Cerpen pendek berjudul "Nyanyian Wanita Muda di Pondok Buruh" karya Wayan Sunarta menceritakan tentang seorang gadis bangsawan Bali yang berbagi curahan hati dengan seorang hamba rendah di desa. Kisah pendek ini menggambarkan kehidupan masyarakat Bali tradisional dan masih belum banyak dianalisis.
1. BALADA SANG PUTRI DI GUBUK HAMBA
ABSTRAK
Bali ialah salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sebagian keunikan
dibanding dengan pulau lain. Sebagian keunikan tersebut dikisahkan oleh Wayan
Sunarta lewat cerita pendek yang bertajuk Balada Si Gadis Di Gubuk Hamba.
Balada Si Gadis Di Gubuk Hamba merupakan cerpen yang berisi cerita tentang
orang- orang perkasa, tokoh pujaan, ataupun orang- orang yang jadi pusat
atensi. Wayan banyak sekali menulis balada tentang orang- orang tersisih, yang
oleh penyairnya diucap" orang- orang tercinta". Nah, tujuan dari cerpen ini,
kalau si gadis memiliki sisi kelam selaku anak jadah, lalu curhat pada tokoh
hamba dalam cerpen. Mengenang kembali cerita dikala si pujangga sempat
merajut asmara dalam‘ syair yang tergores di daun lontar. Tokoh hamba merasa
rendah buat berbagi asmara dengan si gadis.
Kata Kunci : Balada, Cerpen, Bali, Wayan Sunarta
ABSTRACT
Bali is one of the islands in Indonesia which has some uniqueness compared
to other islands. Some of this uniqueness is narrated by Wayan Sunarta through a
short story entitled The Ballad of the Girl in the Servant's Hut. The Ballad of The
Girl in the Servant's Hut is a short story that contains stories about mighty
people, idol figures, or people who are the center of attention. Wayan has written
a lot of ballads about marginalized people, which the poet calls "beloved ones".
Well, the purpose of this short story, if the girl has a dark side as a bad boy, then
confide in the servant character in the short story. Reminiscing about the story
when the poet had time to knit romance in a poem etched on palm leaves. The
servant character feels inferior to share romance with the girl.
Keywords: Ballad, Short Story, Bali, Wayan Sunarta
Nama : Nur Armaya Ummah. A
NIM : 210501501060
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu
Kelas : PBSI D 21
Dosen Pengampu : Dr. Abdul Aziz S. Pd., M. Pd.
Program Studi : Pend. Bhs. & Sastra Indonesia
Fakultas : Bahasa dan Sastra
2. PENDAHULUAN
Wayan Jengki Sunarta atau yang sering disapa Bung Jengki kembali
melahirkan anak sulungnya. Dilahirkan ke dunia di Denpasar (Bali) 22 Juni 1975.
Alumni Ilmu Sosial Manusia, Tenaga Sastra, Perguruan Tinggi Udayana (1994-
2000). Pengalaman penelitian lukisan di ISI Denpasar (2002-2003). Mulai
mengarang syair pada pertengahan 1990-an. Sejak saat itu, ia masuk ke dalam
penyusunan tulisan ekspresif, cerita pendek, highlight, artikel/postingan karya dan
budaya, analisis/percakapan seni ekspresif, dan buku. Wayan Sunarta telah
kembali mengirimkan kumpulan cerpen terbarunya, Yang Menikahi Keris, yang
berisi 17 kisah singkat, salah satunya adalah cerpen berjudul Nyanyian Wanita
Muda di Pondok Buruh.
Number of The Young Lady in the Worker's Cabin adalah cerita pendek
yang berisi anekdot tentang orang kuat, tokoh simbol, atau orang yang menjadi
pusat perhatian. Wayan telah menciptakan banyak lagu tentang individu-individu
yang diperkecil, yang penulis sebut sebagai "orang-orang yang disayang".
Ragam cerpen cerdas ini didahului oleh Damhuri Muhammad, seorang
penulis dan esais cerpen, dan lulusan Pascasarjana Cara Berpikir Perguruan
Tinggi Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Dalam kata pengantarnya yang berjudul
Nada Terdekat dan Subyek dengan 2 Wajah, Damhuri mengatakan bahwa
beberapa cerita pendek yang terdapat dalam kumpulan Lagu Anak Muda Di
Gubuk Worker karya Wayan Sunarta, disampaikan kepada bidang kekuatan untuk
dikreasikan dengan memperhatikan nada-nada lingkungan. , khususnya wilayah
Bali, yang memang tak ada habisnya, sebuah sumur tanpa dasar yang pada
umumnya harus dimasuki oleh para pengrajin, termasuk para cendekiawan.
Menulis adalah bagian yang tidak bisa dibedakan dari kehidupan orang Bali.
Untuk itu ada anggapan bahwa hanya dengan berkonsentrasi pada tulisan bisa saja
seseorang benar-benar menguasai kehidupan sosial masyarakat Bali. Keahlian
ilmiah yang penting bagi budaya, rutinitas sehari-hari yang konsisten dan
terpelihara dalam keberadaan individu Bali, dan terus berkembang seiring
kemajuan dan perkembangan zaman dengan praktis tidak terkontraksi tanpa henti
pentingnya adat-istiadat sosial yang telah dipasang dari satu usia ke yang lain.
Adat seni merupakan salah satu jenis imajinasi sosial di Indonesia, yang
sebenarnya terbawa dalam aktivitas masyarakat. Demikian pula dengan karya tulis
yang berbeda, tulisan Indonesia menjadi lisan dan dicatat sebagai hard copy.
Dalam perkembangan dan perkembangannya, tulisan Indonesia masih sangat
dipengaruhi oleh tulisan dari barat atau timur. Jadi tulisan Indonesia mengandung
makna semua karya seni yang memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai wahana
korespondensi dan mengandung inovasi tentang keberadaan warga. Untuk
strukturnya, tulisan Indonesia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu (1) tulisan sebagai
bait dan (2) tulisan sebagai komposisi. Karya tulis sebagai komposisi dapat
dipisahkan menjadi 3 struktur, yaitu (1) cerita pendek (brief tales), (2) buku atau
sentimen, dan (3) pertunjukan.
3. Saat ini kehidupan seni di Bali sangat sepi. Banyak variabel yang
menyebabkan hal seperti ini, antara lain berkurangnya pertimbangan membaca di
kalangan warga karena dampak luasnya komunikasi akibat globalisasi, tidak
adanya kepedulian masyarakat terhadap pembelian karya tulis, dan minimnya
tenaga pendidik yang mengacu pada hal-hal tersebut. siswa untuk membaca
dengan teliti karya abstrak.
Tampaknya kenyataan yang disebutkan sebelumnya tidak menyurutkan
keinginan untuk akhir-akhir ini membuat karya seni di antara pencipta tertentu.
Hal ini ditunjukkan dengan dibagikannya cerita pendek berjudul "Melodi Nona
Muda di Pondok Buruh" yang ditulis di Bali oleh seorang penulis asal Bali,
Wayan Jengki Sunarta.
Sampai saat ini, penelitian terhadap karya abstrak sangat jarang dilakukan.
Kisah singkat ini belum tergerak oleh tangan para analis dengan cara apa pun.
Kisah singkat ini sangat menarik untuk menjadi bahan pertimbangan penulis
karena ternyata di masa lambatnya pertimbangan para sarjana abstrak masih ada
jenis jurnalis yang membuat karya seni yang sangat menarik untuk disimak.
Selanjutnya gelar tersebut merupakan salah satu nama banjar yang ada di daerah
Bali. Hal ini menarik pertimbangan pencipta untuk mencoba membedah sisi kecil
sebagai awal penelitian.
Eco mengembangkan lebih lanjut hipotesis yang berhubungan dengan umur
kode dan unsur-unsur dengan mengacu pada hipotesis Penetrate. Hipotesis eko
semiotik memperhatikan hipotesis sosial umum. Dia berpendapat bahwa
semiotika sebagai ilmu khawatir tentang cakupan yang luas dari artikel,
kesempatan, semua tanda budaya sebagai elemen. Eco merasa bahwa semua
budaya harus dikonsentrasikan sebagai kekhasan informatif mengingat susunan
kualitas. Budaya dapat dilihat lebih hati-hati jika dilihat menurut perspektif
semiotik. Akibatnya, semiotika mengkhawatirkan semua siklus sosial, misalnya
interaksi korespondensi (Eco, 1979: 22).
Kualitas untuk Eco adalah segala sesuatu yang benar-benar dapat
mengambil kendali atas sesuatu yang berbeda. Suatu hal tidak perlu terus menerus
ada kebenarannya diberitahukan pada saat komponen mengatasinya. Kualitas
tidak hanya membahas sesuatu yang berbeda tetapi harus diuraikan. Melalui
pemahaman ini, kita perlu membuat makna yang tak terbatas. Karakteristik terus-
menerus terhubung ke petunjuk yang berbeda. Dengan cara ini, dia tidak bisa
tetap menyendiri tetapi harus terhubung dengan wacana, membaca, pengaturan,
dan kemampuan situasionalnya.
Kualitas berada pada tingkat dasar yang dibawa ke dunia melalui kode.
Kode menghubungkan bidang artikulasi bahasa dengan substansinya. Oleh Eco ini
dikenal sebagai nama kode. Kode ini bersifat dinamis dan memiliki pengaturan.
Untuk situasi ini, latar dicirikan sebagai kehidupan yang ramah dan sosial.
Dengan demikian, bagi Letche dalam Nursa' adah (2006:23) tanda tidak akan
signifikan tanpa kode. Dengan adanya kode, memungkinkan pengenalan
pengaturan tanda sebagai kesempatan substansial dalam korespondensi (Faruk,
4. 1999:11). Ada juga pengaturan kode untuk Eco yang mencakup 4 hal. Pada
awalnya, standar kombinasi tanda di dalam juga disinggung sebagai kerangka
sintaksis. Kedua, aransemen tersebut menggantikan pokok-pokok substansi yang
dapat disampaikan yang disinggung sebagai kerangka semantik. Ketiga, kondisi
menggantikan desain reaksi spesifik yang memberikan potongan informasi
dengan asumsi pesan diterima secara akurat. Keempat, penataan konvergensi
antara kerangka sintaksis dengan kerangka kerja yang berbeda.
Ada juga pentingnya kualitas, untuk Eco itu benar-benar bergantung pada
kapasitas kemandirian individu untuk menaklukkan standar supra individu (nilai
dan standar dalam budaya yang memahami cara manusia berperilaku). Dengan
cara ini, orang-orang yang berperan sebagai penerjemah atribut dan memberikan
implikasi dapat diandalkan dalam kontak dengan wilayah sosial-sosial mereka.
Dalam hipotesis semiotik Eco, kode sosial mengingat pemeriksaan semiotik
untuk kerangka harga diri, jadwal, kebiasaan, tipologi sosial, model sosial, model
asosiasi sosial, kerangka hubungan keluarga, hingga jaringan korespondensi dari
pertemuan penduduk tertentu.
Eco (2009: 7) mengatakan kalau semiotika berkaitan dengan seluruh perihal
yang bisa dimaknai selaku sesuatu isyarat. Suatu ciri merupakan seluruh suatu
yang bisa dilekati( dimaknai) selaku pengganti buat suatu yang lain. Teori
semiotika merupakan kalau ciri yang diartikan merupakan suatu satuan kultural
(Eco dalam Benny 2011: 25).
Dalam Bahasa semiotik asalnya dari bahasa Yunani, ialah semeion, yang
berarti ciri. Ciri itu sendiri membentang di kehidupan, semacam halnya pada
gerak isyarat, lampu kemudian lintas, sesaji dalam upacara perkawinan, serta lain-
lain. Puji Santosa (1993: 2) melaporkan kalau semiotik berasal dari bahasa inggris
semiotes. Setelah itu bagi Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
serta Pedoman Pembuatan Sebutan (Pusat Bahasa) kata semiotes berganti jadi
semiotik ataupun semiotika. Semiotik merupakan ilmu yang berupaya
menanggapi persoalan apakah yang diartikan dengan X? X bisa berbentuk apapun
baik berbentuk kata ataupun isyarat, sampai totalitas komposisi musik ataupun
film (Marcel Denesi, 2010: 5). Semiotik bisa dikatakan ilmu yang
merepresentasikan arti dari X yang diwujudkan dalam wujud Y, hingga analisis
semiotik hendak jadi jembatan yang menguak ikatan kalau X sama dengan Y.
Dalam novel logis Media Perusing oleh Sobur, Alex (2001) Umberto Eco
melaporkan bahwa semiotika adalah elemen konveksi sosial di mana atribut ini
dapat dikembangkan pada orang yang sebenarnya yang dianggap sebagai gejala
dan analitik infersal. Fiske berpendapat bahwa referensi dalam jiwa klien,
hubungan antara tanda dan artikel adalah pentingnya pemikiran dalam individu
adalah perubahan kata. Ada 9 semiotika yang unik, yaitu:
1. Semiotika logis adalah kerangka kerja yang menganalisis suatu citra dan
atribut yang menyinggung suatu item tertentu.
2. Penggambaran semiotik merupakan elemen kerangka yang mampu dimiliki
saat ini.
5. 3. Semiotika dasar adalah kerangka elemen semiotik yang diciptakan oleh
makhluk hidup
4. Semiotika sosial adalah kerangka semiotika elemen yang dapat
memperhatikan kualitas dalam cara hidup warga.
5. Semiotika regular adalah semiotika yang memperhatikan sifat-sifat yang
diciptakan dari alam
6. Semiotika cerita adalah kerangka elemen yang dibentuk dari legenda dan
cerita
7. Semiotika sosial adalah susunan atribut yang disampaikan oleh orang-orang
yang membentuk suatu citra
8. Semiotika Regulerisasi adalah semiotika yang memperhatikan merek dagang
pada orang.
9. Semiotika primer, adalah semiotika yang merangkum suatu unsur.
Bagi Eco (Sobur: 2001) ada 2 cara berbeda dalam membedakan semiotika,
khususnya:
1. Semiotika korespondensi: pembentukan kualitas yang menggarisbawahi
hipotesis atribut, bagian dari korespondensi termasuk penerima, menyoroti
kerangka, pesan, saluran, pengirim, dan referensi.
2. Semiotika kepentingan: berfokus pada rangkaian pengakuan dan
korespondensi. (Sobur: 2006)
Bagi Kaelan, semiotika Umberto Eco adalah semiotika kontemporer yang
mengkoordinir spekulasi semiotika terlebih dahulu. Semiotika Umberto Eco akan
menjadi semiotika yang memiliki orang pilihan yang menyeluruh. Sejalan dengan
itu, semiotika Umberto Eco memeriksa sesuatu secara lebih mendalam. Yang
tersirat adalah semiotika kepentingan dan korespondensi. (Kaelan, 2009)
Stephen W. Littlejohn dalam bukunya Hypotheses of Human
Correspondence menetapkan Umberto Eco sebagai master semiotik yang
membuat hipotesis yang sangat jauh jangkauannya dan kontemporer tentang
kualitas penimpaan. Bagi Littlejohn, hipotesis Eco penting karena ia memasukkan
spekulasi semiotik terlebih dahulu dan mengambil semiotika secara lebih
mendalam. (Sobur, 2013)
Eco berpikir pekerjaan ahli semiotika mirip dengan menyelidiki hutan, dan
harus fokus pada perubahan kerangka komponen. Ini adalah dorongan utama
untuk mengubah ide karakter dengan ide penggunaan komponen. Sesuatu
"Tentang artikulasi" dapat dikaitkan dengan "Tentang puas" yang unik. Dalam
edisi bahasa Inggris untuk kata plane, Eco melihat 3 implikasi dari kualitas:
"woodworker's gear", "land", dan "plane". menganggap bahwa "sebuah komponen
jelas bukan substansi semiotik yang tidak dapat diperdebatkan, melainkan tempat
berkumpulnya komponen otonom (yang berasal dari 2 kerangka kerja unik dari 2
level berbeda dan bertemu di atas dan di bawah ikatan pengkodean)".
Kerangka sintaksis untuk Eco (1979: 38) adalah kerangka kerja yang terbuat
dari sekelompok faktor terbatas yang diatur secara berlawanan dan diwakili oleh
keputusan campuran yang dapat membuat komponen terbatas dan tidak terbatas
6. bergabung. Perlawanan dapat berupa perlawanan dasar (tempat dan waktu),
perlawanan para tokoh, perlawanan terhadap pemikiran-pemikiran yang mereka
kemukakan.
Apabila mau menganalisis karya sastra selaku pendekatan semiotik, hingga
tidak boleh meninggalkan aspek kebahasaannya selaku pembuat karya sastra serta
pencipta maknanya. Buat lebih menguasai kajian semiotik dengan memakai teori
Umberto Eco.
Sebelum berkonsentrasi pada pendekatan investigasi primer turun temurun,
eksplorasi ini harus berkonsentrasi pada sudut-sudut yang mendasari yang
terkandung dalam sebuah cerita singkat terlebih dahulu dengan alasan bahwa
sudut pandang utama dapat memahami bagaimana cerita diuraikan, dijalin
menjadi komponen tersendiri oleh Wayan Sunarta, untuk bekerja dengan
penggambaran pembaca atau gambar diuraikan oleh Wayan Sunarta. Wayan
Sunarta dengan mencermati kejujuran keterbukaan dalam cerita-cerita singkat.
Tujuannya adalah untuk memahami apa yang terkandung dalam cerita pendek
yang dibuat. Strukturalisme dapat dilihat sebagai salah satu metodologi abstrak
yang melakukan penyelidikan hubungan antara blok-blok struktur karya ilmiah
yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005: 36-37). Dengan demikian, penyelidikan
yang mendasar berarti menggambarkan secermat mungkin pemanfaatan dan
keterkaitan antar komponen karya ilmiah yang secara bersama-sama menjadi satu
kesatuan (Nurgiyantoro, 2005: 37). Untuk situasi ini, penulis perlu berkonsentrasi
pada subjek, penggambaran, setting, dan perjuangan. Jika tidak ada keterkaitan
antara unsur-unsur dalam sebuah cerita pendek, cerita tersebut akan
membingungkan pembacanya. Hal-hal yang perlu penulis terangkan melalui
karya-karya ilmiah lebih suka tidak sampai pada kepribadian para pembacanya.
Setelah dikonsentrasikan terlebih dahulu, maka setiap komponen dalam sebuah
karya seni dapat dikenali keterkaitan antarkomponennya, sehingga lebih mudah
untuk melakukan penelitian melalui cara yang logis untuk menghadapi
strukturalisme yang turun-temurun.
Dalam menyusun postingan ini, pencipta berencana untuk menggunakan
hipotesis strukturalisme turun temurun karena dengan melihat landasan pencipta
yang berasal dari Bali, yang hidup dengan sosial, sosial, dan gaya hidup Bali, ia
dapat dengan jelas menggambarkan keberadaan orang Bali. individu dengan objek
karya ilmiahnya, berbagai cerita pendek, Yang Menikahkan Keris. . Selanjutnya,
judul dalam postingan ini adalah Strukturalisme Keturunan dalam Ragam Cerpen
dari Jumlah Nona Muda di Pondok Buruh Karya Wayan Sunarta.
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak kualitas sosial di setiap
kabupaten. Berbagai distrik memiliki dialek provinsi yang berbeda, gerakan
teritorial, keyakinan terdekat tentang hal-hal atau legenda, hidangan luar biasa,
7. pakaian tradisional, dll. Budaya ada sejak diturunkan dari satu zaman ke zaman
lain dan terus dibangkitkan hingga saat ini. Kebudayaan adalah segala sesuatu
yang dipelajari dan dibagikan secara sosial oleh individu-individu dari daerah
setempat. Bagi humaniora, budaya adalah semua kerangka pemikiran dan
perasaan, kegiatan, dan karya yang disampaikan oleh manusia dalam aktivitas
publik, yang dijadikan miliknya dengan belajar (Sudarma, 2009: 27).
Bali adalah salah satu pulau di Indonesia yang berkali-kali dikunjungi oleh
wisatawan asing. Budaya Bali menjadi daya tarik yang fenomenal bagi para
pelancong, misalnya candi-candi yang membuat Bali dinobatkan sebagai pulau
1000 candi, ukiran yang biasa untuk bangunan Bali, pameran tari, dll. Salah satu
karya dari Bali adalah tulisan. Salah satu penulis esai Bali adalah Wayan Sunarta
yang telah mengarang beberapa cerita pendek dengan topik dan landasan budaya
dan aktivitas masyarakat Bali dalam berbagai kumpulan cerita pendek Yang
Menikahi Keris. Wayan Sunarta adalah seorang pengarang cerita pendek yang
dibesarkan di Bali. Wajar jika Wayan Sunarta menggambarkan cara hidup dan
kehidupan masyarakat Bali.
Kisah singkat ini merupakan salah satu karya seni yang dikenang untuk
kelas komposisi. Dongeng singkat merupakan kesan dari pikiran kreatif pencipta
dan kesan terhadap hal-hal yang dekat dengan pencipta. Cerpen merupakan salah
satu sarana bagi pencipta untuk menyampaikan pemikirannya secara kompak,
kental, dan menggambarkan untuk sisa cerita. Dongeng singkat adalah cerita
tentang 17 quarto taman dalam ruang rangkap, tebal, lengkap, memiliki
solidaritas, memiliki satu efek dan selesai (Santosa dan Wahyuningtyas, 2010: 3).
Dongeng singkat dapat digambarkan sebagai sebuah karya bebas yang merupakan
kesan dari pikiran kreatif penulis, cerpen merupakan salah satu media yang dapat
menyampaikan kesan pikiran kreatif penulis kepada pembacanya.
Kesan pikiran kreatif akan terlihat indah jika pembaca bisa mendapatkan
pemikiran yang direncanakan oleh pencipta. Pikiran penulis bisa sangat ditangkap
oleh pembaca jika strategi penyampaiannya mudah. Agar pembaca dapat
mendominasi karya abstrak secara efektif, diperlukan bahasa yang lugas dan
dijelaskan secara sederhana. Wayan Sunarta adalah salah satu penulis cerita
pendek di Indonesia yang dapat menuangkan pemikirannya dengan baik melalui
media karya seni.
Penggunaan bahasa lambang yang diambil dari alam akan memudahkan
siswa dalam membedah syair. Gambar biasa sangat dekat dengan alam semesta
siswa, selalu bersentuhan dengan alam sehingga penggambaran siswa pada
gambar biasa yang digunakan oleh penulis tidak akan sulit untuk diuraikan.
Pemeriksaan hermeneutik tidak akan sulit dilakukan dengan memanfaatkan
metodologi mimesis yang dikemukakan oleh Abrams. Metode mimesis
memungkinkan siswa untuk menggunakan kata-kata yang mendekati rutinitas
mereka untuk menafsirkan bahasa gambar yang dilacak dalam cerita pendek.
Dalam cerita pendek Balada Si Gadis Di Gubuk Hamba yang kental hendak
tradisi anak wanita tunggal serta perkawinan, hingga perkara sosial yang
8. dikontekstualisasikan merupakan perkara tradisi serta perkawinan. Dalam perihal
tersebut, tokoh saya serta perkara dirinya yang ialah anak tunggal dari suatu
keluarga kaya yang merindukan anak pria. Cerita pendek Balada Si Gadis Di
Gubuk Hamba menggambarkan tentang nyentana, suatu keluarga yang tidak
dikarunia anak lelaki, terpaksa memohon anak perempuannya buat mencari“
sentana”, seseorang lelaki sehabis menikah hendak tinggal di rumah seseorang
wanita. Posisi lelaki selaku wanita, lelaki yang dipinang. Nyentana di Bali ialah
sesuatu perihal yang sebisa bisa jadi dihindari oleh lelaki, sebab dikira tidak
memiliki harga diri, memalukan keluarga, serta sebagainya.
Pandangan hidup Wayan Sunarta dalam cerita pendek Balada Si Gadis di
Gubuk Hamba merupakan pandangan hidup budaya serta politik. Perihal tersebut
nampak pada karya- karyanya yang sebagian menggambarkan tentang kehidupan
warga Bali. Kehidupan warga dekat tempat dia bertumbuh serta tumbuh pula
pengaruhi ideologinya. Wayan Sunarta ialah sastrawan yang menyayangi
kebudayaan Bali. Selaku sastrawan yang menyayangi kebudayaan Bali hingga
Wayan Sunarta merasa harus memperkenalkan kebudayaan tersebut kepada
masyarkat luar Bali. Wayan Sunarta memilah media tulis selaku penghubung
antara ideologinya dengan pembaca biar pembaca gampang menguasai serta terus
menjadi banyak masyarkat Indonesia spesialnya Bali yang bangga terhadap
kebudayaan Bali. Wayan Sunarta pula mengatakan cerita- cerita serta kebudayaan
Bali yang tidak dikenal oleh mayoritas warga.
Pada cerita pendek Balada Si Gadis di Gubuk Hamba Wayan Sunarta
memakai latar tentang kehiduapan warga Bali. Wayan Sunarta bisa
menggambarkan menimpa latar sosial, budaya, serta politik yang terjalin di Bali
sebab dia lahir serta besar di Bali. Dia betul- betul menguasai menimpa kehidupan
warga Bali. Selaku sastrawan Bali Wayan Sunarta merasa berkewajiban buat
mengatakan hal- hal yang belum dikenal oleh warga luar Bali lewat karya sasatra.
Warga Bali kerap berhubungan dengan para turis dari luar negara serta
dalam negara. Interaksi- interaksi tersebut tidak membuat warga Bali melupakan
ritual serta tradisinya. Ritual serta tradisi yang dibahas pada kumpulan cerita
pendek Wanita yang Mengawini Keris ialah nyentana, ngaben, serta sebagian
sapaan yang khas pada warga Bali.
Melihat penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa pemikiran realitas
pencipta meliputi hubungan antara latar sosial dalam cerita pendek dengan latar
sosial asli serta hubungan antara landasan sosial-sosial pencipta dengan karya
ilmiah. Perspektif pencipta terhadap kehidupan atau perenungan akan
menimbulkan alam semesta pemikiran pencipta, dengan alasan bahwa realitas
pencipta yang diyakini dibuat dari pertimbangan pencipta setelah ia bersentuhan
dengan pertimbangan perkumpulan pencipta. Isu-isu yang terkait adalah bentuk
buruk, kesalahan, landasan sosial, status pencipta dan cara pandang pencipta
tentang kehidupan yang harus dilihat dari latihan yang berbeda dalam karya
ilmiah.
9. B. Tafsiran Data
Bahasa yang digunakan dalam cerpen karya Wayan Sunarta lumayan puitis,
sebab sangat puitis sampai konflik serasa jadi jasad (kaku serta mati). Karya ini
ialah serentetan syair yang tergabung dalam gerbong puisi dengan lokomotif
cerpen. Secara tematik yang tertangkap merupakan suatu epilog asmara dari
seoarang mantan pujangga istana yang mengasingkan diri, serta secara seketika
dikunjungi seseorang gadis dari istana( apakah pacarnya? kayaknya belum jadi
pendamping pacar. Tidak terdapatnya tujuan implisit si gadis buat menemui
hamba (tokoh utama dalam cerita yang tanpa disebutkan nama) serta tiba buat
apa? Apakah mau berjumpa dengan pujangga buat curhat, meringik, mengatakan
derita hidup, ataupun memanglah sebab rindu? (Judul cerpen dinaikan bersumber
pada alibi ini).
Nah, tujuan dari cerpen ini, kalau si gadis memiliki sisi kelam selaku anak
jadah, lalu curhat pada tokoh hamba dalam cerpen. Mengenang kembali cerita
dikala si pujangga sempat merajut asmara dalam‘ syair yang tergores di daun
lontar. Tokoh hamba merasa rendah buat berbagi asmara dengan si gadis. Yah,
dari pada tertekan sebab cinta tidak terseampaikan lebih baik sendirian. Secara
tidak terduga si gadis tiba ke gubuk‘ hamba’, dengan lembut si gadis beserta
pasukan angsa putih tiba menemui pujangga yang dahulu sempat buatnya
terpesona. Buat mengutarakan kalau dirinya bukan apa- apa, serta cuma seseorang
gadis dari ikatan tidak formal.
Wujud gadis yang cenderung‘ overacting’, melankolis, penuh retorika hidup
serta bisa jadi jatuh hati pada tokoh hamba yang kesannya dipaksakan. Berat
sekali menguasai cerpen ini buat menangkap jalur ceritanya. Plotnya penuh
dengan firasat berbau filsafat, serta terkesan menyentak dikala membaca curhat si
gadis pada sang hamba kalau dirinya anak jadah. Nelangsa merupakan segmen
yang sukses aku ungkap dari cerita ini.
Terdapat sebagian rentetan kata yang membentuk kalimat yang betul- betul
diperhatikan. Mecoba menguasai arti Semacam : “Hamba terpana pesona di
hadapan hamba”, kalimat ini agak rancu. serta jauh dari takaran cerita, walaupun
keelokan rangkaian kata lumayan memegang hati (puitis).
Konflik yg mau dibeberkan penulis, pasti saja konflik batin sang pujangga.
Semacam yg tertuang dlm kalimat:“…betapa manusia sejatinya ditakdirkan
hadapi kesunyian serta kesepian.” Cenderung kokoh dibahasa( puitis), kokoh
diawal serta klimaks, tetapi lemah di ending, malah terdapat yang endingnya datar
saja, serta terdapat yang endingnya sangat dipaksakan. pengarang bukan menuju
pada dramatis ataupun tidak, alur tipis ataupun kaya, ending menggigit ataupun
terpaksa. Tetapi pada kesederhanaan serta kepuitisan. Hingga bacalah dengan
kesederhanaan/ keawaman, hingga nikmatnya hendak terasakan.
Secara konvensional, tiap-tiap terdapat pola serta sistemnya. Puisi
merupakan ungjkapan batin seseorang penulis dengan bahasa yang indah,
misalnya. Prosa merupakan cerita pendek ataupun panjang yang ditulis bersumber
pada alur, plot serta yang lain. Serta esai merupakan tulisan komentar seorang
10. menimpa sesuatu perihal. Prosa yang di tulis dalam wujud puisi merupakan Prosa
Liris.
Jadi, karya “Balada Si Gadis di Gubuk Hamba” ditulis dalam wujud prosa
liris. Novel Pengakuan Pariyem Linus Suryadi Ag, pula ditulis dalam wujud prosa
liris. Seno Gumira Adjidarma, pula menulis novel dalam wujud prosa liris. Dalam
sebagian tahun terakhir ini sebagian penyair menulis puisinya dalam wujud prosa
liris. Serta masih banyak contoh yang lain.
Serta “Balada Si Gadis di Gubuk Hamba” tidak hanya ditulis dalam wujud
prosa liris, berupaya mengangkut cerita bukan cuma hanya menceritakan
(mengangkut peristiwa ke dalam cerita, misalnya). Melainkan jadi suatu dongeng.
Serta inilah lagi- lagi salah satu tradisi Kompas, merupakan mengangkut nilai-
nilai lokal sesuatu wilayah.
KESIMPULAN
Wayan Sunarta ialah sastrawan yang lahir serta besar di Bali. Selaku
sastrawan asli Bali Wayan Sunarta merasa berkewajiban buat memperkenalkan
budaya lokal Bali lewat karya sastra. Salah satu karya wayan Sunarta yang terbit
ialah kumpulan cerita pendek Balada Si Gadis di Gubuk Hamba.
Cerita dalam kumpulan cerita pendek Balada Si Gadis di Gubuk Hamba
berlatarkan kehidupan warga Bali. Pada kumpulan cerita pendek tersebut
menggambarkan menimpa konflikkonflik sosial yang sempat terjalin di Bali,
mengunakan nama tokoh yang khas dengan warga Bali, kehidupan warga Bali,
serta hal- hal yang terjalin di Bali.
Lewat cerita yang ada dalam kumpulan cerita pendek Balada Si Gadis di
Gubuk Hamba Wayan Sunarta bisa menarangkan menimpa kehidupan warga Bali
dan ritual serta tradisi yang terjalin di Bali. Ceritacerita tersebut bisa menaikkan
pengetahuan warga luar Bali menimpa kehidupan warga Bali, menimpa ritual
serta tradisi Bali, serta peristiwa sejarah yang sempat terjalin di Bali. Cerita
pendek memanglah ialah hasil imajinasi namun dalam cerita pendek ada unsur-
unsur perihal yang nyata. Hal- hal yang nyata tersebut jadi inspirasi untuk Wayan
Sunarta buat mengembangkannya dalam suatu cerita pendek. Selaku sastrawan
Bali wayan Sunarta berkeinginan mengantarkan kebudayaan Bali yang tidak bisa
diwakilkan oleh puisi. Wayan Sunarta memilah cerita pendek selaku media buat
mengantarkan kebudayaan Bali memalui bidang sastra.
Konsep Wayan Sunarta dalam menyampaikan sisi positif dari wawasan
yang dekat dalam karyanya tidak bisa dilepaskan dari keadaan penduduk saat ini
yang masih diwarnai oleh self-important, status design, dan kelas sosial.
Kecerdasan lingkungan yang dihadirkan oleh pencipta Wayan Sunarta tidak hanya
berjalan sebagai tempelan sosial, tetapi juga menunjukkan unsur-unsur yang
mempersilakan penduduk untuk membanjiri, menghasilkan energi penghuni yang
tersimpan dalam menjaga kualitas sosial di sekitar dan melindungi kawasan.
11. Mencermati aktivitas pengarang Wayan Sunarta dan karya-karya yang
dibawakannya, khususnya dalam kisah singkat yang banyak menyampaikan
kekhasan sosial daerah dan wawasan sekitarnya, diyakini para penonton dan pakar
akan lebih banyak membaca karya seni, di Alasan bahwa melalui karya-karya
abstrak banyak kelebihan kecerdasan yang berharga untuk pembentukan karakter.
DAFTAR PUSTAKA
Sobur, A. (2013). Semiotika Komunikasi (cetakan kelima). Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Kaelan (MS). (2009). Filsafat Bahasa, Semiotika dan Hermeneutika. Paradigma.
Sobur, A. (2006). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis
Wacana. Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Piliang, Y. A., & Adlin, A. (2003). Hipersemiotika: tafsir cultural studies atas
matinya makna. Jalasutra.
Permata, E. D. (2015). Ritual Dan Tradisi Masyarakat Bali Dalam Kumpulan
Cerita Pendek Perempuan Yang Mengawini Keris Karya Wayan Sunarta:
Suatu Pendekatan Strukturalisme Genetik. Publika Budaya. Volume 1 (1)
Desember 2015.
Setiyoningrum, A. (2020). Analisis Semiotika Umberto Eco Perbandingan Cover
Majalah Tempo Edisi Jokowi Dan Anies Baswedan (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).
Hendrawan, A., & Yulianti, R. (2018). Nilai-nilai Dakwah Islam Dan Budaya
Sunda Dalam Wayang Golek Pada Tokoh Astrajingga Lakon Cepot Kembar
(Analisis Semiotika Umberto Eco). Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 3(10), 16-29.
Esy Widyanti Putri, E. W. P. (2017). Analisis Teks Cerita Pewayangan Wahyu
Cakranigrat Kajian Semiotika Komunikasi dan Relevansi dengan
Pendidikan Karakter Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di
SMA (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO).
Wulandari, S., & Siregar, E. D. (2020). Kajian Semiotika Charles Sanders Pierce:
Relasi Trikotomi (Ikon, Indeks Dan Simbol) Dalam Cerpen Anak
Mercusuar Karya Mashdar Zainal. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 4(1), 29-
41.
Sari, F. (2013). Konsep Nrima Pada Novel Pengakuan Pariyem: Kajian Semiotika
Umberto Eco. Jurnal Sastra Indonesia, 2(1).
12. Damru, M. A. (2011). Erotisme dalam kumpulan cerpen djenar maesa ayu jangan
main-main (dengan kelaminmu): sebuah tinjauan semiotika.
Sriyono, S., Siswanto, S., & Lestari, U. F. R. (2015). Kode-kode budaya dalam
sastra lisan Biak Papua. ATAVISME, 18(1), 75-89.