1. Tugas KMB 1
Dosen : Saad Abduh.S.Kep,M.Kes,Ners
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN CA NASOFARING
Oeh :
Kelompok : 7
SUMIARNI
MUHAMMAD SALEH
HALIMUDIN
WA ODE MUJAHID FATIMAH
RETNO SETIAWAN
WA ODE HUTRYANTI
Tingkat : II.B
AKPER PEMDA MUNA
2013
2. KATA PENGANTAR
“Syukur Alhamdulillah” ungkapan yang patutu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, kasih sayang dan pertolongan – Nya sehingga makalah yang berjudul “Askep
pada klien dengan gangguan Ca.Nasofaring “ ini dapat terselesaikan sebagaimana yang
diharapkan. Shalawat dan Taslim kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan pengikutnya hingga
hari kiamat.
Adalah penting bagi manasiswa memahami serta menginterprestaikan suatu
asuhan keperawatan sehingga nanti dilapangan dalam hal mempraktekan segala tindakan yang
berhubungan dengna penyakit ini dapat melakukannya dengan baik. Oleh karena itu, penyusun
merasa perlu penyajian makalah yang dapat mendukung salah satu indikator pembelajaran
Etika Keperawatan itu sendiri.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan bahwa makalah ini
masih banyak kekurang sehingga diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan makalah ini. Namun terlepas dari kekurangan yang ada, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para penggunanya “Mahasiswa AKPER PEMKAB MUNA”.
Raha,
Oktober 2013
Penyusun
3. DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN ...............................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................
Tujuan...........................................................................................................
Rumusan Masalah........................................................................................
Manfaat …………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
A.
KONSEP PENYAKIT
Defenisi Ca.Nasofaring..................................................................................
Etiologi Ca.Nasofaring...................................................................................
Klasifikasi…………………………………………………………………………
Patofisiologi dan Penyimpangan KDM Ca.Nasofaring……………………..
Dampak terhadap tubuh.................................................................................
Tanda dan gejala……………………………………….....................................
Manajemen Medik.........................................................................................
Komplikasi......................................................................................................
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................
Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan)
merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit.
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya
hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang
ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia
dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis
ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara
genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu
bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker
nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga,
kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin
memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki
oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca
Nasofaring?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca
nasofaring
2. Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca nasofaring.
2. Mengetahui penyebab dari Ca nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring
4. Mengetahui proses terjadinya Ca nasofaring.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.
6. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring
5. D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah
persepsi sensori.
2 Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga
dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
6. BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian
besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang
terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam
prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas
nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh
manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan
tumor kulit.
2. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan
Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
7. 3.Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Deferensiasi baik sampai sedang.
Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Paling banyak pariasinya.
Menyerupai karsinoma transisional
Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian
sel spindle.
Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
4. Patofisologi dan Penyimpangan KDM
Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui mediator
ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak dengan zat
karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang kronis daerah
nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian menyerang bagian
telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr didaerah nasofaring
(dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga membuat
terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran tuba eusthacius dan hidung.
Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik gangguan pendengaran maupun
gangguan penghidu, sehingga merupakan gangguan persepsi sensori.
Penyimpangan KDM
Karsinoma nasoparing
Virus Epstein Barr
Makanan yang diawetkan
Kontak dengan zat karsinogen
8. Radang kronis pada daerah nasofaring
Masuk kebagian telinga dan hidung
Obstruktif pada saluran tuba eusthacius dan hidung
Gangguan pendengaran dan gangguan penghidu
Gangguan persepsi sensori
5. Dampak terhadap tubuh
A. Sistem pernafasan
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan
Sumbatan hidung menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga
nasofaring dan menutupi koana.
B. Sistem Saraf
Kerusakan
saraf
sehingga
terjadi
diplopia,juling,eksoftalmus
dan
gangguan motorik dan sensorik.
C. Sistem pencernaan
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan ( Gangguan pemenuhan nutrisi )
6. Tanda dan Gejala
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba
Eustachii dan dasar tengkorak
Gejala Hidung :
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga
nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan
penciuman.
Gejala telinga
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan
tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh,
kadang gangguan pendengaran)
Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
Gejala lanjut
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai
kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak
hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama
9. kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot
sehingga sulit digerakkan.
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
a) Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
b) Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba
Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada
tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa
nyeri di telinga (otalgia)
c) Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai
diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan
sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika
penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika
seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
d) Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit
mengkilat.
5. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar
a) Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi.
b) Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan
gejala khas :
Neuralgia trigeminal unilateral
Oftalmoplegia unilateral
Amaurosis
Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater
c) Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan,
hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias,
kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi
sebelah lidah.
d) Manifestasi kelumpuhan :
N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior
serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.
N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring
disertai gangguan respirasi dan salvias.
N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido
mastoideus, serta hemiparese palatum mole.
N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.
6.
Penentuan Stadium :
TUMOR SIZE (T)
T
Tumor primer
T0
Tidak tampak tumor
T1
Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2
Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
terbatas pada rongga nasofaring
T3
Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4
Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
10. Tx
Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0
Tidak ada pembesaran
N1
Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih bisa
digerakkan
N2
Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3
Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral
maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0
Tidak ada metastase jauh
M1
Metastase jauh
Stadium I : T1 No dan Mo
Stadium II : T2 No dan Mo
Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
7.Manajemen Medik
a.
Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut,
bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b.
Kemoterapi
Kemoterapi
meliputi
kemoterapi
neodjuvan,
kemoterapi
adjuvan
dan
kemoradioterapi konkomitan.
c.
Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih.
8. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering adalah tulang,hati dan paru
hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapt mengadakan metastase jauh ke paru-paru dan
tulang masing-masing 20%,sedangkan kehatu 10%,otak 4%,ginjal 0,4% dan tiroid
11. 0,4%.Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah
bening pada leher dan kelumpuhan saraf cranial.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas
klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No
Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas
penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama:
Pasien mengeluh sakit ketika menelan dan nyeri pada telinga.
Riwayat keluhan utama :
P : nyeri
Q : Terus menerus.
R : Leher dan pipi.
S : 6 dari skala 0-10
T : Saat ditekan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
anggota keluarga pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit
mengkilat.
b. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri
apabila ditekan.
c. Pemeriksaan THT:
1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2. Rinoskopia anterior :
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya
banyak sekret.
12. Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga
hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole
negatif.
3. Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring
tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan
jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
Klasifikasi Data
Data subyektif
Pasien mengeluh nyeri pada bagian leher dan pipinya
Pasien mengeluh nafsu makannya berkurang karna rasa mual dan
susah makan
Pasien mengeluh kulit bagian leher terasa kering dan kusam
Pasien mengeluh tidak percaya diri karena efek dari radioterapi
Data objektif
Pasien Nampak kesakitan akibat skala nyeri 6 dari skala 0 – 10
yang diberikan
Pasian hanya bisa menghabiskan makanan 1/3 dari porsi yang
diberikan sehingga pasien Nampak kurus
Kulit leher berwarna hitam dan kering
Pasien sering tidur dan jarang berbicara
Analisa Data
No Data
1.
DS
Standar Normal
:
pasien
mengeluh
nyeri
Tidak ada keluhan Nyeri kronis
nyeri
pada bagian antara
Tidak meringis
leher dan pipinya
Skala nyeri 0 dari
yang
dirasakan
sejak 1 tahun yang
lalu,nyeri
timbul,nyeri
hilang
yang
dirasakan seperti di
Masalah Keperawatan
skala 0 – 10 yang
diberikan.
13. tusuk jarum.
DO
:
-
pasien
terlihat meringis
-
Skala nyeri 6
dari skala 010
yang
diberikan
2.
DS
:
pasien
mengeluh
tidak
Nafsu makan baik Perubahan
dari
tidak
nafsu makan dan
keluhan
susah
ada kurang dari kebutuhan
menelan.
menelan
disertai mual
susah tubuh.
Mual ( - )
DO : - pasien hanya
/
nutrisi
Mampu
menghabiskan
mampu
menghabiskan
porsi
1/3
makanan
makanan
setiap kali makan.
Muntah ( - )
setiap kali makan
-
porsi
BB tidak turun
Pasien
terlihat kurus
-
Muntah ( + )
3
kali
(
±
1500 cc )
-
BB : 50 kg
(sebelumnya
60 kg )
3.
DS
:
mengatakan
dibagian
pasien
kulit
leher
terasa kering dan
Tidak ada keluhan Kerusakan
kulit kering.
integritas
kulit
Warna kulit sawo
matang.
kusam
Kulit tidak kering.
DO : kulit dibagian
Tidak ada luka.
leher berarna hitam
dan
kering
dan
dengan luka.
4.
DS
:
pasien
Pasien tidak malu Harga diri rendah.
14. mengatakan
tidak
terhadap
percaya diri / malu
penampilannya
Pasien
terhadap
penampilannya
karena
efek
tidak
Nampak diam dan
dari
radioterapi.
malu
bicara
/
berkomunikasi.
