1. MATA KULIAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI DAN BALITA
Dosen Pengampu : Yoan Putri Praditia S., S.ST., M.keb
Disusun untuk memenuhi Tugas Makalah
KEJANG PADA NEONATUS
DISUSUN OLEH:
Nama : N RISA FIRNALIZA
NIM : 320.174
KELAS : II.D
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN PELAMONIA
MAKASSAR
2022
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya
Makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas individu “Kejang Pada
Neonatus” dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa tiada sesuatu yang sempurna di dunia ini,
begitupun makalah yang telah saya buat, baik dalam hal isi maupun penulisannya.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran kecil bagi kemajuan ilmu
pengetahuan, baik di Institut Ilmu Kesehatan Pelamonia maupun lingkungan
masyarakat.
Makassar, 20 Juni 2022
Penyusun
3. iii
DAFTAR ISI
JUDUL..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi kejang.................................................................................3
B. Klasifikasi kejang.............................................................................4
C. Masalah yang ditimbulkan...............................................................9
D. Etiologi kejang pada BBL..............................................................10
E. Patofisiologi kejang pada BBL ......................................................10
F. Manifestasi klinik kejang pada BBL..............................................11
G. Diagnosis........................................................................................12
H. Diagnosis banding..........................................................................13
I. Penatalaksanaan kejang pada BBL ................................................14
J. Penanganan Kejang pada BBL.......................................................15
K. Komplikasi.....................................................................................16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................17
B. Saran...............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya
yang sering terjadi pada BBL, karena kejang dapat mengakibatkan
hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau
dapat mengakibatkan sekuele dikemudian hari. Disamping itu kejang
dapat merupakan tanda atau masalah dari satu masalah atau lebih. Sekitar
70-80% BBL secara klinis tidak tampak kejang, namun secara
elektrografik masih mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal
bangkitan kejang pada BBL, angka kejadian sesungguhnya tidak
diketahui.
Meskipun demikian angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara
0.8-1.2 setiap 1000 BBL pertahun, sedang pada kepustakaan lain
menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama mengalami kejang.
Insidensi meningkat pada bayi kurang bulan sebesar 57.5-132 dibanding
bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada
kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20% pada bayi kurang
bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kejang pada BBL?
2. Apa saja jenis-jenis kejang yang sering terjadi pada BBL?
3. Apa saja masalah yang timbul oleh kejang pada BBL?
4. Apa etiologi kejang pada BBL?
5. 2
5. Bagaimana patofisiologi kejang pada BBL?
6. Bagaimana manifestasi klinik kejang pada BBL?
7. Bagaimana diagnosis kejang pada BBL?
8. Bagaimana diagnosis banding kejang pada BBL?
9. Bagaimana penatalaksanaan kejang pada BBL?
10. Bagaimana Kompilkasi kejang pada BBL?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi kejang pada BBL
2. Untuk mengetahui jenis-jenis kejang yang terjadi pada BBL.
3. Untuk mengetahui masalah yang dapat timbul oleh kejang pada BBL
4. Untuk mengetahui etiologi kejang pada BBL
5. Untuk mengetahui patofisiologi kejang pada BBL
6. Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang pada BBL
7. Untuk mengetahui diagnosis kejang pada BBL
8. Untuk mengetahui diagnosis banding kejang pada BBL
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang pada BBL
10. Untuk mengetahui Kompilkasi kejang pada BBL
6. 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi kejang pada BBL
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari
fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi
autonom sistem syaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28
hari. (Kosim, Soleh:2008)
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik
pada satu atau lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)Kejang adalah
suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas
elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena
bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus
badan dan tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
kejang yang terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari.
Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan
suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik
atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali
karena berbeda dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini disebabkan
karena ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi baru lahir.
Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi baru lahir. Pada
prinsipnya, setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung
7. 4
berulang-ulang dan periodik,harus dipikirkan manifestasi kejang. Kejang
yang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan
nutrisi otak
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menimbulkan kejang demam. Penyakit
yang paling sering menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut,
exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.
B. Klasifikasi Kejang
Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis
penyakit yang mendasari dan berat ringan penyakitnya.
