PPT ini mencakup pembahasan tentang arti kognisi, aspek kognisi, pentingnya pengembangan kognitif, faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, klasifikasi pengembangan kognitif, dan teori pengembangan kognitif Piaget & Vygotsky
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
Â
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
PPT ini mencakup pembahasan tentang arti kognisi, aspek kognisi, pentingnya pengembangan kognitif, faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif, klasifikasi pengembangan kognitif, dan teori pengembangan kognitif Piaget & Vygotsky
Laporan Perkembangan Perilaku Anak Usia 4-6 Tahun - Dewinta SusantiSchool
Â
A Latar Belakang
Banyak orang menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan itu sama, akan tetapi pada dasarnya keduanya berbeda. Meskipun memiliki hubungan yang saling terkait, keduanya dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri dengan sendirinya. Dalam ilmu psikologi yang menjadi objek di dalamnya adalah perkembangan manusia sebagai pribadi (sebagai perilakunya). Pada hakikatnya perkembangan adalah suatu perubahan psikologis atau mental yang dialami oleh suatu individu dalam proses menuju kedewasaan. Selain itu faktor lingkunganpun sangatlah berpengaruh terhadap perilaku perkembangan atau perilaku seorang anak karena dengan itulah baik buruknya seseorang dapat ditentukan oleh bawaan atau lingkungan tersebut.
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
Â
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan âaturanâ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
ppt melawan bullying ini membantu kita dalam lebih merngkas dari isi materi yang mungin sangat banyak untuk kita pelajari. sehingga akan lebih praktis dalam mempelajarinya.
Perbedaan evaluasi formatif dan sumatif berdasarkan referensi berikut:
Fitzpatrick, J. L., Sanders, J. R., Worthen, B. R. Program evaluation: Alternative approaches and practical guidelines (4th ed.). Boston: Pearson
Peran Orangtua sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Demikian juga halnya peran orangtua terhadap pendidikan anak. Presentasi sederhana ini mengupas tentang Peran Orangtua terhadap pendidikan anak di Sekolah Dasar. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.
Presentasi ini dibuat oleh Rahmat Miftah. Guru PLKJ di SMP IHBS sekaligus sebagai LITBANG. Belajar gaya bajak laut, membuat saya bersemangat untuk mengenal ilmu pengetahuan lebih luas melalui sumber belajar yang bernama Internet..
Teori teori perkembangan moral (piaget & kohlberg)Rima Trianingsih
Â
I. Perkembangan Moral Menurut Jean Piaget
Perkembangan moral dapat pula dipahami melalui pendekatan kognitif. Piaget (dalam Slavin, 2006:51) bahkan mempercayai bahwa struktur kognitif dan kemampuan kognitif anak adalah dasar dari pengembangan moralnya. Kemampuan kognitif itulah yang kemudian akan membantu anak untuk mengembangkan penalaran yang berkaitan dengan masalah sosial. Untuk mempelajari penalaran moral anak-anak, Piaget menghabiskan waktu yang panjang untuk mengamati anak-anak yang sedang bermain kelereng dan menanyakan kepada mereka tentang aturan permainan yang digunakan. Dalam permainan kelereng tersebut Piaget menemukan beberapa hal yaitu anak di bawah usia 6 tahun pada kenyataannya belum mengenal aturan permainan, sedangkan anak mulai usia 6 tahun sudah mengenal adanya aturan dalam permainan, meskipun mereka belum menerapkannya dengan baik dalam permainan. Anak usia 10-12 tahun , anak-anak sudah mampu mengikuti aturan permainan yang berlaku dan mereka sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk menghindari pertikaian antar pemain.
Piaget kemudian membagi tahap perkembangan moral anak menjadi dua tahapan, yaitu tahap heteronomous dan tahap autonomous.
II. Perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Mengembangkan teori dari Piaget, Lawrence Kohlberg membagi perkembangan moral menjadi tiga tingkatan, yaitu tingkat prekonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat postkonvensional (Slavin, 2006:54). Menurut pandangan Kohlberg dari tiga tingkatan tersebut, anak harus melewati enam tahap dalam dirinya. Setiap tahap memberikan jalan untuk menuju ke tahap selanjutnya ketika anak mampu menemukan âaturanâ pada tahap itu, kemudian anak harus meninggalkan penalaran moral dari tahap awal menuju ke tahap berikutnya. Dengan cara tersebut, penalaran moral anak berkembang melalui tiga tingkat yang berbeda meskipun tidak semua anak mampu menguasainya (Manning, 1977:108).
Tahapan-tahapan perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg jauh lebih kompleks dibanding dengan tahapan-tahapan perkembangan moral dalam teori Piaget.
ppt melawan bullying ini membantu kita dalam lebih merngkas dari isi materi yang mungin sangat banyak untuk kita pelajari. sehingga akan lebih praktis dalam mempelajarinya.
Perbedaan evaluasi formatif dan sumatif berdasarkan referensi berikut:
Fitzpatrick, J. L., Sanders, J. R., Worthen, B. R. Program evaluation: Alternative approaches and practical guidelines (4th ed.). Boston: Pearson
Peran Orangtua sangat penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anaknya. Demikian juga halnya peran orangtua terhadap pendidikan anak. Presentasi sederhana ini mengupas tentang Peran Orangtua terhadap pendidikan anak di Sekolah Dasar. Mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua.
Presentasi ini dibuat oleh Rahmat Miftah. Guru PLKJ di SMP IHBS sekaligus sebagai LITBANG. Belajar gaya bajak laut, membuat saya bersemangat untuk mengenal ilmu pengetahuan lebih luas melalui sumber belajar yang bernama Internet..
Presentasi ini dibuat oleh Rahmat Miftah. Guru PLKJ di SMP IHBS sekaligus sebagai LITBANG. Belajar gaya bajak laut, membuat saya bersemangat untuk mengenal ilmu pengetahuan lebih luas melalui sumber belajar yang bernama Internet..
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI TAMAN KANAK-KA...Atik Cm Seonara
Â
Kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan perilaku tertentu atau mencapai target tertentu. Kepercayaan diri anak dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satuya adalah pola asuh orang tua.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
Â
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
WAWACARA DAN OBSERVASI PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKIS DAN SOSIAL ANAK
1. WAWACARA DAN OBSERVASI
PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA
TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKIS DAN SOSIAL ANAK
LAPORAN
Diajukan Sebagai Tugas Pengganti UTS
Mata Kuliah Penilaian dan Pengukuran Layanan BK
Dosen: Latifatul Masruroh, S.Psi., M.Pd
Oleh:
Riska NurâAkhidah Sari 050311.1011
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA CIREBON
2013/ 2014
2. KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah member
nikmat dan kemampuan kepada penulis sehingga laporan wawancara dan
observasi ini dapat terselesaikan.
Laporan yang berjudul âWawacara Dan Observasi Pengaruh Pola Asuh Orang
Tua Terhadap Perkembangan Psikis Dan Sosial Anakâini ditulis sebagai
pemenuhan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan nilai ujian
tengah semester. Dalam penulisan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Latifatul Masruroh, S.Psi., M.Pd, selaku Dosen mata kuliah penilaian dan
pengukuran BK
2. Bapak Irfanul Firdaus S.Pd, selaku wali kelas 3 SD Negeri 1 Karangsembung
3. Ibu siti Nuryani, selaku kakak sepupu Agung
4. Agung Arief Rosidin, selaku intervee sekaligus observe
Besar harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita dan
semua masyarakat
Cirebon, November 2013
Penulis
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Responden............................................... 1
B Teori Topik yang Diambil ................................................................. 3
BAB II ISI LAPORAN
A. Hasil Wawancara ............................................................................... 4
B. Hasil Observasi .................................................................................. 5
C. Draft Kuesioner ................................................................................. 6
BAB III ANALISIS HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI ................... 7
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................10
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Responden
Hastuti (2012:44) mengemukakan bahwa Anak yang berada di kelas awal
SD adalah anak yang berada pada rentang usia dini. Masa usia dini merupakan
masa perkembangan anak yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat
penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi
yang dimiliki anak perlu di dorong sehingga akan berkembang secara optimal.
Lebih lanjut Hastuti (2012:119) menjelaskan bahwa karakteristik
perkembangan anak usia 7-8 tahun diantaranya adalah perkembangan sosial
anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas orangtuanya, dan anak mulai
menyukai permainan sosial, serta mulai terjadinya pekembangan emosi.
Pendapat tersebut yang mendasari narasumber untuk memilih Agung Arief
Rosidin, siswa kelas 3 SD di SDN 1 Karangsembung yang rumahnya
bertetanggaan langsung sebagai responden sekaligus observee.
Berdasarkan pengamatan, Agung adalah anak yang tergolong pintar hal ini
terbukti dari hasil belajarnya yang di atas teman-temannya. Namun Agung
termasuk anak yang mendapatkan pola asuh otoriter dari mamahnya. Seperti
yang diungkapkan Hastuti S.Psi bahwa anak usia 7-8 tahun mulai menyukai
permainan sosial, begitupun yang terjadi dengan Agung. Setiap hari sepulang
sekolah ia selalu mencari teman bermain, hanya mamah Agung termasuk ibu
yang selalu melarang anaknya untuk bermain dengan teman sebayanya. Setiap
kali agung bermain dengan teman sebayanya, ia akan diperintahkan untuk
pulang dengan alasan belajar dan mengerjakan PR. Jika diamati lebih jauh,
mamah Agung lebih nyaman anaknya bermain seorang diri dengan mainannya,
hal ini terlihat dari sikapnya yang lebih memilih membelikan mainan
dibandingkan mengizinkan anaknya bermain dengan teman-teman sebayanya.
Dikhawatirkan jika hal ini terus menerus dilakukan bukan tidak mungkin
Agung akan tumbuh menjadi anak yang egois karena tidak terbiasa
bersosialisasi dengan lingkungannya, atau jika tidak dikhawatirkan Agung
5. akan takut terhadap lingkungannya. Sebaga contoh dari cerita sebelumnya yang
saya dapatkan dari ibunya, pada saat kelas 2 saat diadakan acara Maulid Nabi,
yang pada saat itu seluruh kelas 1-6 digabungkan dalam satu kelas, Agung
justru menangis dan meminta pulang. Berdasarkan kejadian tersebut kita dapat
menyimpulkan bahwa ada ketidaknyamanan pada diri Agung saat harus
bersama orang banyak. Tidak hanya protektif dalam mengawasi anaknya
bermain, mamah Agung juga termasuk mamah yang keras dalam mendidik
anaknya, sering jika Agung tidak menuruti perintahnya ia akan dimarahi.
Bahkan jika diperhatikan terkadang ketika mamahnya sedang memiliki
masalah, pada saat itu jugalah ia akan memarahi Agung tanpa alasan yang
jelas. Hal ini juga sangat mengkhawatirkan jika terus dilakukan dalam jangka
waktu yang lama bukan tidak mungkin jika sudah dewasa nanti Agung akan
tumbuh menjadi anak yang penakut, pendiam atau bahkan pembangkang, hal
ini tidak lain disebabkan oleh perlakuan orangtuanya dimasa kecil.
Responden selanjutnya adalah wali kelas Agung dan kakak sepupu Agung.
Memilih wali kelas sebagai responden selanjutnya bertujuan untuk mengetahui
bagaimana perkembangan prestasi belajar agung dan perilaku serta
kesehariannya dalam berosialisasi dengan teman-teman sebayanya, karena saat
di sekolah adalah saatnya Agung tidak bersama mamahnya. Dan memilih
kakak sepupu Agung karena ia dianggap sebagai salah seorang yang banyak
tahu mengenai Agung, hal ini terlihat dari rumahnya yang berhadapan
langsung dengan rumah Agung dan setiap harinya Agung selalu bermain di
rumah kakak sepupunya tersebut. Melalui wawancara dengan kakak sepupu
Agung ini akan ditanyakan lebih jauh pola asuh yang diterapkan ibunya
terhadap Agung, serta sebagai kerabat terdekat solusi apa yang diterapkan agar
perkembangan Agung khususnya dalam perkembangan psikologi tidak
menemui hambatan. Tidak lupa Agung sebagai objek penelitian pun dijadikan
Responden. Hal ini bertujuan untuk mencocokan dan membuktikan keterangan
yang didapatkan dari kedua responden lainnya, apakah sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya atau tidak.