DO : pasien tampak
diam di tempat tidur
dan
jarang
berbicara
Prioritas masalah
1. Gangguan
sensori
persepsi
(pendengaran)
berhubungan
dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
b.
Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
c.
Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
d.
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3.
Rencana Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
Tujuan
: Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh
minimal pada AKS
Intervensi
Rasional
15. Mandiri
1.
Tentukan riwayat nyeri misalnya Informasi memberikan data dasar
1.
lokasi, frekuensi, durasi
untuk
mengevaluasi
kebutuhan/
keefektivan intervensi
2.
Berikan tindakan
kenyamanan
2.
Meningkatkan
relaksasi
dan
dasar (reposisi, gosok punggung) membantu memfokuskan kembali
dan aktivitas hiburan.
3.
perhatian
Dorong penggunaan ketrampilan
3.
Memungkinkan
manajemen nyeri (teknik relaksasi, berpartisipasi
pasien
secara
untuk
aktif
dan
visualisasi, bimbingan imajinasi) meningkatkan rasa control
musik, sentuhan terapeutik.
4.
Evaluasi penghilangan nyeri atau 4. Kontrol nyeri maksimum dengan
control
pengaruh minimum pada AKS
K kolaborasi
1.
Berikan analgesik sesuai indikasi Nyeri adalah komplikasi sering dari
1.
misalnya Morfin, metadon atau kanker, meskipun respon individual
campuran narkotik
berbeda. Saat perubahan penyakit
atau pengobatan terjadi, penilaian
dosis
dan
pemberian
akan
diperlukan
2.
Gangguan
sensori
persepsi (pendengaran) berubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan
: mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap
perubahan.
Intervensi
1. Tentukan ketajaman
pendengaran, apakah satu atau
dua telinga terlibat .
2. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan.
Rasional
1. Mengetahui perubahan dari hal-hal
yang merupakan kebiasaan pasien .
2. Lingkungan yang nyaman dapat
membantu meningkatkan proses
penyembuhan.
3. Observasi tanda-tanda dan gejala3. Mengetahui faktor penyebab
disorientasi.
gangguan persepsi sensori yang
16. lain dialami dan dirasakan pasien.
3.
Gangguan
pemenuhan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan
: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi
Rasional
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan 1. Untuk mengetahui tentang keadaan
makan.
dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan
dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi 2. Kepatuhan terhadap diet dapat
diet yang telah diprogramkan.
mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Timbang berat badan setiap
seminggu sekali.
3. Mengetahui perkembangan berat
badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk
menentukan diet).
4. Identifikasi perubahan pola
makan.
4. Mengetahui apakah pasien telah
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
Tujuan
: Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil :
Menjaga postur yang terbuka
Menjaga kontak mata
Komunikasi terbuka
Menghormati orang lain
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam
17. kelompok
Menerima kritik yang konstruktif
Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social.
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan yang
Rasional
1. Untuk menentukan tingkat
dialami oleh pasien.
kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan
intervensi yang cepat dan tepat.
2. Beri kesempatan pada pasien
2. Dapat meringankan beban pikiran
untuk mengungkapkan rasa
pasien.
cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik. 3.
Agar terbina rasa saling percaya
4. Beri informasi yang akurat
antar perawat-pasien sehingga
tentang proses penyakit dan
pasien kooperatif dalam tindakan
anjurkan pasien untuk ikut serta
keperawatan.
dalam tindakan keperawatan.
4.
5. Berikan keyakinan pada pasien
Informasi yang akurat tentang
bahwa perawat, dokter, dan tim
penyakitnya dan keikutsertaan
kesehatan lain selalu berusaha
pasien dalam melakukan tindakan
memberikan pertolongan yang
dapat mengurangi beban pikiran
terbaik dan seoptimal mungkin.
pasien.
6.
5.
Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi
pasien secara bergantian.
7.
Sikap positif dari timkesehatan akan
membantu menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
Pasien akan merasa lebih tenang
bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
7. Lingkung yang tenang dan nyaman
dapat membantu mengurangi rasa
cemas
18. 4. Implementasi
Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post
Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakantindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
5.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien,
mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana
tujuan telah tercapai.
19. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang
disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu
bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT,
kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker
nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga,
kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin
memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki
oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.
B. Saran
Dapat membuka cakrawala pemikiran serta pengetahuan Mahasiswa “ AKPER
PEMKAB MUNA “dalam pembahasan mata kuliah KMB I Tentang Gangguan Sistem
Pernafasan Ca.Nasofaring.
20. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta