SlideShare a Scribd company logo
Prinsip Dasar Produk Perbankan Syariah<br />Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar, produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya terbatas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk di pasar modal dan asuransi.<br />Anda tentu pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan jasa lembaga keuangan syariah. Sebagian dari Anda ada yang menganggap bank syariah hanya untuk komunitas muslim. Apakah benar demikian, bank syariah hanya diperuntukan bagi kaum muslim saja? <br />Maaf, Anda salah besar bila beranggapan seperti itu.<br />Bank Syariah sebenarnya berlaku untuk semua orang atau Universal. Syariah itu sendiri hanyalah sebuah prinsip atau sistem yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja dapat memanfaatkan jasa keuangan bank syariah.<br />Ketika krisis moneter melanda Indonesia, medio 1997, sistem syariah telah memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Tentunya Anda ingat, pada saat itu, suku bunga pinjaman melambung tinggi hingga puluhan persen. Akibatnya, banyak dari kalangan usaha yang tidak mampu membayar. Tapi, fenomena ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah. Para pengusaha tersebut tidak perlu membayar bunga sampai puluhan persen, mereka cukup berbagi hasil dengan bank syariah. Penentuan persentasi bagi hasil dilakukan di awal pengambilan pinjaman.<br />Prinsip-prinsip Dasar<br />Prinsip titipan atau simpanan—Al-wadi’ah<br />Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.<br />Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain.<br />Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank.<br />Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank. <br />Prinsip bagi hasil (Profit-sharing)<br />Al-Mudharabah<br />Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. <br />Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.<br />Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55 –56 persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank. Dalam hal bank konvensional, angka tersebut kira-kira setara dengan 11-12 persen.<br />Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp.30 juta diperoleh pendapatan Rp.5 juta/bulan. Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp.2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank.<br />Al-Musyarakah<br />Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.<br />Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.<br />Prinsip Al-Murabahah<br />Dalam skim ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. <br />Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap.<br />Tentunya masih banyak lagi prinsip-prinsip perbankan syariah, yang kami uraikan di atas merupakan prinsip-prinsip dasar yang umum dikenal di perbankan syariah. <br />Perbedaan Bank Syariah <br />Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan yang belaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bila diamati lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya.<br />Perbedaan pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.<br />Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar.<br />Sedangkan bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.<br />Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/ pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut.<br />Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. <br />Demikianlah ulasan kami kali ini seputar produk perbanak syariah. Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan dan alternatif sarana investasi.n<br />Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. <br />Laporan UtamaWelcome To Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Strategi Percepatan Pertumbuhan Bank Syariah2008-08-29Dengan disahkannya RUU Perbankan Syariah menjadi UU Perbankan syariah; berarti kini perbankan syariah memiliki payung hukum yang selama ini didamba. Begitu juga dengan hadirnya UU SBSN maka diharapkan akan menarik para investor asing, terutama investor Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Hadirnya UU Perbankan Syariah sangat diharapkan dapat memacu denyut perekonomian nasional, dan kontribusi dalam mengentaskan kemiskinan, kesejahteraan rakyat, serta membuka lapangan kerja ditambah lagi UU Perbankan Syariah memperkuat fundamen hukum perbankan syariah sehingga bisa setara dengan bank konvensional. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Fadjrijah mengungkapkan, dengan disahkannya RUU perbankan syariah menjadi Undang-Undang Perbankan Syariah maka target pangsa pasar perbankan syariah sebesar lima persen pada 2010 dapat tercapai. Hingga saat ini aset perbankan syariah hanya 1,7 persen dari total aset perbankan nasional atau sekitar Rp 40 triliun. UU Surat Sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dinilai berpotensi untuk menggantikan Surat Utang Negara (SUN) konvensional sebagai instrumen defisit anggaran pemerintah. Hal ini terlihat dalam mekanisme underlying asset, perhitungan bagi hasil dan proyek-proyek yang akan dibiayai. Sebaliknya, SUN konvensional cenderung tidak transparan dan cenderung spekulatif. Untuk mencapai target 5 persen pada 2010, Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah menyatakan aset perbankan syariah harus mencapai sekitar Rp 90 triliun. Dengan asumsi inilah dapat menjadi relevansi prospektus perbankan syariah, dengan asumsi dan langkah-langkah akselerasi maka pertumbuhan asset, DPK dan pembiayaan industri perbankan tahun 2008 diproyeksikan akan mencapai volume asset, DPK dan pembiayaan sesuai program akselerasi yaitu masing-masing sebesar Rp. 91,6 triliun, Rp. 73,3 triliun dan Rp. 68,9 triliun.Percapaian share asset perbankan syariah sebesar 5 % merupakan anchor yang seyogianya menjadi semangat semua pihak, untuk bekerja keras dan berkontribusi secara lebih konkret. Mengenai perkembangan komposisi pembiayaan didominasi oleh pembiayaan berbasis murabahah (57,6%), namun share pembiayaan berbasis bagi hasil terus meningkat. Secara konkret langkah-langkah percepatan pertumbuhan bank syariah tertuang dalam API dan Blueprint perkembangan perbankan syariah serta jangka pendek dalam program akselerasi 2007-2008 dengan selalu berorentasi kepada SDM baik di BI maupun di industri bank syariah, peningkatan efektivitas dan kualitas pengawasan perbankan syariah, penyempurnaan approach sosialisasi perbankan syariah agar sesuai dengan target pasar, peningkatan kualitas service dan jaringan pada bank syariah, ditambah lagi dengan upaya mendorong bank syariah agar lebih inovatif dalam menjual produk dan jasa bank baru dan lebih market friendly.Perkembangan peluang bisnis pasca UU Perbankan syariah adalah orientasinya meningkatkan minat investor dalam maupun luar negeri yang akan masuk dalam industri perbankan syariah, untuk itulah perlu meningkatkan kepastian hukum transaksi perbankan syariah di Indonesia. Dengan munculnya sentra-sentra ekonomi berbasis syariah antara lain perbankan syariah, BMT, asuransi syariah, pengadilan syariah, koperasi syariah, pasar modal syariah, MLM syariah, dan seterusnya; otomotis memerlukan upaya keras untuk memunculkan konsep universal mengenai sistem ekonomi islam secara utuh dan komperhensif yang akan memayungi sentra-sentra ekonomi berbasis syariah. Perbankan syariah di Indonesia akhirnya mendapat payung hukum setelah DPR . menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) perbankan syariah dalam rapat kerja, sembilan fraksi menyatakan setuju agar RUU ini disahkan dalam rapat paripurna. Undang-Undang Perbankan Syariah dengan draft final rancangan undang-undangini berisi 13 bab dan 70 pasal. Jumlah pasal berkurang dari draft awal sebanyak 15 bab dan 75 pasal. Menepis KetidakpastianAdanya ketidakpastian hukum melahirkan kekhawatiran otoritas moneter kita tentang keengganan investor asing datang ke Indonesia. Kesan inilah yang pada gilirannnya melahirkan nuansa Islamphobia yang tidak semestinya hadir ditengah pengesahaan RUU Perbankan Syariah, dan yang paling penting saat ini adalah bagaimana bangsa Indonesia menyambut dengan positif, notabene harus dapat menepis Adanya kekeliruan interpretasi publik pada pasal tertentu RUU Syariah.Beberapa point penting undang-undang Perbankan Syariah ini salah satunya adalah memberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan perbankan syariah kepada Bank Indonesia. Kewenangan pengawasan dan kepatuhan juga dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk pada masing-masing bank syariah dan unit usaha syariah bank umum konvensional. Prospek perbankan syariah ke depannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Kekuatan yang dimiliki bank syariah sampai akhir 2007, menurut laporan Bank Indonesia adalah tiga bank umum syariah (BUS), 26 UUS (unit usaha syariah), 26 UUS (unit usaha syariah), dan 114 BPRS. Dengan kekuatan ini perbangkan syariah berhasil membukukan 2,8 juta rekening nasabah, sedangkan volume usaha bank syariah hingga akhir 2007 baru mencapai Rp. 36,5 triliun atau sekitar 1,8 persen dari aset perbankan nasional. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang Beberapa point penting undang-undang Perbankan Syariah ini salah satunya adalah memberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan perbankan syariah kepada Bank Indonesia. Kewenangan pengawasan dan kepatuhan juga dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk pada masing-masing bank syariah dan unit usa ha syariah bank umum konvensional. Prospek perbankan syariah ke depannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Kekuatan yang dimiliki bank syariah sampai akhir 2007, menurut laporan Bank Indonesia adalah tiga bank umum syariah (BUS), 26 UUS (unit usaha syariah), 26 UUS (unit usaha syariah), dan 114 BPRS. Dengan kekuatan ini perbangkan syariah berhasil membukukan 2,8 juta rekening nasabah, sedangkan volume usaha bank syariah hingga akhir 2007 baru mencapai Rp. 36,5 triliun atau sekitar 1,8 persen dari aset perbankan nasional. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang cabang syariah secara langsung maupun melaluikonversi cabang konvensionalnya menjadi cabang syariah.Tentu saja, kondisi saat ini membutuhkan adanya dukungan yang kuat dari berbagai pihak agar sistem ekonomi berdasarkan syariah Islamiyah dapat terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik dan unik, karena fenomena ini terjadi justru di saat kondisi perekonomian nasional berada pada keadaan yang mengkhawatirkan.Di tengah ketidakstabilan ekonomi saat ini dan masih kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi moneter, bank syariah tetap dapat mampu berdiri tegak di tengah berbagai terpaan rintangan dan persaingan yang terjadi. Potensi yang besar tersebut, harus memacu institusi perbankan syariah sendiri untuk lebih kreatif, inovatif, dan teroganisir dengan profesional. Tantangan saat ini adalah sejauhmana pelaku perbankan syariah bisa memformulasikan kegiatankegiatan dalam membangun perekonomian nasioanal setelah mendapat payung hukum. Bank syariah diharapkan mampu menjawab segala harapan dan optimisme akan pentingnya sistem Islam diterapkan dalam dunia perbankan. UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:1.Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan daalm lingkup peradilan agama. 2.Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad.Dalam penjelasan pasal 55 tsb dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akadquot;
 adalah upaya sbb: (a) musyawarah. (b) mediasi perbankan.(c) melalui Basyarnas. (d) melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum. Perbankan Syariah Dan UU Terkait 1.UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan 2.UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia 3.UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin 4.UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas 5.UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas 6.UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat 7.UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN 8.UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan DLL 9.UU Perbankan SyariahBERITA LAINNYA Dana Haji Dialihkan Ke Sukuk Bolehkah?Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 HTurut Berduka Cita atas Meninggalnya Ny. Ahmad YaniTokoh Akademisi quot;
Life Achievment Awardquot;
 2010 Masyarakat Ekonomi SyariahBakti Sosial dan PKM Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Lebak BantenPelatihan Program Pendidikan Dasar Ekonomi Syariah IBFI TrisaktiImplementasi Entrepreneurship GovernmentSukses Seminar Internasional IBFI Universitas TrisaktiHR SUMMIT 2010Seminar JK on Entrepreneur GovernmentKebutuhan Sumber Daya Manusia Untuk Perbankan SyariahPenghargaan Syariah Award 2009Di Australia, Empat Lembaga Keuangan Mengadopsi Sistem Keuangan SyariahCapres dan Cawapres PilihanPerbankan Syariah Dan Optimisme Menatap 2009Dari International Muamalah Summit 2008Welcome To Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Strategi Percepatan Pertumbuhan Bank SyariahPSAK 59: quot;
Syukur namun perlu disempurnakanquot;
 dan Accrual dan Cash basis masing masing ada tempatnyaEditorial09 September 2010 Pada dasarnya bangsa Indonesia memiliki kekuatan yang tiada terhingga 12 July 2010 Sebuah hal yang kecil akan menjadi besar jika ditangani dengan serius 10 May 2010 Sistem Ekonomi Kapitalis telah diterapkan sejak 250 tahun yang lalu 05 March 2010 Rentetan peristiwa akhir tahun 2009 menjadi moment terpenting bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia 08 February 2010 Abstrak adalah kata yang pantas bagi ekonomi syariah 05 October 2009 Mewujudkan Janji Kampanye 20 June 2009 Dalam Islam Menjadi pemimpin atau menjadi penguasa atau presiden merupakan jabatan yang kalau bisa dihindari 29 November 2008 pakah anda punya hati? Ataukah hati nurani anda sudah tumpul? Kalau kita sakit hati, kenapa perasaan itu terasa didada, bukan di kaki atau rambut? Laporan Khusus09 September 2010 Persoalan haji memang persoalan yang tak kunjung selesai 12 July 2010 Kata Zakat berasl dari kata Zaka yang merupakan isim masdar 10 May 2010 Perbankan syariah tak menyia- nyiakan untuk jadi agen penjual (dealer) sukuk negara 05 March 2010 Bagaimana kebijakan Human Resources Departement (HRD) dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini 08 February 2010 Program Economics and Finance (IEF) Universitas Trisakti yang berdiri sejak tahun 2004 05 October 2009 MCCA, Sebuah Lembaga Keuangan Islam di Australia. 20 June 2009 “Dan jadikanlah kami sebagai Imam (pemimpin) bagi orang- orang yang bertaqwa” (QS. Al- Furqan : 74) 03 December 2008 Penerbitan SBSN yang perdana dan yang diterbitkan adalah jenis akad ijarah (sale & lease back) dengan waktu jatuh tempo dan 10 tahun dan ditunjukkan u 26 November 2008 Anggota Dewan Pengawas Syariah itu jika tidak melaksanakan fungsinya dengan baik selaku penjaga agar operasi bank berjalan sesuai syariah, bisa masuk 29 August 2008 Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara quot;
konseptualquot;
, baik dari yang beragama Islam maupun non Islam.<br />BANK SYARIAH, SUDAHKAH MENJADIKAN BULAN RAMADHAN SEBAGAI MOMENTUM PENGEMBANGAN DIRI ?<br />Dewasa ini masyarakat mengenal dua jenis bank yang beroperasi di Indonesia yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah disempurnakan dengan Undang-undang No.10 tahun 1998. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang kuat. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dituntut adanya suatu kegiatan ekonomi yang berbasis syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam yang dalam operasionalnya menggunakan dasar konsep bagi hasil dengan kata lain bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai dasar perhitungan pendapatan maupun beban karena bunga merupakan riba yang dalam prinsip syariah diharamkan. Dalam operasionalnya bank syariah tidak membedakan secara tegas antara sektor riil dan sektor moneter sehingga bank syariah dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, yaitu jual beli dan sewa menyewa. Salah satu produk yang digandrungi masyarakat tingkat mikro adalah gadai syariah, karena dalam pelaksanaannya lebih sederhana dan cepat. Dalam upaya pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia telah merumuskan Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang meliputi berbagai aspek strategis yaitu penetapan visi baru, pembentukan citra, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk menjadi lebih beragam, peningkatan layanan serta strategi komunikasi yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Sebagai salah satu implementasi dari grand strategi tersebut di atas adalah program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bulan Ramadan merupakan momentum yang paling baik untuk mensosialisasikan kemanfaatan produk dan jasa perbankan syariah secara langsung melalui penyampaian da’wah di masjid, surau, sekolah/madrasah dan tempat beribadah lainnya baik melalui kerjasama dengan departemen terkait, organisasi kemasyarakatan, lembaga da’wah maupun penyampaian langsung oleh asosiasi dalam hal ini Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo). Masyarakat sebagian besar mengetahui tentang keberadaan bank syariah namun mereka belum mengetahui lebih jauh tentang bagaimana operasional yang dilakukan bank syariah termasuk produk-produknya. Dari pengamatan penulis selama bulan Ramadan 1431 H, kegiatan sosialisasi dan edukasi ini sangat jarang terdengar di masjid dan atau tempat ibadah lainnya sehingga bulan Ramadan yang merupakan bulan dimana ummat Islam banyak melakukan ibadah dengan mendatangi tempat-tempat ibadah berlalu begitu saja, tanpa dimanfaatkan dengan baik oleh perbankan syariah. Salah satu kegiatan bank syariah adalah pemberdayaan fungsi sosial yaitu pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pembiayaan kebajikan sesuai ketentuan yang berlaku. Fungsi sosial ini sangat diharapkan oleh ummat Islam terutama dalam bulan suci Ramadan dimana ummat Islam melaksanakan kewajibannya mengeluarkan zakat fitrah, dan sebagian pula mengeluarkan zakat mal dan sadaqah untuk disalurkan kepada pihak yang berhak. Di daerah-daerah termasuk Sulawesi Selatan dimana mayoritas masyarakatnya beragama Islam, jumlah zakat yang dapat dihimpun sangat besar dan merupakan potensi yang dapat digarap oleh bank syariah untuk meningkatkan pertumbuhannya. Bulan Ramadan di samping merupakan momentum yang sangat baik untuk mensosialisasikan/memperkenalkan produk-produknya beserta kemanfaatannya kepada masyarakat, juga merupakan momentum untuk meningkatkan kegiatan sosialnya melalui berbagai cara antara lain melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat dalam bentuk pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah maupun bekerjasama dengan badan amil zakat (Baznas), organisasi/panitia pengumpul dan penyalur zakat. Bank syariah memungut zakat dari bagi hasil yang diberikan kepada nasabahnya yang biasanya sebesar 2% dari total bagi hasil. Semakin besar dana pihak ketiga yang dihimpun, maka semakin besar pula dana zakat yang dapat dikelola oleh bank yang akan disalurkan kepada pihak-pihak yang berhaq, serta disalurkan pula dalam bentuk pembiayaan kebajikan (qardhul hasan) sesuai aturan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi sosial tersebut di atas haruslah transparan dan akuntabel agar masyarakat menjadi semakin percaya dan responsif terhadap kegiatan bank syariah. Asbisindo Sul-Sel dalam pengakuannya (Upeks, 1/9 -2010)menyatakan cukup sulit mengembangkan diri jika keberadaan organisasi Asbisindo tidak terlalu direspon masyarakat. Dikatakannya bahwa ” banyak sekali program yang dilakukan Asbisindo, namun kurang direspon masyarakat lantaran kurang publikasi dan masih membekasnya program dari bank konvensional “. Patutlah kiranya dipilah mana program yang dapat menarik minat masyarakat untuk dilaksanakan, ketimbang melaksanakan program yang kurang direspon oleh masyarakat<br />S feed untuk arsip ini<br />Tags: joint venture, musyarakah, profit - loss sharing, profit sharing<br />Joint Venture Profit Loss Sharing Dengan Musyarakah<br />Posted on 12 March 2010<br />PT. MAKMUR TERUS merupakan sebuah perusahaan trading batu bara memenangkan tender untuk memasok batubara kepada PLN selama 5 tahun. Setiap tahun, PT. MAKMUR TERUS mendapat alokasi untuk memasok 200.000 metric ton (MT) dengan harga Rp. 500.000,–/MT. Modal yang dimiliki oleh PT. MAKMUR TERUS adalah 5 buah tongkang berkapasitas 300 feet. Untuk dapat melaksanakan kontrak dengan PLN tersebut, PT. MAKMUR TERUS tentunya membutuhkan dana yang sangat besar.<br />Apa solusinya?<br />Untuk kasus tersebut, PT. MAKMUR TERUS bisa menggunakan sistem pembiayaan syariah dengan Skema Musyarakah.<br />Apa itu musyarakah?<br />MUSYARAKAH Adalah akad/perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana. Keuntungan atau kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi yang telah disepakati sejak awal.<br />Modal yang disetorkan para pihak tidak harus dalam bentuk uang tunai (cash), tetapi dapat juga berupa asset. Asset yang disetorkan/disertakan dalam kerjasama adalah asset yang akan menunjang/mendukung keberhasilan pelaksanaan usaha bersama, misalnya: alat berat. Asset yang disertakan dalam skema kerjasama secara musyarakah harus dikonversi dalam bentuk nilai tunainya berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat musyarakah disepakati.<br />Apa bedanya Musyarakah dengan Mudharabah?<br />Musyarakah merupakan bentuk kerjasama pembiayaan yang lain disamping Mudharabah. Bedanya dengan Mudharabah, Bank Syariah dalam skema pembiayaan secara Musyarakah tidak bertindak semata-mata selaku pemodal atau pelepas uang saja. Demikian pula nasabah selaku pengusaha, tidak semata-mata bertindak selaku pengusaha yang tidak memiliki modal sama sekali.<br />Bisnis apa yang dapat dibiayai dengan skema musyarakah? Bisnis/proyek apapun yang menguntungkan (dan tentunya yang halal menurut syariat Islam) dengan resiko yang terukur dapat dibiaya Bank Syariah dengan skema Musyarakah.<br />Contoh Konkrit Skema Musyarakah dalam praktek bisnis sehari-hari misalnya seperti kasus PT. MAKMUR TERUS, solusinya seperti berikut ini:<br />LANGKAH 1:<br />PT. MAKMUR TERUS mulai menghitung kebutuhan dananya. Proyeksi PT. MAKMUR TERUS akan kebutuhan dananya adalah sebagai berikut:<br />1. Setiap bulan dibutuhkan 200.000 MT batubara dengan harga Rp. 300.000,–/MT. Penagihan kepada PLN (sebagai end user) dilakukan setelah 3 bulan batubara diserah terimakan; sehingga untuk pembelian batubara dibutuhkan dana:<br />200.000 MT x Rp. 300.000,–/MT x 3 bulan = Rp. 180 Milyar<br />2. Biaya sewa truck dan alat berat diperkirakan Rp. 20 Milyar<br />3. Biaya lain-lain, misalnya:<br />a. sewa stock pile (tempat penampungan sementara),<br />b. slot jetty,<br />c. upah tenaga kerja<br />d. Biaya pengujian mutu batubara di laboratorium<br />e. lain-lain<br />diperkirakan totalnya sebesar Rp. 40 Milyar.<br />4. Jadi total dana yang dibutuhkan sebesar Rp. 240 Milyar.<br />PT. MAKMUR TERUS memiliki dana tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Masih ada kekurangan dana Rp. 190 Millyar.<br />Darimana kekurangan dana tersebut dapat dipenuhi?<br />PT. MAKMUR TERUS dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah untuk membiaya proyek pengadaan batubara tersebut dengan skema musyarakah.<br />Setelah melalui proses negosiasi yang sangat teliti, disepakati bahwa Bank Syariah bersedia membiayai kekurangan dana yang Rp. 190 Milyar. Dalam hal skema pembiayaan yang digunakan adalah skema musyarakah, maka Bank Syariah berhak untuk menempatkan orangnya sebagai wakil dari Bank Syariah dalam manajemen Proyek. Wewenang wakil Bank Syariah dapat menjadi pengawas proyek dan/atau manajer keuangan.<br />Bagaimana menentukan proporsi nisbah bagi hasilnya?<br />Mari kita identifikasi kembali penyertaan modal masing-masing pihak.<br />PT. MAKMUR TERUS menyetorkan (menyertakan) modal berupa 5 buah tongkang yang apabila dikonversi berdasarkan harga pasar pada saat itu, maka nilainya adalah sebesar Rp. 100 Milyar, ditambah dengan uang tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Jadi total penyertaan modal PT. MAKMUR TERUS adalah sebesar Rp. 150 Milyar.<br />Bank Syariah menyertakan modal berupa uang tunai sebesar Rp. 190 Milyar.<br />Dalam menentukan nisbah bagi hasil tidak serta merta menjadi 150 : 190. Karena sesungguhnya modal PT. MAKMUR TERUS bukan hanya Rp. 150 Milyar saja, pengalaman kerja PT. MAKMUR TERUS dan kontrak kerjanya dengan PLN adalah modal tambahan yang harus juga diperhitungkan. Oleh karena itu, disepakati nisbah bagi hasilnya adalah 60% untuk PT. MAKMUR TERUS dan 40% untuk Bank Syariah. Dalam akad/perjanjian musyarakah antara Bank Syariah dan PT. MAKMUR TERUS harus di identifikasi dan di definisikan secara tegas dan jelas tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.<br />Langkah 2:<br />PT. MAKMUR TERUS mulai melaksanakan pekerjaan secara teknis. Mengawasi penambangan batubara di lokasi tambang, menyewa alat berat, menyewa truk, memindahkan batubara dari lokasi tambang ke stockpile, memindahkan batubara dari stockpile ke jetty, mengangkut ke tongkang, menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan, serah terima batubara di pelabuhan bongkar PLN, menyiapkan dokumen penagihan dan melakukan penagihan ke PLN.<br />Langkah 3<br />Bank Syariah bertugas membayar seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, yaitu:<br />-membayar batubara kepada pemilik batubara<br />-membayar sewa truk dan alat beratnya<br />-membayar upah tenaga kerja<br />-membayar sewa tempat penampungan sementara (stockpile) dan slot jetty<br />-membeli bahan bakar tongkang<br />-membayar pengeluaran-pengeluaran lain, misalnya retribusi kepada pemerintah daerah, biaya uji lab dan biaya dokumen lainnya.<br />Alternatif dari Langkah 3:<br />Bank syariah menyerahkan penyertaannya sebesar Rp. 190 Milyar kepada PT. MAKMUR TERUS secara tunai/bertahap. Semua pengeluaran dikelola oleh PT. MAKMUR TERUS. Akan tetapi alternative ini beresiko tinggi, karena rentan terhadap penyalah gunaan. Akan lebih aman bagi Bank Syariah kalau manager keuangan proyek dan/atau kasir proyek diwakili oleh Bank Syariah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pengeluaran benar-benar terjadi dan nilai pengeluarannya actual.<br />Bukankah bisnis syariah mengharuskan para pihak untuk transparan, fair (jujur) dan tidak saling mendholimi?<br />BENAR!<br />Akan tetapi untuk memastikan bahwa transparansi dan fairness, di implementasi di lapangan, tetap diperlukan langkah-langkah atau praktek manajemen modern.<br />Oleh karena itu, hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam skema musyarakah tersebut sejak awal harus di identifikasi dan di definiskan secara tegas dan jelas dalam akad/perjanjiannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perselisihan yang tidak perlu terjadi.<br />Langkah 5:<br />PT. MAKMUR TERUS dan Bank Syariah bersama-sama menghitung keuntungan atas pengiriman (shipment) pertama pada saat tagihan pertama tertagih. Untuk menghitung total biayanya apakah menggunakan biaya standard? TIDAK.<br />Total biaya dihitung berdasarkan biaya actual. Mengapa?<br />Karena andaikata digunakan biaya standar sebagai dasar penghitungan total biaya, setiap efisiensi ataupun in-efisiensi pada akhirnya akan dinikmati/ditanggung bersama-sama sesuai dengan proporsi/nisbahnya.<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: jual beli secara syariah, murabahah, pembiayaan murabahah<br />Jual Beli Murabahah Sebagai Alternatif Pembiayaan<br />Posted on 03 March 2010<br />Murabahah adalah transaksi jual beli biasa, yaitu Bank membeli barang dari produsen, dan kemudian Bank menjualnya kembali ke nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah.<br />Implementasinya dalam praktek adalah sebagai berikut:<br />Firman (30 tahun) adalah pengusaha tambang batu bara. Firman membutuhkan 50 unit dump truck untuk operasional tambangnya. Untuk mendanai pembelian 50 unit dump truck tersebut, Firman dapat memanfaatkan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah.<br />Langkah 1:<br />Dilakukan akad jual beli antara pengusaha dengan Bank. Ada 2 hal yang harus dinegosiasikan dalam akad jual beli ini, yaitu harga dump truck dan jangka waktu cicilan.<br />Sebelum proses negosiasi, pihak bank maupun pengusaha sudah memiliki informasi harga beli dump truck dari produsen (dealer), misalnya Rp. 300jt per unit. Berdasarkan informasi tersebut, Bank dan pengusaha melakukan negosiasi harga yang bersedia dibayar oleh pengusaha dan Bank. Misalnya: pengusaha dan bank setuju harga yang harus dibayar pengusaha tersebut adalah sebesar Rp. 360jt per unit.Negosiasi kedua adalah jangka waktu pembayaran cicilan. Jangka waktu pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal, karena pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal. mengapa demikian? Karena lamanya jangka waktu pembayaran cicilan tidak mengubah harga dump truck yang harus dibayar oleh pengusaha.<br />Contohnya:<br />1. Disepakati pembayaran cicilan selama 1 tahunmaka pembayaran cicilan per bulan adalah:<br />(Rp. 360jt x 50 unit) : 12 bulan = Rp. 1,5 Milyar<br />Jadi, total pembayaran: Rp. 1,5 Milyar X 12 bulan = Rp. 18 Milyar<br />2. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 2 tahun<br />maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:(Rp. 360jt x 50 unit) : 24 bulan = Rp. 750jt<br />Jadi total pembayaran : Rp. 750jt x 24 bulan = Rp. 18 Milyar<br />3. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 3 tahun<br />maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:(Rp. 360jt x 50 unit) : 36 bulan = Rp. 500jt<br />Jadi total pembayaran : Rp. 500jt x 36 bulan = Rp. 18 Milyar<br />Dari simulasi contoh di atas dapat disimpulkan bahwa:<br />1. Jangka waktu pembayaran cicilan tidak mempengaruhi total harga yang disepakati antara pengusaha dan Bank, yaitu sebesar Rp. 18 Milyar<br />2. Keuntungan Bank dalam mendanai (membiayai) pengadaan dump truck tersebut juga tidak dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran cicilan. Berapapun lamanya jangka waktu pembayaran cicilan, laba Bank dari penjualan dump truck adalah:<br />Harga jual : Rp. 360jt x 50 unit = Rp. 18 Milyar<br />Harga beli : Rp. 350jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar______________ ( – )<br />Rp. 3 Milyar<br />3. Tidak terdapat RIBA (Bunga)<br />Prinsip Time value of money dalam konteks Bank Syariah tidak berlaku.<br />Kalau begitu, pengusaha akan memilih jangka waktu pembayaran cicilan yang paling lama, karena akan sangat menguntungkan bagi pengusaha. Benar!<br />Akan tetapi, Bank boleh tidak sepakat. Karena bagi Bank akan sangat menguntungkan kalau harga dump truck tersebut di bayar secepat mungkin. Oleh karena itu, berhubung kepentingan Bank dan pengusaha bertolak belakang, maka dalam proses negosiasi akan terjadi keseimbangan (equilibrium) antar kepentingan dalam hal jangka waktu pembayaran cicilan.<br />Hal yang tidak boleh (dilarang) dilakukan oleh Bank Syariah adalah: dalam proses negosiasi dilakukan dengan opsi, misalnya:<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 1 tahun, maka harga dump truck Rp. 330jt/unit<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 2 tahun maka harga dump truck Rp. 350jt/unit<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 3 tahun maka harga dump truck Rp. 360jt/unit<br />Hal tersebut melanggar prinsip Syariah, karena mengandung RIBA (bunga). Oleh karena itu, proses negosiasi pertama yang harus dilakukan oleh para pihak adalah menegosiasikan masalah “harga” nya terlebih dahulu. Apabila harga sudah disepakati, barulah menegosiasikan jangka waktu pembayaran cicilan.<br />Bagaimana kalau yang pertama dinegosiasikan adalah jangka waktu pembayaran cicilan terlebih dahulu? Boleh saja. Akan tetapi kalau tidak hati-hati, akan tergelincir menjadi RIBA. Karena, bukan jangka waktu pembayaran cicilan yang menentukan harga, akan tetapi yang benar adalah: harga menentukan jangka waktu pembayaran cicilan. Dari langkah 2,3, dan 4 tersebut cukup jelas menggambarkan mengenai hal tersebut.<br />Prinsip jual beli dengan skema murabahah dapat dilakukan oleh nasabah individu maupun badan usaha (perusahaan). Nasabah individu dapat menggunakan jasa bank Syariah untuk membiayai pembelian semua keperluannya, seperti pembelian tanah, rumah, TV, kulkas, computer dan lain sebagainya dapat dibiayai dengan skema Murabahah tersebut. Demikian juga dengan pengusaha, pengusaha apapun, apakah dia merupakan pengusaha rental mobil, tambang, produsen rokok, sepatu, developer, kontraktor dan lain sebagainya dapat menggunakan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah untuk mendanai pengadaan bahan baku maupun pengadaan assetnya.<br />Nilai transaksinya pun tidak dibatasi, dari jutaan, sampai puluhan milyar. Bahkan ratusan milyar sepanjang Bank memiliki kemampuan untuk itu.<br />Apa bedanya prinsip Murabahah pada Bank Syariah dengan kredit investasi pada Bank Konvensional?<br />Jadi begini, misalnya Firman tersebut memilih membiayai pengadaan dump truck nya dengan kredit investasi, Bank konvensional akan memberikan daftar harga dan pembayaran cicilan bulanannya. Apabila tingkat bunga 10% flat pertahun, maka pembayaran cicilan selama 2 tahun dalam daftar pembayaran cicilan bulanan menunjukkan jumlah sebesar Rp. 750jt/ bulan. Jadi sama persis dengan pembayaran cicilan pada Bank Syariah!<br />Lalu, kalau demikian apa bedanya?<br />Bedanya adalah:<br />1. Semakin lama periode pembayaran cicilan di Bank Konvensional, maka total harga yang harus dibayar oleh Firman akan makin besar (karena bunganya semakin banyak). Sedangkan di Bank Syariah, berapapun lamanya periode pembayaran cicilan yang disepakati, tidak menambah total harga. Dalam prinsip syariah, harga tetap karena tidak ada bunga.<br />2. Apabila karena sebab force majeur, pengusaha tidak dapat melunasi kewajiban sesuai kesepakatan, misalnya pengusaha sanggup melunasi dalam waktu 5 tahun, maka bank konvensional tetap akan menambahkan bunga sebesar 10% x 5 tahun = 50%. Jadi total harga yang harus dibayar oleh Firman adalah:<br />-kredit : Rp. 300jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar<br />-bunga : 50% x Rp. 15 Milyar = Rp. 7,5 Milyar<br />________________ ( + )<br />Total harga dalam 5 tahun = Rp. 22,5 Milyar<br />sedangkan di Bank Syariah, total kewajiban pengusaha selama 5 tahun tetap sebesar Rp. 18 Milyar yang sudah disepakati di awal perjanjian.<br />Apa saja yang bisa di biayai oleh Bank dengan menggunakan skema Murabahah ini?<br />Walaupun bentuk dasarnya adalah jual beli, pembiayaan dengan menggunakan skema murabahah ini dapat diperuntukkan bagi rencana pembelian apapun. Dalam praktek dan perkembangannya bisa digunakan untuk:<br />1. Perjanjian Pembiayaan Investasi<br />2. Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor<br />3. Perjanjian Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah.<br />4. Perjanjian Take Over KPR dengan Skema Ijarah Muntahiyah Bi Al Tamblik (IMBT)<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: giro wadi'ah, Perbankan Syariah, syariah, tabungan wadi'ah, wadi'ah<br />Wadi’ah (Titipan) Dalam Bentuk Tabungan atau Giro Syariah<br />Posted on 24 February 2010<br />Wadi’ah adalah salah satu produk dari Bank Syariah (Bank) yang berarti penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.<br />Jadi, orang atau badan usaha dapat “menitipkan” dana di dalam Bank Syariah selaku pihak yang menerima dana titipan dimaksud dapat menyimpan dana tersebut dalam rekening yang berbebntuk Giro atau dalam bentuk tabungan biasa. Karena hanya “menitipkan” dana/uangnya, maka nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun. Akan tetapi nasabah dapat mengambil dananya kapanpun dia kehendaki. Sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil dari penitipan dana tersebut.<br />Mengapa Bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah?<br />Karena dengan prinsip wadi’ah, uang atau dana dari nasabah hanya sekedar di titipkan di Bank saja. Jadi, secara teoretis, bank tidak dapat menggunakan dana titipan untuk investasi.<br />Mengapa dana Wadi’ah tidak dapat digunakan untuk investasi?<br />Karena dana wadi’ah dapat diambil kembali setiap saat oleh nasabah; dan Bank wajib untuk memberikannya. Karena dana wadi’ah tidak dapat di investasikan oleh Bank, maka Bank tidak mendapatkan manfaat apapun dari dana Wadi’ah tersebut. Oleh karena itu, Bank juga tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah.<br />Kalau begitu, lebih menguntungkan menabung di Bank Konvensional dong dari pada di Bank Syariah? Jawabannya adalah: SALAH!<br />Karena, menabung di Bank Konvensional kalau saldonya kurang dari Rp. 2jt, maka nasabah bukannya mendapatkan bunga, tetapi tabungannya malah berkurang.<br />Lho, kok bisa ya?Mengapa demikian?<br />Karena biaya administrasi Bank Konvensional lebih besar atau lebih banyak daripada bunganya.<br />Bagaimana kalau saldo tabungannya lebih dari Rp. 2jt?<br />Tetap lebih menguntungkan menabung di Bank Syariah, tetapi dengan prinsip mudharabah yang akan kami jelaskan lebih lanjut pada pembahasan khusus.<br />Siapakah pihak yang paling tepat untuk menggunakan prinsip wadi’ah?<br />Nasabah atau individu yang memiliki dana tidak banyak dan/atau dananya sering digunakan/diambil untuk modal usaha misalnya.<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: Perbankan Syariah, syariah<br />Konsep dan Prinsip Syariah<br />Posted on 14 February 2010<br />Waktu pertama kali saya mempelajari system syariah, saya jadi ingat waktu pertama kali saya masih dalam masa orientasi mahasiswa tingkat persiapan di fakultas hukum. Pada waktu itu, senior saya memberikan berbagai daftar kata istilah hukum dalam bahasa Belanda, yang harus saya hafalkan dalam waktu satu malam, dan besoknya saya harus menghafalkannya keras-keras tanpa salah di hadapan senior saya tersebut. Baca Selanjutnya<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: bank syariah, perbankan, syariah<br />Bank Syariah, Si Cantik Yang Sedang Mekar<br />Posted on 20 December 2009<br />Selama beberapa tahun terakhir ini, ada suatu fenomena baru di dunia perbankan, yaitu dengan tumbuh serta berkembangnya bank-bank yang menggunakan kode “IB” pada logonya. Bank-bank tersebut adalah bank-bank yang menerapkan mekanisme syariah sesuai dengan aturan-aturan Islam dalam melaksanakan usahanya. Hal inilah yang membedakannya dengan perbankan biasa, yang untuk memudahkannya disebut sebagai Bank Konvensional. Oleh karena itu, ciri khas tersebut harus di cantumkan sebagai identitas Bank yang berkenaan. Logo “IB” itu sendiri berarti: “Islamic Bank”.<br />Jika kita tengok kembali ke belakang, dalam kurun waktu sekitar tahun 1980-an sampai tahun awal tahun 2000-an mungkin hanya Bank Muamalat saja yang merupakan satu-satunya bank yang mengemukakan prinsip syariah tersebut dalam melaksanakan usahanya. Namun sejak tahun 2000, satu demi satu bank-bank lain mulai mendirikan bagian khusus yang bergerak di bidang syariah atau setidaknya membuka Unit Usaha Syariah. <br />Terlepas dari berbagai kontroversi antara perbankan konvensional dan perbankan syariah, saya merasa tertarik untuk memberikan sedikit gambaran mengenai perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah. Apa sih sebenarnya yang beda? <br />Ciri khas utama yang dianut dan diterapkan dalam perbankan syariah *) adalah:<br />1. Dari segi fungsinya, bank syariah bisa multi peran. Tidak hanya sebagai intermediary unit dan jasa keuangan saja, melainkan bisa juga berperan sebagai Manager Investasi, Investor, Jasa Keuangan dan bahkan Jasa Sosial.<br />2. Mekanisme dan objek usahanya diistilahkan sebagai anti “MAGHRIB”. yang merupakan singkatan dari: <br />-Maisir (judi/gambling), <br />-Gharar (mengandung unsur penipuan)<br />-Riba (bunga)<br />-Bathil (rusak/syah)<br />3. Hubungan yang diterapkan antara pihak Bank dan nasabahnya adalah pola kemitraan.<br />4. Landasan operasional<br />-bebas bermuamalah selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku<br />-Hasil usaha dalam bentuk bagi hasil dan margin dari peristiwa jual beli barang<br />-Uang tidak dianggap sebagai barang komoditi, melainkan hanya merupakan alat tukar saja<br />-Dapat bertransaksi secara finasial dan riel.<br />5. Fungsi dan peran dan bank syariah adalah:<br />-Lembaga Intermediary yang menghubungkan antara nasabah (deposan) dengan pihakketiga yang membutuhkan pembiayaan (debitur).<br />-Manager Investasi (mudharib)<br />-Investor (Sahibul Maal); dimana Bank ikut bertindak selaku investor dalam membiayai suatuproyek tertentu.<br />-Penjual dan pembeli barang  karena terkadang bank melaksanakan kegiatan pembiayaan melalui mekanisme jual beli (prinsip murabahah).<br />-Pemberi Jasa Keuangan dan lalu lintas pembayaran<br />-Pengelola dana kebajikan (Zakat Amil Infak – ZIS)<br />-Hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan (mudharib dan sahibul Maal).<br />6. Dari sisi resiko usaha, perbankan syariah menerapkan prinsip sebagai berikut:<br />-Resiko dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran<br />-Tidak mengenal kemungkinan terjadinya selisih negative (negative spread)<br />7. Dari segi system pengawasannya, berbeda dari perbankan konvensional, perbankan syariah di awasi oleh suatu dewan yang disebut sebagai “Dewan Pengawas Syariah” (DPS). DPS ini wajib ada dan bertugas untuk memastikan bahwa operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul kharimah. <br />Semakin berkembangnya pengetahuan di masyarakat mengenai akidah2 agama, membuat masyarakat semakin tertarik untuk mulai berpikir untuk hijrah dari bank konvensional yang menerapkan pada system bunga kepada perbankan syariah yang tidak menggunakan system bunga (riba) dalam usahanya. Hal ini juga yang mendukung semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia. <br />Satu hal yang menjadi fenomena menarik pada waktu krisis lalu, terbukti bahwa perbankan syariah yang bisa tahan terhadap hantaman krisis. Oleh karena itu, pemerintah semakin mendukung dikembangkannya perbankan syariah di Indonesia. Untuk menjembatani perbenturan antara aturan-aturan secara syariah dengan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. <br />Bahkan ada kabar yang menyatakan bahwa pada tahun 2010 mendatang, Bank Indonesia sebagai wakil pemerintah mewajibkan pada semua bank untuk mempunyai produk syariah atau setidak-tidaknya membuka unit usaha syariah yang terpisah dari kegiatan perbankan konvensional. Dengan adanya aturan baru tersebut, maka seperti seorang gadis yang sedang mekar, perbankan syariah menjadi suatu hal yang semakin laris dan menarik untuk dikenal dan dipelajari.<br />Kategori : ARTIKEL, Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: bank, bank asing di Indonesia, cabang bank asing, kantor cabang, perwakilan<br />Pendirian Kantor Cabang Bank Asing<br />Posted on 20 October 2009<br />Dalam pembahasan kali ini, yang dimaksud sebagai Kantor Cabang Bank Asing adalah kantor dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang secara langsung bertanggung jawab kepada Kantor Pusat Bank yang bersangkutan dan mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia.<br />Dasar hukum untuk pendirian kantor cabang bank asing di Indonesia adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 SK No.32/37/KEP/DIRtentang SK. Direksi Bank Indonesia.<br />Kelebihan dari pendirian dalam bentuk Kantor Cabang dibandingkan dengan bentuk kantor Perwakilan adalah:Untuk kantor cabang bank asing dapat dimiliki 100% (seratus persen) oleh pihak asing dan bentuk hukumnya mengikuti bentuk kantor pusat bank asing ini seperti diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Sebagai contoh jika suatu bank yang didirikan di tempat asalnya sebagai offshore company, maka cabangnya akan mengikuti bentuk tersebut. <br />Kantor cabang bank asing yang dibuka di Indonesia boleh melakukan kegiatan operasional perbankan seperti menyimpan atau menarik uang, mendeposito uang, membeli dan menjual saham dan kegiatan-kegiatan lainnya yan bisa dilakukan di bank. Jadi, walaupun cabang bank asing yang berada di Indonesia hanya akan melakukan kegiatan whole sale dan tidak melakukan transaksi secara retail, maka dengan menggunakan bentuk cabang ini, pihak cabang Bank yang akan didirikan di Indonesia ini akan lebih leluasa dalam bertindak mewakili Perusahaan induknya, untuk melakukan kontrak-kontrak atau perjanjian-perjianjian yang mengikat dengan para nasabahnya, melakukan pembayaran dan penerimaan uang hasil investasinya dan lain sebagainya.<br />Keuntungan lainnya adalah, karena Cabang Bank Asing di Indonesia tersebut nantinya hanya akan bergerak secara whole sale, maka tidak memerlukan ijin lain selain dari Bank Indonesia.<br />Kekurangan<br />Salah satu syarat dari pendirian cabang Bank Asing di Indonesia adalah: terdaftar sebagai salah satu dari 200 bank yang memiliki asset terbesar di dunia berdasarkan kriteria internasional dan memiliki dana usaha sebesar Rp. 3.000.000.000.000,– (tiga trilyun rupiah). Yang menjadi permasalahan di sini, apabila Bank Asing yang akan mendirikan kantor `cabang di Indonesia ini bukan merupakan salah satu dari 200 bank dimaksud, maka harus memiliki ijin atau syarat khusus yang akan ditetapkan kemudian oleh pihak Bank Indonesia.<br />Jika dibandingkan dengan bentuk Anak Perusahaan, maka jika terjadi masalah misalnya penutupan/pembekuan dari pihak kantor pusat, maka pihak cabang akan ikut ditutup/dibekukan. Berbeda dengan bentuk anak perusahaan, jika suatu saat terjadi masalah di perusahaan induk, maka anak perusahaan tidak secara otomatis dapat ditutup atau di bubarkan.<br />Syarat-Syarat<br />Syarat-syarat mendirikan kantor cabang bank asing di Indonesia diantaranya:<br />- Izin mendirikan kantor cabang bank asing di Indonesia hanya dapat dilakukan dengan izin dari Diroktorat Jenderal Bank Indonesia; <br />- Izin yang diterapkan oleh BI ada dua yaitu:<br />1. Persetujuan prinsip;<br />2. Izin usaha. <br />- Bank asing yang ingin membuka kantor cabang di Indonesia harus memiliki peringkat dan reputasi yang baik di negaranya sendiri ataupun di dunia;<br />- Total aset yang dimiliki bank asing tersebut harus termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia;<br />- Dana minimal untuk membuka kantor cabang wajib menempatkan dana usaha dalam valuta rupiah ataupun valuta asing sekurang-kurangnya Rp. 3 (tiga) trilyun.<br />Jangka waktu pengurusan dari pendirian kantor cabang bank asing di Indonesia ada dua tahap, yaitu:Pertama adalah permohonan persetujuan prinsip. Permohonan tersebut akan diteliti oleh instansi dari Bank Indonesia dan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut secara teori selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara <br />Auto-hide: on<br />A. SEJARAH PERBANKAN SYARIAH <br />Secara umum, bank melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Perbankan telah ada sejak zaman Rasulullah Saw dimana dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah Saw yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. <br />Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam r.a. memilih tidak menerima titipan harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubir menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk memanfaatkannya;kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. <br />Selain itu penggunaan cek sudah digunakan sejak perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman. Bahkan zaman pemerintahan, Khalifah Umar bin al-Khattab r.a. menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yg berhak. Dan juga pemberian modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara’ah, musaqah telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar. <br />Maka dapat secara jelas bahwa pelaksanaan fungsi perbankan telah ada dan berkembang <br />di zaman Rasulullah Saw., meskipun tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan.1 <br />1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 3, PT. Raja Grafindo Persada, <br />Jakarta, 2008, hlm18-19. <br />Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 angka 1). Sedangkan yang dimaksud dengan bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk laninnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (pasal 1 angka 2). I menjadi dua kategori yaitu: <br />1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. <br />2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2 <br />Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa perbankan telah berkembang lama dalam masyarakat akan tetapi lembaga perbankan yang ada dalam kegiatan usaha yang dilakukan tersebut halal atau haram. Oleh karena itu untuk menjamin kehalalan jenis kegiatan usaha perbankan, maka operasionalnya harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip perbankan syariah. Menurut pasal 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dengan mengacu Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dapat dikatakan bahwa jenis perbankan dibag <br />Dapat kita ketahui dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, dikatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun juga pengertian Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha- usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi <br />2 Burhanuddin Santoso, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,UII Press Yogyakarta,2008 hal 17-18 <br />makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak <br />dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.3 <br />B. GDKEUFHFDY <br />C. KALDKHIUREHEF <br />D. DHFIUEYHIUTHIU5GS <br />E. ALDIEHFR <br />F. AJDYEKALHG <br />G. AKDIRHFIUGISTGDU7 <br />lengkap. Namun pada prakteknya bisa memakan waktu lebih kurang 4 bulan. Kantor Cabang dari suatu Bank Asing yang baru mendapat Persetujuan Prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat Izin Usaha.Kedua adalah izin usaha. Permohonan izin usaha diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.<br />Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan.Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5 dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra’ (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; Adz-Dzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; Al-Ma`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3.Senafas dengan al-Qur’an, al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Qur’an, juga membincang persoalan ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruan-perguruan tinggi non Islam yang mempelajari hukum Islam.Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 – 852 H). Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai berikut:1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are forbidden (46 hadis);2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of `Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency and seizure (10 hadis);7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership and agency (8 hadis);10. Bab al-iqrar (bab tentang – pernyataan – pengakuan), confession (1 hadis);11. Bab al-`ariyah (bab tentang pinjaman), atau loan (5 hadis);12. Bab al-ghashb (bab tentang mengganggu hak orang lain), atau wrongful appropriation (6 hadis);13. Bab as-syuf`ah (bab tentang hak pilihan untuk membeli harta yang dimiliki secara bersekutu), atau option to buy neighbouring property (6 hadis);14. Bab al-qiradh (bab tentang peminjaman modal kepada orang lain dengan motif bagi untung antara pemilik modal dan yang menggunakan modal), atau giving someone some property to trade with, the profit being shared between the two but any loss falling on the property (2 hadis);15. Bab al-masaqah wal-ijarah (bab tentang pemeliharaan kebun dan upah atau gaji), atau tending palm-trees and wages (9-10 hadis);16. Bab Ihya’ al-mawat (bab tentang penggarapan/pengelolaan tanah tidak bertuan), atau bringing barren lands into cultivation (5-6 hadis);17. Bab al-waqf (bab tentang wakaf), atau mortmain (3 hadis);18. Bab al-hibah, wa-al-`umra, wa-ar-ruqba (bab tentang hibah, umra dan penjaga upahan), atau gifts, life-tenancy, and giving property which goes to the survivor (11 hadis);19. Bab al-luqathah bab tentang luqatah), atau finds (6 hadis);20. Bab al-fara’idh (bab tentang kewarisan), atau shares inheritance (13 hadis);21. Bab al-washaya (bab tentang wasiat), atau wills (6-7 hadis);22. Bab al-wadi`ah (bab tentang penitipan), atau trust (satu hadis).Selain kitab hadis Bulugh al-Maram yang disebutkan di atas, masih banyak lagi buku-buku hadis lainnya — terutama hadis-hadis hukum – yang hampir atau bahkan semuanya memuat hadis-hadis tentang ekonomi dan keuangan (al-hadits al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah). Terutama di dalam kitab-kitab hadis yang tergabung dalam kelompok kutub as-sunan – berikut syarahnya – semisal: Sunan al-Awza`i, karya besar al-Imam Abdurrahman bin Amr al-Awza`i (88 – 157 H), Sunan Abi Dawud, karya monumental al-Imam al-Hafizh Abi Dawud Sulaiman ibn al-Asy`ats as-Sijistani al-Azdi (202 – 275 H), Sunan an-Nasa’i, karya terpopuler al-Hafizh Abu Abdirrahman bin Dinar an-Nasa’i (214/215-303 H), Sunan at-Tirmidzi, karangan ternama al-Imam al-Muhaddits Abu `Isa Muhammad bin `Isa bin Saurah at-Tirmidzi (209-279 H), Sunan ad-Dar Quthni, karya besar al-Imam al-Kabir Ali bin Umar ad-Dar Quthny (305 – 385 H) dan lain-lain.Pembahasan ekonomi Islam/Syariah akan semakin terasa meluas dan mendalam tatkala kita membaca literatur-literatur Islam yang lain terutama dalam berbagai kitab fiqih (hukum Islam) yang jumlahnya tidak lagi puluhan apalagi belasan; akan tetapi, telah mencapai ratusan dan bahkan ratusan ribu. Hampir atau bahkan semua kitab fikih — terutama yang bersifat umum dan berukuran tebal apalagi berjilid-jilid — pasti membahas persoalan muamalah khususnya dalam bidang ekonomi dan keuangan.Selain kitab-kitab fikih yang membahas berbagai persoalan hukum Islam dalam bentuknya yang bersifat umum dan komprehensif, juga teramat banyak kitab-kitab fikih – klasik maupun kontemporer – yang secara spesifik membahas ihwal ekonomi-bisnis dan keuangan ala Islam secara khusus. Perhatikan misalnya karya Abi Abdul Qasim bin Salam (1408 H/1988 M), Kitab al-Amwal, dan buah pena Ahmad Isa Asyur, al-Fiqh al-Muyassar fil-Mu`amalat [t.t.]. Yang pertama merepresentasikan karya-karya fikih keuangan klasik; sedangkan yang kedua, mewakili kitab-kitab fikih ekonomi kontemporer.Pendeknya, hukum ekonomi Islam sebagaimana dapat ditelusuri dalam berbagai literatur yang ada dan tersedia, memiliki jangkauan yang sangat luas. Hanya saja, bagaimana cara kita menggali dan mengembangkan norma-norma hukum ekonomi Islam yang terserak-serak di dalam berbagai literatur dimaksud, inilah tantangan yang harus dijawab dan dicarikan solusinya.<br />
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah
Syariah

More Related Content

What's hot

6. prinsip operasional bank syaraiah
6. prinsip operasional bank syaraiah6. prinsip operasional bank syaraiah
6. prinsip operasional bank syaraiahbranzbear
 
Makalah bank syariah
Makalah bank syariahMakalah bank syariah
Makalah bank syariah
teguh zhee
 
Keunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariahKeunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariah
Sugia Suganda
 
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
An Nisbah
 
Kelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariahKelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariah
PT. TERSERAH ANDA
 
Memahami operasional-bank-syariah
Memahami operasional-bank-syariahMemahami operasional-bank-syariah
Memahami operasional-bank-syariahAhmad Jumirin
 
Makalah perbankan syariah
Makalah perbankan syariahMakalah perbankan syariah
Makalah perbankan syariahIffa Tabahati
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalKrilekz
 
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank KonvensionalPerbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank KonvensionalEko Mardianto
 
Bank syariah ; antara teori dan realita
Bank syariah ; antara teori dan realitaBank syariah ; antara teori dan realita
Bank syariah ; antara teori dan realitaShidiq040690
 
Perkembangan dan operasional bank
Perkembangan dan operasional bankPerkembangan dan operasional bank
Perkembangan dan operasional banklool09
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
Mega Sucia
 
PRESENTASI BANK SYARIAH
PRESENTASI BANK SYARIAHPRESENTASI BANK SYARIAH
PRESENTASI BANK SYARIAH
heckaathaya
 
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGATransaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
Ferisa Dewi
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariahQiqi Aw
 
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan SyariahPrinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
Dwi Wahyu
 
Perbankan Islam
Perbankan IslamPerbankan Islam
Perbankan Islam
Valencia Rizal
 
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2PELANGI ANGGITA
 

What's hot (20)

6. prinsip operasional bank syaraiah
6. prinsip operasional bank syaraiah6. prinsip operasional bank syaraiah
6. prinsip operasional bank syaraiah
 
Makalah bank syariah
Makalah bank syariahMakalah bank syariah
Makalah bank syariah
 
Sistem lembaga keuangan bank syariah
Sistem lembaga keuangan bank syariahSistem lembaga keuangan bank syariah
Sistem lembaga keuangan bank syariah
 
Keunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariahKeunggulan sistem perbankan syariah
Keunggulan sistem perbankan syariah
 
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
Pengaruh tabungan mudharabah, pembiayaan mudharabah musyarakah dan pendapatan...
 
Kelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariahKelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariah
 
Memahami operasional-bank-syariah
Memahami operasional-bank-syariahMemahami operasional-bank-syariah
Memahami operasional-bank-syariah
 
Makalah perbankan syariah
Makalah perbankan syariahMakalah perbankan syariah
Makalah perbankan syariah
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
 
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank KonvensionalPerbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Perbedaan Antara Bank Syariah Dan Bank Konvensional
 
Bank syariah ; antara teori dan realita
Bank syariah ; antara teori dan realitaBank syariah ; antara teori dan realita
Bank syariah ; antara teori dan realita
 
Perkembangan dan operasional bank
Perkembangan dan operasional bankPerkembangan dan operasional bank
Perkembangan dan operasional bank
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
PRESENTASI BANK SYARIAH
PRESENTASI BANK SYARIAHPRESENTASI BANK SYARIAH
PRESENTASI BANK SYARIAH
 
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGATransaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
Transaksi Dan Akad Dalam Lembaga Keuangan Syariah. IAIN SALATIGA
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan SyariahPrinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
Prinsip - Prinsip Dasar dalam Produk Perbankan Syariah
 
Perbankan Islam
Perbankan IslamPerbankan Islam
Perbankan Islam
 
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2
Kelompok 7 perbankan syariah tugas 2
 
Banking islamic prospect and problem
Banking islamic prospect and problemBanking islamic prospect and problem
Banking islamic prospect and problem
 

Viewers also liked

Iyonik bileşkler
Iyonik bileşklerIyonik bileşkler
Iyonik bileşklerTudoshikame
 
Induo företagspresentation
Induo företagspresentationInduo företagspresentation
Induo företagspresentation
Induo AB
 
Bookcare
BookcareBookcare
Bookcare
bookcare
 
Qui ets tu
Qui ets tuQui ets tu
Qui ets tuanalg
 
Changes in shoping behavior 2009
Changes in shoping behavior 2009 Changes in shoping behavior 2009
Changes in shoping behavior 2009 Mitya Voskresensky
 
College 4 kant2010pp2003
College 4 kant2010pp2003College 4 kant2010pp2003
College 4 kant2010pp2003jhngln
 
Relaciones entre clases
Relaciones entre clasesRelaciones entre clases
Relaciones entre clases
berenguer1979
 

Viewers also liked (8)

Iyonik bileşkler
Iyonik bileşklerIyonik bileşkler
Iyonik bileşkler
 
Barcamp.sk ta potrebuje
Barcamp.sk ta potrebujeBarcamp.sk ta potrebuje
Barcamp.sk ta potrebuje
 
Induo företagspresentation
Induo företagspresentationInduo företagspresentation
Induo företagspresentation
 
Bookcare
BookcareBookcare
Bookcare
 
Qui ets tu
Qui ets tuQui ets tu
Qui ets tu
 
Changes in shoping behavior 2009
Changes in shoping behavior 2009 Changes in shoping behavior 2009
Changes in shoping behavior 2009
 
College 4 kant2010pp2003
College 4 kant2010pp2003College 4 kant2010pp2003
College 4 kant2010pp2003
 
Relaciones entre clases
Relaciones entre clasesRelaciones entre clases
Relaciones entre clases
 

Similar to Syariah

Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahProfit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahmadureh
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
Mega Sucia
 
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariahAnalisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
An Nisbah
 
Riba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga BankRiba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga Bank
Dwi Rizkita
 
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
Habibie Muhammad
 
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuanganSoal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
M Nasution
 
Slide - Funding syariah (prototype)
Slide - Funding syariah (prototype)Slide - Funding syariah (prototype)
Slide - Funding syariah (prototype)Edy Setiawan
 
Kajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuanganKajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuangan
Aditya Marone
 
pptx_20230302_072707_0000.pptx
pptx_20230302_072707_0000.pptxpptx_20230302_072707_0000.pptx
pptx_20230302_072707_0000.pptx
BagasHudan
 
Bank-Syariah.pptx
Bank-Syariah.pptxBank-Syariah.pptx
Bank-Syariah.pptx
YokoArdo
 
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensionalPerbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
K-Tin Premium
 
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
An Nisbah
 
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
AdiyathRandy
 
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
nadya faradini
 
Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan SyariahLembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan Syariah
Agnes Puspita
 
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank SyariahBatasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
 
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontaloPenerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
Sri Apriyanti Husain
 
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Herna Ferari
 

Similar to Syariah (20)

Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahProfit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
 
Bab 4
Bab 4Bab 4
Bab 4
 
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariahAnalisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
Analisis bagi hasil financing dalam perbankan syariah
 
Riba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga BankRiba dan Bunga Bank
Riba dan Bunga Bank
 
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
Kesenjangan Harapan Antara Nasabah dan Manajemen Terhadap Penyampaian Informa...
 