6. B. Teori Topik yang Diambil
Berdasarkan latar belakang di atas topik yang diambil dalam wawancara
dan observasi ini adalah pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan
psikis dan sosial anak.
Sebagaimana yang diungkapkan Hastuti (2012:122) bahwa salah satu
faktor ekstrinsik yang mempengaruhi perkembangan anak adalah faktor psikis
dan sosial, seperti tekanan emosional akibat penolakan atau kekerasan dari
orang tua. Juga pendapat Wijanarko (2012:10) yang mengemukakan bahwa
untuk mambangun sebuah generasi baru yang berhasil dalam Emotional
Quotient (EQ), Spiritual Quetient (SQ), pendidikan karakter, budi pekerti,
moral dan integritas, maka jelas sekali bahwa peran orang tua sangatlah besar
dan jauh lebih dominan dari pada peran sekolah. Selanjutnya Wijanarko
(2012:27) berpendapat mengenai satu konsep hukuman yaitu adanya satuan
waktu. Jika kita menghajar setiap waktu itu bukan mendidik, mendisiplinkan
anak, tetapi mengamuk dan amarah, itu hoby atau kebiasaan, bahkan perilaku
yang keluar dari hati yang jahat. Dan dampaknya jika orang tua menghajar
setiap waktu, anak tidak akan hormat tetapi takut. Dan saat marah, jangan
sampai marah tersebut berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang
lama, karena akibatnya bukan anak menyadari kesalahannya, tetapi justru
membenci dan merasa diperlakukan tidak adil atau seperti anak kecil. Jadi
boleh saja memarahi anak karena marah adalah bagian dari mendidik, yang
terpenting marah itu dilakukan secara sadar dan terkendali, ada satuan waktu
dan ukurannya.
7. BAB II
ISI LAPORAN
A. Hasil Wawancara
Wawancara terhadap ketiga responden dilakukan secara terstruktur dan
tatap muka.Wawancara pertama dilakukan dengan kakak sepupu Agung yang
bernama Siti Nuryani, sebut saja teh Yani. Dari hasil wawancara dengan teh
Yani diperoleh hasil bahwa pola asuh yang diterapkan mamah Agung keras,
dalam arti memang baik, tetapi hanya kerasnya saja, tapi tidak disiplin, yang
akhirnya anak merasa terkekang dan seolah-olah apa yang dia lakukan karena
keterpaksaan, dan bukan menjadi dirinya sendiri. Bisa dibilang Agung seperti
memiliki dua kepribadian yang berbeda. Perilaku agung jika dirumah itu diam
dan seperti takut, dia mau menurut kepada mamahnya, tapi ketika di luar
rumah dia berperilaku seperti diluar nalar, seolah-olah mencari perhatian,
mungkin karena ia merasa menemukan kebebasan. Teh yani berpendapat
bahwa sebagai orang tua, memang harus disiplin. Contohnya kewajiban anak
memang belajar, tapi ada saatnya agung ini bermain dengan teman-temannya
untuk mengeluarkan bakat dan jati dirinya. Pagi waktunya sekolah, tetapi
pulang sekolah diizinkan untuk bermain. Saat ditanya pernah atau tidak
mengingatkan mamahnya Agung bahwa pola asuh yang diterapkannya salah
teh Yani menjelaskan bahwa mamahnya Agung adalah orang tua yang keras,
sehingga jika diingatkan susah. Ia tidak mau menerima masukan dari orang
lain. Jadi ketika memberikan solusi hanya pada Agungnya. Seperti coba bilang
sama mamah, marahnya jangan terlalu keras.