1. Berdasarkan lokasi kejang
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang
fokal dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk
gerakan yang kuat dari kepala dan mata ke salah satu sisi,
pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka atau
ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan)
atau nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum,
bisa menyuluruh pada organ tubuh, dapat berlangsung bertahap
maupun bersamaan. Terkadang kejang ini tak dapat dideteksi atau
tersamar, yaitu mmiliki ciri – ciri:
a. Hampir tidak terlihat
b. Menggambarkan perubahan tingkah laku
8. 5
c. Bentuk kejang :
d. Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
e. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba
menghisap, mengunyah, menelan, menguap
f. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal,
kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata
g. Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang,
mangayuh pada anggota gerak atas dan bawah
h. Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
i. Untuk memastikan : pemeriksaan EEG
2. Berdasarkan serangan pada otot
a. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri –
ciri yang dapat diperhatikan adalah:
1) Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran
2) Dapat disebabkan trauma fokal
3) BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan
USG, pemeriksaan kepala untuk mengetahui adanya
perdarahan otak, kemungkinan infark serebri
4) Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL,
terutama bayi cukup bulan dengan BB>2500 gram
5) Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah
9. 6
secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri diikuti
kejang klonik tungkai bawah kanan
b. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau
kekakuan. Dapat terjadi pada:
1) Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal
berat
2) Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu
ekstremitas, pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi
c. Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang
tonik dan klonik.
d. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti
adanya kejutan. Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat,
gerakan menyerupai refleks moro.
e. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya
gerakan selama kejang.
3. Berdasarkan sisi otak yang terkena
a. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
10. 7
b. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan
cahaya
c. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan
pada bagian tubuh tertentu
d. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan
perilaku repetitif yang kompleks misalnya berjalan
berputar – putar
e. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan
mengunyah, gerakan bibir mecucu
f. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala
halusinasi bau, baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan
4. Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta
a. Kejang dengan demam, meliputi Kejang Demam dan non-
Kejang Demam
1) Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam
Sederhana (KDS) dan Kejang Demam Kompleks
(KDK)
2) KDS (simple febrile seizures)
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15
menit dan tidak berulang pada hari yang sama.
Tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal
11. 8
ataupun mengganggu kecerdasan. Resiko untuk
menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil
(2 – 3%). Resiko terbanyak adalah berulangnya
kejang demam, yang dapat terjadi pada 30 – 50%
anak – anak.
3) KDK (complex febile seizures )
Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi
tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau
berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari dan
resiko berulangnya kejang demam lebih tinggi dari
KDS. Untuk anak yang mengalami kelainan saraf
yang nyata, dokter akan mempertimbangkan untuk
memberikan pengobatan dengan anti kejang
selama 1 – 3 tahun.
b. Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya
disebabkan oleh: infeksi intrakranial
meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit berat akibat
dehidrasi, serangan epilepsi yang disertai demam, dan
penyakit dengan demam dan gerakan mirip kejang.Kejang
tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit
diantaranya: epilepsi (tanpa demam dan berulang),
12. 9
hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa demam,
keracunan, trauma, dan hipoksia.
C. Masalah yang Ditimbulkan
1. Kejang pada BBL sering berhubungan dengan penyakit yang berat
dan memerlukan penanganan yang lebih spesifik.
2. Kejang pada BBL sering memerlukan intervensi khusus seperti
pemberian bantuan nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan
penyakit yang bersangkutan.
3. Harus berhat-hati karena pada keadaan tertentu, kejang pada BBL
dapat mengakibatkan kelainan pada otak.
4. Kejang yang terjadi terus menerus menyebabkan hipoksia serebral
progresif, perubahan aliran darah otak, edema cerebral dan asidosis
laktat. Perubahan tersebut tampak pada pemeriksaan USG Dopler
dan spektroskopi resonansi magnetik.
D. Etiologi kejang pada BBL
Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati;
biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan
intrakranial, dan trauma susunan saraf pusat yang dapat terjadi
pada persalinan presentasi bokong, ekstrasi cunam atau ekstrasi
vakum berat
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti:
hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan
13. 10
hipernatremia. Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan
kelainan metabolisme asam amino. Kejang dengan penyebab ini
dapat terjadi 24-48 jam pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat
disebabkan adanya infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH
dan Tetanus Neonatorum.
E. Patofisiologi kejang pada BBL
Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang
akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau
depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya
depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi
karena keluarnya kalium melalui membrane sel. Untuk mempertahankan
potensial membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan
tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan
masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion
K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron
lebih tinggi daripada di luar sel, sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel
lebih rendah daripada di luar sel. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan
menyebabkan metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan
oksigen meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi
14. 11
perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran, dengan
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.
F. Manifestasi klinik kejang pada BBL
1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6. Pergerakan tidak terkendali
7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal
G. Diagnosis
Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan
urutan sebagai berikut :
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan dan kelahiran.
a. Riwayat kehamilan
1) Bayi kecil untuk masa kehamila
2) Bayi kurang bulan
3) Ibu tidak disuntik TT
15. 12
4) Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan
1) Persalinan dengan tindakan
2) Persalinan presipitatus
3) Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
1) Trauma lahir
2) Lahir asfiksia
3) Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b. Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c. Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
a. Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus,
kedipan mata proksimal, gerakan mengunyah, gerakan
otot-otot muka, timbulnya apnea yang episode, adanya
kelemahan umum yang periodik, tremor, jitterness,
gerakan klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku
b. Lama kejang.
c. Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4. Pemeriksaan laboratorium
16. 13
a. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit
darah (terutama kalsium dan magnesium), darah tepi,
punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer
TORCH
b. EKG dan EEC
c. Foto rotgen dan USG kepala
H. Diagnosis banding
1. Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang
disertai kebiruan pada tubuh bayi dan gagal napas.
2. Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir
pada kepala bayi.
3. Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan
kelainan mikrosefali.
4. Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit
dan hepatosplenomegali.
5. Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu.
I. Penatalaksanaan kejang pada BBL
1. Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar
oksigenasi terjamin. Tindakan yang dapat segera dilakukan
adalah membuka semua pakaian yang ketat. Kepala
sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi
17. 14
lambung. Bisa juga dengan memberikan benda yang dapat
digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya
jalan napas.
b. Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi,
dapat dilakukan kompres dengan air kran atau alkohol atau
dapat juga diberi obat penurun panas (antipiretik). Obat
anti kejang seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat
diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB,
BB <10kg diberikan 5mg dan BB >10kg rata-rata
pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c. Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-
obatan untuk mengatasi penyebabnya. Misalnya kejang
dikarenakan infeksi traktus respiratori bagian atas,
pemberian antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi
tersebut.
J. Penanganan kejang pada BBL
1. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak
kedinginan, suhu dipertahankan 36,5-37ᴼC
2. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir
diseputar mulut, hisung dan nasofaring
18. 15
3. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat
Bag to Mouth Face Mask oksigen 2 liter/menit
4. Infus
5. Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im
setiap 2 menit sampai kejang teratasi dan luminal 30 mg im/iv
6. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
7. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan
tetesan 60ml/kgBB/hr
8. Cari faktor penyebab
a. Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
b. Apakah mungkin bayi prematur
c. Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
d. Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
e. Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan
laboratorium untuk mencari faktor penyebab, misalnya :
darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah, kultur
darah, pemeriksaan TORCH
f. Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
g. Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
h. Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv
diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap 12 jam
i. Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2
mg/kg tiap 12 jam
19. 16
j. Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi
kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam waktu 5-10 menit .
apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-50 mg
k. Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) :
diberi infus dextrose 10%
K. Komplikasi
a. Epilepsi. Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus
temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang.
b. Retardasi. mental Terjadi pada pasien kejang demam yang
sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologis.
c. Hemiparese. Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang
lama (berlangsung lebih dari 30 menit).
d. Gagal pernapasan Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan
otot-otot pernapasan menjadi spasme.
e. Kematian
20. 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari
fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi
autonom sistem syaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28
hari. Kejang dapat timbul sebagai suatu kondisi dimana otot tubuh
berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena
abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi
loncatan – loncatan listrik di dalam sel otak.
Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi bahkan sangat sulit
membedakan dengan gerakan bayi itu sendiri. Meskipun demikian
diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat merupakan hal yang
penting, karena pengenalan kondisi yang terlambat meskipun tertangani
akan dapat meninggalkan sekuel pada sistem syaraf.
B. Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering terjadi pada
BBL dan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman
yang baik agar sebagai bidan, kita dapat menangani kejang pada BBL
dalam praktik kebidanan kelak.
21. 18
DAFTAR PUSTAKA
Handryastuti, S. (2016). Kejang Pada Neonatus, Permasalahan Dalam Diagnosis
Dan Tata Laksana. Sari Pediatri, 9(2), 112-20.
Kuntari, G. (2018). Asuhan Kebidanan Neonatus Patologi Pada By. B Umur 26
Hari Dengan Kejang Di Puskesmas Keling I Jepara (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Semarang).
Kurniawan, R., Suryawan, I. W. B., & Dewi, M. R. (2019). Hubungan Asfiksia
Dengan Kejang Pada Neonatus Di Ruang Perinatologi Dan Nicu Rsud
Wangaya Kota Denpasar. Intisari Sains Medis, 10(1).
Nurmalitasari, A., & Radityo, A. N. (2014). Faktor Ibu Dan Bayi Yang
Berpengaruh Terhadap Kejadian Kejang Pada Neonatus (Doctoral
Dissertation, Faculty Of Medicine Diponegoro University).
Puspita, A. I., & Radityo S, A. N. (2014). Faktor Prognostik Munculnya Palsi
Serebral Pada Anak Dengan Riwayat Kejang Neonatal (Doctoral
dissertation, Faculty of Medicine Diponegoro University).
Pusponegoro, T. S. (2016). Sepsis Pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari
Pediatri, 2(2), 96-102.
Syahreni, E. (2004). Rekomendasi Perawatan Terkini Dalam Penatalaksanaan
Kejang Pada Neonatus. Jurnal Keperawatan Indonesia, 8(2), 70-75.