SlideShare a Scribd company logo
1.1 variabel kebijakan pemerintah
Sebagai suatu konsep yang mengandung nilai kebijakan pemerintah
diramu dari dua konsep dasar, yaitu konsep kebijakan dan konsep
pemerintah. Dua konsep yang mengandung makna satu kesatuan
pengertian ketika masing masing konsep diuraikan secara konseptual
yang berujung pada satu kesatuan pengertian dalam konteks
pemakaian yang berbeda.
Pemerintah yang menempatkan konteks kebijakan dalam pemberian
makna atas arti terhadapnya pada hakikatnya menjadikan pemerintah
sebagai suatu konsep menjadi sesuatu yang aktual, sesuatu yang tidak
sekadar menjadi pemikiran akan tetapi menjadi sesuatu yang dapat
diaplikasikan, diterapkan dan menjadikan ia menjadi aktual dalam
kehidupan pemerintahan suatu negara. Dan ketika aktualisasi
pemerintahan nampak dalam kebijakan yang dirumuskan, dan untuk
kemudian diimplementasikan maka rakyat di dalam berbagai status
sebagai pihak yang diperintah tidak saja akan menjadi kelompok
sasaran dari kehendak yang ingin diwujudkan akan tetapi sekaligus
menjadi pelaku dari kehendak pemerintahan secara bersama sama,
apalagi ketika pemerintah dan kebijakan secara filosofis diletakkan
dalam tuntutan pemerintahan demokrasi.
Ensiklopedi nasioanl indonesia, volume 12 (1997), memberikan
terminologi ‘’pemerintah’’ dalam dua sisi pengertian, yaitu dalam
pengertian sempit dan dalam pengertian yang luas. Pengertian sempit,
pemerintah diartikan sebagai pemegang kekuaaan eksekutif;
sedangkan dalam artian luas adalah seluruh lembaga dan kegiatannya
dalam suatu negara, termasuk hal hal yang berhubungan dengan
legislatif dan yudikatif. Pengertian ini memberikan makna bahwa
pemegang kekuasaan tidak saja difokuskan pada lembaga eksekutif
akan tetapi mereka para pelaku kelembagaan dalam berbagai
kegiatannya dalam kehidupan suatu negara baik itu lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Semuanya itu disebut sebagai pemegang
kekuasaan dalam pemerintahan, yang secara konkret adalah mereka
yang mengemban bidang tugas pokok dan yang utama yaitu
melaksanakan kehendak negara sebagaimana diperintahkan oleh
konstitusi negara. Kehendak setiap negara selalu terurai dengan tegas
dalam tujuan yang hendak dicapai baik itu melalui tujuan yang
bersifat internasional maupun yang bersifat nasional menuju
tercapainya sasaran negara, yaitu suatu bentuk masyarakat yang
diinginkan.
Mereka para pemegang kekuasaan pemerintahan pada hakikatnya
adalah manusia manusia pemerintah, manusia yang memiliki
kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara, yang secara filosofis
menjadi objek material dari pemerintahan sebagai suatu ilmu
walaupun imu pemerintahan tidak memiliki objek forma tertentu
sebagaimana ilmu politik, atau ilmu administrasi akan tetapi semua
bidang kompotensi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
menjelaskan objek materialnya. Bagaimaan manusia pemerintahan
melaksanakan kehendak negara di bidang politik maka ilmu
pemerintahan menggunakan kompotensi ilmu politik untuk
menjelaskannya. Dalam bidang ilmu administrasi, manusia
pemerintahan dapat menggunakan kompotensi ilmu administrasi
untuk melakukan pengaturan. Demikian pula dengan ilmu ilmu
pengetahuan lainnya seperti ilmu ekonomi, sosiologi, dan semua
bidang ilmu ilmu sosial.
Keberadaan manusai pemerintahan sesuai ruang kegiatannya secara
kuantitatif tersebar dalam jumlah yang banyak pada semua lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dan secara kualitatif
tersebar dalam tingkat tingkat hierarkis dalam satu kesatuan organisasi
negara serta dalam ragam posisi dan status. Mereka semuanya disebut
sebagai aparatur negara dan aparatur pemerintah, alat yang mewakili
dan melaksanakan kepentingan negara dan kepentingan pemerintah.
Mereka keseluruhan para aparatur yang terorganisir dalam suatu
bentuk organisasi yang disebut birokrasi dalam beragam status, dapat
dalam status sebagai birokrasi profesional, birokrasi teknis, dan
birokrasi politik. Jika organisasi aparatur dilihat dalam kesatuan
sistem kerja yang diemban, maka terkonsepsilah aparatur negara dan
pemerintah dalam sistem kelembagaan negara dan kelembagaan
pemerintah.
Dengan demikian, manusia pemerintahan disebut pula sebagai para
birokrat, para pelaku kelembagaan negara, pelaku kelembagaan
pemerintah. Dalam terminologi lainnya, aparatur negara dan
pemerintah dikonsepsikan sebagai para administrasi negara, dan oleh
sebab itu konsepsi tentang administrasi negara diterjemahkan sebagai
public administration. Di sinilah konsep pemerintah diartikan sama
dengan konsep publik administration di mana publik belum
berkonotasi sebagai masyarakat tetapi masih dalam kontek negara.
Dalam posisi lain, khususnya bagi para aparatur pemerintah adalah
sebagai warga negara yang diangkat berdasarkan aturan perundangan
yang berlaku menjadi seorang pegawai negeri sipil, pegawai yang
dibina, dikembangkan oleh negara dengan pembiayaan oleh negara /
daerah. Mereka para pegawai negeri sipil berada dalam jumlah yang
banyak serta dalam klasifikasi kualitas pendidikan yang beragam
sesuati tingkat tingkat pendidikan yang diperlakukan. Oleh karena itu
pula, pemerintah selalu terkonotasi sebagai para pegawai sipil, para
pegawai negara.
Konsep ‘’pemerintah’’ didefinisikan dalam konteks pemerintahan,
yang oleh srianingrat (1988) diindikatori oleh adanya hubungan yang
berlangsung dalam kerangka pelaksanaan tugas tugas pemerintahan.
Hubungan yang terjadi adalah hubungan yang berlangsung secara
fungsional antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan
rakyat sebagai pihak yang dikuasai. Kepenguasaan dalam kerangka
hubungan tidak diarahkan pada konsep hogemeni secara otoriter akan
tetapi dapat pula berlangsung dalam kerangka demokratisasi.
Kepenguasaan akan terlihat pada peggunaan intisari ‘’pemerintah’’
yaitu ‘’perintah’’ yang tidak dipersamakan dengan order atau direction
akan tetapi bermakna fungsional dalam upaya pengayoman, pelayanan
dan pembangunan. Sepanjang ketiga fungsi itu diwujudkan oleh
pemerintah maka hubungan kekuaaan akan berlangsung. Dalam fungsi
pengaturan, fungsi pelayanan akan berlangsung hubungan kekuasaan
dalam pemenuhan kebutuhan, dan fungsi pembangunan akan
berlangsung hubungan kekuasaan pemberdayaan. Dari konsepsi
‘’pemerintah’’ dalam pemerintahan inilah, maka terkandunglah makna
atas ‘’pemerintah dan rakyat’’ dalam satu kesatuan fungsi pelaksanaan
kekuasaan tugas tugas pemerintahan. Dari sinilah dapat pula diartikan
bahwa objek material dari ilmu pemerintahan adalah manusia
pemerintahan, manusia yang berada dalam kerjasama pemerintahan,
kerjasama antara pemerintah dengan rakyat sebagai pihak yang
diperintah. Tanpa suatu kerjasama maka tujuan yang diinginkan oleh
negara tidak akan tercapai (ali, 2003).
Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan paradigma baru terhadap
public administration yang memperluas arti dari publik tidak lagi
berarti negara akan tetapi telah berkonotasi sebagai masyarakat, dan
kepentingan umum dari seluruh rakyat di dalam berbagai peran dan
statusnya (rakyat, penduduk, warga negara / daerah, bangsa, kelompok
kepentingan dan semacamnya).
Imu pengetahuan tentang pemerintahan telah dikonsepsikan oleh
woodrow wilson (1985) dalam satu kesatuan variabel pemerintahan
administratif, yang beliau praktikkan selaku presiden amerika pada
masanya. Pemikiran tentang pemerintahan administratis adalh
pemikiran yang didasarkan pada teori dikotonomi dalam kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan, teori yang memisahkan antara politik
dan administrasi. Politik diterjemahkan sebagai policy (kebijakan)
yaitu kekuasaan politik mapun kekuasaan administratif, keduanya
adalah menjadi kekuasaan pemerintahan dalam artian yang luas.
Namun dalam konsepsi yang sempit, kekuasaan administratif itulah
yang dimaksudkan dengan kekuasaan pemerintahan dalam arti
kekuasaan eksekutif dalam konteks pembagina kekuasaan berdasarkan
teori trias politika baik oleh montesquieu maupun oleh rousseau.
Pengertian ‘’pemerintahan’’ berdasarkan pandangan wilson
memberikan petunjuk bahwa konsep ‘’pemerintahan’’ dapat diartikan
sebagai kebijakan, ketika konsep pemerintahan dalam artian luas,
namun konsep kebijakan dalam artian luas tidak saja dibatasi pada
kekuasaan perumusan kehendak ditingkat negara akan tetapi
kebijakanpun dapat saja dirumuskan pada tingkat pemerintahan dalam
artian eksekutif, belum lagi ketika kebijakan dikaitkan dengan
persoalan implemmentasi di mana pemerintah dalam artian yang
sangat semput dapat berperan sebagai implementer. Belum lagi, jika
kebijakan dilihat dalam konteks hierarkis di mana ada kebijakan
stratejik, taktis dan teknis yang dalam perlakuannya berlangsung
secara kontinu atau terus menerus baik secara horizontal maupun
secara vertikal dalam tataran kelembagaan. Malah dalam literatur yang
berlaku di negara negara eropa kontinental seperti negeri belanda,
menjadikan kebijakan sebagai materi dari ilmu pemerintahan
(hoogerwerf, 1988).
Jika pengertian ‘pemerintah’ sebagaimana diuraikan di atas dilihat
dalam sejumlah variabel yang menjadi ruang lingkup bahasan atau
materi ajaran ketika konsep itu diletakkan dalam konteks ilmu
pemerintahan , maka variabel variabelnya dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Manusia pemerintahan
2. Aparatur negara dan pemerintah
3. Birokrasi pemerintah
4. Administrasi negara
5. Kelembagaan negara dan pemerintah
6. Ilmu kebijakan
Dari variabel ini memperlihatkan bahwa konsep ‘pemerintah;
bermakna muti arti namun salah satu variabel memperlihatkan bahwa
konsep ‘pemerintah’ dijadikan sebagai ilmu kebijakan yang seczra
filosofis haruslah diakui ia memiliki objek (fokus) kajian, pendekatan
dan terminologi yang secara baku digunakan dalam pengembangan
ilmunya. Ketika konsep pemerintah dilihat dimaknai sebagai ilmu
kebijakan (wilson; 1985 hoogerwerf, 1988), maka objek / fokus
adalah manusia pemerintahan baik dalam konteks manusia yang
memiliki kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara dalam satu
kesatuan hubungan fungsional dengan rakyat dalam berbagai status
dan peran maupun di dalam kerjasama pemerintah dan rakyat di dalam
pencapaian tujuan negara. Sedangkan pendekatan yang digunakan
adalah menggunakan semua bidang ilmu untuk dapat menjelaskan
ojek / fokusnya. Adapun terminologi yang baku, jelas ia memiliki
sejumlah banyak istilah yang digunakan di dalam menjelaskan objek
dan pendekatannya walaupun terminologi dari hampir semua ilmu
sudah digunakan secara bersama sama seperti terminologi otoritas dan
sebagainya.
Selanjutnya tentang konsep kebijakan, secara konseptual sering
dikonsepsikan dengan terminologi ‘kebijaksanaan’ sebagai konsep
filsafat yang diterminologikan dengan ‘wisdom’ yang berarti ‘cinta
kebenaran’. Konsep ‘kebijaksanaan’ diartikan sebagai suatu
‘pernyataan kehendak’; dalam bahasa politik diistilahkan sebagai
‘statemen of intens’ atau perumusan keinginan (budiardjo, 1972).
Kebijakan sebagai studi haruslah diartikan sebagai pernyataan
kehendak yang diikuti oleh unsur pengaturan dan atau paksaan,
sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki. Di dalam kerangka itulah, pelaksanaan kebijakan
memerlukan kekuasaan (power) dan wewenang (authority) yang dapat
dipakai untuk membina kerjasama dan dan meredam serta
menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai
akibat dari pencapaian kehendak. Ketika berbicara tentang adanya
unsur pengaturan, maka sejumlah teori harus diperlakukan jika
mengingkan suatu kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan pada
landasan teori yang berlaku dan relevan dengan tujuan yang
dikehendaki. Dengan demikian, suatu kebijakan tidak saja dilakukan
atas dasar kekuasaan akan tetapi memiliki pembenaran secara teoritis
keilmuan.
Berbicara tentang kekuasaan, substansi yang harus diperhatikan
adalah ‘influencing’ atau sejauhmana kita mampu mempengaruhi
kelompok sasaran memberikan dukungan terhadap kehendak yang
diinginkan. Di sinilah faktor kepemimpinan sebagai hal yang strategis.
Begitu pula dengan konsep ‘kewenangan’, substansi yang harus
diperhatikan adalah ‘the willingness to serve’ atau sejauh mana
kemampuan dalam menciptakan kesediaan kelompok sasaran untuk
membantu. Untuk itu diperlukan kemampuan yang dapat menciptakan
3 faktor utama (bie, 1964), yaitu:
1. Integrity (kejujuran)
2. Common purpose (tujuan yang sama)
3. Common method of thinking (metode berpikir yang sama)
Faktor integritas pribadi seseorang pemimpin atau pimpinan,
pengakuan atas kekuasaan yang dimiliki akan melahirkan kewenangan
untuk dapat berbuat. Demikian pula dengan kemampuan penciptaan
tujuan yang sama dengan cara berpikir yang sama.
Setiap kehendak yang dinyatakan, pada hakikatnya adlah merupakan
hasil pilihan dari sejumlah alternatif yang ada dan atau tersedia guna
melakukan seuatu atau untuk tidak melakukan sejalan dengan konsep
kebijakan yang dikemukakan dye (mustopadidjaya, 1986). Uraian
demikian memberikan arahan berpikir bahwa suatu kebijakan dapat
disebut sebagai kebijakan jika memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Adanya pernyataan kehendak. Ini berarti ada keinginan atau
sejumlah kemauan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak
melakukan sesuatu
2. Pernyataan didasarkan pada otoritas. Ini berarti ada kewenangan
yang dimiliki atau yang melekat pada diri seseorang pemegang
atau pemilik kewenangan dan atau pada kesatuan sistem seperti
lembaga atau asosiasi, terlepas dari mana kewenangan itu
diperoleh, apakah lewat penunjukkan dan pengangkatan atau
melalui suatu proses demokratisasi.
Seseorang pemegang otoritas beroleh atribut sebagai pejabat
(administrator, excutive, politisi, aparatur negara atau aparat
teknis dengan kapasitas sebagai aparatur pemerintah).
Sedangkan lembaga yang memiliki atau memperoleh otoritas
adalah setiap kesatuan lingkungan kerja yang mengembangkan
bidang tugas dan fungsi tertentu seperti departemen, lembaga
non departemen, badan, dinas, jawatan, daerah (swapraja dan
swatantra), unit pelaksana tugas / daerah dan negara sekalipun.
Mereka para pemilik atau yang memperoleh otoritas adalah para
subjek kebijakan atau para pelaku pemerintahan.
3. Adanya kewenangan untuk melakukan pengaturan dan jika
perlu melakukan pemaksaan kehendak. Ini berarti, bahwa untuk
mencapai kehendak yang diinginkan oleh otoritas diperlukan
kegiatan pengaturan dalam artian yang luas luasnya. Pengaturan
yang dilakukan didasarkan pada keberlakuan teori melalui
kegiatan administrasi, melalui kegiatan pengelolaan
(manajemen), dan melalui penuangan kehendak lewat aturan
perundangan yang berlaku. Kesemuanya diarahkan pada
terciptanya ketertiban dalam kehidupan organisasi.
4. Adanya tujuan yang dikehendaki. Ini berarti mengandung arti
yang luas, dapat saja tujuan dalam konteks ruang dan waktu
capaian, dapat saja tujuan dalam konteks situasi dan keadaan
seperti upaya peredaman konflik atau penciptaan kesepakatan
dalam kehidupan kebersamaan dengan mempertimbangkan
peran dan status.
Selanjutnya, apa yang menjadi hakikat arti kebijakan melahirkan
pertanyaan : bagaimanakah dengan pengambilan keputusan (decision
making), bukankah pengambilan keputusan adalah hasil pilihan dari
sejumlah alternatif. Sifat kebijakan adalah kontinum yang berarti
sesuatu yang berlangsung secara terus menerus, begitu pilihan
alternatif diambil akan diikuti oleh pelaksanaan kehendak sebagai
pilihan tindakan. Dari pilihan tindakan inilah dapat dilakukan
penilaian yang melahirkan sejumlah isu isu baru yang memerlukan
perumusan kembali. Demikian seterusnya berlangsung dalam
dinamika dan dalam sistem yang hidup sesuai tuntutan konteks
kebijakan itu sendiri.
Kebijakan akan berlangsung secara terus menerus dalam suatu proses
yang diawali dengan isu dan diakhiri dengan isu namun dari isu inilah
melahirkan isu isu baru yang mendorong dilakukan reformulasi atas
kebijakan yang berjalan dan dengan demikian akan berlanjut dengan
reimplementasi dan untuk akhirnya reevaluasi, demikian seterusnya.
Namun pada setiap kali terjadi reformulasi, reimplementasi dan
reevaluasi akan selalu terjadi adanya pertimbangan pertimbangan
baru, pengaturan pengaturan baru karena hal ini berada dalam situasi
dan kondisi yang sangat dinamis dan memerlukan kemampuan
antisipasi yang tepat di tengah tengah tuntutan perubahan. Akan
bermunculan berbagai fenomena kebijakan yang menarik untuk
dilakukan pengkajian secara metodologi sehingga dimungkinkan
penerapan teori baru, perbaikan teori yang diperlakukan yang diikuti
dengan berbagai perbaikan tindakan. Dengan demikian dapat pula
disimpulkan bahwa pengambilan kebijakan adalah akumulasi dari
sejumlah keputusan keputusan yang diambil sedangkan pengambilan
keputusan adalah dilakukan tegas yang bersifat final dan harus
diambil untuk penyesuaian sesuatu masalah sesuai dengan tuntutan
masalah dalam proses kebijakan yang berlangsung.
Budiardjo (1972) merumuskan kebijaksanaan sebagai suatu kumpulan
keputusan yang diambil oeh seseorang pelaku atau kelompok politik
dalam usaha memilih tujuan tujuan dan cara cara untuk mencapai
tujuan ,sedangkan keputusan adalah membuat pilihan sejumlah
keputusan, dan setiap keputusan berada dalam proses pengambilan
keputusan. Ketika sejumlah keputusan dikumpulkan maka hal itu akan
terwujud sebagai suatu kebijakan. Perbedaan keduanya berada pada
konteks operasional, yang pada hakikatnya mengandung arti yang
sama yaitu adanya pilihan sejumlah alternatif yang dirumuskan dan
atau yang diambil.
Jika pilihan dimaksudkan diletakkan pada tingkat pilihan yang
dikehendaki, ada pilihan yang strategis dan non strategis. Yang
strategis sering dipersamakan dengan kebijakan jikalau strategi
dipahami sebagai pilihan yang terbaik (salusu, 1966). Pilihan yang
terbaik tentunya diperoleh dari sekian banyak alternatif yang
diperhadapkan. Di sinilah kebijakan dan dirumuskan dan dijalankan
serta menempatkannya pada tingkatan:
1. Kebijakan / keputusan strategis
2. Kebijakan / keputusan non strategis, yang terdiri dari:
 Kebijakan / keputusan taktis operasional
 Kebijakan / keputusan teknis operasional
Kontekstual suatu kebijakan tergantung pada aspek yang dikaji dalam
rangka pengkajian kebijakan sebagai suatu studi. Pada aspek sasaran,
jika kebijakan diarahkan untuk kepentingan publik, menempatkan
pengertian pada variabel kebijakan publik. Dalam kajian atas variabel
ini, konsep publik diartikan dalam artian umum, masyarakat dalam
berbagai peran dan statusnya (warga negara / daerah, penduduk,
rakyat, anggota masyarakat, kelompok kepentingan), dan bahkan
negara.
Jika konteks yang dikaji dari aspek yang menghendaki diperlukannya
suatu kebijakan dan yang menghendakinya adalah pemerintah,
terminologi kebijakan diarahkan pada variabel kebijakan pemerintah.
Demikian pula dengan pelaku pelaku lainnya seperti instansi atau
kelembagaan pemerintahan atau yang lebih luas lagi seperti
pengusaha, lembaga lembaga swasta lainnya yang dapat melahirkan
beragam variabel kebijakan seperti variabel kebijakan kelembagaan
dan seterusnya.
Jikalau dimensi tertentu seperti dimensi politik yang menjadi isi atau
komitmen kebijakan, lahirlah berbagai variabel seperti variabel
kebijakan politik, kebijakan dalam dimensi politik, demikian pula
dengan kebijakan ekonomi dalam dimensi ekonomi dan kebijakan
kebijakan lainnya.
Khusus pada kebijakan pemerintah sebagai suatu variabel yang
menjadi objek sutdi pada program studi ilmu pemerintahan, dan
dikaitkan dengan konsep ‘pemerintah’ serta berbagai alternatif
variabelnya sebagaimana diuraikan pada bagian atas, maka kebijakan
yang dimaksud adalah kebijakan yang bisa mungkin dilakukan oleh:
1. Kebijakan pemerintah dalam artian luas (eksekutif, legislatif,
yudikatif)
2. Kebijakan pemerintah dalam artian sempit yaitu oleh eksekutif.
3. Kebijakan oleh aparatur negara dalam jabatan kenegaraan
seperti kebijakan presiden, kebijakan menteri, kebijakan
pimpinan dewan perwakilan rakyat, kebijakan ketua mahkamah
agung, dan kebijakan kebijakan lain yang dilakukan oleh para
aparatur negara seperti kebijakan kepala kejaksaan, kebijakan
kepala kepolisian negara, kebijakan pimpinan komisi dan
seterusnya berkenaan dengan jabatan negara seperti jabatan
gubernur, jabatan bupati dan seterusnya
4. Kebijakan oleh aparatur pemerintah dalam suatu kesatuan
birokrasi seperti kebijakan berkenaan dengan korpri.
5. Kebijakan administrasi negara dalam satu kesatuan sistem
kelembagaan seperti kebijakan kelembagaan pendidikan
nasional.
Kelima kebijakan disebutkan di atas adalah menjadi bidang kajian
kebijakan pemerintah, yang dilakukan oleh manusia manusia
pemerintahan dalam satu kesatuan kekuasaan pemerintahan, satu
kesatuan dalam hubungan secara fungsional antara pemerintah dengan
rakyat dalam berbagai peran dan status sebagai pihak yang diperintah
(dikuasai) maupun dalam hubungan kerjasama dalam pencapaian
kehendak negara sebagaimana diisyaratkan oleh konstitusi.
Kelima kebijakan yang terkategorikan sebagai kebijakan pemerintah
pada sasarannya ditujukan untuk kepentingan pihak yang diperintah
(rakyat, masyarakat, penduduk, warga negara, dan masyarakat,
berbagai kelompok kepentingan, berbagai golongan masyarakat) yang
pada hakikatnya adalah dipandang sebagai publik, publik tidak saja
dalam konteks negara inklud pemerintah akan tetapi seluruh pihak
yang diperintah yang berlangsung baik dalam hubungan fungsional
dalam konteks kekuasaan maupun dalam hubungan kerjasama dalam
konteks pengaturan.
Kebijakan pemerintah yang pada hakikatnya tujuan dan sarannnya
adalah terkategorikan sebagai kebijakan publik maka hal itu menunjuk
pada tingkah laku sejumlah pelaku atau kumpulan pelaku seperti
aparatur pemerintah, birokrat atau kelembagaan legislatif dalam hal
kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti kegiatan
yang bersentuhan dengan transportasi umum dan perlindungan
konsumen.
Kebijakan publik boleh dipandang sebagai segala kegiatan yang enjadi
pilihan pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan, meski
terdapat sejumlah definisi yang mungkin dapat memberikan
pemahaman yang cukup dalam setiap pembicaraan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Berbagai literatur ilmu politik berisi banyak definisi kebijakan publik,
rasanya hampir setiap orang yang menulis tentang hasil kebijakan
publik mengajukan tawaran definisi dan dengan berbagai pandangan
dan kritik.
Dunn (1981) mengemukakan satu definisi yang merumuskan
kebijakan publik adalah ‘hubungan dari unit pemerintahan dengan
lingkungannya’. Di lain tulisan dunn (1981) merumuskan dengan
mengemukakan bahwa kebijakan publik ialah apapun yang
pemerintah hendak lakukan atau tidak dilakukan. Richard rose (dunn,
1981) menyarankan bahwa kebijakan dianggap sebagai rangkaian
yang panjang dari kegiatan yang lebih kurang saling berhubungan dan
berakibat untuk sesuatu yang perlu diperhatikan dari sekadar sebagai
suatu keputusan tertentu.
Walaupun agak membingungkan, definisi rose memperkuat dugaan
bahwa kebijakan adalah arah dan pola dari kegiatan dan bukan
sekadar keputusan untuk melakukan sesuatu. Ilmuwan politik carl J.
Friedrich (dunn,1981) merumuskan kebijakan sebagai bentuk tindakan
yang dibuat oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
kesempatan dan tantangan lingkungan dimana kebijakan diajukan
untuk digunakan guna menanggulangi kesulitan atau permasalahan
yang terjadi dalam usaha mencapai tujuan atau merealisasikan
program atau tujuan yang dikehendaki.
Namun secara sederhana dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik
adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan lembaga
pemerintahan dalam artian yang luas yang berarti lembaga non
pemerintahan juga secara implisit termasuk di dalamnya dengan
alasan karena mereka pun adalah juga, sebagai pelaku dan faktor yang
mempengaruhi.
Implikasi dari kebijakan pemerintah juga disebut sebagai kebijakan
publik dapat disebutkan sebagai berikut:
Pertama: bahwa apa yang dimaksudkan dengan kebijakan pemerintah
atau publik adalah setiap tindakan yang berorientasi pada tujuan yang
dikehendaki pada situasi yang memungkinkan berubah secara terus
menerus.
Kedua: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik mengandung pola
atau bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
Ketiga: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik timbul karena
respon terhadap tuntutan, atau penyelesaian atas isu publik.
Keempat: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik memuat apa
yang pemerintah selalu lakukan, bukan apa yang pemerintah hendak
lakukan atau apa yang pemerintah rencanakan akan dilakukan.
Kelima: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik bisa mungkin
berdampak positif selain dampak negatif. Ia memuat beberapa bentuk
tindakan pemerintah sekaligus dengan sejumlah masalah di mana
tindakan diinginkan (positif), atau bisa mungkin memuat beberapa hal
yang sedang dicari pemecahannya (negatif).
1.2 unsur dan dimensi kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang
ditujukan untuk publik. Dalam pengertian yang seluas luasnya
(negara, masyarakat dalam berbagai status serta untuk kepentingan
umum) baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak secara
langsung yang tercermin pada pelbagai dimensi kehidupan publik.
Oleh karena itu, kebijakan publik sering disebut sebagai kebijakan
publik.
Secara konseptual, kebijakan publik (hoogerwerf, 1983) adalah usaha
untuk mencapai tujuan tujuan tertentu, dengan sarana sarana tertentu
dan dalam urutan waktu tertentu. Konsep ini memperlihatkan adanya
kandungan empat unsur pokok yaitu adanya:
1. Usaha
2. Tujuan
3. Sarana
4. Waktu
Unsur usaha dalam kebijakan adalah dimaksudkan bahwa kebijakan
itu terjadi sebagai iusaha yang dilakukan, usaha mana bisa dalam
bentuk tindakan (kelakuan atau perilaku atau perbuatan) dan bisa
dalam bentuk pemikiran seperti pendapat ataupun gagasan.
Suatu pernyataan kehendak yang dilakukan atas dasar pengaturan
pengaturan tertentu, dapat diwujudkan melalui tindakan yang tertuang
dalam berbagai keputusan keputusan hukum, dan dapat pula melalui
pemikiran yang dituangkan ke dalam kerangka konsep dari suatu
peraturan.
Contoh: upaya untuk memberdayakan masyarakat dan daerah melalui
undang undang nomor 22 tahun 1999 untuk kemudian dipertegas
melalui undang undang nomor 32 tahun 2004 dan seterusnya melalui
penyempurnaan lewat undang undang nomor 12 tahun 2008. Upaya
pemberdayaan adalah merupakan unsur usaha yang dipenuhi oleh
kebijakan lewat perlakuan ketiga undang undang disebutkan.
Unsur tujuan sangatlah penting sebab dengan menegaskan kehendak
yang dinyatakan atas dasar pengaturan yang dilakukan oleh
peemerintah membedakannya dengan tujuan yang dilakukan oleh
pelaku pelaku non pemerintah. Pemerintah dapat berbuat karena
kekuasaan yang dimilikinya dan kekuasaan itu berada dalam wilayah
yang disebut kedaulatan suatu daerah atau negara. Pemerintah tanpa
kekuasaan (tidak berkuasa) bukanlah pemerintah. Karena kekuasaan
yang dimiliki menyebabkan pemerintah dapat menyelenggaraka
pemerintahan.
Pada zaman modern, pemerintah berkuasa bukanlah untuk
kepentingan kekuasaan tetapi kepentingan masyarakat. Pemerintah
ada karena masyarakat menghendakinya. Pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan haruslah berorientasi pada kepentingan
masyarakat (publik interest0, dan karena itu pula pemerintah di dalam
melakukan sesuatu kebijakan haruslah berorientasi pada tujuan.
Hoogergerf (1983) menegaskan bahwa tujuan itu pada umumnya
adalah untuk:
1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal
(negara sebagai koordinator)
3. Memperuntukkan dan membagi berbagai materi (negara sebagai
pembagi alokasi)
Ketiga tujuan inilah yang harus dijabarkan secara rinci pada setiap
dilakukannya perumusan atau pengambilan sesuatu kebijakan. Hanya
saja, bagaimana tujuan itu bagi setiap negara, pada dasarnya sama
walaupun berbeda dalam rumusan seperti tujuan kebijakan negara
yang tertuang dalam konstitusi negara republik indonesia, undang
undang dasar 1945 yang terjabar ke dalam dua tujuan utama, yaitu
tujuan nasional dan tujuan internasional.
Tujuan nasional terdiri 3 capaian, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluru tumpah darah
indonesia (bagian integral dari fungsi negara sebagai
stabilisator)
2. Memajukan kesejahteraan umum (bagian integral dari fungsi
negara sebagai pembagi, alokasi)
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa (bagian integral dari fungsi
negara sebagai koordinator). Sedangkan tujuan internasional
adalah : ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (negara
dalam fungsi stabilisator).
Di dalam rangka penetapan unsur tujuan nampak adanya perbedaan
prinsip antara kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah karena
kuasaan yang dimilikinya berada dalam wilayah kekuasaan suatu
negara, sedangkan bagi pelaku lainnya kekuasaan sebatas wilayah
yang menjadi kompetensinya. Steiner (havemen dan margolis, 1970)
manyatakan bahwa bagi kebijakan pemerintah ditandai oleh ciri yaitu:
1. kebijakan pemerintah mengenai langsung atau tidak langsung
terhadap semua anggota masyarakat.
2. kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah dan kebijakan
pemerintah yang mengikat bagi anggota masyarakat di daerah
kekuasaan tertentu sebagaimana keberlakuan kebijakan pemerintah
tentang otonomi daerah lewat undang undang nomor 32 tahun 2004
dan kebijakan otonomi daerah untuk daerah nangru aceh dan papua.
Keberlakuan mengikat sesuatu kebijakan tidak saja karena kekuasaan
yang dimiliki oleh pemerintah, tetapi kepengikatan itu didasarkan
pada ukuran ukuran suatu kebijakan sehingga ia berlaku diinginkan
untuk dicapai.
Azas adalah sama dengan pengistilahan aksioma dalam dunia ilmu
pasti. A kali B hasilnya adalah AB. Bagi asas, pengertian yang sama
dengan axioma yang harus diberikan. Hanya saja bagi asas hal itu
hanya berlaku dalam dunia ilmu sosial. Asas secara konseptual adalah
aturan tingkah laku yang bersifat umum. Termasuk dalam ukuran azas
adalah teori yaitu sesuatu yang dijadikan dasar dalam menjawab
masalah yang akan di atasi oleh kebijakan. Teori biasanya
mengandung sesuatu yang kausal logis dan tersusun secara sistematis
guna menjawab masalah. Kaitan kausalitas akan nampak pada sebab
atau akibat dari suatu kebijakan yang akan diperlakukan. Teori bisa
berasal dari berbagai bidang ilmu dan penerapannya tergantung pada
relevansi masalah yang akan dijawab oleh kebijakan.
Selanjutnya tentang norma hukum yang diperlakukan adalah
dimaksudkan setiap aturan tingkah laku yang secara khusus dapat
dijadikan dasar dirumuskannya serta dilaksanakannya suatu kebijakan.
Sedangkan tujuan akhir, hal ini harus dipertimbangkan adanya tujuan
awal, tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan ada tujuan
jangka panjang. Tercapainya tujuan yang dikehendaki adalah
disebabkan oleh salah satu sebab yang antara lain karena tersedianya
atau terpenuhinya sarana yang dipergunakan atau sarana yang
dibutuhkan. Di sinilah terlihat bahwa antara tujuan dan sarana terdapat
suatu hubungan, tetapi hubungan itu tidak satu satunya sebagai hal
yang mewujudkan kebijakan, tetapi paling tidak hanya menyangkut
suatu kebijakan tertentu atau bagian tertentu dari suatu kebijakan. Sda
kebijakan yang dapat diwujudkan tanpa hubungan tetapi memenuhi
pemenuhan unsur yang ditentukan walaupun tidak sepenuhnya. Ada
hal yang terjadi, di mana tujuan dulu yang ditetapkan haruslah
menyusul sarana yang dibutuhkan sesuai pengalaman, dan ada pula
suatu tujuan pada suatu kebijakan tertentu menjadi sarana pada
kebijakan lainnya.
Contoh: pemberdayaan masyarakat lokal (daerah) adalah menjadi
tujuan dari kebijakan otonomi daerah melalui undang undang yang
diperlakukan, ia akan menjadi sarana dari kebijakan demokratisasi dan
atau partisipasi masyarakat.
Tentang unsur sarana, begitu banyak hal yang harus dipertimbangkan
antara lain, tentang besar atau luasnya saranan dibanding dengan
tujuan yang dicapai, jika sarana lebih besar ketimbang tujuan, hal itu
memerlukan pertimbangan rasional. Hal yang menyangkut jenis
sarana, seperti sarana dalam pemerintahan umum dari yang terkecil
hingga yang terbesar, dapat disebutkan seperti: subsidi, anggaran,
perundang-undangan, partisipasi politik, hingga hal yang
bersangkutan paut dengan ketahanan seperti peperangan.
Unsur waktu adalah dimaksudkan sebagai sesuatu keadaan yang
berkenaan dengan jangka waktu pencapaian tujua, penggunaan sarana
dan kegiatan atau upaya yang dilakukan. Waktu dalam isi kebijakan
selalu berkaitan dengan tiga unsur lainnya dan selalu terkait dengan
kecepatan terlaksanya kegiatan dan tercapainya tujuan. Contoh:
kecepatan waktu yang berlangsung secara bertahap sebagaimana
kebijakan pembangunan 25 tahun.
Keempat unsur disebutkan dapat dijadikan kriteria dalam
menempatkan konsep kebijakan pada berbagai dimensi seperti
dimensi pemerintahan dalam kebijakan pemerintahan, dimensi sosial
dalam kebijakan sosial, dimensi poltik dalam kebijakan politik.
Dimensi pemerintahan menyebabkan kebijakan itu disebut kebijakan
pemerintah menempatkan pengertian kebijakan sebagai tindakan
secara sadar dan sistematis dengan mempergunakan sarana sarana
yang cocok dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang
dijalankan langkah demi langkah (kleijn, 1968). Jika kebijakan dalam
dimensi pemerintahan yang untuk kemudian dirumuskan sebagai
suatu kebijakan pemerintah dalam rumusan kleijn (1968) dilihat dari
pemenuhan unsur suatu kebijakan maka dapatlah disebutkan bahwa:
unsur upaya ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’tindakan secara sadar
dan sistematis’’. Unsur sarana ditandai oleh pernyataan kalimat
mempergunakan sarana sarana yang cocok’’. Unsur tujuan ditandai
oleh pernyataan kalimat ‘’tujuan politik yang jelas’’. Unsur waktu
ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’langkah demi langkah’’.
Dimensi politik menyebabkan kebijakan itu disebut sebagai kebijakan
pemerintah dalam dimensi politik atau secara singkat disebut
kebijakan politik. Menempatkan pengertian kebijakan politik sebagai
suatu susunan dari pertama: tujuan tujuan yang dipilih oleh aktor atau
aktor aktor untuk diri sendiri atau untuk suatu kelompok; kedua, jalan
jalan dan sarana sarana yang dipilih oleh cq oleh mereka; dan ketiga,
saat saat yang ia cq mereka pilih (kuypers,1973)
Pengertian dalam dimensi ini ditemukan dalam keragaman rumusan
walaupun dalam substansi yang sama, seperti yang dikemukakan oeh
rosenthal dalam hoogerwerf (1983) yang merumuskan kebijakan
politik adalah merupakan himpunan keputusan keputusan dan
perbuatan yang berhubungan dari suatu aktor terhadap suatu masalah
atau suatu kelompok tujuan.
Dimensi hukum menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan
hukum yang menempatkan pengertian kebijakan sebagai politik
hukum kehendak yang saling berinteraksi dan malah saling
berlawanan.
Dimensi sosiologi menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan
sosial (hoferwerf, 1983) yang menempatkan pengertian kebijakan
sebagai suatu rencana aksi, suatu susunan sarana dan tujuan. Namun
dalam konteks sosial maka dimensinya mencakupi aspek aspek sosial
yang sangat luas, dan oleh karena itu dapat dikatakan sebagai
kebijakan dalam dimensi sosial di mana dalam substansinya
menyangkut suatu rencana aksi yang sangat aktual yang bersentuhan
dengan pelaksanaan kebijakan. Dalam kaitannya dengan kebijakan
sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara generik atau luas
maupun spesifik. Secara genetik, kata sosial menunjuk pada
pengertian umum mengenai bidang bidang atau sektor sektor
pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks
masyarakat atau kolektifikasi. Istilah sosial dalam pengertian ini
mencakup antara lain bidang pendidikan, kesehatan politik, hukum,
budaya, atau pertanian. Dalam arti spesifik atau sempit, kata sosial
menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang atau
bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama
mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung
(disadvantaged group) dan kelompok rentan (vulnerable group).
Dimensi negara menempatkan kebijakan disebut ‘’kebijakan negara’’.
Kalau hal itu dilihat dari segi formalnya, kebijakan dilakukan oleh
negara melalui perangkat perangkat kenegaraan atau mereka yang
menyelenggarakan negara. Mereka penyelenggara negara disebut
pemerintah dan inilah yang sering dikacaukan dengan konsep
kebijakan pemerintah.
Pemerintah sebagai perangkat penyelenggara negara menempatkan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai kebijakan negara,
tetapi pemerintah dalam artian yang agak lebih sempit yaitu
menyangkut kelembagaan pemerintahan maka menempatkan
kebijakan sebagai kebijakan pemerintah.
Kebijakan negara dilihat dari isi dalam konteks negara demokrasi
modern adalah berisikan aspriasi atau kehendak kehendak pejabat
yang mewakili kepentingan rakyat dan malah di dalamnya mencakup
pendapat umum (opini publik). Di sinilah letaknya kebijakan negara
sering diartikan sebagai kebijakan publik.
Menurut konsep para ahli dapat dikemukakan beberapa rumusan, yang
antara lain oleh edward III dan sharkansky (1978) yang merumuskan
bahwa kebijakan negara: is what governments say and do, or do it is
the goodsor purposes of government programs… ‘ adalah yang
dilakukan dan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Konsepsi
demikian pada dasarnya sama dengan apa yang dikemukakan oleh dye
(1972).
Konsepsi konsepsi inilah memberikan pengertian bahwa tatkala
pemahaman terhadap kebijakan negara tercakup di dalamnya
kebijakan pemerintahan, tetapi kebijakan pemerintah tidak selalu
dipandang sebagai kebijakan negara. Negara hanya satu dalam suatu
organisasi pemerintahan negara tetapi pemerintah bisa mungkin lebih
dari satu seperti kebijakan pemerintah (nasional), kebijakan
pemerintah (daerah / lokal).
Dilihat dari daya berlakunya, maka kebijakan negara dipaksakan
kepada seluruh warga negara seperti kebijakan perlakuan konstitusi,
kebijakan tentang garis garis besar haluan negara lewat ketetapan
majelis permusyawarahan rakyat. Sedangkan kebijakan pemerintah
dapat mungkin hanya untuk segolongan warga negara, atau semua
warga negara dalam hal hal tertentu. Baik kebijakan negara maupun
kebijakan pemerintah keduanya dipaksakan oleh pemerintah.
1.3 kebijakan pemerintah dalam lokus kegiatan
Pada setiap kebijakan, apapun dimensinya sebagaimana kebijakan
pemerintah dalam dimensi pemerintahan, dalam kegiatannya yang
berlangsung secara kontinu yang diawali dari isu hingga munculnya
isu baru, selalu berada dalam kegiatan dalam tiga lokus yaitu:
1. Perumusan
2. Implementasi
3. Evaluasi
Lokus perumusan, lokusi ini menempatkan pemahaman terhadap
kebijakan dari sisi perumusan baik itu dalam konteks sistem, proses
maupun dari sis analisa. Pada tahapan inilah akan dapat diungkapkan,
bagaimaan kebijakan itu dirumuskan dalam konteks mikro, dan dalam
konteks yang makro serta bagaimana analisa yang digunakan dalam
rangka perumusan kebijakan. Namun yang menjadi hal yang sangat
subtantif baik itu yang menyangkut hal yang dirumuskan maupun itu
yang menjadi komitmen untuk dilaksanakan dan sekaligus untuk
dilakukan evaluasi, adalah isi dari kebijakan.
Sebagaimana telah ditegaskan di atas, kebijakan tidak lain adalah
penyataan kehendak dan ketika kita berbicara tentang kehendak maka
disinilah berhadapan dengan sejumlah alternatif untuk dipilih
kemudian dirumuskan, dibuat dan atau ditetapkan.
Oleh karena itu, pertanyaan yang harus dijawab sebelum sampai pada
substansi dari suatu kebijakan adalah : mengapa harus dilakukan
pilihan atas alternatif. Jawabannya menuntut kita pada pemahaman
atas substansi kebijakan, di mana kebijakan muncul bisa mungkin
disebabkan karena nilai yang berada di belakang kehendak (pilihan
yang ditetapkan) dan bisa mungkin karena masalah yang terjadi.
Dalam masalah itulah terakumulasi sejumlah kehendak yang saling
bertentangan dan berinteraksi guna pemecahannya.
Berbicara tentang nilai yang dipandang sebagai penyebab kebijakan,
yang dimaksudkan adalah nilai nilai kebijakan yang sifatnya
universal, tidak dipengaruhi oleh ruang, waktu dan keadaan.
Nilai nilai demikian itu tentunya berkaitan dengan nilai hak hak asasi
manusia. Nilai nilai lain yang juga dipandang sebagai penyebab
kebijakan adalah nilai nilai ideologis yang biasanya menjadi
pandangan hidup suatu bangsa dan dipandang sebagai nilai dasar
suatu negara sebagaimana nilai nilai pancasila bagi negara republik
indonesia. Nilai politik dan nilai organisasi, melihat nilai yang
mendesak berkaitan dengan kepentingan kelompok dimana pelaku
kebijakan berafiliasi, dan nilai yang mempertahankan organisasi.
Sedangkan ‘’masalah’’ yang dipandang sebagai penyebab kebijakan,
adalah dimaksudkan bukan masalah dalam konteks penelitian
sebagaimaan deviasi antara das sollen dengan das sein tetapi yang
dimaksudkan adalah masalah yang berkaitan dengan kebijakan.
Masalah kebijakan adalah masalah yang sangat komplementer.
Contoh: ketiadaan beras dalam suatu daerah tidak akan pernah
menjadi masalah bagi orang kaya tetapi hal itu dapat dipastikan
menjadi masalah bagi orang miskin. Namun hal itu akan menjadi
masalah orang kaya atau semua orang jika akibat dari ketiadaan beras
itu akan mengancam kehidupan dan keamanan orang lain atau semua
orang.
Masalah kebijakan dilihat dalam lokus lokus tertentu, masalah
kebijakan dalam jenisnya dibagi atas lokus substansi dan non
substansi. Lokus substansi menempatkan masalah kebijakan akan
menjadi isi sekaligus menjadi tujuan kebijakan, isinya adlah hal hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum dan tentunya yang
universal. Sedangkan dalam lokus non substansi, masalah
digolongkan pada masalah yang sifatnya prosedural yang tentunya
berkaitan dengan pengorganisasian dan berkaitan dengan sistem.
Lokus lain di mana cara masalah itu terangkat, membagi masalah atas:
masalah kebijakan yang terjadinya dengan cara dipaksakan atau ada
desakan dari luar atau dari pelaku yang disebut sebagai pressing
problem dan ada dengan cara seleksi, ditentukan sendiri oleh pelaku
kebijakan yang diistilahkan dengan selected problem. Pada lokus
pelaku kebijakan itu sendiri menempatkan masalah dalam dua macam
yaitu masalah yang bersifat publik dan masalah privat. Yang bersifat
publik itulah yang digolongkan sebagai masalah kebijakan.
Lokus implementasi
Lokus implementasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam
pengaruh berbagai faktor dalam rangka pelaksanaan kebijakan itu
sendiri. Disini akan dapat dipahami, bagaiaman kinerja dari suatu
kebijakan, bagaimana isi yang berinteraksi dengan kelompok sasaran
dan bagaimna sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan (politik,
sosial dan lain lainnya) berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan.
Terhadapp berbagai faktor dalam implementasi kebijakan. Wibawa 21
menjelaskan bahwa ada 4 faktor yng saling berinteraksi yang berfokus
pada kinerja kebijakan, faktor tersebut secara berturut turut adalah :
1. Isi kebijakan
2. Political will
3. Karakteristik kelompok sasaran
4. Dukungan lingkungan.
Sistem implementasi kebijakan yang bertumpu pada kinerja ini dapat
secara konkret dapat dijelaskan dengan menampilkan hal sebagai
berikut;
Contoh: oleh karena isi kebijakan otonomi daerah pada pemberdayaan
masyarakat dan daerah sedangkan masyarakat dan daerah dalam
wilayah negara kesatuan republik indonesia sangat beragam maka
realitas aplikasi kinerja otonomi daerah sangat beragam. Keragaman
terjadi karena lingkungan yang beragam sebagai faktor pendukung
yang sangat mempengaruhi.
Di dalam pola sistem terlihat pada sejumlah faktor yang berinteraksi
bertumpu pada kinerja sehingga kinerja yang nampak adlah ditentukan
oleh interaksi dari keempat sub sistem. Untuk sub sistem isi kebijakan
disamping di warnai oleh interaksi dari sumber daya, personil dan
manajemen, juga dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat beragam
dimensinya serta dukungan dari keinginan politik (kekuasaan yang
ada dalam kehidupan masyarakat dan daerah). Dimensi lingkungan
dapat berasal dari budaya, dari kondisi ekonomi, dari kondisi sosial,
hukum dan dari kondisi alam sehingga dari pengaruh lingkungan ini,
otonom daerah dari setiap daerah berbeda dalam kinerjanya. Ada
daerah dengan kinerja yang tinggi dengan sejumlah indikator dalam
kategori tinggi dan ada yang sedang dan malah ada yang rendah.
Lokus evaluasi
Evaluasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam penilaian atas
pelaksanaan dan akibatnya, memberi pemahaman bahwa ada model
yang dapat dijadikan penilaian baik dalam pelaksanannya maupun
akibat akibat yang akan terjadi.
Akibat yang segera dapat dipahami disebut sebaai effect sedang yang
akan dipahami dalam waktu yang lama sebagai hasil akhir dari suatu
kebijakan disebut sebagai impact. Baik effect maupun impact itulah
yang menjadi dampak yang harus diketahui lewat evaluasi kebijakan.
Ketiga tahapan yang berlangsung akan berada dalam sistem dan
proses kegiatan yang berlangsung.

More Related Content

What's hot

Kebijakan Publik
Kebijakan PublikKebijakan Publik
Kebijakan Publik
StRahmawatiAPabittei
 
siklus kebijakan publik
siklus kebijakan publiksiklus kebijakan publik
siklus kebijakan publik
Erlin Alltid Tufft Västkusten
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
Siti Sahati
 
Evolusi Perbandingan Administrasi Negara
Evolusi Perbandingan Administrasi NegaraEvolusi Perbandingan Administrasi Negara
Evolusi Perbandingan Administrasi Negara
Siti Sahati
 
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaeblerreinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
Bhaskoro Utomo
 
Siklus & lingkungan kebijakan publik
Siklus & lingkungan kebijakan publikSiklus & lingkungan kebijakan publik
Siklus & lingkungan kebijakan publik
Siti Sahati
 
3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan
Muh Firyal Akbar
 
Pengertian pemerintah dan pemerintahan
Pengertian pemerintah dan pemerintahanPengertian pemerintah dan pemerintahan
Pengertian pemerintah dan pemerintahanNina Muhaemin
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Dadang Solihin
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Dadang Solihin
 
Good Governance dan Pelayanan Publik
Good Governance dan Pelayanan PublikGood Governance dan Pelayanan Publik
Good Governance dan Pelayanan Publik
Dian Herdiana
 
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARASISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
PLUR
 
Kebijakan publik
Kebijakan publikKebijakan publik
Kebijakan publik
Lusiana Diyan
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
Transmission Music Group
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik
93220872
 
Perbandingan Sistem Administrasi Negara
Perbandingan Sistem Administrasi NegaraPerbandingan Sistem Administrasi Negara
Perbandingan Sistem Administrasi Negara
Siti Sahati
 
Administrasi bagi pembangunan 1 7
Administrasi bagi pembangunan 1 7Administrasi bagi pembangunan 1 7
Administrasi bagi pembangunan 1 7PLUR
 
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
National Resilience Institute of Republic Indonesia
 
Smart Governance
Smart GovernanceSmart Governance
Smart Governance
IrfanRahmat5
 

What's hot (20)

Kebijakan Publik
Kebijakan PublikKebijakan Publik
Kebijakan Publik
 
Kebijakan publik
Kebijakan publik Kebijakan publik
Kebijakan publik
 
siklus kebijakan publik
siklus kebijakan publiksiklus kebijakan publik
siklus kebijakan publik
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
 
Evolusi Perbandingan Administrasi Negara
Evolusi Perbandingan Administrasi NegaraEvolusi Perbandingan Administrasi Negara
Evolusi Perbandingan Administrasi Negara
 
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaeblerreinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
reinventing government dalam pemikiran David Osborne & Ted Gaebler
 
Siklus & lingkungan kebijakan publik
Siklus & lingkungan kebijakan publikSiklus & lingkungan kebijakan publik
Siklus & lingkungan kebijakan publik
 
3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan3 proses perumusan kebijakan
3 proses perumusan kebijakan
 
Pengertian pemerintah dan pemerintahan
Pengertian pemerintah dan pemerintahanPengertian pemerintah dan pemerintahan
Pengertian pemerintah dan pemerintahan
 
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan ProsesPerencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
Perencanaan Pembangunan Daerah: Konsep, Strategi, Tahapan, dan Proses
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Good Governance dan Pelayanan Publik
Good Governance dan Pelayanan PublikGood Governance dan Pelayanan Publik
Good Governance dan Pelayanan Publik
 
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARASISTEM ADMINISTRASI NEGARA
SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
 
Kebijakan publik
Kebijakan publikKebijakan publik
Kebijakan publik
 
Analisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publikAnalisis kebijakan publik
Analisis kebijakan publik
 
Prinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi PublikPrinsip Administrasi Publik
Prinsip Administrasi Publik
 
Perbandingan Sistem Administrasi Negara
Perbandingan Sistem Administrasi NegaraPerbandingan Sistem Administrasi Negara
Perbandingan Sistem Administrasi Negara
 
Administrasi bagi pembangunan 1 7
Administrasi bagi pembangunan 1 7Administrasi bagi pembangunan 1 7
Administrasi bagi pembangunan 1 7
 
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf6 dimensi dalam administrasi publik pdf
6 dimensi dalam administrasi publik pdf
 
Smart Governance
Smart GovernanceSmart Governance
Smart Governance
 

Similar to Variabel kebijakan pemerintah

Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiaSejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiataufin
 
Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pekerja Sosial Masyarakat
 
Bab 3 penampilan kebijakan pemerintah
Bab  3 penampilan kebijakan pemerintahBab  3 penampilan kebijakan pemerintah
Bab 3 penampilan kebijakan pemerintah
nurul khaiva
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
Septian Muna Barakati
 
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
AgusDermawan12
 
Resume birokrasi indonesia
Resume birokrasi indonesiaResume birokrasi indonesia
Resume birokrasi indonesia
Yasirecin Yasir
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
Asvif Ma'rufah
 
Tugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikTugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikLa Mone
 
Makalah ilmu politik
Makalah ilmu politikMakalah ilmu politik
Makalah ilmu politik
Septian Muna Barakati
 
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Operator Warnet Vast Raha
 
Pengantar paradigma dan teori ilmu adm
Pengantar paradigma dan teori ilmu admPengantar paradigma dan teori ilmu adm
Pengantar paradigma dan teori ilmu adm
Lili Fajri Dailimi
 
Makalah ilmu politik 3
Makalah ilmu politik  3Makalah ilmu politik  3
Makalah ilmu politik 3
Septian Muna Barakati
 
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptxPertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
HidayatulJumaah
 
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxdilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
DewiNurfadilah2
 
Politik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasionalPolitik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasional
Doan Gabriel Silalahi
 
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptxPPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
SherlinDoi
 
Makalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politikMakalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politik
Sentra Komputer dan Foto Copy
 
Disiplin ilmu hukum tata negara
Disiplin ilmu hukum tata negaraDisiplin ilmu hukum tata negara
Disiplin ilmu hukum tata negara
MAHASISWI
 
Buku ajar hukum administrasi negara
Buku ajar hukum administrasi negaraBuku ajar hukum administrasi negara
Buku ajar hukum administrasi negara
Nina Ruspina
 
Governance-Manajemen
Governance-ManajemenGovernance-Manajemen
Governance-Manajemen
Elisa Lumintang
 

Similar to Variabel kebijakan pemerintah (20)

Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesiaSejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
Sejarah perkembangan administrasi publik di indonesia
 
Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2Pemerintah Bukanlah Negara 2
Pemerintah Bukanlah Negara 2
 
Bab 3 penampilan kebijakan pemerintah
Bab  3 penampilan kebijakan pemerintahBab  3 penampilan kebijakan pemerintah
Bab 3 penampilan kebijakan pemerintah
 
Makalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negaraMakalah hukum tata negara
Makalah hukum tata negara
 
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdfMAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
MAKALAH KELOMPOK 6_PENEGAKKAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (1).pdf
 
Resume birokrasi indonesia
Resume birokrasi indonesiaResume birokrasi indonesia
Resume birokrasi indonesia
 
Konsep good governance
Konsep good governanceKonsep good governance
Konsep good governance
 
Tugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politikTugas final sejarah politik
Tugas final sejarah politik
 
Makalah ilmu politik
Makalah ilmu politikMakalah ilmu politik
Makalah ilmu politik
 
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
Politikdanstrateginasional 130617055951-phpapp01
 
Pengantar paradigma dan teori ilmu adm
Pengantar paradigma dan teori ilmu admPengantar paradigma dan teori ilmu adm
Pengantar paradigma dan teori ilmu adm
 
Makalah ilmu politik 3
Makalah ilmu politik  3Makalah ilmu politik  3
Makalah ilmu politik 3
 
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptxPertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
Pertemuan 2; KONSEP DAN TEORI BIROKRASI.pptx
 
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxdilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptx
 
Politik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasionalPolitik dan strategi nasional
Politik dan strategi nasional
 
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptxPPT PERTEMUAN KE-2.pptx
PPT PERTEMUAN KE-2.pptx
 
Makalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politikMakalah dasar dasar politik
Makalah dasar dasar politik
 
Disiplin ilmu hukum tata negara
Disiplin ilmu hukum tata negaraDisiplin ilmu hukum tata negara
Disiplin ilmu hukum tata negara
 
Buku ajar hukum administrasi negara
Buku ajar hukum administrasi negaraBuku ajar hukum administrasi negara
Buku ajar hukum administrasi negara
 
Governance-Manajemen
Governance-ManajemenGovernance-Manajemen
Governance-Manajemen
 

More from nurul khaiva

M 10
M 10M 10
M 9
M 9M 9
M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7
nurul khaiva
 
M 4
M 4M 4
M 3
M 3M 3
M 2
M 2M 2
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
nurul khaiva
 
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
nurul khaiva
 
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
nurul khaiva
 
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
nurul khaiva
 
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
nurul khaiva
 
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politikPart 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
nurul khaiva
 
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
nurul khaiva
 
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesiaSistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
nurul khaiva
 
Contoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copyContoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copy
nurul khaiva
 
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisaSikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
nurul khaiva
 
Uu no 32
Uu no 32Uu no 32
Uu no 32
nurul khaiva
 
9. sarana tun
9. sarana tun9. sarana tun
9. sarana tun
nurul khaiva
 
8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara
nurul khaiva
 
7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara
nurul khaiva
 

More from nurul khaiva (20)

M 10
M 10M 10
M 10
 
M 9
M 9M 9
M 9
 
M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7M 5, m-6, dan m-7
M 5, m-6, dan m-7
 
M 4
M 4M 4
M 4
 
M 3
M 3M 3
M 3
 
M 2
M 2M 2
M 2
 
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)
 
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
Part 6 (lnjtn evolusi paradigma pembangunan)
 
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)
 
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
Part 4 (pembangunan ekonomi dunia)
 
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
Part 3 (paradigma sistem ekonomi)
 
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politikPart 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politik
 
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
Part 1 (gambaran umum ekopol kebijakan)
 
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesiaSistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesia
 
Contoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copyContoh analisis kebijakan penataan copy
Contoh analisis kebijakan penataan copy
 
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisaSikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisa
 
Uu no 32
Uu no 32Uu no 32
Uu no 32
 
9. sarana tun
9. sarana tun9. sarana tun
9. sarana tun
 
8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara8. lembaga lembaga negara
8. lembaga lembaga negara
 
7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara7. lembaga lembaga negara
7. lembaga lembaga negara
 

Recently uploaded

Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdfMitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
pelestarikawasanwili
 
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdfRegulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
MuhaiminMuha
 
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdfMateri Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
pelestarikawasanwili
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
Zainul Ulum
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
adminguntur
 
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
heri purwanto
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
ApriyandiIyan1
 
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptxPendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
AmandaJesica
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
DwiSuprianto2
 
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptxMATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
DidiKomarudin1
 

Recently uploaded (10)

Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdfMitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
 
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdfRegulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
 
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdfMateri Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
 
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
 
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptxPendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
 
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptxMATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
 

Variabel kebijakan pemerintah

  • 1. 1.1 variabel kebijakan pemerintah Sebagai suatu konsep yang mengandung nilai kebijakan pemerintah diramu dari dua konsep dasar, yaitu konsep kebijakan dan konsep pemerintah. Dua konsep yang mengandung makna satu kesatuan pengertian ketika masing masing konsep diuraikan secara konseptual yang berujung pada satu kesatuan pengertian dalam konteks pemakaian yang berbeda. Pemerintah yang menempatkan konteks kebijakan dalam pemberian makna atas arti terhadapnya pada hakikatnya menjadikan pemerintah sebagai suatu konsep menjadi sesuatu yang aktual, sesuatu yang tidak sekadar menjadi pemikiran akan tetapi menjadi sesuatu yang dapat diaplikasikan, diterapkan dan menjadikan ia menjadi aktual dalam kehidupan pemerintahan suatu negara. Dan ketika aktualisasi pemerintahan nampak dalam kebijakan yang dirumuskan, dan untuk kemudian diimplementasikan maka rakyat di dalam berbagai status sebagai pihak yang diperintah tidak saja akan menjadi kelompok sasaran dari kehendak yang ingin diwujudkan akan tetapi sekaligus menjadi pelaku dari kehendak pemerintahan secara bersama sama, apalagi ketika pemerintah dan kebijakan secara filosofis diletakkan dalam tuntutan pemerintahan demokrasi. Ensiklopedi nasioanl indonesia, volume 12 (1997), memberikan terminologi ‘’pemerintah’’ dalam dua sisi pengertian, yaitu dalam pengertian sempit dan dalam pengertian yang luas. Pengertian sempit, pemerintah diartikan sebagai pemegang kekuaaan eksekutif; sedangkan dalam artian luas adalah seluruh lembaga dan kegiatannya dalam suatu negara, termasuk hal hal yang berhubungan dengan
  • 2. legislatif dan yudikatif. Pengertian ini memberikan makna bahwa pemegang kekuasaan tidak saja difokuskan pada lembaga eksekutif akan tetapi mereka para pelaku kelembagaan dalam berbagai kegiatannya dalam kehidupan suatu negara baik itu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Semuanya itu disebut sebagai pemegang kekuasaan dalam pemerintahan, yang secara konkret adalah mereka yang mengemban bidang tugas pokok dan yang utama yaitu melaksanakan kehendak negara sebagaimana diperintahkan oleh konstitusi negara. Kehendak setiap negara selalu terurai dengan tegas dalam tujuan yang hendak dicapai baik itu melalui tujuan yang bersifat internasional maupun yang bersifat nasional menuju tercapainya sasaran negara, yaitu suatu bentuk masyarakat yang diinginkan. Mereka para pemegang kekuasaan pemerintahan pada hakikatnya adalah manusia manusia pemerintah, manusia yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara, yang secara filosofis menjadi objek material dari pemerintahan sebagai suatu ilmu walaupun imu pemerintahan tidak memiliki objek forma tertentu sebagaimana ilmu politik, atau ilmu administrasi akan tetapi semua bidang kompotensi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk menjelaskan objek materialnya. Bagaimaan manusia pemerintahan melaksanakan kehendak negara di bidang politik maka ilmu pemerintahan menggunakan kompotensi ilmu politik untuk menjelaskannya. Dalam bidang ilmu administrasi, manusia pemerintahan dapat menggunakan kompotensi ilmu administrasi untuk melakukan pengaturan. Demikian pula dengan ilmu ilmu
  • 3. pengetahuan lainnya seperti ilmu ekonomi, sosiologi, dan semua bidang ilmu ilmu sosial. Keberadaan manusai pemerintahan sesuai ruang kegiatannya secara kuantitatif tersebar dalam jumlah yang banyak pada semua lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dan secara kualitatif tersebar dalam tingkat tingkat hierarkis dalam satu kesatuan organisasi negara serta dalam ragam posisi dan status. Mereka semuanya disebut sebagai aparatur negara dan aparatur pemerintah, alat yang mewakili dan melaksanakan kepentingan negara dan kepentingan pemerintah. Mereka keseluruhan para aparatur yang terorganisir dalam suatu bentuk organisasi yang disebut birokrasi dalam beragam status, dapat dalam status sebagai birokrasi profesional, birokrasi teknis, dan birokrasi politik. Jika organisasi aparatur dilihat dalam kesatuan sistem kerja yang diemban, maka terkonsepsilah aparatur negara dan pemerintah dalam sistem kelembagaan negara dan kelembagaan pemerintah. Dengan demikian, manusia pemerintahan disebut pula sebagai para birokrat, para pelaku kelembagaan negara, pelaku kelembagaan pemerintah. Dalam terminologi lainnya, aparatur negara dan pemerintah dikonsepsikan sebagai para administrasi negara, dan oleh sebab itu konsepsi tentang administrasi negara diterjemahkan sebagai public administration. Di sinilah konsep pemerintah diartikan sama dengan konsep publik administration di mana publik belum berkonotasi sebagai masyarakat tetapi masih dalam kontek negara. Dalam posisi lain, khususnya bagi para aparatur pemerintah adalah sebagai warga negara yang diangkat berdasarkan aturan perundangan
  • 4. yang berlaku menjadi seorang pegawai negeri sipil, pegawai yang dibina, dikembangkan oleh negara dengan pembiayaan oleh negara / daerah. Mereka para pegawai negeri sipil berada dalam jumlah yang banyak serta dalam klasifikasi kualitas pendidikan yang beragam sesuati tingkat tingkat pendidikan yang diperlakukan. Oleh karena itu pula, pemerintah selalu terkonotasi sebagai para pegawai sipil, para pegawai negara. Konsep ‘’pemerintah’’ didefinisikan dalam konteks pemerintahan, yang oleh srianingrat (1988) diindikatori oleh adanya hubungan yang berlangsung dalam kerangka pelaksanaan tugas tugas pemerintahan. Hubungan yang terjadi adalah hubungan yang berlangsung secara fungsional antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan rakyat sebagai pihak yang dikuasai. Kepenguasaan dalam kerangka hubungan tidak diarahkan pada konsep hogemeni secara otoriter akan tetapi dapat pula berlangsung dalam kerangka demokratisasi. Kepenguasaan akan terlihat pada peggunaan intisari ‘’pemerintah’’ yaitu ‘’perintah’’ yang tidak dipersamakan dengan order atau direction akan tetapi bermakna fungsional dalam upaya pengayoman, pelayanan dan pembangunan. Sepanjang ketiga fungsi itu diwujudkan oleh pemerintah maka hubungan kekuaaan akan berlangsung. Dalam fungsi pengaturan, fungsi pelayanan akan berlangsung hubungan kekuasaan dalam pemenuhan kebutuhan, dan fungsi pembangunan akan berlangsung hubungan kekuasaan pemberdayaan. Dari konsepsi ‘’pemerintah’’ dalam pemerintahan inilah, maka terkandunglah makna atas ‘’pemerintah dan rakyat’’ dalam satu kesatuan fungsi pelaksanaan kekuasaan tugas tugas pemerintahan. Dari sinilah dapat pula diartikan
  • 5. bahwa objek material dari ilmu pemerintahan adalah manusia pemerintahan, manusia yang berada dalam kerjasama pemerintahan, kerjasama antara pemerintah dengan rakyat sebagai pihak yang diperintah. Tanpa suatu kerjasama maka tujuan yang diinginkan oleh negara tidak akan tercapai (ali, 2003). Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan paradigma baru terhadap public administration yang memperluas arti dari publik tidak lagi berarti negara akan tetapi telah berkonotasi sebagai masyarakat, dan kepentingan umum dari seluruh rakyat di dalam berbagai peran dan statusnya (rakyat, penduduk, warga negara / daerah, bangsa, kelompok kepentingan dan semacamnya). Imu pengetahuan tentang pemerintahan telah dikonsepsikan oleh woodrow wilson (1985) dalam satu kesatuan variabel pemerintahan administratif, yang beliau praktikkan selaku presiden amerika pada masanya. Pemikiran tentang pemerintahan administratis adalh pemikiran yang didasarkan pada teori dikotonomi dalam kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, teori yang memisahkan antara politik dan administrasi. Politik diterjemahkan sebagai policy (kebijakan) yaitu kekuasaan politik mapun kekuasaan administratif, keduanya adalah menjadi kekuasaan pemerintahan dalam artian yang luas. Namun dalam konsepsi yang sempit, kekuasaan administratif itulah yang dimaksudkan dengan kekuasaan pemerintahan dalam arti kekuasaan eksekutif dalam konteks pembagina kekuasaan berdasarkan teori trias politika baik oleh montesquieu maupun oleh rousseau. Pengertian ‘’pemerintahan’’ berdasarkan pandangan wilson memberikan petunjuk bahwa konsep ‘’pemerintahan’’ dapat diartikan
  • 6. sebagai kebijakan, ketika konsep pemerintahan dalam artian luas, namun konsep kebijakan dalam artian luas tidak saja dibatasi pada kekuasaan perumusan kehendak ditingkat negara akan tetapi kebijakanpun dapat saja dirumuskan pada tingkat pemerintahan dalam artian eksekutif, belum lagi ketika kebijakan dikaitkan dengan persoalan implemmentasi di mana pemerintah dalam artian yang sangat semput dapat berperan sebagai implementer. Belum lagi, jika kebijakan dilihat dalam konteks hierarkis di mana ada kebijakan stratejik, taktis dan teknis yang dalam perlakuannya berlangsung secara kontinu atau terus menerus baik secara horizontal maupun secara vertikal dalam tataran kelembagaan. Malah dalam literatur yang berlaku di negara negara eropa kontinental seperti negeri belanda, menjadikan kebijakan sebagai materi dari ilmu pemerintahan (hoogerwerf, 1988). Jika pengertian ‘pemerintah’ sebagaimana diuraikan di atas dilihat dalam sejumlah variabel yang menjadi ruang lingkup bahasan atau materi ajaran ketika konsep itu diletakkan dalam konteks ilmu pemerintahan , maka variabel variabelnya dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Manusia pemerintahan 2. Aparatur negara dan pemerintah 3. Birokrasi pemerintah 4. Administrasi negara 5. Kelembagaan negara dan pemerintah 6. Ilmu kebijakan
  • 7. Dari variabel ini memperlihatkan bahwa konsep ‘pemerintah; bermakna muti arti namun salah satu variabel memperlihatkan bahwa konsep ‘pemerintah’ dijadikan sebagai ilmu kebijakan yang seczra filosofis haruslah diakui ia memiliki objek (fokus) kajian, pendekatan dan terminologi yang secara baku digunakan dalam pengembangan ilmunya. Ketika konsep pemerintah dilihat dimaknai sebagai ilmu kebijakan (wilson; 1985 hoogerwerf, 1988), maka objek / fokus adalah manusia pemerintahan baik dalam konteks manusia yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara dalam satu kesatuan hubungan fungsional dengan rakyat dalam berbagai status dan peran maupun di dalam kerjasama pemerintah dan rakyat di dalam pencapaian tujuan negara. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah menggunakan semua bidang ilmu untuk dapat menjelaskan ojek / fokusnya. Adapun terminologi yang baku, jelas ia memiliki sejumlah banyak istilah yang digunakan di dalam menjelaskan objek dan pendekatannya walaupun terminologi dari hampir semua ilmu sudah digunakan secara bersama sama seperti terminologi otoritas dan sebagainya. Selanjutnya tentang konsep kebijakan, secara konseptual sering dikonsepsikan dengan terminologi ‘kebijaksanaan’ sebagai konsep filsafat yang diterminologikan dengan ‘wisdom’ yang berarti ‘cinta kebenaran’. Konsep ‘kebijaksanaan’ diartikan sebagai suatu ‘pernyataan kehendak’; dalam bahasa politik diistilahkan sebagai ‘statemen of intens’ atau perumusan keinginan (budiardjo, 1972). Kebijakan sebagai studi haruslah diartikan sebagai pernyataan kehendak yang diikuti oleh unsur pengaturan dan atau paksaan,
  • 8. sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Di dalam kerangka itulah, pelaksanaan kebijakan memerlukan kekuasaan (power) dan wewenang (authority) yang dapat dipakai untuk membina kerjasama dan dan meredam serta menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai akibat dari pencapaian kehendak. Ketika berbicara tentang adanya unsur pengaturan, maka sejumlah teori harus diperlakukan jika mengingkan suatu kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan pada landasan teori yang berlaku dan relevan dengan tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian, suatu kebijakan tidak saja dilakukan atas dasar kekuasaan akan tetapi memiliki pembenaran secara teoritis keilmuan. Berbicara tentang kekuasaan, substansi yang harus diperhatikan adalah ‘influencing’ atau sejauhmana kita mampu mempengaruhi kelompok sasaran memberikan dukungan terhadap kehendak yang diinginkan. Di sinilah faktor kepemimpinan sebagai hal yang strategis. Begitu pula dengan konsep ‘kewenangan’, substansi yang harus diperhatikan adalah ‘the willingness to serve’ atau sejauh mana kemampuan dalam menciptakan kesediaan kelompok sasaran untuk membantu. Untuk itu diperlukan kemampuan yang dapat menciptakan 3 faktor utama (bie, 1964), yaitu: 1. Integrity (kejujuran) 2. Common purpose (tujuan yang sama) 3. Common method of thinking (metode berpikir yang sama) Faktor integritas pribadi seseorang pemimpin atau pimpinan, pengakuan atas kekuasaan yang dimiliki akan melahirkan kewenangan
  • 9. untuk dapat berbuat. Demikian pula dengan kemampuan penciptaan tujuan yang sama dengan cara berpikir yang sama. Setiap kehendak yang dinyatakan, pada hakikatnya adlah merupakan hasil pilihan dari sejumlah alternatif yang ada dan atau tersedia guna melakukan seuatu atau untuk tidak melakukan sejalan dengan konsep kebijakan yang dikemukakan dye (mustopadidjaya, 1986). Uraian demikian memberikan arahan berpikir bahwa suatu kebijakan dapat disebut sebagai kebijakan jika memiliki 4 unsur, yaitu: 1. Adanya pernyataan kehendak. Ini berarti ada keinginan atau sejumlah kemauan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu 2. Pernyataan didasarkan pada otoritas. Ini berarti ada kewenangan yang dimiliki atau yang melekat pada diri seseorang pemegang atau pemilik kewenangan dan atau pada kesatuan sistem seperti lembaga atau asosiasi, terlepas dari mana kewenangan itu diperoleh, apakah lewat penunjukkan dan pengangkatan atau melalui suatu proses demokratisasi. Seseorang pemegang otoritas beroleh atribut sebagai pejabat (administrator, excutive, politisi, aparatur negara atau aparat teknis dengan kapasitas sebagai aparatur pemerintah). Sedangkan lembaga yang memiliki atau memperoleh otoritas adalah setiap kesatuan lingkungan kerja yang mengembangkan bidang tugas dan fungsi tertentu seperti departemen, lembaga non departemen, badan, dinas, jawatan, daerah (swapraja dan swatantra), unit pelaksana tugas / daerah dan negara sekalipun.
  • 10. Mereka para pemilik atau yang memperoleh otoritas adalah para subjek kebijakan atau para pelaku pemerintahan. 3. Adanya kewenangan untuk melakukan pengaturan dan jika perlu melakukan pemaksaan kehendak. Ini berarti, bahwa untuk mencapai kehendak yang diinginkan oleh otoritas diperlukan kegiatan pengaturan dalam artian yang luas luasnya. Pengaturan yang dilakukan didasarkan pada keberlakuan teori melalui kegiatan administrasi, melalui kegiatan pengelolaan (manajemen), dan melalui penuangan kehendak lewat aturan perundangan yang berlaku. Kesemuanya diarahkan pada terciptanya ketertiban dalam kehidupan organisasi. 4. Adanya tujuan yang dikehendaki. Ini berarti mengandung arti yang luas, dapat saja tujuan dalam konteks ruang dan waktu capaian, dapat saja tujuan dalam konteks situasi dan keadaan seperti upaya peredaman konflik atau penciptaan kesepakatan dalam kehidupan kebersamaan dengan mempertimbangkan peran dan status. Selanjutnya, apa yang menjadi hakikat arti kebijakan melahirkan pertanyaan : bagaimanakah dengan pengambilan keputusan (decision making), bukankah pengambilan keputusan adalah hasil pilihan dari sejumlah alternatif. Sifat kebijakan adalah kontinum yang berarti sesuatu yang berlangsung secara terus menerus, begitu pilihan alternatif diambil akan diikuti oleh pelaksanaan kehendak sebagai pilihan tindakan. Dari pilihan tindakan inilah dapat dilakukan penilaian yang melahirkan sejumlah isu isu baru yang memerlukan perumusan kembali. Demikian seterusnya berlangsung dalam
  • 11. dinamika dan dalam sistem yang hidup sesuai tuntutan konteks kebijakan itu sendiri. Kebijakan akan berlangsung secara terus menerus dalam suatu proses yang diawali dengan isu dan diakhiri dengan isu namun dari isu inilah melahirkan isu isu baru yang mendorong dilakukan reformulasi atas kebijakan yang berjalan dan dengan demikian akan berlanjut dengan reimplementasi dan untuk akhirnya reevaluasi, demikian seterusnya. Namun pada setiap kali terjadi reformulasi, reimplementasi dan reevaluasi akan selalu terjadi adanya pertimbangan pertimbangan baru, pengaturan pengaturan baru karena hal ini berada dalam situasi dan kondisi yang sangat dinamis dan memerlukan kemampuan antisipasi yang tepat di tengah tengah tuntutan perubahan. Akan bermunculan berbagai fenomena kebijakan yang menarik untuk dilakukan pengkajian secara metodologi sehingga dimungkinkan penerapan teori baru, perbaikan teori yang diperlakukan yang diikuti dengan berbagai perbaikan tindakan. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa pengambilan kebijakan adalah akumulasi dari sejumlah keputusan keputusan yang diambil sedangkan pengambilan keputusan adalah dilakukan tegas yang bersifat final dan harus diambil untuk penyesuaian sesuatu masalah sesuai dengan tuntutan masalah dalam proses kebijakan yang berlangsung. Budiardjo (1972) merumuskan kebijaksanaan sebagai suatu kumpulan keputusan yang diambil oeh seseorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan tujuan dan cara cara untuk mencapai tujuan ,sedangkan keputusan adalah membuat pilihan sejumlah keputusan, dan setiap keputusan berada dalam proses pengambilan
  • 12. keputusan. Ketika sejumlah keputusan dikumpulkan maka hal itu akan terwujud sebagai suatu kebijakan. Perbedaan keduanya berada pada konteks operasional, yang pada hakikatnya mengandung arti yang sama yaitu adanya pilihan sejumlah alternatif yang dirumuskan dan atau yang diambil. Jika pilihan dimaksudkan diletakkan pada tingkat pilihan yang dikehendaki, ada pilihan yang strategis dan non strategis. Yang strategis sering dipersamakan dengan kebijakan jikalau strategi dipahami sebagai pilihan yang terbaik (salusu, 1966). Pilihan yang terbaik tentunya diperoleh dari sekian banyak alternatif yang diperhadapkan. Di sinilah kebijakan dan dirumuskan dan dijalankan serta menempatkannya pada tingkatan: 1. Kebijakan / keputusan strategis 2. Kebijakan / keputusan non strategis, yang terdiri dari:  Kebijakan / keputusan taktis operasional  Kebijakan / keputusan teknis operasional Kontekstual suatu kebijakan tergantung pada aspek yang dikaji dalam rangka pengkajian kebijakan sebagai suatu studi. Pada aspek sasaran, jika kebijakan diarahkan untuk kepentingan publik, menempatkan pengertian pada variabel kebijakan publik. Dalam kajian atas variabel ini, konsep publik diartikan dalam artian umum, masyarakat dalam berbagai peran dan statusnya (warga negara / daerah, penduduk, rakyat, anggota masyarakat, kelompok kepentingan), dan bahkan negara. Jika konteks yang dikaji dari aspek yang menghendaki diperlukannya suatu kebijakan dan yang menghendakinya adalah pemerintah,
  • 13. terminologi kebijakan diarahkan pada variabel kebijakan pemerintah. Demikian pula dengan pelaku pelaku lainnya seperti instansi atau kelembagaan pemerintahan atau yang lebih luas lagi seperti pengusaha, lembaga lembaga swasta lainnya yang dapat melahirkan beragam variabel kebijakan seperti variabel kebijakan kelembagaan dan seterusnya. Jikalau dimensi tertentu seperti dimensi politik yang menjadi isi atau komitmen kebijakan, lahirlah berbagai variabel seperti variabel kebijakan politik, kebijakan dalam dimensi politik, demikian pula dengan kebijakan ekonomi dalam dimensi ekonomi dan kebijakan kebijakan lainnya. Khusus pada kebijakan pemerintah sebagai suatu variabel yang menjadi objek sutdi pada program studi ilmu pemerintahan, dan dikaitkan dengan konsep ‘pemerintah’ serta berbagai alternatif variabelnya sebagaimana diuraikan pada bagian atas, maka kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan yang bisa mungkin dilakukan oleh: 1. Kebijakan pemerintah dalam artian luas (eksekutif, legislatif, yudikatif) 2. Kebijakan pemerintah dalam artian sempit yaitu oleh eksekutif. 3. Kebijakan oleh aparatur negara dalam jabatan kenegaraan seperti kebijakan presiden, kebijakan menteri, kebijakan pimpinan dewan perwakilan rakyat, kebijakan ketua mahkamah agung, dan kebijakan kebijakan lain yang dilakukan oleh para aparatur negara seperti kebijakan kepala kejaksaan, kebijakan kepala kepolisian negara, kebijakan pimpinan komisi dan
  • 14. seterusnya berkenaan dengan jabatan negara seperti jabatan gubernur, jabatan bupati dan seterusnya 4. Kebijakan oleh aparatur pemerintah dalam suatu kesatuan birokrasi seperti kebijakan berkenaan dengan korpri. 5. Kebijakan administrasi negara dalam satu kesatuan sistem kelembagaan seperti kebijakan kelembagaan pendidikan nasional. Kelima kebijakan disebutkan di atas adalah menjadi bidang kajian kebijakan pemerintah, yang dilakukan oleh manusia manusia pemerintahan dalam satu kesatuan kekuasaan pemerintahan, satu kesatuan dalam hubungan secara fungsional antara pemerintah dengan rakyat dalam berbagai peran dan status sebagai pihak yang diperintah (dikuasai) maupun dalam hubungan kerjasama dalam pencapaian kehendak negara sebagaimana diisyaratkan oleh konstitusi. Kelima kebijakan yang terkategorikan sebagai kebijakan pemerintah pada sasarannya ditujukan untuk kepentingan pihak yang diperintah (rakyat, masyarakat, penduduk, warga negara, dan masyarakat, berbagai kelompok kepentingan, berbagai golongan masyarakat) yang pada hakikatnya adalah dipandang sebagai publik, publik tidak saja dalam konteks negara inklud pemerintah akan tetapi seluruh pihak yang diperintah yang berlangsung baik dalam hubungan fungsional dalam konteks kekuasaan maupun dalam hubungan kerjasama dalam konteks pengaturan. Kebijakan pemerintah yang pada hakikatnya tujuan dan sarannnya adalah terkategorikan sebagai kebijakan publik maka hal itu menunjuk pada tingkah laku sejumlah pelaku atau kumpulan pelaku seperti
  • 15. aparatur pemerintah, birokrat atau kelembagaan legislatif dalam hal kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti kegiatan yang bersentuhan dengan transportasi umum dan perlindungan konsumen. Kebijakan publik boleh dipandang sebagai segala kegiatan yang enjadi pilihan pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan, meski terdapat sejumlah definisi yang mungkin dapat memberikan pemahaman yang cukup dalam setiap pembicaraan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Berbagai literatur ilmu politik berisi banyak definisi kebijakan publik, rasanya hampir setiap orang yang menulis tentang hasil kebijakan publik mengajukan tawaran definisi dan dengan berbagai pandangan dan kritik. Dunn (1981) mengemukakan satu definisi yang merumuskan kebijakan publik adalah ‘hubungan dari unit pemerintahan dengan lingkungannya’. Di lain tulisan dunn (1981) merumuskan dengan mengemukakan bahwa kebijakan publik ialah apapun yang pemerintah hendak lakukan atau tidak dilakukan. Richard rose (dunn, 1981) menyarankan bahwa kebijakan dianggap sebagai rangkaian yang panjang dari kegiatan yang lebih kurang saling berhubungan dan berakibat untuk sesuatu yang perlu diperhatikan dari sekadar sebagai suatu keputusan tertentu. Walaupun agak membingungkan, definisi rose memperkuat dugaan bahwa kebijakan adalah arah dan pola dari kegiatan dan bukan sekadar keputusan untuk melakukan sesuatu. Ilmuwan politik carl J. Friedrich (dunn,1981) merumuskan kebijakan sebagai bentuk tindakan
  • 16. yang dibuat oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu kesempatan dan tantangan lingkungan dimana kebijakan diajukan untuk digunakan guna menanggulangi kesulitan atau permasalahan yang terjadi dalam usaha mencapai tujuan atau merealisasikan program atau tujuan yang dikehendaki. Namun secara sederhana dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan lembaga pemerintahan dalam artian yang luas yang berarti lembaga non pemerintahan juga secara implisit termasuk di dalamnya dengan alasan karena mereka pun adalah juga, sebagai pelaku dan faktor yang mempengaruhi. Implikasi dari kebijakan pemerintah juga disebut sebagai kebijakan publik dapat disebutkan sebagai berikut: Pertama: bahwa apa yang dimaksudkan dengan kebijakan pemerintah atau publik adalah setiap tindakan yang berorientasi pada tujuan yang dikehendaki pada situasi yang memungkinkan berubah secara terus menerus. Kedua: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik mengandung pola atau bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah. Ketiga: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik timbul karena respon terhadap tuntutan, atau penyelesaian atas isu publik. Keempat: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik memuat apa yang pemerintah selalu lakukan, bukan apa yang pemerintah hendak lakukan atau apa yang pemerintah rencanakan akan dilakukan. Kelima: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik bisa mungkin berdampak positif selain dampak negatif. Ia memuat beberapa bentuk
  • 17. tindakan pemerintah sekaligus dengan sejumlah masalah di mana tindakan diinginkan (positif), atau bisa mungkin memuat beberapa hal yang sedang dicari pemecahannya (negatif). 1.2 unsur dan dimensi kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang ditujukan untuk publik. Dalam pengertian yang seluas luasnya (negara, masyarakat dalam berbagai status serta untuk kepentingan umum) baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak secara langsung yang tercermin pada pelbagai dimensi kehidupan publik. Oleh karena itu, kebijakan publik sering disebut sebagai kebijakan publik. Secara konseptual, kebijakan publik (hoogerwerf, 1983) adalah usaha untuk mencapai tujuan tujuan tertentu, dengan sarana sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Konsep ini memperlihatkan adanya kandungan empat unsur pokok yaitu adanya: 1. Usaha 2. Tujuan 3. Sarana 4. Waktu Unsur usaha dalam kebijakan adalah dimaksudkan bahwa kebijakan itu terjadi sebagai iusaha yang dilakukan, usaha mana bisa dalam bentuk tindakan (kelakuan atau perilaku atau perbuatan) dan bisa dalam bentuk pemikiran seperti pendapat ataupun gagasan. Suatu pernyataan kehendak yang dilakukan atas dasar pengaturan pengaturan tertentu, dapat diwujudkan melalui tindakan yang tertuang dalam berbagai keputusan keputusan hukum, dan dapat pula melalui
  • 18. pemikiran yang dituangkan ke dalam kerangka konsep dari suatu peraturan. Contoh: upaya untuk memberdayakan masyarakat dan daerah melalui undang undang nomor 22 tahun 1999 untuk kemudian dipertegas melalui undang undang nomor 32 tahun 2004 dan seterusnya melalui penyempurnaan lewat undang undang nomor 12 tahun 2008. Upaya pemberdayaan adalah merupakan unsur usaha yang dipenuhi oleh kebijakan lewat perlakuan ketiga undang undang disebutkan. Unsur tujuan sangatlah penting sebab dengan menegaskan kehendak yang dinyatakan atas dasar pengaturan yang dilakukan oleh peemerintah membedakannya dengan tujuan yang dilakukan oleh pelaku pelaku non pemerintah. Pemerintah dapat berbuat karena kekuasaan yang dimilikinya dan kekuasaan itu berada dalam wilayah yang disebut kedaulatan suatu daerah atau negara. Pemerintah tanpa kekuasaan (tidak berkuasa) bukanlah pemerintah. Karena kekuasaan yang dimiliki menyebabkan pemerintah dapat menyelenggaraka pemerintahan. Pada zaman modern, pemerintah berkuasa bukanlah untuk kepentingan kekuasaan tetapi kepentingan masyarakat. Pemerintah ada karena masyarakat menghendakinya. Pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan haruslah berorientasi pada kepentingan masyarakat (publik interest0, dan karena itu pula pemerintah di dalam melakukan sesuatu kebijakan haruslah berorientasi pada tujuan. Hoogergerf (1983) menegaskan bahwa tujuan itu pada umumnya adalah untuk: 1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
  • 19. 2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal (negara sebagai koordinator) 3. Memperuntukkan dan membagi berbagai materi (negara sebagai pembagi alokasi) Ketiga tujuan inilah yang harus dijabarkan secara rinci pada setiap dilakukannya perumusan atau pengambilan sesuatu kebijakan. Hanya saja, bagaimana tujuan itu bagi setiap negara, pada dasarnya sama walaupun berbeda dalam rumusan seperti tujuan kebijakan negara yang tertuang dalam konstitusi negara republik indonesia, undang undang dasar 1945 yang terjabar ke dalam dua tujuan utama, yaitu tujuan nasional dan tujuan internasional. Tujuan nasional terdiri 3 capaian, yaitu: 1. Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluru tumpah darah indonesia (bagian integral dari fungsi negara sebagai stabilisator) 2. Memajukan kesejahteraan umum (bagian integral dari fungsi negara sebagai pembagi, alokasi) 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa (bagian integral dari fungsi negara sebagai koordinator). Sedangkan tujuan internasional adalah : ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (negara dalam fungsi stabilisator). Di dalam rangka penetapan unsur tujuan nampak adanya perbedaan prinsip antara kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah karena kuasaan yang dimilikinya berada dalam wilayah kekuasaan suatu negara, sedangkan bagi pelaku lainnya kekuasaan sebatas wilayah
  • 20. yang menjadi kompetensinya. Steiner (havemen dan margolis, 1970) manyatakan bahwa bagi kebijakan pemerintah ditandai oleh ciri yaitu: 1. kebijakan pemerintah mengenai langsung atau tidak langsung terhadap semua anggota masyarakat. 2. kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah dan kebijakan pemerintah yang mengikat bagi anggota masyarakat di daerah kekuasaan tertentu sebagaimana keberlakuan kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah lewat undang undang nomor 32 tahun 2004 dan kebijakan otonomi daerah untuk daerah nangru aceh dan papua. Keberlakuan mengikat sesuatu kebijakan tidak saja karena kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah, tetapi kepengikatan itu didasarkan pada ukuran ukuran suatu kebijakan sehingga ia berlaku diinginkan untuk dicapai. Azas adalah sama dengan pengistilahan aksioma dalam dunia ilmu pasti. A kali B hasilnya adalah AB. Bagi asas, pengertian yang sama dengan axioma yang harus diberikan. Hanya saja bagi asas hal itu hanya berlaku dalam dunia ilmu sosial. Asas secara konseptual adalah aturan tingkah laku yang bersifat umum. Termasuk dalam ukuran azas adalah teori yaitu sesuatu yang dijadikan dasar dalam menjawab masalah yang akan di atasi oleh kebijakan. Teori biasanya mengandung sesuatu yang kausal logis dan tersusun secara sistematis guna menjawab masalah. Kaitan kausalitas akan nampak pada sebab atau akibat dari suatu kebijakan yang akan diperlakukan. Teori bisa berasal dari berbagai bidang ilmu dan penerapannya tergantung pada relevansi masalah yang akan dijawab oleh kebijakan.
  • 21. Selanjutnya tentang norma hukum yang diperlakukan adalah dimaksudkan setiap aturan tingkah laku yang secara khusus dapat dijadikan dasar dirumuskannya serta dilaksanakannya suatu kebijakan. Sedangkan tujuan akhir, hal ini harus dipertimbangkan adanya tujuan awal, tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan ada tujuan jangka panjang. Tercapainya tujuan yang dikehendaki adalah disebabkan oleh salah satu sebab yang antara lain karena tersedianya atau terpenuhinya sarana yang dipergunakan atau sarana yang dibutuhkan. Di sinilah terlihat bahwa antara tujuan dan sarana terdapat suatu hubungan, tetapi hubungan itu tidak satu satunya sebagai hal yang mewujudkan kebijakan, tetapi paling tidak hanya menyangkut suatu kebijakan tertentu atau bagian tertentu dari suatu kebijakan. Sda kebijakan yang dapat diwujudkan tanpa hubungan tetapi memenuhi pemenuhan unsur yang ditentukan walaupun tidak sepenuhnya. Ada hal yang terjadi, di mana tujuan dulu yang ditetapkan haruslah menyusul sarana yang dibutuhkan sesuai pengalaman, dan ada pula suatu tujuan pada suatu kebijakan tertentu menjadi sarana pada kebijakan lainnya. Contoh: pemberdayaan masyarakat lokal (daerah) adalah menjadi tujuan dari kebijakan otonomi daerah melalui undang undang yang diperlakukan, ia akan menjadi sarana dari kebijakan demokratisasi dan atau partisipasi masyarakat. Tentang unsur sarana, begitu banyak hal yang harus dipertimbangkan antara lain, tentang besar atau luasnya saranan dibanding dengan tujuan yang dicapai, jika sarana lebih besar ketimbang tujuan, hal itu memerlukan pertimbangan rasional. Hal yang menyangkut jenis
  • 22. sarana, seperti sarana dalam pemerintahan umum dari yang terkecil hingga yang terbesar, dapat disebutkan seperti: subsidi, anggaran, perundang-undangan, partisipasi politik, hingga hal yang bersangkutan paut dengan ketahanan seperti peperangan. Unsur waktu adalah dimaksudkan sebagai sesuatu keadaan yang berkenaan dengan jangka waktu pencapaian tujua, penggunaan sarana dan kegiatan atau upaya yang dilakukan. Waktu dalam isi kebijakan selalu berkaitan dengan tiga unsur lainnya dan selalu terkait dengan kecepatan terlaksanya kegiatan dan tercapainya tujuan. Contoh: kecepatan waktu yang berlangsung secara bertahap sebagaimana kebijakan pembangunan 25 tahun. Keempat unsur disebutkan dapat dijadikan kriteria dalam menempatkan konsep kebijakan pada berbagai dimensi seperti dimensi pemerintahan dalam kebijakan pemerintahan, dimensi sosial dalam kebijakan sosial, dimensi poltik dalam kebijakan politik. Dimensi pemerintahan menyebabkan kebijakan itu disebut kebijakan pemerintah menempatkan pengertian kebijakan sebagai tindakan secara sadar dan sistematis dengan mempergunakan sarana sarana yang cocok dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang dijalankan langkah demi langkah (kleijn, 1968). Jika kebijakan dalam dimensi pemerintahan yang untuk kemudian dirumuskan sebagai suatu kebijakan pemerintah dalam rumusan kleijn (1968) dilihat dari pemenuhan unsur suatu kebijakan maka dapatlah disebutkan bahwa: unsur upaya ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’tindakan secara sadar dan sistematis’’. Unsur sarana ditandai oleh pernyataan kalimat mempergunakan sarana sarana yang cocok’’. Unsur tujuan ditandai
  • 23. oleh pernyataan kalimat ‘’tujuan politik yang jelas’’. Unsur waktu ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’langkah demi langkah’’. Dimensi politik menyebabkan kebijakan itu disebut sebagai kebijakan pemerintah dalam dimensi politik atau secara singkat disebut kebijakan politik. Menempatkan pengertian kebijakan politik sebagai suatu susunan dari pertama: tujuan tujuan yang dipilih oleh aktor atau aktor aktor untuk diri sendiri atau untuk suatu kelompok; kedua, jalan jalan dan sarana sarana yang dipilih oleh cq oleh mereka; dan ketiga, saat saat yang ia cq mereka pilih (kuypers,1973) Pengertian dalam dimensi ini ditemukan dalam keragaman rumusan walaupun dalam substansi yang sama, seperti yang dikemukakan oeh rosenthal dalam hoogerwerf (1983) yang merumuskan kebijakan politik adalah merupakan himpunan keputusan keputusan dan perbuatan yang berhubungan dari suatu aktor terhadap suatu masalah atau suatu kelompok tujuan. Dimensi hukum menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan hukum yang menempatkan pengertian kebijakan sebagai politik hukum kehendak yang saling berinteraksi dan malah saling berlawanan. Dimensi sosiologi menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan sosial (hoferwerf, 1983) yang menempatkan pengertian kebijakan sebagai suatu rencana aksi, suatu susunan sarana dan tujuan. Namun dalam konteks sosial maka dimensinya mencakupi aspek aspek sosial yang sangat luas, dan oleh karena itu dapat dikatakan sebagai kebijakan dalam dimensi sosial di mana dalam substansinya menyangkut suatu rencana aksi yang sangat aktual yang bersentuhan
  • 24. dengan pelaksanaan kebijakan. Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara generik atau luas maupun spesifik. Secara genetik, kata sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang bidang atau sektor sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau kolektifikasi. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang pendidikan, kesehatan politik, hukum, budaya, atau pertanian. Dalam arti spesifik atau sempit, kata sosial menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang atau bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung (disadvantaged group) dan kelompok rentan (vulnerable group). Dimensi negara menempatkan kebijakan disebut ‘’kebijakan negara’’. Kalau hal itu dilihat dari segi formalnya, kebijakan dilakukan oleh negara melalui perangkat perangkat kenegaraan atau mereka yang menyelenggarakan negara. Mereka penyelenggara negara disebut pemerintah dan inilah yang sering dikacaukan dengan konsep kebijakan pemerintah. Pemerintah sebagai perangkat penyelenggara negara menempatkan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai kebijakan negara, tetapi pemerintah dalam artian yang agak lebih sempit yaitu menyangkut kelembagaan pemerintahan maka menempatkan kebijakan sebagai kebijakan pemerintah. Kebijakan negara dilihat dari isi dalam konteks negara demokrasi modern adalah berisikan aspriasi atau kehendak kehendak pejabat
  • 25. yang mewakili kepentingan rakyat dan malah di dalamnya mencakup pendapat umum (opini publik). Di sinilah letaknya kebijakan negara sering diartikan sebagai kebijakan publik. Menurut konsep para ahli dapat dikemukakan beberapa rumusan, yang antara lain oleh edward III dan sharkansky (1978) yang merumuskan bahwa kebijakan negara: is what governments say and do, or do it is the goodsor purposes of government programs… ‘ adalah yang dilakukan dan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Konsepsi demikian pada dasarnya sama dengan apa yang dikemukakan oleh dye (1972). Konsepsi konsepsi inilah memberikan pengertian bahwa tatkala pemahaman terhadap kebijakan negara tercakup di dalamnya kebijakan pemerintahan, tetapi kebijakan pemerintah tidak selalu dipandang sebagai kebijakan negara. Negara hanya satu dalam suatu organisasi pemerintahan negara tetapi pemerintah bisa mungkin lebih dari satu seperti kebijakan pemerintah (nasional), kebijakan pemerintah (daerah / lokal). Dilihat dari daya berlakunya, maka kebijakan negara dipaksakan kepada seluruh warga negara seperti kebijakan perlakuan konstitusi, kebijakan tentang garis garis besar haluan negara lewat ketetapan majelis permusyawarahan rakyat. Sedangkan kebijakan pemerintah dapat mungkin hanya untuk segolongan warga negara, atau semua warga negara dalam hal hal tertentu. Baik kebijakan negara maupun kebijakan pemerintah keduanya dipaksakan oleh pemerintah. 1.3 kebijakan pemerintah dalam lokus kegiatan
  • 26. Pada setiap kebijakan, apapun dimensinya sebagaimana kebijakan pemerintah dalam dimensi pemerintahan, dalam kegiatannya yang berlangsung secara kontinu yang diawali dari isu hingga munculnya isu baru, selalu berada dalam kegiatan dalam tiga lokus yaitu: 1. Perumusan 2. Implementasi 3. Evaluasi Lokus perumusan, lokusi ini menempatkan pemahaman terhadap kebijakan dari sisi perumusan baik itu dalam konteks sistem, proses maupun dari sis analisa. Pada tahapan inilah akan dapat diungkapkan, bagaimaan kebijakan itu dirumuskan dalam konteks mikro, dan dalam konteks yang makro serta bagaimana analisa yang digunakan dalam rangka perumusan kebijakan. Namun yang menjadi hal yang sangat subtantif baik itu yang menyangkut hal yang dirumuskan maupun itu yang menjadi komitmen untuk dilaksanakan dan sekaligus untuk dilakukan evaluasi, adalah isi dari kebijakan. Sebagaimana telah ditegaskan di atas, kebijakan tidak lain adalah penyataan kehendak dan ketika kita berbicara tentang kehendak maka disinilah berhadapan dengan sejumlah alternatif untuk dipilih kemudian dirumuskan, dibuat dan atau ditetapkan. Oleh karena itu, pertanyaan yang harus dijawab sebelum sampai pada substansi dari suatu kebijakan adalah : mengapa harus dilakukan pilihan atas alternatif. Jawabannya menuntut kita pada pemahaman atas substansi kebijakan, di mana kebijakan muncul bisa mungkin disebabkan karena nilai yang berada di belakang kehendak (pilihan yang ditetapkan) dan bisa mungkin karena masalah yang terjadi.
  • 27. Dalam masalah itulah terakumulasi sejumlah kehendak yang saling bertentangan dan berinteraksi guna pemecahannya. Berbicara tentang nilai yang dipandang sebagai penyebab kebijakan, yang dimaksudkan adalah nilai nilai kebijakan yang sifatnya universal, tidak dipengaruhi oleh ruang, waktu dan keadaan. Nilai nilai demikian itu tentunya berkaitan dengan nilai hak hak asasi manusia. Nilai nilai lain yang juga dipandang sebagai penyebab kebijakan adalah nilai nilai ideologis yang biasanya menjadi pandangan hidup suatu bangsa dan dipandang sebagai nilai dasar suatu negara sebagaimana nilai nilai pancasila bagi negara republik indonesia. Nilai politik dan nilai organisasi, melihat nilai yang mendesak berkaitan dengan kepentingan kelompok dimana pelaku kebijakan berafiliasi, dan nilai yang mempertahankan organisasi. Sedangkan ‘’masalah’’ yang dipandang sebagai penyebab kebijakan, adalah dimaksudkan bukan masalah dalam konteks penelitian sebagaimaan deviasi antara das sollen dengan das sein tetapi yang dimaksudkan adalah masalah yang berkaitan dengan kebijakan. Masalah kebijakan adalah masalah yang sangat komplementer. Contoh: ketiadaan beras dalam suatu daerah tidak akan pernah menjadi masalah bagi orang kaya tetapi hal itu dapat dipastikan menjadi masalah bagi orang miskin. Namun hal itu akan menjadi masalah orang kaya atau semua orang jika akibat dari ketiadaan beras itu akan mengancam kehidupan dan keamanan orang lain atau semua orang. Masalah kebijakan dilihat dalam lokus lokus tertentu, masalah kebijakan dalam jenisnya dibagi atas lokus substansi dan non
  • 28. substansi. Lokus substansi menempatkan masalah kebijakan akan menjadi isi sekaligus menjadi tujuan kebijakan, isinya adlah hal hal yang berkaitan dengan kepentingan umum dan tentunya yang universal. Sedangkan dalam lokus non substansi, masalah digolongkan pada masalah yang sifatnya prosedural yang tentunya berkaitan dengan pengorganisasian dan berkaitan dengan sistem. Lokus lain di mana cara masalah itu terangkat, membagi masalah atas: masalah kebijakan yang terjadinya dengan cara dipaksakan atau ada desakan dari luar atau dari pelaku yang disebut sebagai pressing problem dan ada dengan cara seleksi, ditentukan sendiri oleh pelaku kebijakan yang diistilahkan dengan selected problem. Pada lokus pelaku kebijakan itu sendiri menempatkan masalah dalam dua macam yaitu masalah yang bersifat publik dan masalah privat. Yang bersifat publik itulah yang digolongkan sebagai masalah kebijakan. Lokus implementasi Lokus implementasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam pengaruh berbagai faktor dalam rangka pelaksanaan kebijakan itu sendiri. Disini akan dapat dipahami, bagaiaman kinerja dari suatu kebijakan, bagaimana isi yang berinteraksi dengan kelompok sasaran dan bagaimna sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan (politik, sosial dan lain lainnya) berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan. Terhadapp berbagai faktor dalam implementasi kebijakan. Wibawa 21 menjelaskan bahwa ada 4 faktor yng saling berinteraksi yang berfokus pada kinerja kebijakan, faktor tersebut secara berturut turut adalah : 1. Isi kebijakan 2. Political will
  • 29. 3. Karakteristik kelompok sasaran 4. Dukungan lingkungan. Sistem implementasi kebijakan yang bertumpu pada kinerja ini dapat secara konkret dapat dijelaskan dengan menampilkan hal sebagai berikut; Contoh: oleh karena isi kebijakan otonomi daerah pada pemberdayaan masyarakat dan daerah sedangkan masyarakat dan daerah dalam wilayah negara kesatuan republik indonesia sangat beragam maka realitas aplikasi kinerja otonomi daerah sangat beragam. Keragaman terjadi karena lingkungan yang beragam sebagai faktor pendukung yang sangat mempengaruhi. Di dalam pola sistem terlihat pada sejumlah faktor yang berinteraksi bertumpu pada kinerja sehingga kinerja yang nampak adlah ditentukan oleh interaksi dari keempat sub sistem. Untuk sub sistem isi kebijakan disamping di warnai oleh interaksi dari sumber daya, personil dan manajemen, juga dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat beragam dimensinya serta dukungan dari keinginan politik (kekuasaan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan daerah). Dimensi lingkungan dapat berasal dari budaya, dari kondisi ekonomi, dari kondisi sosial, hukum dan dari kondisi alam sehingga dari pengaruh lingkungan ini, otonom daerah dari setiap daerah berbeda dalam kinerjanya. Ada daerah dengan kinerja yang tinggi dengan sejumlah indikator dalam kategori tinggi dan ada yang sedang dan malah ada yang rendah. Lokus evaluasi Evaluasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam penilaian atas pelaksanaan dan akibatnya, memberi pemahaman bahwa ada model
  • 30. yang dapat dijadikan penilaian baik dalam pelaksanannya maupun akibat akibat yang akan terjadi. Akibat yang segera dapat dipahami disebut sebaai effect sedang yang akan dipahami dalam waktu yang lama sebagai hasil akhir dari suatu kebijakan disebut sebagai impact. Baik effect maupun impact itulah yang menjadi dampak yang harus diketahui lewat evaluasi kebijakan. Ketiga tahapan yang berlangsung akan berada dalam sistem dan proses kegiatan yang berlangsung.