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuanganSoal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
Soal dan jawaban uas bank dan lembaga keuangan
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i vi
Bab i viBab i vi
Bab i vi
 
Slide - Funding syariah (prototype)
Slide - Funding syariah (prototype)Slide - Funding syariah (prototype)
Slide - Funding syariah (prototype)
 
Kajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuanganKajian ekonomi dan keuangan
Kajian ekonomi dan keuangan
 
pptx_20230302_072707_0000.pptx
pptx_20230302_072707_0000.pptxpptx_20230302_072707_0000.pptx
pptx_20230302_072707_0000.pptx
 
Bank-Syariah.pptx
Bank-Syariah.pptxBank-Syariah.pptx
Bank-Syariah.pptx
 
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensionalPerbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
Perbedaan ekonomi syariah dan ekonomi konvensional
 
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
Pengaruh ekuivalen nisbah bagi hasil tabungan, nisbah bagi hasil deposito dan...
 
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
6. Manajemen Bank Berdasarkan Prinsip Syariah.pptx
 
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
21. Final blkl Muhammad Ziaul Kautsar
 
Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan SyariahLembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan Syariah
 
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank SyariahBatasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
Batasan Pentetapan Margin Murabahah di Bank Syariah
 
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontaloPenerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
Penerapan psak 102 untuk murabahah di pt. bank syariah mandiri cabang gorontalo
 
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
Akuntansi syariah produk haji bank syariah (muamalat)
 

