SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kanker Kepala Leher
2.1.1 Definisi Kanker Kepala Leher
Kanker kepala dan leher adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT) (Goon et al.,
2009). Kanker Kepala dan Leher adalah keganasan yang muncul pada semua struktur dari
cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, spinal cord, tiroid dan dasar otak (base of
skull). Secara umum kanker kepala dan leher meliputi kanker yang berasal darirongga
mulut (mouth), faring (throat), paranasal sinus, rongga hidung, laring dan kelenjar ludah
(parotid, submandibular, sublingual glands) (Pasaribu & Suyatno, 2010).
Kanker kepala dan leher merupakan kelompok heterogen kanker yang muncul
dari epitelium skuamosa dari rongga mulut dan faring (Pulte & Brenner, 2010). Kanker
kepala dan leher dikategorikan lebih lanjut pada area mana kanker dimulai, area
munculnya kanker kepala dan leher meliputi rongga mulut, faring, laring, paranasal
sinuses, nasal cavity, kelenjar ludah (Anonim, 2013).
2.1.2 Etiologi Kanker Kepala Leher
Tembakau (merokok) merupakan faktor resiko yang paling signifikan disertai
konsumsi alkohol yang berpengaruh sinergis. Selain itu faktor resiko lain adalah
instabilitas (pada kanker hipofaring berhubungan dengan sindrom Plummer-Vinson),
infeksi virus (Ebstein Barr, Human Papillomavirus), pekerjaan, dan paparan lingkungan
(Pasaribu & Suyatno, 2010).
Tembakau dan alkohol adalah faktor resiko paling penting untuk kebanyakan kanker
kepala dan leher, ditambah infeksi oleh Human Papillomavirus (HPV) adalah penyebab
lebih dari setengah kasus kanker orofaring (Anonim, 2013). Penggunaan smokeless
tobacco dan areca nut adalah penyebab paling umum kanker kepala dan leher di negara
berkembang termasuk di Indonesia, selain itu HPV merupakan faktor resiko penting
lainnya yang menyebabkan kanker kepala dan leher (Joshi et al., 2014).
Human Papillomavirus (HPV) merupakan virus onkogenik, yang dapat
menyebabkan terjadinya proses keganasan dan pembentukan tumor. Papillomavirus
termasuk virus DNA dari famili Papovaviridae, yang mempunyai kapsid tersusun dalam
kubus simetris yang tidak memiliki selubung. Papillomavirus adalah virus zoonosis
yang selain menyerang manusia juga dapat menginfeksi berbagai jenis hewan, antara
lain kelinci, anjing, dan sapi. Terdapat lebih dari 18 tipe Human Papillomavirus (HPV)
yang telah dilaporkan (Soedarto, 2010).
Prevalensi secara keseluruhan HPV pada kanker kepala dan leher adalah sekitar
50%, dengan prevalensi tertinggi pada kanker tonsil dan kanker pangkal lidah. HPV-16
merupakan tipe yang paling umum pada kanker kepala dan leher diikuti oleh HPV-18
dan kemudian infeksi silang (16 dan 18), sekitar 41% pasien memiliki infeksi HPV
ganda. Lesi pada lidah umumnya akibat infeksi oleh HPV tipe 9 dan 11 (Joshi et al.,
2014). Penelitian oleh Lajer & Buchwald (2010) melaporkan prevalensi HPV pada
kanker kepala dan leher dari berbagai penelitian menunjukan HPV ditemukan pada
kanker mulut, tonsil, dasar lidah, orofaring dan kanker sel skuamosa kepala dan leher.
2.1.3 Patofisiologi Kanker Kepala Leher
2.1.4 Jenis Kanker Kepala Leher
2.1.4.1 Hidung dan paranasal
2.1.4.2 Nasofaring
Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang terbanyak ditemukan
untuk daerah kepala dan leher (60%). Tumor ini sulit dideteksi dini dan tidak mudah
diperiksa oleh tenaga kesehatan yang bukan ahli sehingga seringkali tumor ini baru
terdeteksi ketika sudah berada pada tahap yang lebih lanjut.( Rozin A, Adham M.
Karsinoma Nasofaring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors.
Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.)
Patogenesis Kanker Nasofaring
Kanker nasofaring (NPC) merupakan tumor ganas yang diasosiasikan dengan virus
EBV (Epstein-Barr virus). Telah ditemukan bahwa perkembangan NPC salah satunya
dipengaruhi faktor risiko yang sudah sering dikemukakan yaitu kenaikan titer antibody
anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi, mekanisme molekuler dan hubungan
patofisiologis dari karsinogenesis terkait EBV masih belum sepenuhnya jelas.[
Yoshizaki T, Kondo S, Wakisaka N, Murono S, Endo K, Sugimoto H, et al. Pathogenic
role of Epstein-Barr virus latent membrane protein-1 in the development of
nasopharyngeal carcinoma. Cancer Lett. 2013 May 12; 337:1-7. doi:
10/1016/j.canlet.2013.05.018.] Selain itu, meski NPC seringkali diasosiasikan dengan
EBV, EBV tidak mengubah sel-sel epitel nasofaring menjadi sel-sel klon yang
proliferative, meski ia dapat mentransformasi sel B primer. Agar terbentuk NPC, mula-
mula dibutuhkan infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong oleh perubahan
genetik yang dapat diidentifikasi pada epitel nasofaring premalignan. Setelah itu
infeksi laten dan litik terjadi dan menghasilkan produk-produk tertentu, barulah
ekspansi klonal dan transformasi sel epitel nasofaring premalignan menjadi sel
kanker. Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa konsumsi karsinogen dalam
diet pada masa kanak-kanak juga dapat mengakibatkan akumulasi dari lesi genetik
dan peningkatan risiko NPC. Selain diet, faktor-faktor lainnya adalah pajanan zat-
zat kimia pada pekerjaan, misalnya formaldehida dan debu kayu yang
mengakibatkan inflamasi kronis di nasofaring.[ Tsao SW, Yip YL, Tsang CM, Pang PS,
Lau VMY, Zhang G, et al. Etiological factors of nasopharyngeal carcinoma. Oral oncol.
2014 Mar 12; 50:330-338. doi: 10.1016/j.oraloncology.2014.02.006]
Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Gejala-gejala NPC dapat dibagikan menjadi 4 kategori:
(1) gejala terkait massa nasofaring seperti epistaxis, obstruksi, dan nasal discharge;
(2) gejala terkait disfungsi tuba Eustachius seperti berkurangnya pendengaran dan
tinnitus;
(3) gejala terkait keterlibatan basis cranii (erosi) seperti sakit kepala, diplopia, rasa
sakit pada wajah, dan baal/paresthesia; dan
(4) massa pada leher.[ Petersson F. Nasopharyngeal carcinoma: A review. Seminars
in Diagnostic Pathology. 2015; 32:54-73. Doi: 10.1053/j.semdp.2015.02.021.]
2.1. Gejala Terkait Massa di Nasofaring
Gejala terkait massa di nasofaring yang dialami pasien pada pemicu ini adalah mimisan
ringan, hiposmia, serta penyumbatan (obstruksi) hidung. Mimisan atau perdarahan dari
hidung disebut juga dengan epistaksis. Epistaksis dapat disebabkan berbagai hal,
misalnya trauma ringan, kelainan pembuluh darah local, infeksi lokal, dan tumor.[
Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala
& Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2012.] .Gangguan indera penghidu dapat terjadi akibat terhalangnya
partikel bau untuk sampai ke reseptor atau kelainan nervus olfaktorius. Hiposmia
seperti pada kasus ini dapat terjadi akibat obstruksi oleh tumor di rongga nasal yang
menghalangi partikel bau untuk sampai ke reseptor indera
penghidu.[ Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu. In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.]
2.3. Gejala Terkait Disfungsi Tuba Eustachius
Pasien pada pemicu mengalami gangguan pendengaran berupa penurunan
pendengaran dan munculnya suara pada telinga. Gangguan-gangguan ini dapat
disebabkan oleh disfungsi tuba Eustachius. Tuli (deafness) termasuk gejala yang umum
ditemui pada penderita NPC.[ Tan L, Loh T. Benign and Malignant Tumors of the
Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT,
Thomas JR, et al, editors. Cummings Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia:
Saunders; 2015. Otitis media dengan efusi memiliki karakteristik efusi nonpurulen di
telinga tengah dengan gejala rasa penuh pada telinga atau hilangnya pendengaran. Otitis
media dengan efusi bisa jadi merupakan resolusi dari otitis media akut atau terjadi
tanpa otitis media akut. Tuba Eustachius merupakan organ yang memiliki 3 fungsi:
keseimbangan tekanan antara telinga tengah dan telinga luar, klirens sekresi, dan
perlindungan telinga tengah. Pada hewan coba, ditemukan bahwa ligase tuba Eustachius
secara konsisten berujung pada munculnya efusi telinga tengah yang persisten.
Efusi ini kemudian menetap karena gagal mengalami klirens. Faktor-faktor yang dapat
mengalami klirens gagal di antaranya adalah disfungsi silier, hiperviskositas efusi, edema
mukosa, dan (kemungkinan) gradient tekanan yang kurang baik. [ Higgins TS. Otitis
Media With Effusion [Internet]. 2015 [updated 2015 Feb 20; cited 2015 Apr 1].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/858990-overview]
Gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar
disebut juga sebagai tinitus. Suara ini muncul akibat aktivitas elektrik di area auditorius
