi kasus perancangan
dan pembuatan produk PR berbasis multimedia dengan sarana Media elektronik internet
dalam membangun merek (brand), communication bersifat interaktif.
Mahasiswa diminta untuk membuat produk PR perusahaan yang bergerak di bidang jasa
penjualan produk, lalu diminta untuk membuat satu model produk PR (merek/brand) yang
dapat memberikan kepercayaan (trust) dan pemahaman, citra perusahaan/organisasi
kepada public/khalayak.
Mahasiswa dapat mengaplikasikan metodologi yang mereka pelajari di lapangan. Setelah
itu mereka membuat presentasinya, lalu dosen memberikan feedback kepada mereka.
25. #Ketiga : Tahap Riset & Publikasi / Tugas Besar
Setelah mahasiswa memahami metodologi yang ada dan bisa menerapkannya untuk
contoh riset skala kecil selanjutnya mereka diberikan tugas besar.
Mahasiswa diminta untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata dan menghasilkan
rekomendasi penyelesaian masalah terbaik dengan membuat model produk Publik
Relation. Topiknya beragam, mulai dari menyelesaikan masalah kepercayaan khalayak,
pemahaman produk/merek, hingga membangun citra perusahaan.
#Keempat: Presentasi Hasil Penelitian
Pada tahap akhir ini, mahasiswa diminta untuk presentasi hasil penelitian sekaligus
Mahasiswa diminta untuk membuat paper publikasi dari penelitian mereka. Beberapa hasil
penelitian yang bagus disarankan untuk publikasikan ke berbagai media, agar mereka
memiliki pengalaman untuk presentasi dan menerima feedback dari pembaca.
Pembelajaran berbasis riset (PBR) yang di terapkan di mata kuliah Multimedia
Komunikasi ini adalah satu rangkaian kegiatan pembelajaranm yang utuh, mulai dari
pendefinisian masalah hingga mempublikasikan hasil penelitian.
Melalui Pembelajaran berbasis riset (PBR), selain bisa membuat mahasiswa banyak
belajar, secara desain riset juga menjadi lebih efisien, less cost, dan lebih impactful
langsung kepada perusahaan atau industri yang mereka observasi.
Demikian kajian ini, Semoga bisa membantu perguruan tinggi dan rekan dosen yang ingin
menerapkan Pembelajaran Berbasis Riset.
26. References
1. Badan Pengembangan SDM dan Penjamin Mutu Pendidikan, 2013
2. Clark BR., 1997, The Modern Integration of Research Activities with Teaching and
Learning, J. Higher Educ., 1997; 68:241-255
3. Donovan, M.S. (2006). Proquest Company, Science Research Summary: Increase
Student Learning and Achievement. Michigan: Proquest
4. Farkhan, M. (2008). Research based Learning. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
5. Griffith Institute for Higher Education, (2008). Research-based learning: strategies for
successfully linking teaching and research. University of Griffith
6. Harsono, 2005, Pengantar Problem-Based Learning. Medika, Yogyakarta, Indonesia.
7. http://www.ristekdikti.go.id
8. http://www.ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-
revolusi-industri-4-0
9. http://www.ristekdikti.go.id/siaran-pers/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-
era-revolusi-industri-4-0/#9z8jAFQMXMWLQyE1.99
10. http://www.scimagojr.com
11. http://yusrintosepu.wixsite.com/yoes/single-post/2018/08/27/Menerapkan-
Pembelajaran-Berbasis-Riset
12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 49 Tahun 2014 tentang
Standar Nasional Pendidikan Tinggi
13. Roach M., Blackmore P., Dempster J., (2000), Supporting High-Level Learning
Through Research-Based Methods: interim guideline for course design, TELRI
Project-University of Wrwick
14. Savery, J.R. (2006). Overview of Problem Based Learning: Definition and
Distinctions. Interdiciplinary Journal of Problem based Learning, 1 (1), 9-20. Indiana:
Purdue University
15. Savin-Baden, M. (2000). Problem based Learning in Higher Education: Untold
Stories. Buckingham: Open University Press.
16. Solomon, G. (2003). Project based Learning: a Primer. Tech-Learning
17. Suchada Poonpan and Siriphan S. (2001). Indicators of Research-Based Learning
Instructional Prosess : A Case Study of Best Practice in a Primary School.
Dissertation. Faculty of Education, Chulalongkorn University Phaya Thai. Bangkok.
Thailland
18. Sukiman. (2008). Teori Pembelajaran dalam Pandangan Konstruktivisme dan
Pendidikan Islam: Jurnal Kependidikan Islam, 3 (1), hlm. 59-70
19. Tosey, P., & Mc Donnell, J. (2006). Mapping Enquiry-based Learning: Discourse,
Fractals, and a Bowl of Cherries. Learning to Learn trough Supported Enquiry
Working Paper . Surrey: University of Surrey.
20. Universitas Gadjah Mada. (2010). Pedoman Umum Pembelajaran Berbasis Riset;
Yogyakarta
21. Waris, A. (2009). Model Pembelajaran Berbasis Riset di Prodi Fisika ITB. Berita
Pembelajaran, 6 (2), hlm. 1-3. Bandung
22. Widayati, D.T., dkk. (2010). Pedoman Umum Pembelajaran Berbasis Riset.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada