Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang sering ditemukan di Indonesia, terutama pada pria berusia 40-50 tahun. Faktor risikonya antara lain virus Epstein-Barr, ras Mongoloid, dan lingkungan seperti asap kayu bakar. Diagnosis didasarkan pada pemeriksaan dan biopsi, sedangkan penyebarannya diklasifikasikan menggunakan sistem TNM.
1. Karsinoma Nasofaring undefined undefined
Keganasan nasofaring banyak terjadi di asia. Sering terjadi kekeliruan dalam mendiagnosis
karena gejalanya yang samar-samar dan sulitnya pemeriksaan nasofaring.(7)
Diagnosis dini
menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan, kerena nasofaring tersembunyi di
belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan
bayak daerah penting di dalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh karena
letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, seringkali tumor ditemukan
terlambat dan sering menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai gejala
pertama.(6)
Ada beberapa jenis keganasan yang terdapat di nasofaring yaitu karsinoma sel skuamous,
limfoma, keganasan kelenjar ludah, dan sarcoma. Karsinoma nasofaring termasuk penting dalam
skala dunia. Di Cina selatan karsinoma nasofaring menmepati kedudukan tertinggi yaitu dengan
2.500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guan-dong atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk.
Ras Mongoloid merupakan faktor dominant timbulnya krsinoma nasofaring, sehingga sering
terjadi pada penduduk Cina bagian selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura
dan Indonesia. Ditemukan cukup banyak pula di Yunani, Afrika bagian utara seperti Aljazair dan
Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska, diduga penyebabnya adalah karena mereka memakan
makanan yang diawetkan dalam musim dngin yang menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir meratadi setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung
rata-rata 60 kasus, Ujung pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Dnpasar 15 kasus, Padang dan
Bukit tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang,
Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia.(6)
Salah satu etiologi karsinoma nasofaring adalah disebabkan virus Epstein-Barr. Karsinoma
nasofaring lebih sering terjadi pada laki-laki, umur 40 dan 50 tahun, tetapi kadang juga dijumpai
pada anak-anak. 90% adalah karsinoma, sisanya yang terbayak adalah limfoma. Karsinoma
nasofaring menyebar secara local melalui perluasan langsung, secara regional melalui nodul-
nodul sekitarnya, dan secara jauh melalui aliran darah. Metastase jauh ke paru-paru, tulang, dan
hepar paling sering terjadi di nasofaring dibandingkan tempat lain di leher dan kepala.(2)
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak
ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring, kemudian diikuti oleh karsinoma hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%),
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah. Berdasarkan data
laboratorium patologi anatomic tumor ganas nasofaring selalu berada dalamkedudukan lima
besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor
getah bening dan tumor kulit.(6)
Definisi
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di
fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.(5)
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih
dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari
daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor
primer dapat kecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe regional,
2. biasanya pada leher.(4)
Penyebab karsinoma nasofaring ada berbagai faktor :
- Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus Epstein-
Barr, karena pada semua pasien karsinoma nasofaring didapatkan titer anti virus EB yang cukup
tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,
tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
- Letak geografis berupa ras Mongoloid, Asia Tenggara, Yunani, Afrika Utara seperti Aljazair,
Tunisia, Eskimo.
- Jenis kelamin , tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki
- Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tetentu,
kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan makan makanan
terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan
mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak jelas.
- Kebiasaan penduduk Eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging atau ikan) terutama
pada musim dingin menyebabkan tingginya kejadian karsinoma ini.
- Faktor genetic telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain.(6)
Patogenesis
Akhir-akhir ini ada beberapa faktor yang dianggap cenderung menimbulkan karsinoma
nasofaring walaupun tidak merupakan penyebabnya sendiri. Dugaan adanya predisposisi genetik
disokong oleh berbagai faktor antara lain tingginya angka kejadian pada orang cina bagian
selatan dan dalam pengamatna lebih lanjut angka kejadiannya tetap lebih tinggi dibandingkan
dengan orang kulit putih jika mereka bermigrasi ke daerah yang predominan orang kulit putih,
setidaknya pada generasi pertama. Jika generasi kedua berinteraksi penuh dengan cara hidup
barat (seperti di Hawaii atu California) resiko terkena karsinoma nasofring menurun, meskipun
tidak serendah pada orang kulit putih. Juga bukti penguat diperoleh dengan pengamatan adanya
hubungan langsung antra karsinoma nasofaring dengan HLA-A2 dan kurang dari dua antigen
pada lokus B. Perubahan lingkungan yang besar turut berperan.
Faktor lingkungan akan didukung oleh pengamatan cara hidup orang cina bagian selatan. Cara
memasak tradisional sering dilakukan dalam ruangan tertutup dan dengan menggunakan kayu
bakar. Pembakaran ini, terutama jika tak sempurna menyebarkan partikel-partikel besar (5-10
mikrometer) yang dapat tersangkut pada hidung dan nasofaring dan kemudian tertelan. Jika
pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit-penyakit hidung, maka penyakit ini akan
menetap lebih lama di nasofaring dan dapat merangsang tumbuhnya tumor. Beberapa laporan
menyebutkan hubungan antara karsinoma nasofaring dengan makan ikan asin dan rendahnya
kadar vitamin C sewaktu muda. Hal ini juga biasa dalam tradisi masakan cinia. Kekurangan
vitamin A diduga merubah nitrat menjadi zat karsinogen yaitu nitrosamin.
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan
ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang asia dan afrika
dengan karsinoma nasofaring primermaupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig
G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan
3. antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga
terdapat pada pasien Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-
EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tak berdifrensiasi dan karsinoma nasofaring
non-keratinisasi yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak dengan tumor sel
skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.(1)
Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral. Ke depan
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana sehingga sumbatan hidung merupakan
gangguan yang sering timbul. Demikian juga penyebaran tumor ke lateral akan menyumbat
muara tuba Eustachius dan akan mengganggu pendengaran serta menimbulkan cairan di telinga
tengah. Kearah belakang dinding melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus
os sphenoid dan bagian basilar dari os oksipital. Nekrosis akibat penekanan mungkin timbul di
tempat-tempat tersebut. Dibelakang atas torus tubarius terdapat resesus faring atau fosa
Rosenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen laserum. Tumor dapat
menjalar kearah intracranial dalam dua arah, masing-masing menimbulkan gejala neurologik
yang khas. Perluasan langsung melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fosa kranii
media menyebabkan gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang-kadang II. Sebaliknya
penyebaran ke kelenjar faring lateral di dan sekitar selubung karotis atau jugularis pada ruang
retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf otak ke VII dan
VIII biasanya jarang terkena.
Di nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral bermuara kelenjar
retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan
hubungan langsung dengan mediastinum melalui ruang retrofaring. Metastasis jauh sering
terjadi.
Pembagian daerah nasofaring :
4. 1. Dinding posterosuperior : daerah setinggi batas palatum durum dan mole sampai dasar
tengkorak.
2. Dinding lateral: termasuk fosa Rosenmuleri
3. Dinding inferior: terdiri atas permukaan superior palatum mole.
Catatan: Pinggir orifisium koana termasuk pinggir posterior septum hidung dimasukkan sebagai
fosa nasal.(1)
Histopatologi
Kesukaran timbul dalam mengidentifikasi karsinoma nasofaring jenis sangat tidak
berdiferensiasi dimana sudah tidak ada kekhususan epitelnya. Lebih dari 85% kemungkinan
adalah karsinoma, mungkin 15% limfoma maligna dan kuang dari 2% tumor jaringan ikat.
Sekali-sekali ditemukan neuroblastoma, silindroma dan tumor campur ganas. Menggunakan
mikroskop electron, Ditemukan karsinoma nasofaring tumbuh dari lapisan skuamosa atau lapisan
epitel respiratorius pada permukaan kripti nasofaring. Dindinga lateral yang ada fosa
Rossenmulleri Merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring dan dinding faring posterior
sedikit lebih jarang. Lebih jarang lagi tumor pada atap dan hanya sekali-kali pada dasar. Pada
mulanya tumor sedemikian kecil sehingga sukar diketahui, atau tumbuh didaerah yang gejalanya
tidak diketahui seperti pada fosa Rosenmulleri. Kemudian geajla-gejala akan muncul sesuai
dengan arah penyebaran. Mungkin meluas melalui lubanga pada sisi yang sama dengan tumor
atau mengikis tulang secara nekrosis tekanan.
Klasifikasi
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978. ada tiga jenis
bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin, dapat
dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat tanda
difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang menonjol
dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium daripada bentuk
susunan batubata.
Karsinoma limfoepitelioma didapatkan dalam bentuk kedua atau ketiga. Ditandai olah tampak
banyak limfosit non maligna dan secara klinis sesuai karena respon terhadap terapi lebih baik
disbanding dengan bentuk lain.
Tahun 1965 Svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang diambil dari 14 pasien
Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring berdiferensiasi buruk yang diperiksa dengan
mikrosko electron, semua menunjukkan adanya fibrilkeratin. Ini menimbulkan keraguan karena
Who Dalam symposium internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring than 1977
mendasarkan klasifikasinya atas hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti tercantum diats,
diman atidak selalu tampak keratin. Meskipun demikian klasifikasi WHO mengenai tumor
nasofaring ini masih tetap dipakai.(1)
Untuk penetuan stadium dipakai sistim TNM menurut UICC (1992)
5. NASOFARING
T= Tumor primer
T0- Tidak tampak tumor.
T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain).
T2 Tumor teradapt pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di dalam rongga
nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring)
T4 Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai saraf-
saraf otak.
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
N Pembesaran kelenjar getah bening regional
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral / bilateral dan masih dapat digerakkan
N3 Terdapat pembesran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat
pada jaringan sekitar.
M Metastase jauh
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium I :
T1 dan N0 dan M0
Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1
Gejala dan Tanda
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri,
gejala telinga, gejala mata, fdan syaraf, serta metastasis atau gejala di leher. Gejala nasofaring
dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa
dengan cermat kalau perlu dengan nasofaringoskop, karena seringa gejala belum ada sedangkan
tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat dibawah mukosa (creeping
tumor).
6. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara
tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga
sampai rasa nyeri di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan gangguan pendengaran ini baru
kemudian disadari bahwa penyebabnya adalah karsinma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka
gangguan beberapa lobang, dari beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma
ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke II, IV, VI dan dapat pula ke
V, shingga tidak jarang gejala diplopia lah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata.
Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat
keluhan lain yang berarti.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran
melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini
sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila sudah mengenai seluruh syaraf otak disebut
sindrom unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi
demikian biasanya prognosisnya buruk.
Metastase kekelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti di
RRC yaitu tiga bentuk yang mencurigakan pada naofaring seperti pembesaran adenoid pada
orang dewasa, pembesaran nodul dan mukosistis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila
diikuti bertahun-tahun kemudian akan menjadi karsinoma nasofaring.(6)
Manifestasi Klinis
Gejala dibagi dalam 4 kelompok
1. Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan, pilek, atau sumbatan hidung.
2. Gejala telinga, berupa tinnitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di telinga.
3. Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak, seperti diplopia, parestesia daerah pipi, neuralgia
trigeminal, paresis/paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu, dan sering tersedak.
4. Gejala atau metastasisi dileher, berupa benjolan di leher.
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukkan masa
jaringan lunak didaerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi
tulang di daerah fosa serebri media. Dapat pula dilakuakn CT-Scan daerah kepala dan leher serta
pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA. Diagnosis pasti dilakukan dengan biopsy
dari hidung atau mulut. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dsb untuk mendeteksi
metastasis.
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakuakn diseksi leher,
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin, dan anti virus.
Sebagai terapi ajuvan terbaik dalh kemotrapi dengan kombinasi Cis-Platinum sebagai inti.
Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolandi leher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul
kembali, dengan syarat tumor induknya sudah hilang.
7. Differensial Diagnosis
n Angiofibroma Nasofaring.
n Karsinoma adenoid kistik (silindroma).
n Limfoepitelioma
n Plasmasitoma.
n Kista Nasofaring.(1)
n Tumor neurogenik .(4)
Diagnosis
Persoalan diagnostic sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan
leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan.(6)
Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan waters menunjukan massa
jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak memperlihatkan destruksi atau erosi
tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll dilakukan
untuk mendeteksi metastasis.(5)
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan
kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan
untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut.
Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi
dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam
diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.
Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung
dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan diklem bersam-sama ujung
kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga
palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi
dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring
umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan
dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.(6)
II.9. Penatalaksanaan
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage
dan pengaturan dengan computer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi
leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti
virus.
8. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi masih tetap
terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Bebagai macam kombinasi diebangkan, yang trbaik
sampai saat ini adalah kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang
dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan
penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada
efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.
Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum
diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan
kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak
menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi
dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan
serologi.
Operasi tumor induk sisa (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul
komplikasi yang berat akibat operasi.
Perawatan paliatif
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering
disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak
yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa
minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam
sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena
jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala,
kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual.
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada
(residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan
seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatastidak banyak tindakan
medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Paisen akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung
dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-lata vital akibat
metastasis tumor. (6)
Komplikasi
Metastasis jauh ke tulang , hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada tulang, batuk-batuk, dan
gangguan fungsi hati.
KESIMPULAN
9. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi di
fosa Rossenmuller dan atap nasofaring.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang sering ditemukan pada pria berusia lebih
dari 40 tahun. Banyak terdapat pada bangsa Asia terutama orang Tionghoa. Biasanya mulai dari
daerah fosa Rossenmuler. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoid. Tumor
primer dapat kecil, akan tetapi telah meimblkan metastasis pada kelenjar limfe regional, biasanya
pada leher.
Sudah hampir dipastikan disebabkan oleh virus Epstein-Barr. Faktor ras, letak geografis, jenis
kelamin (laki-laki), faktor lingkungan (iritasi bahan kimia, kebiasaan memasak dengan bahan/
bumbu masakan tertentu, asap sejenis kayu tertentu, dan faktor genetic juga mempengaruhi.