1. Dokumen tersebut membahas konsep pemerintah dan kebijakan pemerintah. Ia menjelaskan berbagai pengertian dan variabel yang terkait dengan konsep pemerintah seperti aparatur negara, birokrasi, administrasi negara, dan ilmu kebijakan.
2. Terdapat berbagai pendekatan dalam memahami konsep pemerintah, antara lain sebagai lembaga eksekutif, seluruh lembaga negara, atau sebagai ilmu keb
Ringkasan Materi dan Transparansi
Sumber:
Ginandjar Kartasasmita, 1997, “Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia”, LP3ES.
Ringkasan Materi dan Transparansi
Sumber:
Ginandjar Kartasasmita, 1997, “Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran dan Praktiknya di Indonesia”, LP3ES.
Model kebijakan publik memberikan kerangka untuk memahami proses kebijakan secara sederhana. Terdapat beberapa model seperti model institusional yang fokus pada struktur pemerintahan, dan model elite yang melihat administrator negara sebagai kelompok kecil. Model-model ini berguna untuk menganalisis faktor-faktor pengaruh terhadap kebijakan.
Dokumen tersebut membahas tentang siklus kebijakan publik yang terdiri atas empat tahapan yaitu penetapan agenda, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Dokumen tersebut juga menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam proses kebijakan publik seperti parlemen, birokrasi, dan kelompok kepentingan.
Sistem administrasi negara merupakan kerangka konseptual untuk memahami administrasi negara sebagai sistem yang terbuka dan kompleks. Sistem ini terdiri dari berbagai komponen yang saling berinteraksi dan terpengaruh oleh lingkungan seperti sistem politik dan ekonomi. Administrasi negara memiliki karakteristik sebagai sistem terbuka yang mentransformasikan masukan menjadi keluaran dan terus beradaptasi dengan lingkungannya.
Dokumen tersebut membahas tentang kebijakan publik, mulai dari pengertian, ciri, tipe, tujuan pembuatan, tanggapan masyarakat, partisipasi masyarakat dalam perumusan, hingga proses pembuatan kebijakan publik. Secara ringkas, kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan masyarakat melalui proses perencanaan, perumusan, penerapan, dan evalu
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya mempelajari analisis kebijakan publik, definisi kebijakan publik, kategori kebijakan publik, dan teori pembuatan keputusan kebijakan publik seperti teori rasional komprehensif dan inkremental.
1. Administrasi publik adalah studi tentang organisasi pemerintah, kebijakan publik, dan pelayanan masyarakat. 2. Lokus administrasi publik adalah organisasi publik seperti lembaga pemerintah dan nonpemerintah. 3. Fokus administrasi publik adalah kepentingan dan urusan masyarakat umum.
Perbandingan Sistem Administrasi NegaraSiti Sahati
Dokumen tersebut membahas tentang perbandingan sistem administrasi negara. Secara singkat, dokumen menjelaskan pentingnya melakukan perbandingan SAN untuk memahami sistem yang berlaku di negara lain, mendefinisikan model administrasi substantif dan formal, serta membedakan teori deskriptif dan preskriptif dalam kajian administrasi negara.
Dokumen tersebut membahas enam dimensi dalam administrasi publik yaitu dimensi kebijakan, organisasi, manajemen, etika, lingkungan, dan akuntabilitas kinerja. Dimensi-dimensi tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dalam rangka menjalankan administrasi publik untuk kepentingan masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang smart governance dan sistem informasi pemerintahan. Smart governance adalah cara suatu kota, perusahaan, dll dikontrol oleh orang-orang yang mengelolanya dengan memberikan layanan maksimal kepada masyarakat secara real-time melalui optimalisasi sumber daya manusia dan infrastruktur menggunakan teknologi. Implementasi smart governance di Indonesia masih terbatas pada beberapa daerah besar karena kendala infrastruktur.
Teks membahas perbedaan antara administrasi negara dan administrasi
pemerintahan di Indonesia dan Jerman. Di Indonesia, pelaksana RUU Administrasi
Pemerintahan adalah Instansi Pemerintah, sedangkan di Jerman pelaksananya
adalah Instansi Negara.
Model kebijakan publik memberikan kerangka untuk memahami proses kebijakan secara sederhana. Terdapat beberapa model seperti model institusional yang fokus pada struktur pemerintahan, dan model elite yang melihat administrator negara sebagai kelompok kecil. Model-model ini berguna untuk menganalisis faktor-faktor pengaruh terhadap kebijakan.
Dokumen tersebut membahas tentang siklus kebijakan publik yang terdiri atas empat tahapan yaitu penetapan agenda, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Dokumen tersebut juga menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam proses kebijakan publik seperti parlemen, birokrasi, dan kelompok kepentingan.
Sistem administrasi negara merupakan kerangka konseptual untuk memahami administrasi negara sebagai sistem yang terbuka dan kompleks. Sistem ini terdiri dari berbagai komponen yang saling berinteraksi dan terpengaruh oleh lingkungan seperti sistem politik dan ekonomi. Administrasi negara memiliki karakteristik sebagai sistem terbuka yang mentransformasikan masukan menjadi keluaran dan terus beradaptasi dengan lingkungannya.
Dokumen tersebut membahas tentang kebijakan publik, mulai dari pengertian, ciri, tipe, tujuan pembuatan, tanggapan masyarakat, partisipasi masyarakat dalam perumusan, hingga proses pembuatan kebijakan publik. Secara ringkas, kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah yang disusun untuk kepentingan masyarakat melalui proses perencanaan, perumusan, penerapan, dan evalu
Dokumen tersebut membahas mengenai pentingnya mempelajari analisis kebijakan publik, definisi kebijakan publik, kategori kebijakan publik, dan teori pembuatan keputusan kebijakan publik seperti teori rasional komprehensif dan inkremental.
1. Administrasi publik adalah studi tentang organisasi pemerintah, kebijakan publik, dan pelayanan masyarakat. 2. Lokus administrasi publik adalah organisasi publik seperti lembaga pemerintah dan nonpemerintah. 3. Fokus administrasi publik adalah kepentingan dan urusan masyarakat umum.
Perbandingan Sistem Administrasi NegaraSiti Sahati
Dokumen tersebut membahas tentang perbandingan sistem administrasi negara. Secara singkat, dokumen menjelaskan pentingnya melakukan perbandingan SAN untuk memahami sistem yang berlaku di negara lain, mendefinisikan model administrasi substantif dan formal, serta membedakan teori deskriptif dan preskriptif dalam kajian administrasi negara.
Dokumen tersebut membahas enam dimensi dalam administrasi publik yaitu dimensi kebijakan, organisasi, manajemen, etika, lingkungan, dan akuntabilitas kinerja. Dimensi-dimensi tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dalam rangka menjalankan administrasi publik untuk kepentingan masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang smart governance dan sistem informasi pemerintahan. Smart governance adalah cara suatu kota, perusahaan, dll dikontrol oleh orang-orang yang mengelolanya dengan memberikan layanan maksimal kepada masyarakat secara real-time melalui optimalisasi sumber daya manusia dan infrastruktur menggunakan teknologi. Implementasi smart governance di Indonesia masih terbatas pada beberapa daerah besar karena kendala infrastruktur.
Teks membahas perbedaan antara administrasi negara dan administrasi
pemerintahan di Indonesia dan Jerman. Di Indonesia, pelaksana RUU Administrasi
Pemerintahan adalah Instansi Pemerintah, sedangkan di Jerman pelaksananya
adalah Instansi Negara.
Teks tersebut membahas tentang administrasi publik dan tata pemerintahan yang baik. Administrasi publik adalah sistem yang menanggapi masalah-masalah masyarakat dan manajemen usaha-usaha masyarakat. Tata pemerintahan yang baik terwujud dengan adanya pemerintahan yang demokratis, transparan, dan bertanggung jawab kepada rakyat. Ilmu administrasi publik berperan dalam merancang sistem tata pemerintahan demikian.
Good governance mensyaratkan 8 karakteristik termasuk partisipasi, rule of law, transparansi, responsiveness, konsensus, kesetaraan dan inklusivitas, efektivitas dan efisiensi, serta akuntabilitas. Governance berfokus pada proses pengambilan keputusan dan implementasinya yang melibatkan berbagai aktor, bukan hanya pemerintah.
Dokumen tersebut membahas konsep dan teori birokrasi secara menyeluruh, mulai dari asal kata birokrasi, pengertian birokrasi menurut berbagai negara dan tokoh, klasifikasi birokrasi, tujuan dan manfaat birokrasi, serta karakteristik birokrasi ideal menurut beberapa ahli.
dilema etik dalam dunia pemerintahan klp2.pptxDewiNurfadilah2
Dokumen ini membahas tentang pemerintahan dan kebijakan publik. Secara singkat, dokumen ini menjelaskan pengertian pemerintah, good governance, etika pemerintahan, dan kebijakan publik. Dokumen ini juga membahas prinsip-prinsip pemerintahan dalam Al-Quran dan etika. Pembahasan diakhiri dengan kesimpulan dan saran terkait kebijakan harga BBM.
Politik dan Strategi Nasional, Demokrasi dan Implementasi
Ringkasan:
Dokumen ini membahas tentang pengertian politik nasional, strategi nasional, demokrasi, dan bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam politik sebagai implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia. Politik nasional adalah kebijakan umum untuk mencapai tujuan nasional, sedangkan strategi nasional adalah cara melaksanakan politik nasional. Demokrasi di Indonesia didasarkan p
Dokumen tersebut membahas tentang Sistem Administrasi Negara Indonesia (SANI) dan penyempurnaan administrasi negara Republik Indonesia. Ia menjelaskan pengertian administrasi negara, sejarah perkembangan, dan perubahan struktur kelembagaan melalui empat kali amandemen UUD 1945 sejak era reformasi yang mengubah sistem pemerintahan menjadi lebih terdesentralisasi dan berimbang.
A. Negara Sebagai Objek Ilmu Pengetahuan
Negara merupakan gejala kehidupan umat manusia di sepanjang sejarah umat manusia. Sebagai bentk organisasi kehidupan bersama dalam masyarakat, Negara selalu menjadi pusat perhatian dan objek kajian bersamaan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan umat manusia. Banyak cabang ilmu pengetahuan yang menjadikan Negara sebagai objek kajian. Misalnya , ilmu politik, ilmu Negara, ilmu hukum kenegaraan, ilmu hukum tata Negara, hukum administrasi Negara, dan ilmu administrasi pemerintahan (Public Administration).
Beberapa para ahli seperti O. Hood Phillips, Paul Jackson, dan Patricia Leopold mengartikan Negara atau state sebagai : “An independent political society occupying a defined territory, the members of which are united together for the purpose of resisting external force and the preservation of internal order“ dikatakan pula oleh Phillips, Jackson, dan Leopald: “No independent political society can be termed as state unless if professes to exercise both the function; but no modern state of any importance content itself with this narrow range of activity. As civililation becomes more complex, population increases and social conscience arises, the needs of the governed call for increased and social attention; taxes have to be livied to meet these needs; justice must be administered, commerce regulated, educational facilities and many other social services provided”
Selanjutnya dikemukan juga oleh ketiga para sarjana inggris tersebut: “A fully developed modern state is expected to deal with a vast mass of social problems, either by direct activity or by supervision, or regulation. In order to carry out these function, the state mustbhave agents or organs through which to aparate. The appointment or establishment of these agents or organs, the general nature of their function and power, their relation inter and between them and the privat citizen, form a large part of the constitution of a state”
Negara sebenarnya merupakan konstruksi lyang diciptakan oleh umat manusia (human creation) tentang pola hubungan antarmanusia dalam kehidupan bermasyarakat yang diorganisasikan sedemikian rupa untuk maksud memenuhi kepentingan dan mencapai tujuan bersama.
Negara sebagai body politic itu oleh ilmu Negara dan ilmu politik sama-sam dijadikan sebagai objek kajianya. Sementara itu, ilmu hukum tata Negara mengkaji aspek hukum yang membentuk dan dibentuk oleh organisasi Negara itu. Ilmu politik melihat Negara sebagai a political society dengan memusatkan perhatian pada dua bidang kajian, yaitu teori politik (political theory) dan ogarnisasi politik (political organization). Seperti dikatakan oleh M.G.Clark: “ilmu politik hanya dapat dimengerti melalui perilaku para partisipannya yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan social, ekonomi, kelompok-kelompok rasial, dan sebagainya. Sedangkan dalam study ilmu hukum tentunya sangat berbeda khususnya ilmu hukum tata Negara (constitutional law). Dalam ilmu hukum ta
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas letak Hukum Administrasi Negara dalam Tata Hukum Indonesia dan hubungannya dengan Hukum Tata Negara.
2. Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.
3. Terdapat berbagai pandangan mengenai hubungan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara, ada yang memb
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) dokumen tersebut membahas desain evaluasi dan analisis dampak, (2) desain evaluasi harus terdiri dari empat elemen yaitu pertanyaan penelitian, teori, data, dan penggunaan data, (3) dokumen tersebut juga membahas pemilihan metode dan desain analisis dampak yang sesuai dengan sumber daya, sifat dari yang dievaluasi, dan sifat evaluasi.
Part 7 (teori pembangunan dunia ketiga ok)nurul khaiva
Dokumen tersebut membahas beberapa teori pembangunan, yaitu:
1. Teori tahapan linear yang menjelaskan proses pembangunan secara bertahap, 2. Teori perubahan struktural yang fokus pada transformasi ekonomi, 3. Teori dependensia yang menyatakan negara berkembang tergantung pada negara maju.
Part 5 (p embangunan dan paradigmanya)nurul khaiva
Paradigma pembangunan merujuk pada serangkaian pola pikir para ahli yang berubah seiring waktu dalam menanggapi permasalahan pembangunan. Paradigma awal lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke pembangunan manusia dan pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarak
This document discusses different approaches to economic development that have been proposed over several decades from the 1950s to present. It outlines the main approaches for each decade, including modernization theories, structuralism, dependency theories, neoliberalism, sustainable development, post-development theories, and grassroots approaches. It also discusses different actors involved in social, economic, and political development such as individuals, households, governments, NGOs, private companies, and cultural groups. Finally, it outlines some examples of political ideologies and development strategies used by leaders to promote economic development through social programs.
Dokumen tersebut membahas tentang paradigma sistem ekonomi politik konvensional dan sistem ekonomi yang dominan seperti kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan sistem ekonomi campuran. Juga membahas tentang transformasi ekonomi dalam perubahan globalisasi yang melibatkan pemilikan sumber daya, alokasi sumber daya, dan mekanisme pasar atau perencanaan.
Part 2 (hubungan antara eknonomi dan politiknurul khaiva
The document discusses the relationship between economics and politics. It states that political decisions and systems influence economic conditions and development outcomes in a country. For example, countries that practice democracy and liberalism tend to have liberal and democratic economic systems, while socialist democracies and communist systems orient their economies accordingly. It also discusses how political power relates to economic direction, scale, mechanisms of distribution, and state control of the economy. Finally, it notes that political economy is an interdisciplinary field that involves economics, history, sociology, law, geography, ecology, anthropology, psychology, and demography.
Sistem ketatanegaraan republik indonesiastruktur pemerintahan indonesianurul khaiva
Struktur pemerintahan Indonesia terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lembaga negara lainnya termasuk MPR, DPR, DPD, Presiden, Wakil Presiden, MA, MK, KY, dan BPK. Masing-masing lembaga memiliki tugas dan fungsi yang berbeda sesuai konstitusi untuk menjalankan ketatanegaraan Republik Indonesia.
Sikap dan nilai nilai yang ada dalam analisanurul khaiva
Dokumen tersebut membahas tentang analisis kebijakan publik yang merupakan proses penciptaan pengetahuan dari dan dalam proses pembentukan kebijakan. Terdapat berbagai pendekatan dan tipe analisis kebijakan seperti analisis deskriptif, proses, dan evaluasi yang berfokus pada faktor-faktor penentu kebijakan, isi kebijakan, dan dampak kebijakan.
Struktur organisasi negara Republik Indonesia terdiri dari berbagai lembaga negara seperti MPR, Presiden, DPR, MA, dan lainnya yang memiliki peran dan tanggung jawab masing-masing sesuai yang diatur dalam UUD 1945.
Keberadaan Nganjuk sebagai kabupaten yang memiliki resiko bencana berskala sedang menjadi fokus pembahasan dalam FGD Lingkungan yang di gelar di Dinas Lingkungan Hidup Kab. Nganjuk.
Dalam kegiatan FGD yang di hadiri seluruh Komunitas, Pemangku Kebijakan (Dinas Kehutanan Jawa Timur, FPRB Nganjuk, BPBD Nganjuk) tersebut menyoroti pentingnya kolaborasi antar pihak untuk melakukan aksi mitigasi pengurangan resiko bencana.
Dalam Paparan ini, Pelestari Kawasan Wilis memaparkan konsep mitigasi yang bertumpu pada perlindungan sumber mata Air. Hal ini selaras dengan aksi & kegiatan yang telah dilakukan sejak 2020, dimana Perkawis mengambil peran konservasi di sekitar lereng Wilis
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfZainul Ulum
Sekelumit cerita tentang ekspresi kegelisahan kaum muda desa atas kondisi negara, yang memilih menyalakan lilin-lilin kecil sebisanya daripada mengutuk kegelapan yang memiskinkannya selama beberapa generasi
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
Variabel kebijakan pemerintah
1. 1.1 variabel kebijakan pemerintah
Sebagai suatu konsep yang mengandung nilai kebijakan pemerintah
diramu dari dua konsep dasar, yaitu konsep kebijakan dan konsep
pemerintah. Dua konsep yang mengandung makna satu kesatuan
pengertian ketika masing masing konsep diuraikan secara konseptual
yang berujung pada satu kesatuan pengertian dalam konteks
pemakaian yang berbeda.
Pemerintah yang menempatkan konteks kebijakan dalam pemberian
makna atas arti terhadapnya pada hakikatnya menjadikan pemerintah
sebagai suatu konsep menjadi sesuatu yang aktual, sesuatu yang tidak
sekadar menjadi pemikiran akan tetapi menjadi sesuatu yang dapat
diaplikasikan, diterapkan dan menjadikan ia menjadi aktual dalam
kehidupan pemerintahan suatu negara. Dan ketika aktualisasi
pemerintahan nampak dalam kebijakan yang dirumuskan, dan untuk
kemudian diimplementasikan maka rakyat di dalam berbagai status
sebagai pihak yang diperintah tidak saja akan menjadi kelompok
sasaran dari kehendak yang ingin diwujudkan akan tetapi sekaligus
menjadi pelaku dari kehendak pemerintahan secara bersama sama,
apalagi ketika pemerintah dan kebijakan secara filosofis diletakkan
dalam tuntutan pemerintahan demokrasi.
Ensiklopedi nasioanl indonesia, volume 12 (1997), memberikan
terminologi ‘’pemerintah’’ dalam dua sisi pengertian, yaitu dalam
pengertian sempit dan dalam pengertian yang luas. Pengertian sempit,
pemerintah diartikan sebagai pemegang kekuaaan eksekutif;
sedangkan dalam artian luas adalah seluruh lembaga dan kegiatannya
dalam suatu negara, termasuk hal hal yang berhubungan dengan
2. legislatif dan yudikatif. Pengertian ini memberikan makna bahwa
pemegang kekuasaan tidak saja difokuskan pada lembaga eksekutif
akan tetapi mereka para pelaku kelembagaan dalam berbagai
kegiatannya dalam kehidupan suatu negara baik itu lembaga eksekutif,
legislatif dan yudikatif. Semuanya itu disebut sebagai pemegang
kekuasaan dalam pemerintahan, yang secara konkret adalah mereka
yang mengemban bidang tugas pokok dan yang utama yaitu
melaksanakan kehendak negara sebagaimana diperintahkan oleh
konstitusi negara. Kehendak setiap negara selalu terurai dengan tegas
dalam tujuan yang hendak dicapai baik itu melalui tujuan yang
bersifat internasional maupun yang bersifat nasional menuju
tercapainya sasaran negara, yaitu suatu bentuk masyarakat yang
diinginkan.
Mereka para pemegang kekuasaan pemerintahan pada hakikatnya
adalah manusia manusia pemerintah, manusia yang memiliki
kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara, yang secara filosofis
menjadi objek material dari pemerintahan sebagai suatu ilmu
walaupun imu pemerintahan tidak memiliki objek forma tertentu
sebagaimana ilmu politik, atau ilmu administrasi akan tetapi semua
bidang kompotensi dapat dijadikan sebagai instrumen untuk
menjelaskan objek materialnya. Bagaimaan manusia pemerintahan
melaksanakan kehendak negara di bidang politik maka ilmu
pemerintahan menggunakan kompotensi ilmu politik untuk
menjelaskannya. Dalam bidang ilmu administrasi, manusia
pemerintahan dapat menggunakan kompotensi ilmu administrasi
untuk melakukan pengaturan. Demikian pula dengan ilmu ilmu
3. pengetahuan lainnya seperti ilmu ekonomi, sosiologi, dan semua
bidang ilmu ilmu sosial.
Keberadaan manusai pemerintahan sesuai ruang kegiatannya secara
kuantitatif tersebar dalam jumlah yang banyak pada semua lembaga
pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) dan secara kualitatif
tersebar dalam tingkat tingkat hierarkis dalam satu kesatuan organisasi
negara serta dalam ragam posisi dan status. Mereka semuanya disebut
sebagai aparatur negara dan aparatur pemerintah, alat yang mewakili
dan melaksanakan kepentingan negara dan kepentingan pemerintah.
Mereka keseluruhan para aparatur yang terorganisir dalam suatu
bentuk organisasi yang disebut birokrasi dalam beragam status, dapat
dalam status sebagai birokrasi profesional, birokrasi teknis, dan
birokrasi politik. Jika organisasi aparatur dilihat dalam kesatuan
sistem kerja yang diemban, maka terkonsepsilah aparatur negara dan
pemerintah dalam sistem kelembagaan negara dan kelembagaan
pemerintah.
Dengan demikian, manusia pemerintahan disebut pula sebagai para
birokrat, para pelaku kelembagaan negara, pelaku kelembagaan
pemerintah. Dalam terminologi lainnya, aparatur negara dan
pemerintah dikonsepsikan sebagai para administrasi negara, dan oleh
sebab itu konsepsi tentang administrasi negara diterjemahkan sebagai
public administration. Di sinilah konsep pemerintah diartikan sama
dengan konsep publik administration di mana publik belum
berkonotasi sebagai masyarakat tetapi masih dalam kontek negara.
Dalam posisi lain, khususnya bagi para aparatur pemerintah adalah
sebagai warga negara yang diangkat berdasarkan aturan perundangan
4. yang berlaku menjadi seorang pegawai negeri sipil, pegawai yang
dibina, dikembangkan oleh negara dengan pembiayaan oleh negara /
daerah. Mereka para pegawai negeri sipil berada dalam jumlah yang
banyak serta dalam klasifikasi kualitas pendidikan yang beragam
sesuati tingkat tingkat pendidikan yang diperlakukan. Oleh karena itu
pula, pemerintah selalu terkonotasi sebagai para pegawai sipil, para
pegawai negara.
Konsep ‘’pemerintah’’ didefinisikan dalam konteks pemerintahan,
yang oleh srianingrat (1988) diindikatori oleh adanya hubungan yang
berlangsung dalam kerangka pelaksanaan tugas tugas pemerintahan.
Hubungan yang terjadi adalah hubungan yang berlangsung secara
fungsional antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan dengan
rakyat sebagai pihak yang dikuasai. Kepenguasaan dalam kerangka
hubungan tidak diarahkan pada konsep hogemeni secara otoriter akan
tetapi dapat pula berlangsung dalam kerangka demokratisasi.
Kepenguasaan akan terlihat pada peggunaan intisari ‘’pemerintah’’
yaitu ‘’perintah’’ yang tidak dipersamakan dengan order atau direction
akan tetapi bermakna fungsional dalam upaya pengayoman, pelayanan
dan pembangunan. Sepanjang ketiga fungsi itu diwujudkan oleh
pemerintah maka hubungan kekuaaan akan berlangsung. Dalam fungsi
pengaturan, fungsi pelayanan akan berlangsung hubungan kekuasaan
dalam pemenuhan kebutuhan, dan fungsi pembangunan akan
berlangsung hubungan kekuasaan pemberdayaan. Dari konsepsi
‘’pemerintah’’ dalam pemerintahan inilah, maka terkandunglah makna
atas ‘’pemerintah dan rakyat’’ dalam satu kesatuan fungsi pelaksanaan
kekuasaan tugas tugas pemerintahan. Dari sinilah dapat pula diartikan
5. bahwa objek material dari ilmu pemerintahan adalah manusia
pemerintahan, manusia yang berada dalam kerjasama pemerintahan,
kerjasama antara pemerintah dengan rakyat sebagai pihak yang
diperintah. Tanpa suatu kerjasama maka tujuan yang diinginkan oleh
negara tidak akan tercapai (ali, 2003).
Perkembangan ilmu pengetahuan melahirkan paradigma baru terhadap
public administration yang memperluas arti dari publik tidak lagi
berarti negara akan tetapi telah berkonotasi sebagai masyarakat, dan
kepentingan umum dari seluruh rakyat di dalam berbagai peran dan
statusnya (rakyat, penduduk, warga negara / daerah, bangsa, kelompok
kepentingan dan semacamnya).
Imu pengetahuan tentang pemerintahan telah dikonsepsikan oleh
woodrow wilson (1985) dalam satu kesatuan variabel pemerintahan
administratif, yang beliau praktikkan selaku presiden amerika pada
masanya. Pemikiran tentang pemerintahan administratis adalh
pemikiran yang didasarkan pada teori dikotonomi dalam kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan, teori yang memisahkan antara politik
dan administrasi. Politik diterjemahkan sebagai policy (kebijakan)
yaitu kekuasaan politik mapun kekuasaan administratif, keduanya
adalah menjadi kekuasaan pemerintahan dalam artian yang luas.
Namun dalam konsepsi yang sempit, kekuasaan administratif itulah
yang dimaksudkan dengan kekuasaan pemerintahan dalam arti
kekuasaan eksekutif dalam konteks pembagina kekuasaan berdasarkan
teori trias politika baik oleh montesquieu maupun oleh rousseau.
Pengertian ‘’pemerintahan’’ berdasarkan pandangan wilson
memberikan petunjuk bahwa konsep ‘’pemerintahan’’ dapat diartikan
6. sebagai kebijakan, ketika konsep pemerintahan dalam artian luas,
namun konsep kebijakan dalam artian luas tidak saja dibatasi pada
kekuasaan perumusan kehendak ditingkat negara akan tetapi
kebijakanpun dapat saja dirumuskan pada tingkat pemerintahan dalam
artian eksekutif, belum lagi ketika kebijakan dikaitkan dengan
persoalan implemmentasi di mana pemerintah dalam artian yang
sangat semput dapat berperan sebagai implementer. Belum lagi, jika
kebijakan dilihat dalam konteks hierarkis di mana ada kebijakan
stratejik, taktis dan teknis yang dalam perlakuannya berlangsung
secara kontinu atau terus menerus baik secara horizontal maupun
secara vertikal dalam tataran kelembagaan. Malah dalam literatur yang
berlaku di negara negara eropa kontinental seperti negeri belanda,
menjadikan kebijakan sebagai materi dari ilmu pemerintahan
(hoogerwerf, 1988).
Jika pengertian ‘pemerintah’ sebagaimana diuraikan di atas dilihat
dalam sejumlah variabel yang menjadi ruang lingkup bahasan atau
materi ajaran ketika konsep itu diletakkan dalam konteks ilmu
pemerintahan , maka variabel variabelnya dapat disebutkan sebagai
berikut:
1. Manusia pemerintahan
2. Aparatur negara dan pemerintah
3. Birokrasi pemerintah
4. Administrasi negara
5. Kelembagaan negara dan pemerintah
6. Ilmu kebijakan
7. Dari variabel ini memperlihatkan bahwa konsep ‘pemerintah;
bermakna muti arti namun salah satu variabel memperlihatkan bahwa
konsep ‘pemerintah’ dijadikan sebagai ilmu kebijakan yang seczra
filosofis haruslah diakui ia memiliki objek (fokus) kajian, pendekatan
dan terminologi yang secara baku digunakan dalam pengembangan
ilmunya. Ketika konsep pemerintah dilihat dimaknai sebagai ilmu
kebijakan (wilson; 1985 hoogerwerf, 1988), maka objek / fokus
adalah manusia pemerintahan baik dalam konteks manusia yang
memiliki kekuasaan untuk melaksanakan kehendak negara dalam satu
kesatuan hubungan fungsional dengan rakyat dalam berbagai status
dan peran maupun di dalam kerjasama pemerintah dan rakyat di dalam
pencapaian tujuan negara. Sedangkan pendekatan yang digunakan
adalah menggunakan semua bidang ilmu untuk dapat menjelaskan
ojek / fokusnya. Adapun terminologi yang baku, jelas ia memiliki
sejumlah banyak istilah yang digunakan di dalam menjelaskan objek
dan pendekatannya walaupun terminologi dari hampir semua ilmu
sudah digunakan secara bersama sama seperti terminologi otoritas dan
sebagainya.
Selanjutnya tentang konsep kebijakan, secara konseptual sering
dikonsepsikan dengan terminologi ‘kebijaksanaan’ sebagai konsep
filsafat yang diterminologikan dengan ‘wisdom’ yang berarti ‘cinta
kebenaran’. Konsep ‘kebijaksanaan’ diartikan sebagai suatu
‘pernyataan kehendak’; dalam bahasa politik diistilahkan sebagai
‘statemen of intens’ atau perumusan keinginan (budiardjo, 1972).
Kebijakan sebagai studi haruslah diartikan sebagai pernyataan
kehendak yang diikuti oleh unsur pengaturan dan atau paksaan,
8. sehingga dalam pelaksanaanya akan dapat mencapai tujuan yang
dikehendaki. Di dalam kerangka itulah, pelaksanaan kebijakan
memerlukan kekuasaan (power) dan wewenang (authority) yang dapat
dipakai untuk membina kerjasama dan dan meredam serta
menyelesaikan berbagai kemungkinan terjadinya konflik sebagai
akibat dari pencapaian kehendak. Ketika berbicara tentang adanya
unsur pengaturan, maka sejumlah teori harus diperlakukan jika
mengingkan suatu kebijakan dirumuskan dan diimplementasikan pada
landasan teori yang berlaku dan relevan dengan tujuan yang
dikehendaki. Dengan demikian, suatu kebijakan tidak saja dilakukan
atas dasar kekuasaan akan tetapi memiliki pembenaran secara teoritis
keilmuan.
Berbicara tentang kekuasaan, substansi yang harus diperhatikan
adalah ‘influencing’ atau sejauhmana kita mampu mempengaruhi
kelompok sasaran memberikan dukungan terhadap kehendak yang
diinginkan. Di sinilah faktor kepemimpinan sebagai hal yang strategis.
Begitu pula dengan konsep ‘kewenangan’, substansi yang harus
diperhatikan adalah ‘the willingness to serve’ atau sejauh mana
kemampuan dalam menciptakan kesediaan kelompok sasaran untuk
membantu. Untuk itu diperlukan kemampuan yang dapat menciptakan
3 faktor utama (bie, 1964), yaitu:
1. Integrity (kejujuran)
2. Common purpose (tujuan yang sama)
3. Common method of thinking (metode berpikir yang sama)
Faktor integritas pribadi seseorang pemimpin atau pimpinan,
pengakuan atas kekuasaan yang dimiliki akan melahirkan kewenangan
9. untuk dapat berbuat. Demikian pula dengan kemampuan penciptaan
tujuan yang sama dengan cara berpikir yang sama.
Setiap kehendak yang dinyatakan, pada hakikatnya adlah merupakan
hasil pilihan dari sejumlah alternatif yang ada dan atau tersedia guna
melakukan seuatu atau untuk tidak melakukan sejalan dengan konsep
kebijakan yang dikemukakan dye (mustopadidjaya, 1986). Uraian
demikian memberikan arahan berpikir bahwa suatu kebijakan dapat
disebut sebagai kebijakan jika memiliki 4 unsur, yaitu:
1. Adanya pernyataan kehendak. Ini berarti ada keinginan atau
sejumlah kemauan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak
melakukan sesuatu
2. Pernyataan didasarkan pada otoritas. Ini berarti ada kewenangan
yang dimiliki atau yang melekat pada diri seseorang pemegang
atau pemilik kewenangan dan atau pada kesatuan sistem seperti
lembaga atau asosiasi, terlepas dari mana kewenangan itu
diperoleh, apakah lewat penunjukkan dan pengangkatan atau
melalui suatu proses demokratisasi.
Seseorang pemegang otoritas beroleh atribut sebagai pejabat
(administrator, excutive, politisi, aparatur negara atau aparat
teknis dengan kapasitas sebagai aparatur pemerintah).
Sedangkan lembaga yang memiliki atau memperoleh otoritas
adalah setiap kesatuan lingkungan kerja yang mengembangkan
bidang tugas dan fungsi tertentu seperti departemen, lembaga
non departemen, badan, dinas, jawatan, daerah (swapraja dan
swatantra), unit pelaksana tugas / daerah dan negara sekalipun.
10. Mereka para pemilik atau yang memperoleh otoritas adalah para
subjek kebijakan atau para pelaku pemerintahan.
3. Adanya kewenangan untuk melakukan pengaturan dan jika
perlu melakukan pemaksaan kehendak. Ini berarti, bahwa untuk
mencapai kehendak yang diinginkan oleh otoritas diperlukan
kegiatan pengaturan dalam artian yang luas luasnya. Pengaturan
yang dilakukan didasarkan pada keberlakuan teori melalui
kegiatan administrasi, melalui kegiatan pengelolaan
(manajemen), dan melalui penuangan kehendak lewat aturan
perundangan yang berlaku. Kesemuanya diarahkan pada
terciptanya ketertiban dalam kehidupan organisasi.
4. Adanya tujuan yang dikehendaki. Ini berarti mengandung arti
yang luas, dapat saja tujuan dalam konteks ruang dan waktu
capaian, dapat saja tujuan dalam konteks situasi dan keadaan
seperti upaya peredaman konflik atau penciptaan kesepakatan
dalam kehidupan kebersamaan dengan mempertimbangkan
peran dan status.
Selanjutnya, apa yang menjadi hakikat arti kebijakan melahirkan
pertanyaan : bagaimanakah dengan pengambilan keputusan (decision
making), bukankah pengambilan keputusan adalah hasil pilihan dari
sejumlah alternatif. Sifat kebijakan adalah kontinum yang berarti
sesuatu yang berlangsung secara terus menerus, begitu pilihan
alternatif diambil akan diikuti oleh pelaksanaan kehendak sebagai
pilihan tindakan. Dari pilihan tindakan inilah dapat dilakukan
penilaian yang melahirkan sejumlah isu isu baru yang memerlukan
perumusan kembali. Demikian seterusnya berlangsung dalam
11. dinamika dan dalam sistem yang hidup sesuai tuntutan konteks
kebijakan itu sendiri.
Kebijakan akan berlangsung secara terus menerus dalam suatu proses
yang diawali dengan isu dan diakhiri dengan isu namun dari isu inilah
melahirkan isu isu baru yang mendorong dilakukan reformulasi atas
kebijakan yang berjalan dan dengan demikian akan berlanjut dengan
reimplementasi dan untuk akhirnya reevaluasi, demikian seterusnya.
Namun pada setiap kali terjadi reformulasi, reimplementasi dan
reevaluasi akan selalu terjadi adanya pertimbangan pertimbangan
baru, pengaturan pengaturan baru karena hal ini berada dalam situasi
dan kondisi yang sangat dinamis dan memerlukan kemampuan
antisipasi yang tepat di tengah tengah tuntutan perubahan. Akan
bermunculan berbagai fenomena kebijakan yang menarik untuk
dilakukan pengkajian secara metodologi sehingga dimungkinkan
penerapan teori baru, perbaikan teori yang diperlakukan yang diikuti
dengan berbagai perbaikan tindakan. Dengan demikian dapat pula
disimpulkan bahwa pengambilan kebijakan adalah akumulasi dari
sejumlah keputusan keputusan yang diambil sedangkan pengambilan
keputusan adalah dilakukan tegas yang bersifat final dan harus
diambil untuk penyesuaian sesuatu masalah sesuai dengan tuntutan
masalah dalam proses kebijakan yang berlangsung.
Budiardjo (1972) merumuskan kebijaksanaan sebagai suatu kumpulan
keputusan yang diambil oeh seseorang pelaku atau kelompok politik
dalam usaha memilih tujuan tujuan dan cara cara untuk mencapai
tujuan ,sedangkan keputusan adalah membuat pilihan sejumlah
keputusan, dan setiap keputusan berada dalam proses pengambilan
12. keputusan. Ketika sejumlah keputusan dikumpulkan maka hal itu akan
terwujud sebagai suatu kebijakan. Perbedaan keduanya berada pada
konteks operasional, yang pada hakikatnya mengandung arti yang
sama yaitu adanya pilihan sejumlah alternatif yang dirumuskan dan
atau yang diambil.
Jika pilihan dimaksudkan diletakkan pada tingkat pilihan yang
dikehendaki, ada pilihan yang strategis dan non strategis. Yang
strategis sering dipersamakan dengan kebijakan jikalau strategi
dipahami sebagai pilihan yang terbaik (salusu, 1966). Pilihan yang
terbaik tentunya diperoleh dari sekian banyak alternatif yang
diperhadapkan. Di sinilah kebijakan dan dirumuskan dan dijalankan
serta menempatkannya pada tingkatan:
1. Kebijakan / keputusan strategis
2. Kebijakan / keputusan non strategis, yang terdiri dari:
Kebijakan / keputusan taktis operasional
Kebijakan / keputusan teknis operasional
Kontekstual suatu kebijakan tergantung pada aspek yang dikaji dalam
rangka pengkajian kebijakan sebagai suatu studi. Pada aspek sasaran,
jika kebijakan diarahkan untuk kepentingan publik, menempatkan
pengertian pada variabel kebijakan publik. Dalam kajian atas variabel
ini, konsep publik diartikan dalam artian umum, masyarakat dalam
berbagai peran dan statusnya (warga negara / daerah, penduduk,
rakyat, anggota masyarakat, kelompok kepentingan), dan bahkan
negara.
Jika konteks yang dikaji dari aspek yang menghendaki diperlukannya
suatu kebijakan dan yang menghendakinya adalah pemerintah,
13. terminologi kebijakan diarahkan pada variabel kebijakan pemerintah.
Demikian pula dengan pelaku pelaku lainnya seperti instansi atau
kelembagaan pemerintahan atau yang lebih luas lagi seperti
pengusaha, lembaga lembaga swasta lainnya yang dapat melahirkan
beragam variabel kebijakan seperti variabel kebijakan kelembagaan
dan seterusnya.
Jikalau dimensi tertentu seperti dimensi politik yang menjadi isi atau
komitmen kebijakan, lahirlah berbagai variabel seperti variabel
kebijakan politik, kebijakan dalam dimensi politik, demikian pula
dengan kebijakan ekonomi dalam dimensi ekonomi dan kebijakan
kebijakan lainnya.
Khusus pada kebijakan pemerintah sebagai suatu variabel yang
menjadi objek sutdi pada program studi ilmu pemerintahan, dan
dikaitkan dengan konsep ‘pemerintah’ serta berbagai alternatif
variabelnya sebagaimana diuraikan pada bagian atas, maka kebijakan
yang dimaksud adalah kebijakan yang bisa mungkin dilakukan oleh:
1. Kebijakan pemerintah dalam artian luas (eksekutif, legislatif,
yudikatif)
2. Kebijakan pemerintah dalam artian sempit yaitu oleh eksekutif.
3. Kebijakan oleh aparatur negara dalam jabatan kenegaraan
seperti kebijakan presiden, kebijakan menteri, kebijakan
pimpinan dewan perwakilan rakyat, kebijakan ketua mahkamah
agung, dan kebijakan kebijakan lain yang dilakukan oleh para
aparatur negara seperti kebijakan kepala kejaksaan, kebijakan
kepala kepolisian negara, kebijakan pimpinan komisi dan
14. seterusnya berkenaan dengan jabatan negara seperti jabatan
gubernur, jabatan bupati dan seterusnya
4. Kebijakan oleh aparatur pemerintah dalam suatu kesatuan
birokrasi seperti kebijakan berkenaan dengan korpri.
5. Kebijakan administrasi negara dalam satu kesatuan sistem
kelembagaan seperti kebijakan kelembagaan pendidikan
nasional.
Kelima kebijakan disebutkan di atas adalah menjadi bidang kajian
kebijakan pemerintah, yang dilakukan oleh manusia manusia
pemerintahan dalam satu kesatuan kekuasaan pemerintahan, satu
kesatuan dalam hubungan secara fungsional antara pemerintah dengan
rakyat dalam berbagai peran dan status sebagai pihak yang diperintah
(dikuasai) maupun dalam hubungan kerjasama dalam pencapaian
kehendak negara sebagaimana diisyaratkan oleh konstitusi.
Kelima kebijakan yang terkategorikan sebagai kebijakan pemerintah
pada sasarannya ditujukan untuk kepentingan pihak yang diperintah
(rakyat, masyarakat, penduduk, warga negara, dan masyarakat,
berbagai kelompok kepentingan, berbagai golongan masyarakat) yang
pada hakikatnya adalah dipandang sebagai publik, publik tidak saja
dalam konteks negara inklud pemerintah akan tetapi seluruh pihak
yang diperintah yang berlangsung baik dalam hubungan fungsional
dalam konteks kekuasaan maupun dalam hubungan kerjasama dalam
konteks pengaturan.
Kebijakan pemerintah yang pada hakikatnya tujuan dan sarannnya
adalah terkategorikan sebagai kebijakan publik maka hal itu menunjuk
pada tingkah laku sejumlah pelaku atau kumpulan pelaku seperti
15. aparatur pemerintah, birokrat atau kelembagaan legislatif dalam hal
kegiatan yang berkaitan dengan kepentingan publik seperti kegiatan
yang bersentuhan dengan transportasi umum dan perlindungan
konsumen.
Kebijakan publik boleh dipandang sebagai segala kegiatan yang enjadi
pilihan pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan, meski
terdapat sejumlah definisi yang mungkin dapat memberikan
pemahaman yang cukup dalam setiap pembicaraan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Berbagai literatur ilmu politik berisi banyak definisi kebijakan publik,
rasanya hampir setiap orang yang menulis tentang hasil kebijakan
publik mengajukan tawaran definisi dan dengan berbagai pandangan
dan kritik.
Dunn (1981) mengemukakan satu definisi yang merumuskan
kebijakan publik adalah ‘hubungan dari unit pemerintahan dengan
lingkungannya’. Di lain tulisan dunn (1981) merumuskan dengan
mengemukakan bahwa kebijakan publik ialah apapun yang
pemerintah hendak lakukan atau tidak dilakukan. Richard rose (dunn,
1981) menyarankan bahwa kebijakan dianggap sebagai rangkaian
yang panjang dari kegiatan yang lebih kurang saling berhubungan dan
berakibat untuk sesuatu yang perlu diperhatikan dari sekadar sebagai
suatu keputusan tertentu.
Walaupun agak membingungkan, definisi rose memperkuat dugaan
bahwa kebijakan adalah arah dan pola dari kegiatan dan bukan
sekadar keputusan untuk melakukan sesuatu. Ilmuwan politik carl J.
Friedrich (dunn,1981) merumuskan kebijakan sebagai bentuk tindakan
16. yang dibuat oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
kesempatan dan tantangan lingkungan dimana kebijakan diajukan
untuk digunakan guna menanggulangi kesulitan atau permasalahan
yang terjadi dalam usaha mencapai tujuan atau merealisasikan
program atau tujuan yang dikehendaki.
Namun secara sederhana dapat dirumuskan bahwa kebijakan publik
adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan lembaga
pemerintahan dalam artian yang luas yang berarti lembaga non
pemerintahan juga secara implisit termasuk di dalamnya dengan
alasan karena mereka pun adalah juga, sebagai pelaku dan faktor yang
mempengaruhi.
Implikasi dari kebijakan pemerintah juga disebut sebagai kebijakan
publik dapat disebutkan sebagai berikut:
Pertama: bahwa apa yang dimaksudkan dengan kebijakan pemerintah
atau publik adalah setiap tindakan yang berorientasi pada tujuan yang
dikehendaki pada situasi yang memungkinkan berubah secara terus
menerus.
Kedua: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik mengandung pola
atau bentuk tindakan yang dilakukan oleh aparat pemerintah.
Ketiga: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik timbul karena
respon terhadap tuntutan, atau penyelesaian atas isu publik.
Keempat: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik memuat apa
yang pemerintah selalu lakukan, bukan apa yang pemerintah hendak
lakukan atau apa yang pemerintah rencanakan akan dilakukan.
Kelima: kebijakan pemerintah atau kebijakan publik bisa mungkin
berdampak positif selain dampak negatif. Ia memuat beberapa bentuk
17. tindakan pemerintah sekaligus dengan sejumlah masalah di mana
tindakan diinginkan (positif), atau bisa mungkin memuat beberapa hal
yang sedang dicari pemecahannya (negatif).
1.2 unsur dan dimensi kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah pada hakikatnya merupakan kebijakan yang
ditujukan untuk publik. Dalam pengertian yang seluas luasnya
(negara, masyarakat dalam berbagai status serta untuk kepentingan
umum) baik itu dilakukan secara langsung maupun tidak secara
langsung yang tercermin pada pelbagai dimensi kehidupan publik.
Oleh karena itu, kebijakan publik sering disebut sebagai kebijakan
publik.
Secara konseptual, kebijakan publik (hoogerwerf, 1983) adalah usaha
untuk mencapai tujuan tujuan tertentu, dengan sarana sarana tertentu
dan dalam urutan waktu tertentu. Konsep ini memperlihatkan adanya
kandungan empat unsur pokok yaitu adanya:
1. Usaha
2. Tujuan
3. Sarana
4. Waktu
Unsur usaha dalam kebijakan adalah dimaksudkan bahwa kebijakan
itu terjadi sebagai iusaha yang dilakukan, usaha mana bisa dalam
bentuk tindakan (kelakuan atau perilaku atau perbuatan) dan bisa
dalam bentuk pemikiran seperti pendapat ataupun gagasan.
Suatu pernyataan kehendak yang dilakukan atas dasar pengaturan
pengaturan tertentu, dapat diwujudkan melalui tindakan yang tertuang
dalam berbagai keputusan keputusan hukum, dan dapat pula melalui
18. pemikiran yang dituangkan ke dalam kerangka konsep dari suatu
peraturan.
Contoh: upaya untuk memberdayakan masyarakat dan daerah melalui
undang undang nomor 22 tahun 1999 untuk kemudian dipertegas
melalui undang undang nomor 32 tahun 2004 dan seterusnya melalui
penyempurnaan lewat undang undang nomor 12 tahun 2008. Upaya
pemberdayaan adalah merupakan unsur usaha yang dipenuhi oleh
kebijakan lewat perlakuan ketiga undang undang disebutkan.
Unsur tujuan sangatlah penting sebab dengan menegaskan kehendak
yang dinyatakan atas dasar pengaturan yang dilakukan oleh
peemerintah membedakannya dengan tujuan yang dilakukan oleh
pelaku pelaku non pemerintah. Pemerintah dapat berbuat karena
kekuasaan yang dimilikinya dan kekuasaan itu berada dalam wilayah
yang disebut kedaulatan suatu daerah atau negara. Pemerintah tanpa
kekuasaan (tidak berkuasa) bukanlah pemerintah. Karena kekuasaan
yang dimiliki menyebabkan pemerintah dapat menyelenggaraka
pemerintahan.
Pada zaman modern, pemerintah berkuasa bukanlah untuk
kepentingan kekuasaan tetapi kepentingan masyarakat. Pemerintah
ada karena masyarakat menghendakinya. Pemerintah dalam
penyelenggaraan pemerintahan haruslah berorientasi pada kepentingan
masyarakat (publik interest0, dan karena itu pula pemerintah di dalam
melakukan sesuatu kebijakan haruslah berorientasi pada tujuan.
Hoogergerf (1983) menegaskan bahwa tujuan itu pada umumnya
adalah untuk:
1. Memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator)
19. 2. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal
(negara sebagai koordinator)
3. Memperuntukkan dan membagi berbagai materi (negara sebagai
pembagi alokasi)
Ketiga tujuan inilah yang harus dijabarkan secara rinci pada setiap
dilakukannya perumusan atau pengambilan sesuatu kebijakan. Hanya
saja, bagaimana tujuan itu bagi setiap negara, pada dasarnya sama
walaupun berbeda dalam rumusan seperti tujuan kebijakan negara
yang tertuang dalam konstitusi negara republik indonesia, undang
undang dasar 1945 yang terjabar ke dalam dua tujuan utama, yaitu
tujuan nasional dan tujuan internasional.
Tujuan nasional terdiri 3 capaian, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluru tumpah darah
indonesia (bagian integral dari fungsi negara sebagai
stabilisator)
2. Memajukan kesejahteraan umum (bagian integral dari fungsi
negara sebagai pembagi, alokasi)
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa (bagian integral dari fungsi
negara sebagai koordinator). Sedangkan tujuan internasional
adalah : ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (negara
dalam fungsi stabilisator).
Di dalam rangka penetapan unsur tujuan nampak adanya perbedaan
prinsip antara kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah karena
kuasaan yang dimilikinya berada dalam wilayah kekuasaan suatu
negara, sedangkan bagi pelaku lainnya kekuasaan sebatas wilayah
20. yang menjadi kompetensinya. Steiner (havemen dan margolis, 1970)
manyatakan bahwa bagi kebijakan pemerintah ditandai oleh ciri yaitu:
1. kebijakan pemerintah mengenai langsung atau tidak langsung
terhadap semua anggota masyarakat.
2. kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah dan kebijakan
pemerintah yang mengikat bagi anggota masyarakat di daerah
kekuasaan tertentu sebagaimana keberlakuan kebijakan pemerintah
tentang otonomi daerah lewat undang undang nomor 32 tahun 2004
dan kebijakan otonomi daerah untuk daerah nangru aceh dan papua.
Keberlakuan mengikat sesuatu kebijakan tidak saja karena kekuasaan
yang dimiliki oleh pemerintah, tetapi kepengikatan itu didasarkan
pada ukuran ukuran suatu kebijakan sehingga ia berlaku diinginkan
untuk dicapai.
Azas adalah sama dengan pengistilahan aksioma dalam dunia ilmu
pasti. A kali B hasilnya adalah AB. Bagi asas, pengertian yang sama
dengan axioma yang harus diberikan. Hanya saja bagi asas hal itu
hanya berlaku dalam dunia ilmu sosial. Asas secara konseptual adalah
aturan tingkah laku yang bersifat umum. Termasuk dalam ukuran azas
adalah teori yaitu sesuatu yang dijadikan dasar dalam menjawab
masalah yang akan di atasi oleh kebijakan. Teori biasanya
mengandung sesuatu yang kausal logis dan tersusun secara sistematis
guna menjawab masalah. Kaitan kausalitas akan nampak pada sebab
atau akibat dari suatu kebijakan yang akan diperlakukan. Teori bisa
berasal dari berbagai bidang ilmu dan penerapannya tergantung pada
relevansi masalah yang akan dijawab oleh kebijakan.
21. Selanjutnya tentang norma hukum yang diperlakukan adalah
dimaksudkan setiap aturan tingkah laku yang secara khusus dapat
dijadikan dasar dirumuskannya serta dilaksanakannya suatu kebijakan.
Sedangkan tujuan akhir, hal ini harus dipertimbangkan adanya tujuan
awal, tujuan jangka pendek, tujuan jangka menengah, dan ada tujuan
jangka panjang. Tercapainya tujuan yang dikehendaki adalah
disebabkan oleh salah satu sebab yang antara lain karena tersedianya
atau terpenuhinya sarana yang dipergunakan atau sarana yang
dibutuhkan. Di sinilah terlihat bahwa antara tujuan dan sarana terdapat
suatu hubungan, tetapi hubungan itu tidak satu satunya sebagai hal
yang mewujudkan kebijakan, tetapi paling tidak hanya menyangkut
suatu kebijakan tertentu atau bagian tertentu dari suatu kebijakan. Sda
kebijakan yang dapat diwujudkan tanpa hubungan tetapi memenuhi
pemenuhan unsur yang ditentukan walaupun tidak sepenuhnya. Ada
hal yang terjadi, di mana tujuan dulu yang ditetapkan haruslah
menyusul sarana yang dibutuhkan sesuai pengalaman, dan ada pula
suatu tujuan pada suatu kebijakan tertentu menjadi sarana pada
kebijakan lainnya.
Contoh: pemberdayaan masyarakat lokal (daerah) adalah menjadi
tujuan dari kebijakan otonomi daerah melalui undang undang yang
diperlakukan, ia akan menjadi sarana dari kebijakan demokratisasi dan
atau partisipasi masyarakat.
Tentang unsur sarana, begitu banyak hal yang harus dipertimbangkan
antara lain, tentang besar atau luasnya saranan dibanding dengan
tujuan yang dicapai, jika sarana lebih besar ketimbang tujuan, hal itu
memerlukan pertimbangan rasional. Hal yang menyangkut jenis
22. sarana, seperti sarana dalam pemerintahan umum dari yang terkecil
hingga yang terbesar, dapat disebutkan seperti: subsidi, anggaran,
perundang-undangan, partisipasi politik, hingga hal yang
bersangkutan paut dengan ketahanan seperti peperangan.
Unsur waktu adalah dimaksudkan sebagai sesuatu keadaan yang
berkenaan dengan jangka waktu pencapaian tujua, penggunaan sarana
dan kegiatan atau upaya yang dilakukan. Waktu dalam isi kebijakan
selalu berkaitan dengan tiga unsur lainnya dan selalu terkait dengan
kecepatan terlaksanya kegiatan dan tercapainya tujuan. Contoh:
kecepatan waktu yang berlangsung secara bertahap sebagaimana
kebijakan pembangunan 25 tahun.
Keempat unsur disebutkan dapat dijadikan kriteria dalam
menempatkan konsep kebijakan pada berbagai dimensi seperti
dimensi pemerintahan dalam kebijakan pemerintahan, dimensi sosial
dalam kebijakan sosial, dimensi poltik dalam kebijakan politik.
Dimensi pemerintahan menyebabkan kebijakan itu disebut kebijakan
pemerintah menempatkan pengertian kebijakan sebagai tindakan
secara sadar dan sistematis dengan mempergunakan sarana sarana
yang cocok dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang
dijalankan langkah demi langkah (kleijn, 1968). Jika kebijakan dalam
dimensi pemerintahan yang untuk kemudian dirumuskan sebagai
suatu kebijakan pemerintah dalam rumusan kleijn (1968) dilihat dari
pemenuhan unsur suatu kebijakan maka dapatlah disebutkan bahwa:
unsur upaya ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’tindakan secara sadar
dan sistematis’’. Unsur sarana ditandai oleh pernyataan kalimat
mempergunakan sarana sarana yang cocok’’. Unsur tujuan ditandai
23. oleh pernyataan kalimat ‘’tujuan politik yang jelas’’. Unsur waktu
ditandai oleh pernyataan kalimat ‘’langkah demi langkah’’.
Dimensi politik menyebabkan kebijakan itu disebut sebagai kebijakan
pemerintah dalam dimensi politik atau secara singkat disebut
kebijakan politik. Menempatkan pengertian kebijakan politik sebagai
suatu susunan dari pertama: tujuan tujuan yang dipilih oleh aktor atau
aktor aktor untuk diri sendiri atau untuk suatu kelompok; kedua, jalan
jalan dan sarana sarana yang dipilih oleh cq oleh mereka; dan ketiga,
saat saat yang ia cq mereka pilih (kuypers,1973)
Pengertian dalam dimensi ini ditemukan dalam keragaman rumusan
walaupun dalam substansi yang sama, seperti yang dikemukakan oeh
rosenthal dalam hoogerwerf (1983) yang merumuskan kebijakan
politik adalah merupakan himpunan keputusan keputusan dan
perbuatan yang berhubungan dari suatu aktor terhadap suatu masalah
atau suatu kelompok tujuan.
Dimensi hukum menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan
hukum yang menempatkan pengertian kebijakan sebagai politik
hukum kehendak yang saling berinteraksi dan malah saling
berlawanan.
Dimensi sosiologi menempatkan kebijakan disebut sebagai kebijakan
sosial (hoferwerf, 1983) yang menempatkan pengertian kebijakan
sebagai suatu rencana aksi, suatu susunan sarana dan tujuan. Namun
dalam konteks sosial maka dimensinya mencakupi aspek aspek sosial
yang sangat luas, dan oleh karena itu dapat dikatakan sebagai
kebijakan dalam dimensi sosial di mana dalam substansinya
menyangkut suatu rencana aksi yang sangat aktual yang bersentuhan
24. dengan pelaksanaan kebijakan. Dalam kaitannya dengan kebijakan
sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara generik atau luas
maupun spesifik. Secara genetik, kata sosial menunjuk pada
pengertian umum mengenai bidang bidang atau sektor sektor
pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks
masyarakat atau kolektifikasi. Istilah sosial dalam pengertian ini
mencakup antara lain bidang pendidikan, kesehatan politik, hukum,
budaya, atau pertanian. Dalam arti spesifik atau sempit, kata sosial
menyangkut sektor kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang atau
bagian dari pembangunan sosial atau kesejahteraan rakyat yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia, terutama
mereka yang dikategorikan sebagai kelompok yang tidak beruntung
(disadvantaged group) dan kelompok rentan (vulnerable group).
Dimensi negara menempatkan kebijakan disebut ‘’kebijakan negara’’.
Kalau hal itu dilihat dari segi formalnya, kebijakan dilakukan oleh
negara melalui perangkat perangkat kenegaraan atau mereka yang
menyelenggarakan negara. Mereka penyelenggara negara disebut
pemerintah dan inilah yang sering dikacaukan dengan konsep
kebijakan pemerintah.
Pemerintah sebagai perangkat penyelenggara negara menempatkan
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai kebijakan negara,
tetapi pemerintah dalam artian yang agak lebih sempit yaitu
menyangkut kelembagaan pemerintahan maka menempatkan
kebijakan sebagai kebijakan pemerintah.
Kebijakan negara dilihat dari isi dalam konteks negara demokrasi
modern adalah berisikan aspriasi atau kehendak kehendak pejabat
25. yang mewakili kepentingan rakyat dan malah di dalamnya mencakup
pendapat umum (opini publik). Di sinilah letaknya kebijakan negara
sering diartikan sebagai kebijakan publik.
Menurut konsep para ahli dapat dikemukakan beberapa rumusan, yang
antara lain oleh edward III dan sharkansky (1978) yang merumuskan
bahwa kebijakan negara: is what governments say and do, or do it is
the goodsor purposes of government programs… ‘ adalah yang
dilakukan dan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah. Konsepsi
demikian pada dasarnya sama dengan apa yang dikemukakan oleh dye
(1972).
Konsepsi konsepsi inilah memberikan pengertian bahwa tatkala
pemahaman terhadap kebijakan negara tercakup di dalamnya
kebijakan pemerintahan, tetapi kebijakan pemerintah tidak selalu
dipandang sebagai kebijakan negara. Negara hanya satu dalam suatu
organisasi pemerintahan negara tetapi pemerintah bisa mungkin lebih
dari satu seperti kebijakan pemerintah (nasional), kebijakan
pemerintah (daerah / lokal).
Dilihat dari daya berlakunya, maka kebijakan negara dipaksakan
kepada seluruh warga negara seperti kebijakan perlakuan konstitusi,
kebijakan tentang garis garis besar haluan negara lewat ketetapan
majelis permusyawarahan rakyat. Sedangkan kebijakan pemerintah
dapat mungkin hanya untuk segolongan warga negara, atau semua
warga negara dalam hal hal tertentu. Baik kebijakan negara maupun
kebijakan pemerintah keduanya dipaksakan oleh pemerintah.
1.3 kebijakan pemerintah dalam lokus kegiatan
26. Pada setiap kebijakan, apapun dimensinya sebagaimana kebijakan
pemerintah dalam dimensi pemerintahan, dalam kegiatannya yang
berlangsung secara kontinu yang diawali dari isu hingga munculnya
isu baru, selalu berada dalam kegiatan dalam tiga lokus yaitu:
1. Perumusan
2. Implementasi
3. Evaluasi
Lokus perumusan, lokusi ini menempatkan pemahaman terhadap
kebijakan dari sisi perumusan baik itu dalam konteks sistem, proses
maupun dari sis analisa. Pada tahapan inilah akan dapat diungkapkan,
bagaimaan kebijakan itu dirumuskan dalam konteks mikro, dan dalam
konteks yang makro serta bagaimana analisa yang digunakan dalam
rangka perumusan kebijakan. Namun yang menjadi hal yang sangat
subtantif baik itu yang menyangkut hal yang dirumuskan maupun itu
yang menjadi komitmen untuk dilaksanakan dan sekaligus untuk
dilakukan evaluasi, adalah isi dari kebijakan.
Sebagaimana telah ditegaskan di atas, kebijakan tidak lain adalah
penyataan kehendak dan ketika kita berbicara tentang kehendak maka
disinilah berhadapan dengan sejumlah alternatif untuk dipilih
kemudian dirumuskan, dibuat dan atau ditetapkan.
Oleh karena itu, pertanyaan yang harus dijawab sebelum sampai pada
substansi dari suatu kebijakan adalah : mengapa harus dilakukan
pilihan atas alternatif. Jawabannya menuntut kita pada pemahaman
atas substansi kebijakan, di mana kebijakan muncul bisa mungkin
disebabkan karena nilai yang berada di belakang kehendak (pilihan
yang ditetapkan) dan bisa mungkin karena masalah yang terjadi.
27. Dalam masalah itulah terakumulasi sejumlah kehendak yang saling
bertentangan dan berinteraksi guna pemecahannya.
Berbicara tentang nilai yang dipandang sebagai penyebab kebijakan,
yang dimaksudkan adalah nilai nilai kebijakan yang sifatnya
universal, tidak dipengaruhi oleh ruang, waktu dan keadaan.
Nilai nilai demikian itu tentunya berkaitan dengan nilai hak hak asasi
manusia. Nilai nilai lain yang juga dipandang sebagai penyebab
kebijakan adalah nilai nilai ideologis yang biasanya menjadi
pandangan hidup suatu bangsa dan dipandang sebagai nilai dasar
suatu negara sebagaimana nilai nilai pancasila bagi negara republik
indonesia. Nilai politik dan nilai organisasi, melihat nilai yang
mendesak berkaitan dengan kepentingan kelompok dimana pelaku
kebijakan berafiliasi, dan nilai yang mempertahankan organisasi.
Sedangkan ‘’masalah’’ yang dipandang sebagai penyebab kebijakan,
adalah dimaksudkan bukan masalah dalam konteks penelitian
sebagaimaan deviasi antara das sollen dengan das sein tetapi yang
dimaksudkan adalah masalah yang berkaitan dengan kebijakan.
Masalah kebijakan adalah masalah yang sangat komplementer.
Contoh: ketiadaan beras dalam suatu daerah tidak akan pernah
menjadi masalah bagi orang kaya tetapi hal itu dapat dipastikan
menjadi masalah bagi orang miskin. Namun hal itu akan menjadi
masalah orang kaya atau semua orang jika akibat dari ketiadaan beras
itu akan mengancam kehidupan dan keamanan orang lain atau semua
orang.
Masalah kebijakan dilihat dalam lokus lokus tertentu, masalah
kebijakan dalam jenisnya dibagi atas lokus substansi dan non
28. substansi. Lokus substansi menempatkan masalah kebijakan akan
menjadi isi sekaligus menjadi tujuan kebijakan, isinya adlah hal hal
yang berkaitan dengan kepentingan umum dan tentunya yang
universal. Sedangkan dalam lokus non substansi, masalah
digolongkan pada masalah yang sifatnya prosedural yang tentunya
berkaitan dengan pengorganisasian dan berkaitan dengan sistem.
Lokus lain di mana cara masalah itu terangkat, membagi masalah atas:
masalah kebijakan yang terjadinya dengan cara dipaksakan atau ada
desakan dari luar atau dari pelaku yang disebut sebagai pressing
problem dan ada dengan cara seleksi, ditentukan sendiri oleh pelaku
kebijakan yang diistilahkan dengan selected problem. Pada lokus
pelaku kebijakan itu sendiri menempatkan masalah dalam dua macam
yaitu masalah yang bersifat publik dan masalah privat. Yang bersifat
publik itulah yang digolongkan sebagai masalah kebijakan.
Lokus implementasi
Lokus implementasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam
pengaruh berbagai faktor dalam rangka pelaksanaan kebijakan itu
sendiri. Disini akan dapat dipahami, bagaiaman kinerja dari suatu
kebijakan, bagaimana isi yang berinteraksi dengan kelompok sasaran
dan bagaimna sejumlah faktor yang berasal dari lingkungan (politik,
sosial dan lain lainnya) berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan.
Terhadapp berbagai faktor dalam implementasi kebijakan. Wibawa 21
menjelaskan bahwa ada 4 faktor yng saling berinteraksi yang berfokus
pada kinerja kebijakan, faktor tersebut secara berturut turut adalah :
1. Isi kebijakan
2. Political will
29. 3. Karakteristik kelompok sasaran
4. Dukungan lingkungan.
Sistem implementasi kebijakan yang bertumpu pada kinerja ini dapat
secara konkret dapat dijelaskan dengan menampilkan hal sebagai
berikut;
Contoh: oleh karena isi kebijakan otonomi daerah pada pemberdayaan
masyarakat dan daerah sedangkan masyarakat dan daerah dalam
wilayah negara kesatuan republik indonesia sangat beragam maka
realitas aplikasi kinerja otonomi daerah sangat beragam. Keragaman
terjadi karena lingkungan yang beragam sebagai faktor pendukung
yang sangat mempengaruhi.
Di dalam pola sistem terlihat pada sejumlah faktor yang berinteraksi
bertumpu pada kinerja sehingga kinerja yang nampak adlah ditentukan
oleh interaksi dari keempat sub sistem. Untuk sub sistem isi kebijakan
disamping di warnai oleh interaksi dari sumber daya, personil dan
manajemen, juga dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat beragam
dimensinya serta dukungan dari keinginan politik (kekuasaan yang
ada dalam kehidupan masyarakat dan daerah). Dimensi lingkungan
dapat berasal dari budaya, dari kondisi ekonomi, dari kondisi sosial,
hukum dan dari kondisi alam sehingga dari pengaruh lingkungan ini,
otonom daerah dari setiap daerah berbeda dalam kinerjanya. Ada
daerah dengan kinerja yang tinggi dengan sejumlah indikator dalam
kategori tinggi dan ada yang sedang dan malah ada yang rendah.
Lokus evaluasi
Evaluasi kebijakan yang menempatkan kebijakan dalam penilaian atas
pelaksanaan dan akibatnya, memberi pemahaman bahwa ada model
30. yang dapat dijadikan penilaian baik dalam pelaksanannya maupun
akibat akibat yang akan terjadi.
Akibat yang segera dapat dipahami disebut sebaai effect sedang yang
akan dipahami dalam waktu yang lama sebagai hasil akhir dari suatu
kebijakan disebut sebagai impact. Baik effect maupun impact itulah
yang menjadi dampak yang harus diketahui lewat evaluasi kebijakan.
Ketiga tahapan yang berlangsung akan berada dalam sistem dan
proses kegiatan yang berlangsung.