yang bukan berasal dari bunyi eksternal, tetapi dari sumber impuls abnormal di dalam
tubuh pasien. Tinitus dapat terdengar berupa suara mendenging, menderu, mendesis,
dan lain-lain. Tinitus dapat terjadi akibat gangguan konduksi, misalnya pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, otitis media, otosklerosis, dan
lain-lain.[ Bashiruddin J, Sosialisman. Tinitus. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin
J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala &
Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2012]
2.4. Gejala Terkait Keterlibatan Basis Cranii
Rongga tengkorak terletak dekat dengan nasofaring dan terhubungkan melalui
beberapa lubang. Meluasnya tumor sampai ke daerah intrakranial atau mengerosi clivus
dapat menyebabkan gangguan nervus cranialis. Nervus yang paling umum
terpengaruhi adalah nervus V, dilanjutkan dengan VI, IX, X, dan XII.[ Tan L, Loh T.
Benign and Malignant Tumors of the Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH,
Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas JR, et al, editors. Cummings
Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia: Saunders; 2015.] Apabila tumor menjalar
lewat foramen laserum, saraf cranialis III, IV, VI, dan bisa juga V akan terkena.
Manifestasi yang dapat ditemukan contohnya neuralgia trigeminal dan diplopia. Apabila
menjalar lewat foramen jugulare, maka saraf cranialis yang terkena adalah nervus IX, X,
XI, dan XII. Gangguan pada nervus-nervus ini disebut sindrom Jackson. Tumor
juga dapat mengenai seluruh saraf otak dan mendestruksi tulang tengkorak. Pada kasus
yang demikian, prognosis biasanya buruk.[ Rozin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring.
In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.]
Pandangan ganda yang dialami pasien disebut juga dengan diplopia. Diplopia
dapat terbagi menjadi monocular (apabila tetap terjadi bila salah satu mata ditutup) dan
binocular (dapat sembuh bila salah satu mata ditutup). Kebanyakan kasus di emerjensi
merupakan diplopia binokuler dengan kelumpuhan nervus VI. Diplopia monocular terjadi
karena masalah mata terkait distorsi jalan masuk cahaya sedangkan diplopia binocular
terjadi karena tergesernya aksis visual, misalnya akibat disfungsi musculus oculomotor
atau disfungsi nervus cranialis. Selain nervus VI, diplopia binokuler juga dapat
diakibatkan oleh nervus III dan IV. Ketiga nervus ini menginervasi otot-otot yang
menggerakkan bola mata. Kerusakan dapat terjadi pada satu nervus maupun kombinasi.
Kompresi nervus, misalnya oleh tumor yang berinfiltrasi, dapat menghasilkan kombinasi
kelumpuhan nervus III, IV, dan VI yang bisa disertai baal pada daerah periorbital dan
wajah serta nyeri retroorbital, proptosis, dan kongesti vena.[ Guluma K. Diplopia. In:
Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, editors. Rosen’s Emergency Medicine, Eighth
Edition. Philadelphia: Saunders; 2014.]
2.1. Massa pada Leher
Massa pada leher yang dapat dipalpasi merupakan gejala paling umum dari
NPC. Sebanyak 60% pasien datang mencari bantuan medis akibat gejala ini. Penyebab
munculnya massa pada leher adalah metastasis tumor ke kelenjar getah bening (nodus
limfatik) bagian servikal.[ Tan L, Loh T. Benign and Malignant Tumors of the
Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT,
Thomas JR, et al, editors. Cummings Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia:
Saunders; 2015.]
Pembesaran kelenjar getah bening bagian leher disebut juga limfadenomati
servikal. Gejala ini sesungguhnya umum ditemui pada penyakit yang menyerang
kepala dan leher, dan evaluasinya dapat membantu menentukan etiologi dan proses
patologis yang terjadi. Kelenjar getah bening yang nyeri dan mengalami inflamasi
menandakan adanya inflamasi akut, yang biasanya terjadi akibat infeksi sedangkan
elenjar getah bening yang volumenya besar, tegas (firm), dan elastis (rubbery)
seringkali menandakan adanya limfoma.[ Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s
Basic Anatomy. London: Churchill Livingstone; 2012.]
2.1.4.3 Hipofaring
2.1.4.4 Laring
Defenisi
Pangkal tenggorokan dipengaruhi oleh berbagai tumor, di antaranya adalah skuamosa
karsinoma sel (SCC), adenokarsinoma, tumor neuroendokrin, dan sarkoma.
SCC laring berkembang dalam sel-sel tipis, datar, dan seperti skalar yang melapisi sebagian
besar
laring dan menyumbang 95% kanker laring dilaporkan. Dicirikan
dengan diferensiasi skuamosa, SCC dapat dibagi menjadi subtipe keratinisasi dan non-
pengaratan serta nilai yang baik, sedang, dan kurang terdiferensiasi.
Varian SCC laring termasuk karsinoma verukosa, SCC basaloid, papillary SCC, spindle SCC
(atau karsinoma sel spindle), SCC acantholytic, dan
karsinoma adenosquamous [1].
Adenokarsinoma laring terjadi di sel kelenjar yang ada di dinding
laring yang membentuk lendir dan merupakan neoplasma yang relatif jarang
lokasi ini. Tumor neuroendokrin laring (karsinoid) dan sarkoma adalah
bahkan keganasan yang lebih jarang dari laring [2].
Epidemiologi
Kanker laring (kadang-kadang disebut kanker tenggorokan meskipun fakta bahwa
tenggorokan termasuk laring dan faring) mewakili 3% dari kepala dan leher
kasus kanker, dengan kejadian global 3,2 kasus per 100.000 dan kematian
tingkat 1,1 per 100.000 per tahun.
Di Spanyol, Italia, Perancis, Brasil, India, dan populasi Afro-Karibia
di beberapa bagian Amerika Serikat, insidennya tinggi (> 10 per 100.000),
sedangkan di Jepang, Norwegia, dan Swedia, kejadiannya rendah (2 per
100.000). Kanker laring cenderung mempengaruhi pria berusia 55-65 tahun dan
menunjukkan kegemaran laki-laki (5,8 per 100.000 pada pria vs 1,2 per 100.000
pada wanita).
Faktor resiko
Faktor risiko untuk kanker laring termasuk merokok, alkohol berlebih konsumsi, penuaan,
kekurangan vitamin A, paparan asbes, kebersihan yang buruk, infeksi human papillomavirus
(HPV), dan juga kanker sel squa -mous di saluran aerodigestive atas. Kanker laring buang
dengan pengembalian kromosom pada 7q35 dan 8q24. dan
Kerugian dalam 1p21, 2q21, 17q12, dan 3p22, selain mutasi promotor
(mis., C228T dan C250T) di telomerase reverse transcriptase (TERT)
gen, polimorfisme gen CYP1B1, dan overekspresi P53, EGFR,
CCNA2, CCNB1, CCNB2, dan CDK1 [4]
Gambaran klinis
Gejala-gejala kanker laring berkisar dari suara serak, benjolan atau bengkak di leher, nyeri ketika
menelan, sakit tenggorokan, batuk terus-menerus, stri -dor (suara mengi bernada tinggi yang
menandakan suatu menyempit atau terhalangi
saluran napas), bau mulut, sakit telinga, kesulitan bernafas hingga penurunan berat badan.
Secara khusus, kanker glotis sering mempengaruhi suara pada tahap awal; Kanker supra -glottic
dapat menyebabkan sakit tenggorokan, kesulitan menelan (disfagia),
sakit telinga, perubahan kualitas suara, atau kelenjar leher membesar. Kabel suara awal
kanker menyebabkan suara serak. Kanker subglotis umumnya melibatkan vokal
tali dan mengarah ke obstruksi jalan nafas pada tahap awal.
Diagnosa
Prosedur diagnostik untuk kanker laring termasuk pemeriksaan fisik, medis
tinjauan riwayat, pencitraan (CT, PET, MRI), biopsi, penilaian histoptologis
dan pengujian molekuler.
SCC laring adalah massa berwarna merah muda hingga keabuan, dengan lesi pita suara
menjadi keratotik. Secara histologis, tumor tersebut berisi pulau, lidah, dan
kelompok sel atipikal menyerang stroma laring; itu tampak baik,
sedang, atau kurang terdiferensiasi, berdasarkan tingkat keratinisasi,
pembentukan mutiara, jembatan interseluler dan aktivitas mitosis, dengan yang lebih kecil
tumor menjadi lebih baik dibedakan. Tumor bernoda positif untuk AE1, AE3,
dan p53 (50%) [3].
Di antara varian SCC laring, SCC veruskular adalah tumor eksofitik besar, destruktif lokal,
putih-tan hingga 10 cm yang dipasang pada struktur normal.
tanpa metastasis ke kelenjar getah bening di dekatnya. Secara histologis, tumor ini merupakan
tumor invasif dengan epitel skuamosa berdiferensiasi baik yang tidak memiliki fitur
SCC tetapi menunjukkan sel yang seragam tanpa atypia atau angka mitosis, ditandai
keratinisasi permukaan (keratosis gereja-lonjong), pasak lebar dengan dorongan tetapi
bukan margin infiltratif, dan limfoplasmarktik dan histiositik yang menonjol
menyusup. SCC mewakili 1% -4% kanker laring dan dapat terjadi bersamaan
SCC konvensional [3,5]
Spindle SCC (juga disebut sarcomatoid carcinoma, carcinosarcoma) adalah polypoid (99%) atau
massa endofitik 2 cm yang mengandung komponen sel spindle pleomorphic atau sto-bentuk
dengan fokus dari jinak atau jinak ganas
atau tulang (khas in situ atau SCC invasif) dan aktivitas mitosis sering.
Tumor bernoda positif untuk vimentin, 34betaE12, dan AE1-AE3; variabel
aktin otot halus; tetapi negatif untuk CAM 5.2. Spindle SCC jarang terjadi
di laring (71% bersifat glotis; 59% adalah T1) dan dengan metastasis nodal mungkin
memiliki pola epitel atau stroma atau keduanya; itu lebih agresif daripada SCC konvensional
[3,5].
Basaloid SCC adalah sebuah perusahaan dengan massa keras berwarna coklat putih hingga 6 cm,
dengan nekrosis cen-tral dan metastasis leher. Secara mikroskopis, tumor menunjukkan sarang
dan lobulus sel basaloid kecil dengan sitoplasma minimal, hiperkromatik
nuklei, komedonekrosis, hyalinisasi yang menonjol dan palisad perifer, ruang kistik kecil, dan
aktivitas mitosis. Tumor bernoda positif
34betaE12 (100%), AE1-AE3, CAM5.2, antigen membran epitel, antigen mobil-kinoembrionik
(53%), S100 (39%), enolase spesifik neuron (lemah,
75%), asam periodik-Schiff (PAS), dan Alcian Blue (bahan dalam cystic
spasi) tetapi negatif untuk synaptophysin, chromogranin, spesifik-otot
actin, dan glial fibrillary acidic protein (GFAP) [3,5].
Papillary SCC adalah massa soliter, eksofitik atau papiler 2 mm hingga 4 cm,
dengan epitel skuamosa ganas dan keratinisasi permukaan terbatas.
Secara mikroskopis, tumor menunjukkan proyeksi seperti jari dengan fibrovascular
core atau pertumbuhan bulbous berbasis luas dengan proyeksi bulat dan terbatas
inti fibrovascular. Tumor terkait dengan HPV dan relatif
prognosis yang baik (biasanya T2) [3].
Untuk mengevaluasi indikator prognostik potensial dari SCC laring, DNA ploidy,
aktivitas proliferasi (misalnya, indeks mitosis), dan analisis amplifikasi onkogen dapat
dimanfaatkan.
Stadium kanker laring berkisar dari 0, I, II, III, hingga IV. Stadium 0 tumor
tidak menyerang jaringan di luar tenggorokan. Stadium I tumor kurang dari 7 cm dan
terbatas pada tenggorokan. Stadium II tumor sedikit lebih besar dari 7 cm tetapi masih terbatas
pada laring. Stadium III tumor telah tumbuh dan menyebar ke jaringan dan sekitarnya
organ. Stadium IV tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening atau organ jauh.
Pengobatan
Perawatan untuk kanker laring melibatkan operasi (digunakan pada 55% kasus),
radioterapi (70%), atau kemoterapi (10%, seperti cetuximab atau Erbitux),
sendiri atau dalam kombinasi. Tujuan utama pengobatan kanker laring adalah untuk
mempertahankan suara sebanyak mungkin, dengan pendekatan mulai dari
menghapus tumor kecil pada pita suara (s) oleh CO
2
laser; radioterapi
(Melalui radioterapi intensitas-modulasi, terapi radiasi 3D-conformal,
brachytherapy, atau terapi proton) untuk tumor glotis dan supraglotis yang besar;
laringektomi (mengeluarkan sebagian atau seluruh kotak suara) untuk tumor sisa
setelah radioterapi dan rekurensi; debulking dan tracheostomy untuk tumor
menyebabkan respirasi; untuk laringektomi dan radioterapi pasca operasi untuk
tumor yang sangat maju [6].
Lebih dari 95% pasien dengan SCC laring dapat diobati. SCC Laring
in situ dapat diobati dengan stripping mukosa atau eksisi laser superfisial,
bersama dengan terapi radiasi jika perlu. SCC tahap awal laring dapat
diobati dengan terapi modal tunggal, baik operasi atau radioterapi,
dengan kontrol lokal 5 tahun dari 85% –95%. SCC laring yang lebih canggih
penyakit (Tahap III dan IV) membutuhkan perawatan multimodality dengan baik
kemoradiasi atau pembedahan dan radioterapi [6,7]. Memang, chemoradiation
sering lebih disukai untuk pelestarian organ pada pasien tertentu. Namun, lar -yngectomy dan
radioterapi pasca operasi diperlukan untuk pasien yang
gagal kemoradiasi primer [7].
Cetuximab adalah antibodi monoklonal yang mengikat khusus untuk epidermal
reseptor faktor pertumbuhan (EGFRs) dan mencegah sel kanker tumbuh
dan membagi.
Agen kemoterapi lain untuk kanker laring dalam cisplatin,
5- fluorouracil dan taxane [7,8]. Di Eropa, kemoterapi induksi dengan
taxane, cisplatin, dan fluorouracil (TPF), diikuti oleh radioterapi yang disukai;
sedangkan di Amerika Utara, bersamaan cisplatin dan fraksinasi standar
radioterapi (CCR) lebih disukai [8].
Prognosa
Kanker laring memiliki tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 60%. Untuk diterjemahkan,
kanker laring regional, jauh, dan tidak bertanda, tingkat ketahanan hidup 5 tahun
masing-masing adalah 76,3%, 44,5%, 35,1%, dan 54,6%. Kelangsungan hidup lima tahun untuk
pasien dengan penyakit lokal dan regional yang sangat maju adalah <5%.
Kelangsungan hidup bebas penyakit lima tahun untuk pasien dengan kanker glotis adalah 85% -
90%
untuk Tahapan I – II, 75% untuk Tahap III, dan 45% –50% untuk Tahap IV. Lima tahun
kelangsungan hidup bebas penyakit untuk pasien dengan kanker supraglottic adalah 80% untuk
Tahap I – II, 70% untuk Tahap III, dan 40% untuk Tahap IV (sebagai supraglottic can -cer
menunjukkan peningkatan insidensi metastasis nodus dibandingkan dengan
kanker glotis).
References
1. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, et al. Pathology and Genetics of
Head and Neck Tumours. World Health Organization Classification of
Tumours . Lyon: IARC Press; 2005.
2. Ferlito A, Silver CE, Bradford CR, et al. Neuroendocrine neoplasms of
the larynx: An overview. Head Neck. 20 09;31(12):1634 – 46.
3. Pathologyoutlines.com website. Larynx and hypopharynx. http://www.
pathologyoutlines.com/larynx.html; accessed December 10, 2016.
4. Qu Y, Dang S, Wu K, et al. TERT promoter mutations predict worse sur-vival
in laryngeal cancer patients. Int J Cancer . 2014;135(4):10 08 –10.
5. Steuer CE, El-Deiry M, Parks JR, et al. An update on larynx cancer.
CA Cancer J Clin. 2017;67(1):31–50.
6. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Laryngeal Cancer Treatment
(PDQ
®
): Health Professional Version. PDQ Cancer Information
Summaries. Bethesda, MD: National Cancer Institute (US); 2002–2016.
7. Vainshtein JM, Wu VF, Spector ME, Bradford CR, Wolf GT, Worden FP.
Chemoselection: a paradigm for optimization of organ preserva-tion in locally
advanced larynx cancer. Expert Rev Anticancer Ther.
2013;13(9):1053 – 64.
8. Forastiere AA, Weber RS, Trotti A. Organ preservation for advanced
larynx cancer: Issues and outcomes. J Clin Oncol. 2015;33(29):3262–8.
2.1.4.5 Rongga Mulut
Defenisi
Berbagai tumor diketahui mempengaruhi rongga mulut (termasuk bibir), yang
yang paling penting adalah karsinoma sel skuamosa (SCC), verukosa
karsinoma, karsinoma sel basal (BCC), dan limfoma [1].
SCC biasanya berasal dari bibir merah (terutama bibir bawah), dengan kemungkinan metastasis
leher dan menyumbang> 90% kanker mulut. Ini berawal
dalam sel skuamosa pipih yang datar seperti pada epitelium yang menutupi mulut dan
tenggorokan. Sementara bentuk sebelumnya (disebut karsinoma in situ) hanya ada di
epitelium (lapisan luar sel), bentuknya yang kemudian (sel skuamosa invasif
karsinoma) tumbuh menjadi lapisan yang lebih dalam dari rongga mulut atau orofaring.
Karsinoma verukosa merupakan tipe SCC yang kurang umum yang membentuk <5% dari
semua kanker mulut. Sebagai kanker tingkat rendah, ia bisa tumbuh secara mendalam di
sekitarnya
jaringan tetapi jarang menyebar ke bagian lain dari tubuh. Namun, tanpa pengangkatan surgi-
kalkulus, SCC biasa dapat berkembang dalam beberapa karsinoma verukosa
dan memfasilitasi penyebaran ke bagian lain dari tubuh.
BCC sering muncul dari bibir putih (terutama bibir atas). Itu banyak
Kanker rongga mulut yang kurang umum dan lebih mudah diobati (eksisi)
dari SCC.
Limfoma berkembang di amandel dan dasar lidah yang mengandung
sistem kekebalan tubuh (limfoid) jaringan.
Selain itu, tumor kelenjar ludah kecil dapat muncul pada langit-langit keras, bibir
dan mukosa bukal (lihat Bab 9). Selain itu, beberapa jinak (tidak kanker)
tumor dan tumor seperti kondisi (misalnya, granuloma fosinofilik, fibroma,
tumor sel granular, keratoacanthoma, leiomioma, osteochondroma, lipoma,
schwannoma, neurofibroma, papilloma, kondiloma acuminatum, verru -ciform xanthoma,
granuloma piogenik, rhabdomyoma, dan odontogenik
tumor) juga dapat mempengaruhi mulut atau tenggorokan. Tumor non-kanker ini
umumnya tidak mengancam jiwa, dan dapat dihapus sepenuhnya dengan operasi
tan
pa kekambuhan.
Epidemiologi
Sebagai kanker ketiga paling umum setelah perut dan kanker serviks dan
kelompok terbesar kanker kepala dan leher, kanker mulut terutama terjadi pada
orang berusia> 50 tahun (90%) dan jarang pada orang-orang <50 tahun
(10%). Pria cenderung lebih sering terkena dibandingkan wanita.
Kanker mulut sangat umum di Sri Lanka, India, Pakistan, Bangladesh,
dan Brasil serta beberapa wilayah di Prancis utara dan Hongaria.
Patogenesis
Faktor risiko untuk kanker rongga mulut termasuk (i) merokok tembakau / mengunyah, (ii)
minuman alco -hol, (iii) sirih atau gutka mengunyah, (iv) diet rendah beta-karoten-kaya
sayuran dan buah sitrat, (v) kesehatan mulut yang buruk, (vi) infeksi dengan Candida albi-can,
virus herpes manusia, dan human papillomavirus, (vii) paparan sinar matahari
atau UV, (viii) lesi prareligna dan kondisi oral lainnya, dan (ix) imunosupresan. Perubahan
genetik yang diamati pada kanker rongga mulut termasuk mutasi
dalam kromosom 3, 9 (P16), 11 (PRAD1), dan 17 (H-ras) [2].
Fitur klinis
Tanda-tanda klinis kanker rongga mulut berkisar dari (i) sakit (atau ulkus granular
dengan bercabang atau meninggikan margin eksofitik) di bibir atau di mulut itu
bertahan selama 3 minggu atau lebih lama; (ii) benjolan atau penebalan dengan abnormal
memasok pembuluh darah di bibir, gusi, mulut, atau leher; (iii) warna putih atau
patch merah (erythroplakia, leukoplakia, leukoplakia berbintik, atau verukosa
leukoplakia) pada gusi, lidah, atau lapisan mulut; (iv) pendarahan,
nyeri, atau mati rasa di bibir, mulut, dagu, atau pipi; (v) berubah dalam suara;
(vi) gigi atau gigi palsu lepas; (vii) kesulitan mengunyah atau menelan atau bergerak
lidah atau rahang; (viii) pembengkakan rahang; (ix) sakit tenggorokan atau perasaan itu
ada sesuatu yang terperangkap di tenggorokan; untuk (x) penurunan berat badan.
Secara khusus, SCC oral sering terlihat seperti bercak merah bersisik, luka terbuka, meningkat
pertumbuhan dengan depresi sentral, atau kutil; yang mungkin berkerak atau berdarah.
Itu bisa menjadi penodaan dan terkadang mematikan jika dibiarkan tumbuh. Di akhir-
tahap SCC oral, gejala mungkin termasuk area indurated, paresthesia atau
dysesthesia lidah atau bibir, obstruksi saluran napas, otitis serosa kronis media, otalgia, trismus,
disfagia, limfadenopati serviks, persisten
nyeri atau nyeri yang dirujuk, dan penglihatan yang berubah. Oral BCC sering terlihat seperti
terbuka
luka, bercak merah, pertumbuhan merah muda, benjolan mengkilap, atau bekas luka. BCC
hampir tidak pernah
menyebar (bermetastasis) di luar situs tumor asli.
Diagnosis
SCC oral sering terlihat seperti bercak merah bersisik, luka terbuka, pertumbuhan yang tinggi
dengan depresi sentral, atau kutil di bibir atau bagian lateral lidah.
Oleh karena itu, penerapan ATURAN mnemonik (merah, ulserasi, benjolan, memperpanjang -
selama 3 minggu atau lebih) sangat berharga untuk diagnosis klinisnya. SCC Oral bisa
kerak, berdarah, dan menjadi menjijikkan dan terkadang mematikan jika dibiarkan
tumbuh. Secara mikroskopis, tumor dapat menunjukkan pola pertumbuhan verrukoid, dengan
atypia di pangkalan, dan invasi stroma yang tidak teratur dan infiltratif. Itu ternoda
positif untuk antigen membran epitel (EMA) dan bervariasi positif untuk
BCL-2 tetapi negatif untuk Ber-EP4 dan aktin otot halus (SMA) [3].
Karsinoma verukosa merupakan varian / subtipe SCC yang langka dan bermutu rendah
bermanifestasi sebagai massa ulseratif, fungating, atau polypoid (1-10 cm) dengan
saluran sinus membuka ke kulit, dan kadang-kadang invasi ke lunak yang berdekatan
jaringan dan tulang. Secara mikroskopis, tumor mengandung diferensiasi yang baik
epitel skuamosa hiperplastik dengan maturasi teratur (ke atas dan
ke bawah), papillae permukaan hiperplastik dengan keratin, juga dalam invaginasi;
paku rete yang luas, tumpul, dan mendorong ke bawah; atypia minimal; kehadiran dari
aktivitas mitosis; dan infiltrasi lymphoplasmacytic pada lamina propria [4].
Oral BCC hadir sebagai luka terbuka, bercak merah, pertumbuhan merah muda, benjolan
mengkilap,
atau bekas luka, dengan ulserasi dan krusta. Secara mikroskopis, tumor menunjukkan
sarang sel dengan celah dari permukaan epitel di atasnya, pallisading
nuklei, dan pleomorfisme minimal. Berwarna positif untuk Ber-EP4 dan BCL-2,
variabel untuk SMA, tetapi negatif untuk EMA.
Limfoma adalah massa lunak, besar yang ditutupi mukosa normal atau ulserasi.
Secara mikroskopis, ini menunjukkan populasi monomorfik dari imunoblas dengan
tidak ada diferensiasi plasmacytic minimal; langit berbintang penampilan pada daya rendah
karena macrophages tubuh tingible; sel tumor besar dengan berlimpah, baso -
sitoplasma philic dan kadang-kadang paranuclear hofs; eksentrik, bulat / oval
nuklei dengan satu atau lebih nukleolus menonjol; Kehadiran tokoh mitosis
dan apoptosis; dan infiltrasi sel tumor dalam massa, besar kohesif dengan
garis depan yang relatif terdefinisi dengan baik. Tumor bernoda positif
EBV, CD38, CD138, MUM1 (100%), IgG intracytoplasmic (50%), dan vari -
mampu membatasi rantai ringan tetapi negatif untuk HIV1 (tetapi sel T jinak yang berdekatan
adalah HIV1 +), HHV8, CD20, dan CD45 [5].
Diagnosis banding untuk kanker rongga mulut termasuk keratosis aktinik, manifestasi derma -
tologik leukoplakia oral (putih, sebagian besar tidak ganas atau
plak non-premaligna yang dihasilkan dari peningkatan keratinisasi atau candido -sis),
erythroplasia (lesi pembentukan merah, beludru, non-plak, yang tingkat
dengan atau tertekan di bawah mukosa sekitarnya, dan yang cenderung ditampilkan
keganasan ringan atau displasia berat), lichen planus dan kandidiasis mukosa.
Menggunakan sistem TNM yang diterapkan secara luas dari AJCC, tahapan lisan primer
tumor rongga ditentukan atas dasar ukuran tumor dan invasi
struktur yang dalam sebagai 0 (karsinoma in situ), I, II, III, IVA, IVB dan IVC.
Perawatan
Perawatan standar untuk kanker rongga mulut adalah pembedahan dan radioterapi.
Jenis pengobatan baru lainnya (yaitu, kemoterapi, radia hyperfractionated
terapi tion, dan terapi hipertermia) juga dapat dipertimbangkan [6].
Untuk SCC oral, tindakan pengobatan mungkin termasuk operasi pengangkatan seluruh
tumor diikuti oleh radioterapi dan / atau kemoterapi (dalam banyak kasus) atau com -
binasi kemoterapi, radioterapi, dan prosedur invasif (jarang, bertemu -
kasus astatic). Pembedahan rekonstruktif mungkin diperlukan setelah terapi kanker.
Untuk BCC oral, operasi dilakukan melalui kuretase dan elektrodesik -
tion (untuk lesi kecil), bedah mikrografi Mohs (untuk menghilangkan lapisan tipis
jaringan yang mengandung tumor), operasi eksisi (untuk pengangkatan keseluruhan
pertumbuhan bersama-sama dengan batas sekeliling kulit yang tampaknya normal),
radiasi (untuk penghancuran langsung jaringan tumor dengan sinar X), cryosurgery (untuk
perusakan jaringan tumor oleh pembekuan nitrogen cair), photodynamic ther -
apy (untuk pengobatan BCC superfisial atau nodular, oleh cahaya biru yang kuat di
kehadiran agen pemantik cahaya), dan operasi laser (untuk penghancuran
lesi oleh laser). Obat topikal imiquimod (untuk BCC superfisial)
dan 5-fluorourasil (juga untuk BCC superfisial) dapat diberikan. Lebih lanjut,
obat-obatan oral (misalnya, vismodegib [Erivedge ™, untuk kasus-kasus yang sangat jarang
BCC metastatik atau BCC tingkat lanjut lokal dan sonidegib [Odomzo
®
untuk
pasien dengan BCC tingkat lanjut lokal)) dapat dianggap [7,8].
Prognosis
Penderita dengan kanker rongga mulut yang kecil dan masih terbatas pada primer
situs (Tahap I, <2 cm) umumnya memiliki prognosis yang lebih baik daripada mereka yang
dapat -
cers pada tahap akhir (Tahapan III dan IV,> 4 cm atau dengan penyebaran). Ketika semua
tahapan
diagnosis awal dianggap, kelangsungan hidup 5 tahun adalah 55% -63%.
References
1. Montero PH, Patel SG. Cancer of the oral cavity. Surg Oncol Clin N
Am. 2015; 24(3): 491–508.
2. Gasche JA, Goel A. Epigenetic mechanisms in oral carcinogenesis.
Future Oncol . 2012; 8(11): 1407–25.
3. Wolff KD, Follmann M, Nast A. The diagnosis and treatment of oral
cavity cancer. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(48): 829–35.
4. Pathologyoutlines.com. Verrucous carcinoma. http://www.patholo -
gyoutlines.com/topic/skintumornonmelanocyticverrucousscc.html.
Accessed December 15, 2016.
5. Pathologyoutlines.com. Lymphoma . http://www.pathologyoutlines.
com/topic/oralcavitylymphoma.html. Accessed December 15, 2016.
6. Chinn SB, Myers JN. Oral cavity carcinoma: Current management, con-
troversies, and future directions. J Clin Oncol. 2015; 33(29): 3269–76.
7. De Felice F, Musio D, Terenzi V, et al. Treatment improvement and
better patient care: Which is the most important one in oral cavity
cancer? Radiat Oncol. 2014; 9: 263.
8. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Lip and Oral Cavity Cancer
Treatment (PDQ
®
): Health Professional Version. PDQ Cancer
Information Summaries. Bethesda, MD: National Cancer Institute;
2002–2015.
2.1.5 Kolerasi Faktor Risiko Terhadap Kanker Kepala Lher
2.1.5.1 Usia
2.1.5.2 Jenis Kelamin
2.1.5.3 Jenis/lokasi kanker
2.1.5.4 Patologi kanker
Tipus

More Related Content

What's hot (6)

Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNAIndry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Indry askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
Papila areola mamae
Papila areola mamaePapila areola mamae
Papila areola mamae
 
Askep ispa
Askep ispaAskep ispa
Askep ispa
 
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNAAskep ispa AKPER PEMKAB MUNA
Askep ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNAIspa AKPER PEMKAB MUNA
Ispa AKPER PEMKAB MUNA
 
Lp ispa
Lp ispaLp ispa
Lp ispa
 

Similar to Tipus

Similar to Tipus (20)

Infeksi Odontogenik
Infeksi OdontogenikInfeksi Odontogenik
Infeksi Odontogenik
 
Ompa
OmpaOmpa
Ompa
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
Askep ca.nasoparing  Akper pemkab munaAskep ca.nasoparing  Akper pemkab muna
Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2[Tara] sken 1 pertemuan 2
[Tara] sken 1 pertemuan 2
 
Askep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparingAskep ca.nasoparing
Askep ca.nasoparing
 
Askep Mastoiditis
Askep MastoiditisAskep Mastoiditis
Askep Mastoiditis
 
Refrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSISRefrat THT EPISTAKSIS
Refrat THT EPISTAKSIS
 
CA Paru
CA Paru CA Paru
CA Paru
 
oma.pptx
oma.pptxoma.pptx
oma.pptx
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA) ASUHAN KEPERAWATAN  PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERADANGAN PADA TELINGA (OTITIS MEDIA)
 
Catatan Presentasi.pptx
Catatan Presentasi.pptxCatatan Presentasi.pptx
Catatan Presentasi.pptx
 
Otitis media akuta
Otitis media akutaOtitis media akuta
Otitis media akuta
 
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUNAskep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
Askep otitis media akut 2222222222 AKPER PEMDA MUN
 
Askep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPAAskep Anak dengan ISPA
Askep Anak dengan ISPA
 
Makalah oma
Makalah omaMakalah oma
Makalah oma
 
Tumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leherTumor tumor di-kepala_dan_leher
Tumor tumor di-kepala_dan_leher
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 

Recently uploaded

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 

Tipus

  • 1. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Kepala Leher 2.1.1 Definisi Kanker Kepala Leher Kanker kepala dan leher adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai tumor ganas yang berasal dari saluran aerodigestive atas (UADT) (Goon et al., 2009). Kanker Kepala dan Leher adalah keganasan yang muncul pada semua struktur dari cephalad sampai ke klavikula kecuali otak, spinal cord, tiroid dan dasar otak (base of skull). Secara umum kanker kepala dan leher meliputi kanker yang berasal darirongga mulut (mouth), faring (throat), paranasal sinus, rongga hidung, laring dan kelenjar ludah (parotid, submandibular, sublingual glands) (Pasaribu & Suyatno, 2010). Kanker kepala dan leher merupakan kelompok heterogen kanker yang muncul dari epitelium skuamosa dari rongga mulut dan faring (Pulte & Brenner, 2010). Kanker kepala dan leher dikategorikan lebih lanjut pada area mana kanker dimulai, area munculnya kanker kepala dan leher meliputi rongga mulut, faring, laring, paranasal sinuses, nasal cavity, kelenjar ludah (Anonim, 2013). 2.1.2 Etiologi Kanker Kepala Leher Tembakau (merokok) merupakan faktor resiko yang paling signifikan disertai konsumsi alkohol yang berpengaruh sinergis. Selain itu faktor resiko lain adalah instabilitas (pada kanker hipofaring berhubungan dengan sindrom Plummer-Vinson), infeksi virus (Ebstein Barr, Human Papillomavirus), pekerjaan, dan paparan lingkungan (Pasaribu & Suyatno, 2010). Tembakau dan alkohol adalah faktor resiko paling penting untuk kebanyakan kanker kepala dan leher, ditambah infeksi oleh Human Papillomavirus (HPV) adalah penyebab lebih dari setengah kasus kanker orofaring (Anonim, 2013). Penggunaan smokeless tobacco dan areca nut adalah penyebab paling umum kanker kepala dan leher di negara berkembang termasuk di Indonesia, selain itu HPV merupakan faktor resiko penting lainnya yang menyebabkan kanker kepala dan leher (Joshi et al., 2014).
  • 2. Human Papillomavirus (HPV) merupakan virus onkogenik, yang dapat menyebabkan terjadinya proses keganasan dan pembentukan tumor. Papillomavirus termasuk virus DNA dari famili Papovaviridae, yang mempunyai kapsid tersusun dalam kubus simetris yang tidak memiliki selubung. Papillomavirus adalah virus zoonosis yang selain menyerang manusia juga dapat menginfeksi berbagai jenis hewan, antara lain kelinci, anjing, dan sapi. Terdapat lebih dari 18 tipe Human Papillomavirus (HPV) yang telah dilaporkan (Soedarto, 2010). Prevalensi secara keseluruhan HPV pada kanker kepala dan leher adalah sekitar 50%, dengan prevalensi tertinggi pada kanker tonsil dan kanker pangkal lidah. HPV-16 merupakan tipe yang paling umum pada kanker kepala dan leher diikuti oleh HPV-18 dan kemudian infeksi silang (16 dan 18), sekitar 41% pasien memiliki infeksi HPV ganda. Lesi pada lidah umumnya akibat infeksi oleh HPV tipe 9 dan 11 (Joshi et al., 2014). Penelitian oleh Lajer & Buchwald (2010) melaporkan prevalensi HPV pada kanker kepala dan leher dari berbagai penelitian menunjukan HPV ditemukan pada kanker mulut, tonsil, dasar lidah, orofaring dan kanker sel skuamosa kepala dan leher. 2.1.3 Patofisiologi Kanker Kepala Leher 2.1.4 Jenis Kanker Kepala Leher 2.1.4.1 Hidung dan paranasal 2.1.4.2 Nasofaring Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang terbanyak ditemukan untuk daerah kepala dan leher (60%). Tumor ini sulit dideteksi dini dan tidak mudah diperiksa oleh tenaga kesehatan yang bukan ahli sehingga seringkali tumor ini baru terdeteksi ketika sudah berada pada tahap yang lebih lanjut.( Rozin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar
  • 3. Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.) Patogenesis Kanker Nasofaring Kanker nasofaring (NPC) merupakan tumor ganas yang diasosiasikan dengan virus EBV (Epstein-Barr virus). Telah ditemukan bahwa perkembangan NPC salah satunya dipengaruhi faktor risiko yang sudah sering dikemukakan yaitu kenaikan titer antibody anti-EBV yang konsisten. Akan tetapi, mekanisme molekuler dan hubungan patofisiologis dari karsinogenesis terkait EBV masih belum sepenuhnya jelas.[ Yoshizaki T, Kondo S, Wakisaka N, Murono S, Endo K, Sugimoto H, et al. Pathogenic role of Epstein-Barr virus latent membrane protein-1 in the development of nasopharyngeal carcinoma. Cancer Lett. 2013 May 12; 337:1-7. doi: 10/1016/j.canlet.2013.05.018.] Selain itu, meski NPC seringkali diasosiasikan dengan EBV, EBV tidak mengubah sel-sel epitel nasofaring menjadi sel-sel klon yang proliferative, meski ia dapat mentransformasi sel B primer. Agar terbentuk NPC, mula- mula dibutuhkan infeksi laten dan litik EBV yang diduga disokong oleh perubahan genetik yang dapat diidentifikasi pada epitel nasofaring premalignan. Setelah itu infeksi laten dan litik terjadi dan menghasilkan produk-produk tertentu, barulah ekspansi klonal dan transformasi sel epitel nasofaring premalignan menjadi sel kanker. Selain faktor genetik, faktor lingkungan berupa konsumsi karsinogen dalam diet pada masa kanak-kanak juga dapat mengakibatkan akumulasi dari lesi genetik dan peningkatan risiko NPC. Selain diet, faktor-faktor lainnya adalah pajanan zat- zat kimia pada pekerjaan, misalnya formaldehida dan debu kayu yang mengakibatkan inflamasi kronis di nasofaring.[ Tsao SW, Yip YL, Tsang CM, Pang PS, Lau VMY, Zhang G, et al. Etiological factors of nasopharyngeal carcinoma. Oral oncol. 2014 Mar 12; 50:330-338. doi: 10.1016/j.oraloncology.2014.02.006] Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Gejala-gejala NPC dapat dibagikan menjadi 4 kategori: (1) gejala terkait massa nasofaring seperti epistaxis, obstruksi, dan nasal discharge; (2) gejala terkait disfungsi tuba Eustachius seperti berkurangnya pendengaran dan tinnitus;
  • 4. (3) gejala terkait keterlibatan basis cranii (erosi) seperti sakit kepala, diplopia, rasa sakit pada wajah, dan baal/paresthesia; dan (4) massa pada leher.[ Petersson F. Nasopharyngeal carcinoma: A review. Seminars in Diagnostic Pathology. 2015; 32:54-73. Doi: 10.1053/j.semdp.2015.02.021.] 2.1. Gejala Terkait Massa di Nasofaring Gejala terkait massa di nasofaring yang dialami pasien pada pemicu ini adalah mimisan ringan, hiposmia, serta penyumbatan (obstruksi) hidung. Mimisan atau perdarahan dari hidung disebut juga dengan epistaksis. Epistaksis dapat disebabkan berbagai hal, misalnya trauma ringan, kelainan pembuluh darah local, infeksi lokal, dan tumor.[ Mangunkusumo E, Wardani RS. Epistaksis. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.] .Gangguan indera penghidu dapat terjadi akibat terhalangnya partikel bau untuk sampai ke reseptor atau kelainan nervus olfaktorius. Hiposmia seperti pada kasus ini dapat terjadi akibat obstruksi oleh tumor di rongga nasal yang menghalangi partikel bau untuk sampai ke reseptor indera penghidu.[ Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.] 2.3. Gejala Terkait Disfungsi Tuba Eustachius Pasien pada pemicu mengalami gangguan pendengaran berupa penurunan pendengaran dan munculnya suara pada telinga. Gangguan-gangguan ini dapat disebabkan oleh disfungsi tuba Eustachius. Tuli (deafness) termasuk gejala yang umum ditemui pada penderita NPC.[ Tan L, Loh T. Benign and Malignant Tumors of the Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas JR, et al, editors. Cummings Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia: Saunders; 2015. Otitis media dengan efusi memiliki karakteristik efusi nonpurulen di telinga tengah dengan gejala rasa penuh pada telinga atau hilangnya pendengaran. Otitis media dengan efusi bisa jadi merupakan resolusi dari otitis media akut atau terjadi
  • 5. tanpa otitis media akut. Tuba Eustachius merupakan organ yang memiliki 3 fungsi: keseimbangan tekanan antara telinga tengah dan telinga luar, klirens sekresi, dan perlindungan telinga tengah. Pada hewan coba, ditemukan bahwa ligase tuba Eustachius secara konsisten berujung pada munculnya efusi telinga tengah yang persisten. Efusi ini kemudian menetap karena gagal mengalami klirens. Faktor-faktor yang dapat mengalami klirens gagal di antaranya adalah disfungsi silier, hiperviskositas efusi, edema mukosa, dan (kemungkinan) gradient tekanan yang kurang baik. [ Higgins TS. Otitis Media With Effusion [Internet]. 2015 [updated 2015 Feb 20; cited 2015 Apr 1]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/858990-overview] Gangguan pendengaran berupa sensasi suara tanpa adanya rangsangan dari luar disebut juga sebagai tinitus. Suara ini muncul akibat aktivitas elektrik di area auditorius yang bukan berasal dari bunyi eksternal, tetapi dari sumber impuls abnormal di dalam tubuh pasien. Tinitus dapat terdengar berupa suara mendenging, menderu, mendesis, dan lain-lain. Tinitus dapat terjadi akibat gangguan konduksi, misalnya pada sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, otitis media, otosklerosis, dan lain-lain.[ Bashiruddin J, Sosialisman. Tinitus. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012] 2.4. Gejala Terkait Keterlibatan Basis Cranii Rongga tengkorak terletak dekat dengan nasofaring dan terhubungkan melalui beberapa lubang. Meluasnya tumor sampai ke daerah intrakranial atau mengerosi clivus dapat menyebabkan gangguan nervus cranialis. Nervus yang paling umum terpengaruhi adalah nervus V, dilanjutkan dengan VI, IX, X, dan XII.[ Tan L, Loh T. Benign and Malignant Tumors of the Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas JR, et al, editors. Cummings Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia: Saunders; 2015.] Apabila tumor menjalar lewat foramen laserum, saraf cranialis III, IV, VI, dan bisa juga V akan terkena. Manifestasi yang dapat ditemukan contohnya neuralgia trigeminal dan diplopia. Apabila menjalar lewat foramen jugulare, maka saraf cranialis yang terkena adalah nervus IX, X, XI, dan XII. Gangguan pada nervus-nervus ini disebut sindrom Jackson. Tumor
  • 6. juga dapat mengenai seluruh saraf otak dan mendestruksi tulang tengkorak. Pada kasus yang demikian, prognosis biasanya buruk.[ Rozin A, Adham M. Karsinoma Nasofaring. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2012.] Pandangan ganda yang dialami pasien disebut juga dengan diplopia. Diplopia dapat terbagi menjadi monocular (apabila tetap terjadi bila salah satu mata ditutup) dan binocular (dapat sembuh bila salah satu mata ditutup). Kebanyakan kasus di emerjensi merupakan diplopia binokuler dengan kelumpuhan nervus VI. Diplopia monocular terjadi karena masalah mata terkait distorsi jalan masuk cahaya sedangkan diplopia binocular terjadi karena tergesernya aksis visual, misalnya akibat disfungsi musculus oculomotor atau disfungsi nervus cranialis. Selain nervus VI, diplopia binokuler juga dapat diakibatkan oleh nervus III dan IV. Ketiga nervus ini menginervasi otot-otot yang menggerakkan bola mata. Kerusakan dapat terjadi pada satu nervus maupun kombinasi. Kompresi nervus, misalnya oleh tumor yang berinfiltrasi, dapat menghasilkan kombinasi kelumpuhan nervus III, IV, dan VI yang bisa disertai baal pada daerah periorbital dan wajah serta nyeri retroorbital, proptosis, dan kongesti vena.[ Guluma K. Diplopia. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM, editors. Rosen’s Emergency Medicine, Eighth Edition. Philadelphia: Saunders; 2014.] 2.1. Massa pada Leher Massa pada leher yang dapat dipalpasi merupakan gejala paling umum dari NPC. Sebanyak 60% pasien datang mencari bantuan medis akibat gejala ini. Penyebab munculnya massa pada leher adalah metastasis tumor ke kelenjar getah bening (nodus limfatik) bagian servikal.[ Tan L, Loh T. Benign and Malignant Tumors of the Nasopharynx. In: Flint PW, Haughey BH, Lund V, Niparko JK, Robbins KT, Thomas JR, et al, editors. Cummings Otolaryngology, Sixth Edition. Philadelphia: Saunders; 2015.] Pembesaran kelenjar getah bening bagian leher disebut juga limfadenomati servikal. Gejala ini sesungguhnya umum ditemui pada penyakit yang menyerang kepala dan leher, dan evaluasinya dapat membantu menentukan etiologi dan proses patologis yang terjadi. Kelenjar getah bening yang nyeri dan mengalami inflamasi
  • 7. menandakan adanya inflamasi akut, yang biasanya terjadi akibat infeksi sedangkan elenjar getah bening yang volumenya besar, tegas (firm), dan elastis (rubbery) seringkali menandakan adanya limfoma.[ Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Basic Anatomy. London: Churchill Livingstone; 2012.] 2.1.4.3 Hipofaring 2.1.4.4 Laring Defenisi Pangkal tenggorokan dipengaruhi oleh berbagai tumor, di antaranya adalah skuamosa karsinoma sel (SCC), adenokarsinoma, tumor neuroendokrin, dan sarkoma. SCC laring berkembang dalam sel-sel tipis, datar, dan seperti skalar yang melapisi sebagian besar laring dan menyumbang 95% kanker laring dilaporkan. Dicirikan dengan diferensiasi skuamosa, SCC dapat dibagi menjadi subtipe keratinisasi dan non- pengaratan serta nilai yang baik, sedang, dan kurang terdiferensiasi. Varian SCC laring termasuk karsinoma verukosa, SCC basaloid, papillary SCC, spindle SCC (atau karsinoma sel spindle), SCC acantholytic, dan karsinoma adenosquamous [1]. Adenokarsinoma laring terjadi di sel kelenjar yang ada di dinding laring yang membentuk lendir dan merupakan neoplasma yang relatif jarang lokasi ini. Tumor neuroendokrin laring (karsinoid) dan sarkoma adalah bahkan keganasan yang lebih jarang dari laring [2]. Epidemiologi Kanker laring (kadang-kadang disebut kanker tenggorokan meskipun fakta bahwa tenggorokan termasuk laring dan faring) mewakili 3% dari kepala dan leher kasus kanker, dengan kejadian global 3,2 kasus per 100.000 dan kematian tingkat 1,1 per 100.000 per tahun. Di Spanyol, Italia, Perancis, Brasil, India, dan populasi Afro-Karibia di beberapa bagian Amerika Serikat, insidennya tinggi (> 10 per 100.000), sedangkan di Jepang, Norwegia, dan Swedia, kejadiannya rendah (2 per 100.000). Kanker laring cenderung mempengaruhi pria berusia 55-65 tahun dan menunjukkan kegemaran laki-laki (5,8 per 100.000 pada pria vs 1,2 per 100.000 pada wanita). Faktor resiko Faktor risiko untuk kanker laring termasuk merokok, alkohol berlebih konsumsi, penuaan, kekurangan vitamin A, paparan asbes, kebersihan yang buruk, infeksi human papillomavirus (HPV), dan juga kanker sel squa -mous di saluran aerodigestive atas. Kanker laring buang dengan pengembalian kromosom pada 7q35 dan 8q24. dan Kerugian dalam 1p21, 2q21, 17q12, dan 3p22, selain mutasi promotor
  • 8. (mis., C228T dan C250T) di telomerase reverse transcriptase (TERT) gen, polimorfisme gen CYP1B1, dan overekspresi P53, EGFR, CCNA2, CCNB1, CCNB2, dan CDK1 [4] Gambaran klinis Gejala-gejala kanker laring berkisar dari suara serak, benjolan atau bengkak di leher, nyeri ketika menelan, sakit tenggorokan, batuk terus-menerus, stri -dor (suara mengi bernada tinggi yang menandakan suatu menyempit atau terhalangi saluran napas), bau mulut, sakit telinga, kesulitan bernafas hingga penurunan berat badan. Secara khusus, kanker glotis sering mempengaruhi suara pada tahap awal; Kanker supra -glottic dapat menyebabkan sakit tenggorokan, kesulitan menelan (disfagia), sakit telinga, perubahan kualitas suara, atau kelenjar leher membesar. Kabel suara awal kanker menyebabkan suara serak. Kanker subglotis umumnya melibatkan vokal tali dan mengarah ke obstruksi jalan nafas pada tahap awal. Diagnosa Prosedur diagnostik untuk kanker laring termasuk pemeriksaan fisik, medis tinjauan riwayat, pencitraan (CT, PET, MRI), biopsi, penilaian histoptologis dan pengujian molekuler. SCC laring adalah massa berwarna merah muda hingga keabuan, dengan lesi pita suara menjadi keratotik. Secara histologis, tumor tersebut berisi pulau, lidah, dan kelompok sel atipikal menyerang stroma laring; itu tampak baik, sedang, atau kurang terdiferensiasi, berdasarkan tingkat keratinisasi, pembentukan mutiara, jembatan interseluler dan aktivitas mitosis, dengan yang lebih kecil tumor menjadi lebih baik dibedakan. Tumor bernoda positif untuk AE1, AE3, dan p53 (50%) [3]. Di antara varian SCC laring, SCC veruskular adalah tumor eksofitik besar, destruktif lokal, putih-tan hingga 10 cm yang dipasang pada struktur normal. tanpa metastasis ke kelenjar getah bening di dekatnya. Secara histologis, tumor ini merupakan tumor invasif dengan epitel skuamosa berdiferensiasi baik yang tidak memiliki fitur SCC tetapi menunjukkan sel yang seragam tanpa atypia atau angka mitosis, ditandai keratinisasi permukaan (keratosis gereja-lonjong), pasak lebar dengan dorongan tetapi bukan margin infiltratif, dan limfoplasmarktik dan histiositik yang menonjol menyusup. SCC mewakili 1% -4% kanker laring dan dapat terjadi bersamaan SCC konvensional [3,5] Spindle SCC (juga disebut sarcomatoid carcinoma, carcinosarcoma) adalah polypoid (99%) atau massa endofitik 2 cm yang mengandung komponen sel spindle pleomorphic atau sto-bentuk dengan fokus dari jinak atau jinak ganas atau tulang (khas in situ atau SCC invasif) dan aktivitas mitosis sering. Tumor bernoda positif untuk vimentin, 34betaE12, dan AE1-AE3; variabel aktin otot halus; tetapi negatif untuk CAM 5.2. Spindle SCC jarang terjadi di laring (71% bersifat glotis; 59% adalah T1) dan dengan metastasis nodal mungkin memiliki pola epitel atau stroma atau keduanya; itu lebih agresif daripada SCC konvensional [3,5]. Basaloid SCC adalah sebuah perusahaan dengan massa keras berwarna coklat putih hingga 6 cm, dengan nekrosis cen-tral dan metastasis leher. Secara mikroskopis, tumor menunjukkan sarang
  • 9. dan lobulus sel basaloid kecil dengan sitoplasma minimal, hiperkromatik nuklei, komedonekrosis, hyalinisasi yang menonjol dan palisad perifer, ruang kistik kecil, dan aktivitas mitosis. Tumor bernoda positif 34betaE12 (100%), AE1-AE3, CAM5.2, antigen membran epitel, antigen mobil-kinoembrionik (53%), S100 (39%), enolase spesifik neuron (lemah, 75%), asam periodik-Schiff (PAS), dan Alcian Blue (bahan dalam cystic spasi) tetapi negatif untuk synaptophysin, chromogranin, spesifik-otot actin, dan glial fibrillary acidic protein (GFAP) [3,5]. Papillary SCC adalah massa soliter, eksofitik atau papiler 2 mm hingga 4 cm, dengan epitel skuamosa ganas dan keratinisasi permukaan terbatas. Secara mikroskopis, tumor menunjukkan proyeksi seperti jari dengan fibrovascular core atau pertumbuhan bulbous berbasis luas dengan proyeksi bulat dan terbatas inti fibrovascular. Tumor terkait dengan HPV dan relatif prognosis yang baik (biasanya T2) [3]. Untuk mengevaluasi indikator prognostik potensial dari SCC laring, DNA ploidy, aktivitas proliferasi (misalnya, indeks mitosis), dan analisis amplifikasi onkogen dapat dimanfaatkan. Stadium kanker laring berkisar dari 0, I, II, III, hingga IV. Stadium 0 tumor tidak menyerang jaringan di luar tenggorokan. Stadium I tumor kurang dari 7 cm dan terbatas pada tenggorokan. Stadium II tumor sedikit lebih besar dari 7 cm tetapi masih terbatas pada laring. Stadium III tumor telah tumbuh dan menyebar ke jaringan dan sekitarnya organ. Stadium IV tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening atau organ jauh. Pengobatan Perawatan untuk kanker laring melibatkan operasi (digunakan pada 55% kasus), radioterapi (70%), atau kemoterapi (10%, seperti cetuximab atau Erbitux), sendiri atau dalam kombinasi. Tujuan utama pengobatan kanker laring adalah untuk mempertahankan suara sebanyak mungkin, dengan pendekatan mulai dari menghapus tumor kecil pada pita suara (s) oleh CO 2 laser; radioterapi (Melalui radioterapi intensitas-modulasi, terapi radiasi 3D-conformal, brachytherapy, atau terapi proton) untuk tumor glotis dan supraglotis yang besar; laringektomi (mengeluarkan sebagian atau seluruh kotak suara) untuk tumor sisa setelah radioterapi dan rekurensi; debulking dan tracheostomy untuk tumor menyebabkan respirasi; untuk laringektomi dan radioterapi pasca operasi untuk tumor yang sangat maju [6]. Lebih dari 95% pasien dengan SCC laring dapat diobati. SCC Laring in situ dapat diobati dengan stripping mukosa atau eksisi laser superfisial, bersama dengan terapi radiasi jika perlu. SCC tahap awal laring dapat diobati dengan terapi modal tunggal, baik operasi atau radioterapi, dengan kontrol lokal 5 tahun dari 85% –95%. SCC laring yang lebih canggih penyakit (Tahap III dan IV) membutuhkan perawatan multimodality dengan baik kemoradiasi atau pembedahan dan radioterapi [6,7]. Memang, chemoradiation
  • 10. sering lebih disukai untuk pelestarian organ pada pasien tertentu. Namun, lar -yngectomy dan radioterapi pasca operasi diperlukan untuk pasien yang gagal kemoradiasi primer [7]. Cetuximab adalah antibodi monoklonal yang mengikat khusus untuk epidermal reseptor faktor pertumbuhan (EGFRs) dan mencegah sel kanker tumbuh dan membagi. Agen kemoterapi lain untuk kanker laring dalam cisplatin, 5- fluorouracil dan taxane [7,8]. Di Eropa, kemoterapi induksi dengan taxane, cisplatin, dan fluorouracil (TPF), diikuti oleh radioterapi yang disukai; sedangkan di Amerika Utara, bersamaan cisplatin dan fraksinasi standar radioterapi (CCR) lebih disukai [8]. Prognosa Kanker laring memiliki tingkat kelangsungan hidup 5 tahun sekitar 60%. Untuk diterjemahkan, kanker laring regional, jauh, dan tidak bertanda, tingkat ketahanan hidup 5 tahun masing-masing adalah 76,3%, 44,5%, 35,1%, dan 54,6%. Kelangsungan hidup lima tahun untuk pasien dengan penyakit lokal dan regional yang sangat maju adalah <5%. Kelangsungan hidup bebas penyakit lima tahun untuk pasien dengan kanker glotis adalah 85% - 90% untuk Tahapan I – II, 75% untuk Tahap III, dan 45% –50% untuk Tahap IV. Lima tahun kelangsungan hidup bebas penyakit untuk pasien dengan kanker supraglottic adalah 80% untuk Tahap I – II, 70% untuk Tahap III, dan 40% untuk Tahap IV (sebagai supraglottic can -cer menunjukkan peningkatan insidensi metastasis nodus dibandingkan dengan kanker glotis). References 1. Barnes L, Eveson JW, Reichart P, et al. Pathology and Genetics of Head and Neck Tumours. World Health Organization Classification of Tumours . Lyon: IARC Press; 2005. 2. Ferlito A, Silver CE, Bradford CR, et al. Neuroendocrine neoplasms of the larynx: An overview. Head Neck. 20 09;31(12):1634 – 46. 3. Pathologyoutlines.com website. Larynx and hypopharynx. http://www. pathologyoutlines.com/larynx.html; accessed December 10, 2016. 4. Qu Y, Dang S, Wu K, et al. TERT promoter mutations predict worse sur-vival in laryngeal cancer patients. Int J Cancer . 2014;135(4):10 08 –10. 5. Steuer CE, El-Deiry M, Parks JR, et al. An update on larynx cancer. CA Cancer J Clin. 2017;67(1):31–50. 6. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Laryngeal Cancer Treatment