Responden selanjutnya yang diwawancara adalah Agung, tujuannya
untuk mencari informasi apa yang dirasakan oleh Agung langsung. Dari
wawancara yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa Ketika mamahnya marah,
Agung merasa takut, dan untuk menghindar biasanya dia akan pergi atau keluar
rumah. Disekolah Agung boleh bermain dengan teman-temannya, dan
mamahnya pun membolehkannya untuk bermain apa saja. Dan menurut Agung
juga mamahnya tidak suka marah-marah tanpa alasan. Setelah pulang sekolah,
8. inginnya Agung bermain dengan teman-teman sebayanya, namun mamahnya
selalu melarangnya dengan alasan belajar dan mengerjakan PR.
Responden yang terakhir diwawancara adalah wali kelasnya Agung,
yaitu Bapak Irfanul Firdaus S.Pd. Berdasarkan keterangan yang didapatkan
dari hasil wawancara diperoleh hasil bahwa perilaku Agung sama seperti
teman-temannya. Namun ada perbedaan ketika di dampingi mamahnya, seperti
ada permasalahan psikologi antara Agung dan mamahnya. Di kelas Agung
tergolong anak yang lumayan pintar, hal ini terlihat dari hasil belajar dan
rangkingnya. Lebih jauh Pa Irfan menjelaskan bahwa jika memang benar Pola
asuh yang diterapkan oleh orangtuanya keras atau otoriter sudah pasti jika
dilakukan dalam waktu yang lama dapat berpengaruh terhadap prestasi dan
perkembangan Agung. Oleh karena itu ada baiknya pola asuh yang diterapkan
lebih fleksibel, karena dijaman modern ini sudah seharusnya pola asuh
otoriterpun tidak diterapkan dalam mendidik anak.
B. Hasil Observasi
Berdasarkan keterangan Teh Yani sebagai kakak sepupu Agung yang
setiap harinya melihat perilaku Agung dirumah diperoleh hasil bahwa saat
dirumah Agung itu lebih pendiam, dan seperti menunjukan rasa takut. Agung
juga selalu bermain sendiri. Karena setiap kali ia bermain dengan teman
sebayanya akan disuruh pulang dengan alasan mengerjakan PR dan belajar.
Selanjutnya berdasarkan keterangan dari Bapak Irfanul Firdaus S.Pd,
beliau melihat perilaku Agung khususnya dalam bersosialisasi sama seperti
siswa lainnya. Hanya saja ketika didampingi mamahnya, perilaku Agung yang
awalnya aktif berubah menjadi pasif, seolah-olah seperti menemui batasan.
Sedangkan ketika saya melakukan wawancara kepada Agung, mimik
wajahnya itu seperti menyembunyikan sesuatu, dan setiap kali menjawab pun
arah matanya ke segala arah. Yang membuat saya tertarik pada saat saya
menanyakan apakah mamahnya suka marah-marah tidak jelas? Jawaban Agung
itu seperti ragu-ragu, meskipun pada akhirnya dia menjawab dengan volume
suara yang kecil.
9. C. Draf Kuisoner
Pertanyaan yang digunakan dalam draft kuesioner ini merupakan
pertanyaan terbuka karena jawaban sudah disediakan langsung, sehingga
responden hanya tinggal memilih salah satu jawaban yang sudah disediakan.
Adapun draft kuesioner yang diberikan kepada Agung adalah sebagai
berikut:
ANGKET/ KUISONER
KEADAAN SEHARI-HARI SISWA
1. Nama : Agung Arief Rosidin
2. Kelas : III (Tiga) SD
Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan teliti
3. Isilah dengan sejujur-jujurnya
4. Berilah tanda (â) pada jawaban yang anda anggap sesuai menurut pendapat
anda
A. DAFTAR PERTANYAAN MENGENAI
KEADAAN
SEHARI-HARI SISWA
1. Mamah suka marah-marah?
2. Agung takut kalau lagi dimarahin mamah?
3. Pengen maen sama temen-temen enggak
kalau pulang sekolah?
YA TIDAK
â
â
â
â
10. 4. Diizinan enggak sama mamah kalau pulang
sekolah main sama temen-temen?
BAB III
ANALISIS HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dari ketiga
responden tersebut terlihat bahwa keterangan yang diberikan saling berkaitan.
Dan membuktikan apa yang diamati selama ini. Jika teh yani menjelaskan bahwa
terjadi dua kepribadian yang berbeda pada dIri Agung mungkin benar adanya. Teh
yani mengungkapkan bahwa saat dirumah Agung itu pendiam dan jarang bahkan
hampir tidak pernah bersosialisasi dengan teman sebayanya. Keterangan tersebut
sangat bertolak belakang dengan keterangan pa irfan, menurut pa Irfan perilaku
agung dalam bersosialisasi itu sama seperti siswa lainnya, hanya memang ketika
mamahnya mendampinginya seharian disekolah, terlihat perilaku Agung yang
berbeda. Jika biasanya aktif, tiba-tiba menjadi pasif. Mungkin hal ini disebabkan
seperti apa yang disampaikan oleh teh yani, yang mengatakan bahwa pola asuh
mamah Agung itu keras, jadi saat Agung bersama mamahnya dia seperti merasa
takut.
Hal ini diperkuat juga dengan hasil wawancara dengan Agung mengenai
mamahnya. Agung menjelaskan ketika bermain dengan teman sebayanya Agung
selalu dimarahi dan disuruh pulang. Jika tidak menurut, bukan tidak mungkin ia
akan dimarahi bahkan mungkin dipukul. Mungkin hal ini yang menyebabkan
Agung berperilaku berbeda. Karena ketika saat didampingi mamahnya bukan
tidak mungkin yang ada dipikirannya saat itu adalah takut. Takut jika bermain
dengan teman-teman pasti dilarang dan dimarahi mamah bahkan mungkin
dipukul.
11. Sehingga dengan hasil wawancara dan observasi yang didapatkan dari
ketiga responden tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan
orangtua dapat berdampak terhadap perkembangan anak, khususnya psikis dan
sosialnya. Dikhawatirkan jika hal ini diterapkan sampai anak tumbuh dewasa
bukan tidak mungkin dewasa nanti anak tumbuh menjadi seseorang yang penakut,
pembangkang, egosi dan sulit bersosialisasi.
Solusi yang dapat diterapkan untuk meminimalisir dampak dari pola asuh
yang keras tersebut mungkin dapat dengan memberi masukan kepada Agung
seperti yang dijelaskan oleh teh Yani, karena jika memberi masukan langsung
kepada mamahnya dihawatirkan ia akan lebih memarahi yang mengingatkan.
Mungkin ada baiknya untuk mamahnya, bisa langsung dengan
mempertemukannya dengan guru atau wali kelas Agung, untuk mengingatkan
dan menyadarkan mamahnya dengan pola asuh yang diterapkannya dapat
berdampak buruk terhadap perkembangan anak, khususnya perkembangan psiskis
dan sosialnya.
12. BAB IV
KESIMPULAN
Orang tua sebagai lingkungan terdekat anak hendaknya dapat memberikan
kenyamanan pada anak untuk melewati fase-fase perkembangannya denga baik,
dengan tidak membatasi apa yang dia lakukan sebagai tahapan fase
perkembangannya. Karena jika perkembangan anak terbatasi, maka fase-fase
perkembangannya tidak dapat berjalan dengan sempurna dan dikhawatirkan dapat
berdampak terhadap pada kepribadiannya dewasa nanti, sebagaimana yang
dikatakan oleh Hastuti (2012:122) yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor
ekstrinsik yang mempengaruhi perkembangan anak adalah faktor psikis dan
sosial, seperti tekanan emosional akibat penolakan atau kekerasan dari orang tua.
Oleh karena itu sebagai orang tua hendaknya dapat menerapkan pola asuh yang
tidak mengekang dan otoriter. Terapkanlah pola asuh yang demokrasi sehingga
perkembangan anak pun tidak terhambat karena seluruh potensi, bakat dan
minatnya dapat tersampaikan.
13. DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, S.Psi (2012). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Tugu Publisher
Wijanarko, J (2012). Mendidik Anak dengan Hati. Banten: PT. Happy Holy Kids