  • 11. (PDQ ® ): Health Professional Version. PDQ Cancer Information Summaries. Bethesda, MD: National Cancer Institute (US); 2002–2016. 7. Vainshtein JM, Wu VF, Spector ME, Bradford CR, Wolf GT, Worden FP. Chemoselection: a paradigm for optimization of organ preserva-tion in locally advanced larynx cancer. Expert Rev Anticancer Ther. 2013;13(9):1053 – 64. 8. Forastiere AA, Weber RS, Trotti A. Organ preservation for advanced larynx cancer: Issues and outcomes. J Clin Oncol. 2015;33(29):3262–8. 2.1.4.5 Rongga Mulut Defenisi Berbagai tumor diketahui mempengaruhi rongga mulut (termasuk bibir), yang yang paling penting adalah karsinoma sel skuamosa (SCC), verukosa karsinoma, karsinoma sel basal (BCC), dan limfoma [1]. SCC biasanya berasal dari bibir merah (terutama bibir bawah), dengan kemungkinan metastasis leher dan menyumbang> 90% kanker mulut. Ini berawal dalam sel skuamosa pipih yang datar seperti pada epitelium yang menutupi mulut dan tenggorokan. Sementara bentuk sebelumnya (disebut karsinoma in situ) hanya ada di epitelium (lapisan luar sel), bentuknya yang kemudian (sel skuamosa invasif karsinoma) tumbuh menjadi lapisan yang lebih dalam dari rongga mulut atau orofaring. Karsinoma verukosa merupakan tipe SCC yang kurang umum yang membentuk <5% dari semua kanker mulut. Sebagai kanker tingkat rendah, ia bisa tumbuh secara mendalam di sekitarnya jaringan tetapi jarang menyebar ke bagian lain dari tubuh. Namun, tanpa pengangkatan surgi- kalkulus, SCC biasa dapat berkembang dalam beberapa karsinoma verukosa dan memfasilitasi penyebaran ke bagian lain dari tubuh. BCC sering muncul dari bibir putih (terutama bibir atas). Itu banyak Kanker rongga mulut yang kurang umum dan lebih mudah diobati (eksisi) dari SCC. Limfoma berkembang di amandel dan dasar lidah yang mengandung sistem kekebalan tubuh (limfoid) jaringan. Selain itu, tumor kelenjar ludah kecil dapat muncul pada langit-langit keras, bibir dan mukosa bukal (lihat Bab 9). Selain itu, beberapa jinak (tidak kanker)
  • 12. tumor dan tumor seperti kondisi (misalnya, granuloma fosinofilik, fibroma, tumor sel granular, keratoacanthoma, leiomioma, osteochondroma, lipoma, schwannoma, neurofibroma, papilloma, kondiloma acuminatum, verru -ciform xanthoma, granuloma piogenik, rhabdomyoma, dan odontogenik tumor) juga dapat mempengaruhi mulut atau tenggorokan. Tumor non-kanker ini umumnya tidak mengancam jiwa, dan dapat dihapus sepenuhnya dengan operasi tan pa kekambuhan. Epidemiologi Sebagai kanker ketiga paling umum setelah perut dan kanker serviks dan kelompok terbesar kanker kepala dan leher, kanker mulut terutama terjadi pada orang berusia> 50 tahun (90%) dan jarang pada orang-orang <50 tahun (10%). Pria cenderung lebih sering terkena dibandingkan wanita. Kanker mulut sangat umum di Sri Lanka, India, Pakistan, Bangladesh, dan Brasil serta beberapa wilayah di Prancis utara dan Hongaria. Patogenesis Faktor risiko untuk kanker rongga mulut termasuk (i) merokok tembakau / mengunyah, (ii) minuman alco -hol, (iii) sirih atau gutka mengunyah, (iv) diet rendah beta-karoten-kaya sayuran dan buah sitrat, (v) kesehatan mulut yang buruk, (vi) infeksi dengan Candida albi-can, virus herpes manusia, dan human papillomavirus, (vii) paparan sinar matahari atau UV, (viii) lesi prareligna dan kondisi oral lainnya, dan (ix) imunosupresan. Perubahan genetik yang diamati pada kanker rongga mulut termasuk mutasi dalam kromosom 3, 9 (P16), 11 (PRAD1), dan 17 (H-ras) [2]. Fitur klinis Tanda-tanda klinis kanker rongga mulut berkisar dari (i) sakit (atau ulkus granular dengan bercabang atau meninggikan margin eksofitik) di bibir atau di mulut itu bertahan selama 3 minggu atau lebih lama; (ii) benjolan atau penebalan dengan abnormal memasok pembuluh darah di bibir, gusi, mulut, atau leher; (iii) warna putih atau patch merah (erythroplakia, leukoplakia, leukoplakia berbintik, atau verukosa leukoplakia) pada gusi, lidah, atau lapisan mulut; (iv) pendarahan, nyeri, atau mati rasa di bibir, mulut, dagu, atau pipi; (v) berubah dalam suara; (vi) gigi atau gigi palsu lepas; (vii) kesulitan mengunyah atau menelan atau bergerak lidah atau rahang; (viii) pembengkakan rahang; (ix) sakit tenggorokan atau perasaan itu ada sesuatu yang terperangkap di tenggorokan; untuk (x) penurunan berat badan. Secara khusus, SCC oral sering terlihat seperti bercak merah bersisik, luka terbuka, meningkat pertumbuhan dengan depresi sentral, atau kutil; yang mungkin berkerak atau berdarah. Itu bisa menjadi penodaan dan terkadang mematikan jika dibiarkan tumbuh. Di akhir- tahap SCC oral, gejala mungkin termasuk area indurated, paresthesia atau dysesthesia lidah atau bibir, obstruksi saluran napas, otitis serosa kronis media, otalgia, trismus, disfagia, limfadenopati serviks, persisten nyeri atau nyeri yang dirujuk, dan penglihatan yang berubah. Oral BCC sering terlihat seperti terbuka
  • 13. luka, bercak merah, pertumbuhan merah muda, benjolan mengkilap, atau bekas luka. BCC hampir tidak pernah menyebar (bermetastasis) di luar situs tumor asli. Diagnosis SCC oral sering terlihat seperti bercak merah bersisik, luka terbuka, pertumbuhan yang tinggi dengan depresi sentral, atau kutil di bibir atau bagian lateral lidah. Oleh karena itu, penerapan ATURAN mnemonik (merah, ulserasi, benjolan, memperpanjang - selama 3 minggu atau lebih) sangat berharga untuk diagnosis klinisnya. SCC Oral bisa kerak, berdarah, dan menjadi menjijikkan dan terkadang mematikan jika dibiarkan tumbuh. Secara mikroskopis, tumor dapat menunjukkan pola pertumbuhan verrukoid, dengan atypia di pangkalan, dan invasi stroma yang tidak teratur dan infiltratif. Itu ternoda positif untuk antigen membran epitel (EMA) dan bervariasi positif untuk BCL-2 tetapi negatif untuk Ber-EP4 dan aktin otot halus (SMA) [3]. Karsinoma verukosa merupakan varian / subtipe SCC yang langka dan bermutu rendah bermanifestasi sebagai massa ulseratif, fungating, atau polypoid (1-10 cm) dengan saluran sinus membuka ke kulit, dan kadang-kadang invasi ke lunak yang berdekatan jaringan dan tulang. Secara mikroskopis, tumor mengandung diferensiasi yang baik epitel skuamosa hiperplastik dengan maturasi teratur (ke atas dan ke bawah), papillae permukaan hiperplastik dengan keratin, juga dalam invaginasi; paku rete yang luas, tumpul, dan mendorong ke bawah; atypia minimal; kehadiran dari aktivitas mitosis; dan infiltrasi lymphoplasmacytic pada lamina propria [4]. Oral BCC hadir sebagai luka terbuka, bercak merah, pertumbuhan merah muda, benjolan mengkilap, atau bekas luka, dengan ulserasi dan krusta. Secara mikroskopis, tumor menunjukkan sarang sel dengan celah dari permukaan epitel di atasnya, pallisading nuklei, dan pleomorfisme minimal. Berwarna positif untuk Ber-EP4 dan BCL-2, variabel untuk SMA, tetapi negatif untuk EMA. Limfoma adalah massa lunak, besar yang ditutupi mukosa normal atau ulserasi. Secara mikroskopis, ini menunjukkan populasi monomorfik dari imunoblas dengan tidak ada diferensiasi plasmacytic minimal; langit berbintang penampilan pada daya rendah karena macrophages tubuh tingible; sel tumor besar dengan berlimpah, baso - sitoplasma philic dan kadang-kadang paranuclear hofs; eksentrik, bulat / oval nuklei dengan satu atau lebih nukleolus menonjol; Kehadiran tokoh mitosis dan apoptosis; dan infiltrasi sel tumor dalam massa, besar kohesif dengan garis depan yang relatif terdefinisi dengan baik. Tumor bernoda positif EBV, CD38, CD138, MUM1 (100%), IgG intracytoplasmic (50%), dan vari - mampu membatasi rantai ringan tetapi negatif untuk HIV1 (tetapi sel T jinak yang berdekatan adalah HIV1 +), HHV8, CD20, dan CD45 [5]. Diagnosis banding untuk kanker rongga mulut termasuk keratosis aktinik, manifestasi derma - tologik leukoplakia oral (putih, sebagian besar tidak ganas atau plak non-premaligna yang dihasilkan dari peningkatan keratinisasi atau candido -sis), erythroplasia (lesi pembentukan merah, beludru, non-plak, yang tingkat dengan atau tertekan di bawah mukosa sekitarnya, dan yang cenderung ditampilkan keganasan ringan atau displasia berat), lichen planus dan kandidiasis mukosa. Menggunakan sistem TNM yang diterapkan secara luas dari AJCC, tahapan lisan primer
  • 14. tumor rongga ditentukan atas dasar ukuran tumor dan invasi struktur yang dalam sebagai 0 (karsinoma in situ), I, II, III, IVA, IVB dan IVC. Perawatan Perawatan standar untuk kanker rongga mulut adalah pembedahan dan radioterapi. Jenis pengobatan baru lainnya (yaitu, kemoterapi, radia hyperfractionated terapi tion, dan terapi hipertermia) juga dapat dipertimbangkan [6]. Untuk SCC oral, tindakan pengobatan mungkin termasuk operasi pengangkatan seluruh tumor diikuti oleh radioterapi dan / atau kemoterapi (dalam banyak kasus) atau com - binasi kemoterapi, radioterapi, dan prosedur invasif (jarang, bertemu - kasus astatic). Pembedahan rekonstruktif mungkin diperlukan setelah terapi kanker. Untuk BCC oral, operasi dilakukan melalui kuretase dan elektrodesik - tion (untuk lesi kecil), bedah mikrografi Mohs (untuk menghilangkan lapisan tipis jaringan yang mengandung tumor), operasi eksisi (untuk pengangkatan keseluruhan pertumbuhan bersama-sama dengan batas sekeliling kulit yang tampaknya normal), radiasi (untuk penghancuran langsung jaringan tumor dengan sinar X), cryosurgery (untuk perusakan jaringan tumor oleh pembekuan nitrogen cair), photodynamic ther - apy (untuk pengobatan BCC superfisial atau nodular, oleh cahaya biru yang kuat di kehadiran agen pemantik cahaya), dan operasi laser (untuk penghancuran lesi oleh laser). Obat topikal imiquimod (untuk BCC superfisial) dan 5-fluorourasil (juga untuk BCC superfisial) dapat diberikan. Lebih lanjut, obat-obatan oral (misalnya, vismodegib [Erivedge ™, untuk kasus-kasus yang sangat jarang BCC metastatik atau BCC tingkat lanjut lokal dan sonidegib [Odomzo ® untuk pasien dengan BCC tingkat lanjut lokal)) dapat dianggap [7,8]. Prognosis Penderita dengan kanker rongga mulut yang kecil dan masih terbatas pada primer situs (Tahap I, <2 cm) umumnya memiliki prognosis yang lebih baik daripada mereka yang dapat - cers pada tahap akhir (Tahapan III dan IV,> 4 cm atau dengan penyebaran). Ketika semua tahapan diagnosis awal dianggap, kelangsungan hidup 5 tahun adalah 55% -63%. References 1. Montero PH, Patel SG. Cancer of the oral cavity. Surg Oncol Clin N Am. 2015; 24(3): 491–508. 2. Gasche JA, Goel A. Epigenetic mechanisms in oral carcinogenesis. Future Oncol . 2012; 8(11): 1407–25. 3. Wolff KD, Follmann M, Nast A. The diagnosis and treatment of oral cavity cancer. Dtsch Arztebl Int. 2012; 109(48): 829–35. 4. Pathologyoutlines.com. Verrucous carcinoma. http://www.patholo - gyoutlines.com/topic/skintumornonmelanocyticverrucousscc.html.
  • 15. Accessed December 15, 2016. 5. Pathologyoutlines.com. Lymphoma . http://www.pathologyoutlines. com/topic/oralcavitylymphoma.html. Accessed December 15, 2016. 6. Chinn SB, Myers JN. Oral cavity carcinoma: Current management, con- troversies, and future directions. J Clin Oncol. 2015; 33(29): 3269–76. 7. De Felice F, Musio D, Terenzi V, et al. Treatment improvement and better patient care: Which is the most important one in oral cavity cancer? Radiat Oncol. 2014; 9: 263. 8. PDQ Adult Treatment Editorial Board. Lip and Oral Cavity Cancer Treatment (PDQ ® ): Health Professional Version. PDQ Cancer Information Summaries. Bethesda, MD: National Cancer Institute; 2002–2015. 2.1.5 Kolerasi Faktor Risiko Terhadap Kanker Kepala Lher 2.1.5.1 Usia 2.1.5.2 Jenis Kelamin 2.1.5.3 Jenis/lokasi kanker 2.1.5.4 Patologi kanker