Syariah

  • 1. Prinsip Dasar Produk Perbankan Syariah<br />Walau Indonesia sebagai sebuah Negara dengan pemeluk agama Islam terbesar, produk keuangan berprinsip syariah baru dikenal beberapa tahun yang lalu dan masih sangat terbatas. Dimulai dari sektor perbankan, dengan berdirinya Bank Muamalat pada November 1991. Prinsip syariah tidak hanya terbatas pada konteks perbankan, melainkan juga meliputi berbagai kegiatan ekonomi dan investasi, termasuk di pasar modal dan asuransi.<br />Anda tentu pernah mendengar istilah bank syariah, atau, lebih luas lagi ekonomi berbasis syariah. Bahkan boleh jadi, banyak di antara Anda yang sudah menggunakan jasa lembaga keuangan syariah. Sebagian dari Anda ada yang menganggap bank syariah hanya untuk komunitas muslim. Apakah benar demikian, bank syariah hanya diperuntukan bagi kaum muslim saja? <br />Maaf, Anda salah besar bila beranggapan seperti itu.<br />Bank Syariah sebenarnya berlaku untuk semua orang atau Universal. Syariah itu sendiri hanyalah sebuah prinsip atau sistem yang sesuai dengan aturan atau ajaran Islam. Siapa saja dapat memanfaatkan jasa keuangan bank syariah.<br />Ketika krisis moneter melanda Indonesia, medio 1997, sistem syariah telah memberikan manfaat bagi banyak kalangan. Tentunya Anda ingat, pada saat itu, suku bunga pinjaman melambung tinggi hingga puluhan persen. Akibatnya, banyak dari kalangan usaha yang tidak mampu membayar. Tapi, fenomena ini tidak berlaku bagi pelaku usaha yang menggunakan dana dari bank syariah. Para pengusaha tersebut tidak perlu membayar bunga sampai puluhan persen, mereka cukup berbagi hasil dengan bank syariah. Penentuan persentasi bagi hasil dilakukan di awal pengambilan pinjaman.<br />Prinsip-prinsip Dasar<br />Prinsip titipan atau simpanan—Al-wadi’ah<br />Al-wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.<br />Aplikasinya dalam produk perbankan, di mana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini yang dalam bank konvensional dikenal dengan produk giro. Sebagai konsekuensi, semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya). Sebagai imbalan, si penyimpan mendapat jaminan keamanan terhadap hartanya, dan juga fasilitas-fasilitas giro lain.<br />Dalam dunia perbankan yang semakin kompetitif, insentif atau bonus dapat diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank bersangkutan. Hal ini dilakukan dalam upaya merangsang semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai indikator kesehatan bank.<br />Pemberian bonus tidak dilarang dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi secara advance, tetapi betul-betul merupakan kebijakan bank. <br />Prinsip bagi hasil (Profit-sharing)<br />Al-Mudharabah<br />Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak,di mana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. <br />Pola transaksi mudharabah, biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada: tabungan dan deposito. Sedangkan pada sisi pembiayaan, al-mudharabah, diterapkan untuk: pembiayaan modal kerja.<br />Dengan menempatkan dana dalam prinsip al-mudharabah, pemilik dana tidak mendapatkan bunga seperti halnya di bank konvensional, melainkan nisbah bagian keuntungan. Dalam praktiknya, nisbah untuk tabungan berkisar 55 –56 persen dari hasil investasi yang dilakukan oleh bank. Dalam hal bank konvensional, angka tersebut kira-kira setara dengan 11-12 persen.<br />Sedangkan dalam sisi pembiayaan, bila seorang pedagang membutuhkan modal untuk berdagang maka dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti al-mudharabah. Caranya dengan menghitung terlebih dahulu perkiraan pendapatan yang akan diperoleh oleh nasabah dari proyek tersebut. Misalkan, dari modal Rp.30 juta diperoleh pendapatan Rp.5 juta/bulan. Dari pendapatan tersebut harus disisihkan terlebih dahulu untuk tabungan pengembalian modal, sebut saja Rp.2 juta. selebihnya dibagi antara bank dengan nasabah dengan kesepakatan di muka, misalnya 60 persen untuk nasabah dan 40 persen untuk bank.<br />Al-Musyarakah<br />Dalam sistem ini terjadi kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Para pihak yang bekerja sama memberikan kontribusi modal. Keuntungan ataupun risiko usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.<br />Dalam sistem ini, terkandung apa yang biasa disebut di bank konvensional sebagai sarana pembiayaan. Secara konkret, bila Anda memiliki usaha dan ingin mendapatkan tambahan modal, Anda bisa menggunakan produk al-musyarakah ini. Inti dari pola ini adalah, bank syariah dan Anda secara bersama-sama memberikan kontribusi modal yang kemudian digunakan untuk menjalankan usaha. Porsi bank syariah akan diberlakukan sebagai penyertaan dengan pembagian keuntungan yang disepakati bersama. Dalam bank konvensional, pembiayaan seperti ini mirip dengan kredit modal kerja.<br />Prinsip Al-Murabahah<br />Dalam skim ini, terjadi jual beli suatu barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati kedua belah pihak. Penjual dalam hal ini harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan. Misalkan Anda membutuhkan kredit untuk pembelian mobil. Dalam bank konvensional Anda akan dikenakan bunga dan Anda diharuskan membayar cicilan bulanan selama waktu tertentu. Di sektor perbankan, suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah. <br />Dalam sistem bank syariah, tentu saja produk seperti ini juga tersedia. Namun bentuknya bukan kredit, melainkan menggunakan prinsip jual-beli, yang diistilahkan dengan Murabahah. Dalam hal ini, bank syariah akan membeli mobil yang Anda inginkan terlebih dahulu, kemudian menjualnya lagi kepada Anda. Tapi, karena bank syariah menalanginya dulu, maka pada saat menjual kepada Anda, harganya sedikit lebih mahal, sebagai bentuk keuntungan buat bank syariah. Karena bentuk keuntungan bank syariah sudah disepakati di depan, maka nilai cicilan yang harus Anda bayarkan relatif lebih tetap.<br />Tentunya masih banyak lagi prinsip-prinsip perbankan syariah, yang kami uraikan di atas merupakan prinsip-prinsip dasar yang umum dikenal di perbankan syariah. <br />Perbedaan Bank Syariah <br />Sepintas bila dilihat secara teknis, menabung di bank syariah dengan yang belaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena, baik di bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi bila diamati lebih dalam, terdapat beberapa perbedaan mendasar di antara keduanya.<br />Perbedaan pertama terletak pada akadnya. Pada bank syariah, semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian, semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan, namun prinsip titipan ini tidak sesuai dengan aturan syariah, misalnya wadi’ah, karena dalam produk giro, tabungan maupun deposito, menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor.<br />Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung merupakan ongkos atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Oleh karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lain (peminjam) dengan biaya bunga yang lebih tinggi. Perbedaan antara keduanya disebut spread yang menandakan apakah perusahaan tersebut untung atau rugi. Bila spread-nya positif, di mana beban bunga yang dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang diberikan kepada penabung, maka dapat dikatakan bahwa bank mendapatkan keuntungan. Sebaliknya juga benar.<br />Sedangkan bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapat dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka.<br />Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/ pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar uang yang ditabung dipinjamkan untuk berbagai bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut.<br />Sedangkan di bank syariah, penyaluran dan simpanan dari masyarakat dibatasi oleh prinsip dasar, yaitu prinsip syariah Artinya bahwa pemberian pinjaman tidak boleh ke bisnis yang haram seperti, perjudian, minuman yang diharamkan, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. <br />Demikianlah ulasan kami kali ini seputar produk perbanak syariah. Semoga ulasan ini dapat menambah pengetahuan dan alternatif sarana investasi.n<br />Diambil dari Harian Umum Sore Sinar Harapan Rubrik PERENCANAAN KEUANGAN. Rubrik ini diasuh oleh Tim Indonesia School of Life (ISOL) yakni Andrias Harefa, Roy Sembel, M. Ichsan, Heru Wibawa, dan Parpudi Lubis. <br />Laporan UtamaWelcome To Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Strategi Percepatan Pertumbuhan Bank Syariah2008-08-29Dengan disahkannya RUU Perbankan Syariah menjadi UU Perbankan syariah; berarti kini perbankan syariah memiliki payung hukum yang selama ini didamba. Begitu juga dengan hadirnya UU SBSN maka diharapkan akan menarik para investor asing, terutama investor Timur Tengah untuk berinvestasi di Indonesia. Hadirnya UU Perbankan Syariah sangat diharapkan dapat memacu denyut perekonomian nasional, dan kontribusi dalam mengentaskan kemiskinan, kesejahteraan rakyat, serta membuka lapangan kerja ditambah lagi UU Perbankan Syariah memperkuat fundamen hukum perbankan syariah sehingga bisa setara dengan bank konvensional. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Fadjrijah mengungkapkan, dengan disahkannya RUU perbankan syariah menjadi Undang-Undang Perbankan Syariah maka target pangsa pasar perbankan syariah sebesar lima persen pada 2010 dapat tercapai. Hingga saat ini aset perbankan syariah hanya 1,7 persen dari total aset perbankan nasional atau sekitar Rp 40 triliun. UU Surat Sukuk atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dinilai berpotensi untuk menggantikan Surat Utang Negara (SUN) konvensional sebagai instrumen defisit anggaran pemerintah. Hal ini terlihat dalam mekanisme underlying asset, perhitungan bagi hasil dan proyek-proyek yang akan dibiayai. Sebaliknya, SUN konvensional cenderung tidak transparan dan cenderung spekulatif. Untuk mencapai target 5 persen pada 2010, Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah menyatakan aset perbankan syariah harus mencapai sekitar Rp 90 triliun. Dengan asumsi inilah dapat menjadi relevansi prospektus perbankan syariah, dengan asumsi dan langkah-langkah akselerasi maka pertumbuhan asset, DPK dan pembiayaan industri perbankan tahun 2008 diproyeksikan akan mencapai volume asset, DPK dan pembiayaan sesuai program akselerasi yaitu masing-masing sebesar Rp. 91,6 triliun, Rp. 73,3 triliun dan Rp. 68,9 triliun.Percapaian share asset perbankan syariah sebesar 5 % merupakan anchor yang seyogianya menjadi semangat semua pihak, untuk bekerja keras dan berkontribusi secara lebih konkret. Mengenai perkembangan komposisi pembiayaan didominasi oleh pembiayaan berbasis murabahah (57,6%), namun share pembiayaan berbasis bagi hasil terus meningkat. Secara konkret langkah-langkah percepatan pertumbuhan bank syariah tertuang dalam API dan Blueprint perkembangan perbankan syariah serta jangka pendek dalam program akselerasi 2007-2008 dengan selalu berorentasi kepada SDM baik di BI maupun di industri bank syariah, peningkatan efektivitas dan kualitas pengawasan perbankan syariah, penyempurnaan approach sosialisasi perbankan syariah agar sesuai dengan target pasar, peningkatan kualitas service dan jaringan pada bank syariah, ditambah lagi dengan upaya mendorong bank syariah agar lebih inovatif dalam menjual produk dan jasa bank baru dan lebih market friendly.Perkembangan peluang bisnis pasca UU Perbankan syariah adalah orientasinya meningkatkan minat investor dalam maupun luar negeri yang akan masuk dalam industri perbankan syariah, untuk itulah perlu meningkatkan kepastian hukum transaksi perbankan syariah di Indonesia. Dengan munculnya sentra-sentra ekonomi berbasis syariah antara lain perbankan syariah, BMT, asuransi syariah, pengadilan syariah, koperasi syariah, pasar modal syariah, MLM syariah, dan seterusnya; otomotis memerlukan upaya keras untuk memunculkan konsep universal mengenai sistem ekonomi islam secara utuh dan komperhensif yang akan memayungi sentra-sentra ekonomi berbasis syariah. Perbankan syariah di Indonesia akhirnya mendapat payung hukum setelah DPR . menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) perbankan syariah dalam rapat kerja, sembilan fraksi menyatakan setuju agar RUU ini disahkan dalam rapat paripurna. Undang-Undang Perbankan Syariah dengan draft final rancangan undang-undangini berisi 13 bab dan 70 pasal. Jumlah pasal berkurang dari draft awal sebanyak 15 bab dan 75 pasal. Menepis KetidakpastianAdanya ketidakpastian hukum melahirkan kekhawatiran otoritas moneter kita tentang keengganan investor asing datang ke Indonesia. Kesan inilah yang pada gilirannnya melahirkan nuansa Islamphobia yang tidak semestinya hadir ditengah pengesahaan RUU Perbankan Syariah, dan yang paling penting saat ini adalah bagaimana bangsa Indonesia menyambut dengan positif, notabene harus dapat menepis Adanya kekeliruan interpretasi publik pada pasal tertentu RUU Syariah.Beberapa point penting undang-undang Perbankan Syariah ini salah satunya adalah memberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan perbankan syariah kepada Bank Indonesia. Kewenangan pengawasan dan kepatuhan juga dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk pada masing-masing bank syariah dan unit usaha syariah bank umum konvensional. Prospek perbankan syariah ke depannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Kekuatan yang dimiliki bank syariah sampai akhir 2007, menurut laporan Bank Indonesia adalah tiga bank umum syariah (BUS), 26 UUS (unit usaha syariah), 26 UUS (unit usaha syariah), dan 114 BPRS. Dengan kekuatan ini perbangkan syariah berhasil membukukan 2,8 juta rekening nasabah, sedangkan volume usaha bank syariah hingga akhir 2007 baru mencapai Rp. 36,5 triliun atau sekitar 1,8 persen dari aset perbankan nasional. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang Beberapa point penting undang-undang Perbankan Syariah ini salah satunya adalah memberikan kewenangan pembinaan dan pengawasan perbankan syariah kepada Bank Indonesia. Kewenangan pengawasan dan kepatuhan juga dilakukan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan Dewan Pengawas Syariah yang wajib dibentuk pada masing-masing bank syariah dan unit usa ha syariah bank umum konvensional. Prospek perbankan syariah ke depannya sangat cerah, apalagi mengingat pangsa pasarnya yang sangat besar. Kekuatan yang dimiliki bank syariah sampai akhir 2007, menurut laporan Bank Indonesia adalah tiga bank umum syariah (BUS), 26 UUS (unit usaha syariah), 26 UUS (unit usaha syariah), dan 114 BPRS. Dengan kekuatan ini perbangkan syariah berhasil membukukan 2,8 juta rekening nasabah, sedangkan volume usaha bank syariah hingga akhir 2007 baru mencapai Rp. 36,5 triliun atau sekitar 1,8 persen dari aset perbankan nasional. Sehingga wajar jika kemudian banyak bank-bank konvensional yang membuka cabang syariah secara langsung maupun melalui konversi cabang-cabang cabang syariah secara langsung maupun melaluikonversi cabang konvensionalnya menjadi cabang syariah.Tentu saja, kondisi saat ini membutuhkan adanya dukungan yang kuat dari berbagai pihak agar sistem ekonomi berdasarkan syariah Islamiyah dapat terus tumbuh dan berkembang di Indonesia. Perkembangan perbankan syariah ini merupakan sebuah fenomena yang sangat menarik dan unik, karena fenomena ini terjadi justru di saat kondisi perekonomian nasional berada pada keadaan yang mengkhawatirkan.Di tengah ketidakstabilan ekonomi saat ini dan masih kurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap institusi moneter, bank syariah tetap dapat mampu berdiri tegak di tengah berbagai terpaan rintangan dan persaingan yang terjadi. Potensi yang besar tersebut, harus memacu institusi perbankan syariah sendiri untuk lebih kreatif, inovatif, dan teroganisir dengan profesional. Tantangan saat ini adalah sejauhmana pelaku perbankan syariah bisa memformulasikan kegiatankegiatan dalam membangun perekonomian nasioanal setelah mendapat payung hukum. Bank syariah diharapkan mampu menjawab segala harapan dan optimisme akan pentingnya sistem Islam diterapkan dalam dunia perbankan. UU Perbankan Syariah dalam pasal 55 diatur:1.Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan daalm lingkup peradilan agama. 2.Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad.Dalam penjelasan pasal 55 tsb dijelaskan bahwa yg dimaksud dengan 'penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akadquot; adalah upaya sbb: (a) musyawarah. (b) mediasi perbankan.(c) melalui Basyarnas. (d) melalui pengadilan dalam lingkup peradilan umum. Perbankan Syariah Dan UU Terkait 1.UU No. 7/1992 & No. 10/ 1998 Tentang Perbankan 2.UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia 3.UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga Penjamin 4.UU No. 3/ 2006 Tentang Perseorangan Terbatas 5.UU No. 40/ 2007 Tentang Perseroan Terbatas 6.UU No. 38/ 1999 Tentang Pengelolaan Zakat 7.UU No. 19/ 2008 Tentang SBSN 8.UU & PP Perpajakan, Pertanahan, Pembiayaan DLL 9.UU Perbankan SyariahBERITA LAINNYA Dana Haji Dialihkan Ke Sukuk Bolehkah?Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 HTurut Berduka Cita atas Meninggalnya Ny. Ahmad YaniTokoh Akademisi quot; Life Achievment Awardquot; 2010 Masyarakat Ekonomi SyariahBakti Sosial dan PKM Desa Sukatani, Kecamatan Wanasalam, Lebak BantenPelatihan Program Pendidikan Dasar Ekonomi Syariah IBFI TrisaktiImplementasi Entrepreneurship GovernmentSukses Seminar Internasional IBFI Universitas TrisaktiHR SUMMIT 2010Seminar JK on Entrepreneur GovernmentKebutuhan Sumber Daya Manusia Untuk Perbankan SyariahPenghargaan Syariah Award 2009Di Australia, Empat Lembaga Keuangan Mengadopsi Sistem Keuangan SyariahCapres dan Cawapres PilihanPerbankan Syariah Dan Optimisme Menatap 2009Dari International Muamalah Summit 2008Welcome To Undang-Undang Perbankan Syariah Dan Strategi Percepatan Pertumbuhan Bank SyariahPSAK 59: quot; Syukur namun perlu disempurnakanquot; dan Accrual dan Cash basis masing masing ada tempatnyaEditorial09 September 2010 Pada dasarnya bangsa Indonesia memiliki kekuatan yang tiada terhingga 12 July 2010 Sebuah hal yang kecil akan menjadi besar jika ditangani dengan serius 10 May 2010 Sistem Ekonomi Kapitalis telah diterapkan sejak 250 tahun yang lalu 05 March 2010 Rentetan peristiwa akhir tahun 2009 menjadi moment terpenting bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia 08 February 2010 Abstrak adalah kata yang pantas bagi ekonomi syariah 05 October 2009 Mewujudkan Janji Kampanye 20 June 2009 Dalam Islam Menjadi pemimpin atau menjadi penguasa atau presiden merupakan jabatan yang kalau bisa dihindari 29 November 2008 pakah anda punya hati? Ataukah hati nurani anda sudah tumpul? Kalau kita sakit hati, kenapa perasaan itu terasa didada, bukan di kaki atau rambut? Laporan Khusus09 September 2010 Persoalan haji memang persoalan yang tak kunjung selesai 12 July 2010 Kata Zakat berasl dari kata Zaka yang merupakan isim masdar 10 May 2010 Perbankan syariah tak menyia- nyiakan untuk jadi agen penjual (dealer) sukuk negara 05 March 2010 Bagaimana kebijakan Human Resources Departement (HRD) dalam menghadapi situasi krisis seperti saat ini 08 February 2010 Program Economics and Finance (IEF) Universitas Trisakti yang berdiri sejak tahun 2004 05 October 2009 MCCA, Sebuah Lembaga Keuangan Islam di Australia. 20 June 2009 “Dan jadikanlah kami sebagai Imam (pemimpin) bagi orang- orang yang bertaqwa” (QS. Al- Furqan : 74) 03 December 2008 Penerbitan SBSN yang perdana dan yang diterbitkan adalah jenis akad ijarah (sale & lease back) dengan waktu jatuh tempo dan 10 tahun dan ditunjukkan u 26 November 2008 Anggota Dewan Pengawas Syariah itu jika tidak melaksanakan fungsinya dengan baik selaku penjaga agar operasi bank berjalan sesuai syariah, bisa masuk 29 August 2008 Masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang Esensi zakat secara quot; konseptualquot; , baik dari yang beragama Islam maupun non Islam.<br />BANK SYARIAH, SUDAHKAH MENJADIKAN BULAN RAMADHAN SEBAGAI MOMENTUM PENGEMBANGAN DIRI ?<br />Dewasa ini masyarakat mengenal dua jenis bank yang beroperasi di Indonesia yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah disempurnakan dengan Undang-undang No.10 tahun 1998. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang kuat. Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dituntut adanya suatu kegiatan ekonomi yang berbasis syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi Islam yang dalam operasionalnya menggunakan dasar konsep bagi hasil dengan kata lain bank syariah tidak menggunakan bunga sebagai dasar perhitungan pendapatan maupun beban karena bunga merupakan riba yang dalam prinsip syariah diharamkan. Dalam operasionalnya bank syariah tidak membedakan secara tegas antara sektor riil dan sektor moneter sehingga bank syariah dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, yaitu jual beli dan sewa menyewa. Salah satu produk yang digandrungi masyarakat tingkat mikro adalah gadai syariah, karena dalam pelaksanaannya lebih sederhana dan cepat. Dalam upaya pengembangan perbankan syariah, Bank Indonesia telah merumuskan Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah yang meliputi berbagai aspek strategis yaitu penetapan visi baru, pembentukan citra, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk menjadi lebih beragam, peningkatan layanan serta strategi komunikasi yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank. Sebagai salah satu implementasi dari grand strategi tersebut di atas adalah program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bulan Ramadan merupakan momentum yang paling baik untuk mensosialisasikan kemanfaatan produk dan jasa perbankan syariah secara langsung melalui penyampaian da’wah di masjid, surau, sekolah/madrasah dan tempat beribadah lainnya baik melalui kerjasama dengan departemen terkait, organisasi kemasyarakatan, lembaga da’wah maupun penyampaian langsung oleh asosiasi dalam hal ini Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo). Masyarakat sebagian besar mengetahui tentang keberadaan bank syariah namun mereka belum mengetahui lebih jauh tentang bagaimana operasional yang dilakukan bank syariah termasuk produk-produknya. Dari pengamatan penulis selama bulan Ramadan 1431 H, kegiatan sosialisasi dan edukasi ini sangat jarang terdengar di masjid dan atau tempat ibadah lainnya sehingga bulan Ramadan yang merupakan bulan dimana ummat Islam banyak melakukan ibadah dengan mendatangi tempat-tempat ibadah berlalu begitu saja, tanpa dimanfaatkan dengan baik oleh perbankan syariah. Salah satu kegiatan bank syariah adalah pemberdayaan fungsi sosial yaitu pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta pembiayaan kebajikan sesuai ketentuan yang berlaku. Fungsi sosial ini sangat diharapkan oleh ummat Islam terutama dalam bulan suci Ramadan dimana ummat Islam melaksanakan kewajibannya mengeluarkan zakat fitrah, dan sebagian pula mengeluarkan zakat mal dan sadaqah untuk disalurkan kepada pihak yang berhak. Di daerah-daerah termasuk Sulawesi Selatan dimana mayoritas masyarakatnya beragama Islam, jumlah zakat yang dapat dihimpun sangat besar dan merupakan potensi yang dapat digarap oleh bank syariah untuk meningkatkan pertumbuhannya. Bulan Ramadan di samping merupakan momentum yang sangat baik untuk mensosialisasikan/memperkenalkan produk-produknya beserta kemanfaatannya kepada masyarakat, juga merupakan momentum untuk meningkatkan kegiatan sosialnya melalui berbagai cara antara lain melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat dalam bentuk pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah maupun bekerjasama dengan badan amil zakat (Baznas), organisasi/panitia pengumpul dan penyalur zakat. Bank syariah memungut zakat dari bagi hasil yang diberikan kepada nasabahnya yang biasanya sebesar 2% dari total bagi hasil. Semakin besar dana pihak ketiga yang dihimpun, maka semakin besar pula dana zakat yang dapat dikelola oleh bank yang akan disalurkan kepada pihak-pihak yang berhaq, serta disalurkan pula dalam bentuk pembiayaan kebajikan (qardhul hasan) sesuai aturan yang berlaku. Pelaksanaan fungsi sosial tersebut di atas haruslah transparan dan akuntabel agar masyarakat menjadi semakin percaya dan responsif terhadap kegiatan bank syariah. Asbisindo Sul-Sel dalam pengakuannya (Upeks, 1/9 -2010)menyatakan cukup sulit mengembangkan diri jika keberadaan organisasi Asbisindo tidak terlalu direspon masyarakat. Dikatakannya bahwa ” banyak sekali program yang dilakukan Asbisindo, namun kurang direspon masyarakat lantaran kurang publikasi dan masih membekasnya program dari bank konvensional “. Patutlah kiranya dipilah mana program yang dapat menarik minat masyarakat untuk dilaksanakan, ketimbang melaksanakan program yang kurang direspon oleh masyarakat<br />S feed untuk arsip ini<br />Tags: joint venture, musyarakah, profit - loss sharing, profit sharing<br />Joint Venture Profit Loss Sharing Dengan Musyarakah<br />Posted on 12 March 2010<br />PT. MAKMUR TERUS merupakan sebuah perusahaan trading batu bara memenangkan tender untuk memasok batubara kepada PLN selama 5 tahun. Setiap tahun, PT. MAKMUR TERUS mendapat alokasi untuk memasok 200.000 metric ton (MT) dengan harga Rp. 500.000,–/MT. Modal yang dimiliki oleh PT. MAKMUR TERUS adalah 5 buah tongkang berkapasitas 300 feet. Untuk dapat melaksanakan kontrak dengan PLN tersebut, PT. MAKMUR TERUS tentunya membutuhkan dana yang sangat besar.<br />Apa solusinya?<br />Untuk kasus tersebut, PT. MAKMUR TERUS bisa menggunakan sistem pembiayaan syariah dengan Skema Musyarakah.<br />Apa itu musyarakah?<br />MUSYARAKAH Adalah akad/perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana. Keuntungan atau kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi yang telah disepakati sejak awal.<br />Modal yang disetorkan para pihak tidak harus dalam bentuk uang tunai (cash), tetapi dapat juga berupa asset. Asset yang disetorkan/disertakan dalam kerjasama adalah asset yang akan menunjang/mendukung keberhasilan pelaksanaan usaha bersama, misalnya: alat berat. Asset yang disertakan dalam skema kerjasama secara musyarakah harus dikonversi dalam bentuk nilai tunainya berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat musyarakah disepakati.<br />Apa bedanya Musyarakah dengan Mudharabah?<br />Musyarakah merupakan bentuk kerjasama pembiayaan yang lain disamping Mudharabah. Bedanya dengan Mudharabah, Bank Syariah dalam skema pembiayaan secara Musyarakah tidak bertindak semata-mata selaku pemodal atau pelepas uang saja. Demikian pula nasabah selaku pengusaha, tidak semata-mata bertindak selaku pengusaha yang tidak memiliki modal sama sekali.<br />Bisnis apa yang dapat dibiayai dengan skema musyarakah? Bisnis/proyek apapun yang menguntungkan (dan tentunya yang halal menurut syariat Islam) dengan resiko yang terukur dapat dibiaya Bank Syariah dengan skema Musyarakah.<br />Contoh Konkrit Skema Musyarakah dalam praktek bisnis sehari-hari misalnya seperti kasus PT. MAKMUR TERUS, solusinya seperti berikut ini:<br />LANGKAH 1:<br />PT. MAKMUR TERUS mulai menghitung kebutuhan dananya. Proyeksi PT. MAKMUR TERUS akan kebutuhan dananya adalah sebagai berikut:<br />1. Setiap bulan dibutuhkan 200.000 MT batubara dengan harga Rp. 300.000,–/MT. Penagihan kepada PLN (sebagai end user) dilakukan setelah 3 bulan batubara diserah terimakan; sehingga untuk pembelian batubara dibutuhkan dana:<br />200.000 MT x Rp. 300.000,–/MT x 3 bulan = Rp. 180 Milyar<br />2. Biaya sewa truck dan alat berat diperkirakan Rp. 20 Milyar<br />3. Biaya lain-lain, misalnya:<br />a. sewa stock pile (tempat penampungan sementara),<br />b. slot jetty,<br />c. upah tenaga kerja<br />d. Biaya pengujian mutu batubara di laboratorium<br />e. lain-lain<br />diperkirakan totalnya sebesar Rp. 40 Milyar.<br />4. Jadi total dana yang dibutuhkan sebesar Rp. 240 Milyar.<br />PT. MAKMUR TERUS memiliki dana tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Masih ada kekurangan dana Rp. 190 Millyar.<br />Darimana kekurangan dana tersebut dapat dipenuhi?<br />PT. MAKMUR TERUS dapat mengajukan proposal kepada Bank Syariah untuk membiaya proyek pengadaan batubara tersebut dengan skema musyarakah.<br />Setelah melalui proses negosiasi yang sangat teliti, disepakati bahwa Bank Syariah bersedia membiayai kekurangan dana yang Rp. 190 Milyar. Dalam hal skema pembiayaan yang digunakan adalah skema musyarakah, maka Bank Syariah berhak untuk menempatkan orangnya sebagai wakil dari Bank Syariah dalam manajemen Proyek. Wewenang wakil Bank Syariah dapat menjadi pengawas proyek dan/atau manajer keuangan.<br />Bagaimana menentukan proporsi nisbah bagi hasilnya?<br />Mari kita identifikasi kembali penyertaan modal masing-masing pihak.<br />PT. MAKMUR TERUS menyetorkan (menyertakan) modal berupa 5 buah tongkang yang apabila dikonversi berdasarkan harga pasar pada saat itu, maka nilainya adalah sebesar Rp. 100 Milyar, ditambah dengan uang tunai sebesar Rp. 50 Milyar. Jadi total penyertaan modal PT. MAKMUR TERUS adalah sebesar Rp. 150 Milyar.<br />Bank Syariah menyertakan modal berupa uang tunai sebesar Rp. 190 Milyar.<br />Dalam menentukan nisbah bagi hasil tidak serta merta menjadi 150 : 190. Karena sesungguhnya modal PT. MAKMUR TERUS bukan hanya Rp. 150 Milyar saja, pengalaman kerja PT. MAKMUR TERUS dan kontrak kerjanya dengan PLN adalah modal tambahan yang harus juga diperhitungkan. Oleh karena itu, disepakati nisbah bagi hasilnya adalah 60% untuk PT. MAKMUR TERUS dan 40% untuk Bank Syariah. Dalam akad/perjanjian musyarakah antara Bank Syariah dan PT. MAKMUR TERUS harus di identifikasi dan di definisikan secara tegas dan jelas tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.<br />Langkah 2:<br />PT. MAKMUR TERUS mulai melaksanakan pekerjaan secara teknis. Mengawasi penambangan batubara di lokasi tambang, menyewa alat berat, menyewa truk, memindahkan batubara dari lokasi tambang ke stockpile, memindahkan batubara dari stockpile ke jetty, mengangkut ke tongkang, menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan, serah terima batubara di pelabuhan bongkar PLN, menyiapkan dokumen penagihan dan melakukan penagihan ke PLN.<br />Langkah 3<br />Bank Syariah bertugas membayar seluruh pengeluaran yang dibutuhkan, yaitu:<br />-membayar batubara kepada pemilik batubara<br />-membayar sewa truk dan alat beratnya<br />-membayar upah tenaga kerja<br />-membayar sewa tempat penampungan sementara (stockpile) dan slot jetty<br />-membeli bahan bakar tongkang<br />-membayar pengeluaran-pengeluaran lain, misalnya retribusi kepada pemerintah daerah, biaya uji lab dan biaya dokumen lainnya.<br />Alternatif dari Langkah 3:<br />Bank syariah menyerahkan penyertaannya sebesar Rp. 190 Milyar kepada PT. MAKMUR TERUS secara tunai/bertahap. Semua pengeluaran dikelola oleh PT. MAKMUR TERUS. Akan tetapi alternative ini beresiko tinggi, karena rentan terhadap penyalah gunaan. Akan lebih aman bagi Bank Syariah kalau manager keuangan proyek dan/atau kasir proyek diwakili oleh Bank Syariah. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua pengeluaran benar-benar terjadi dan nilai pengeluarannya actual.<br />Bukankah bisnis syariah mengharuskan para pihak untuk transparan, fair (jujur) dan tidak saling mendholimi?<br />BENAR!<br />Akan tetapi untuk memastikan bahwa transparansi dan fairness, di implementasi di lapangan, tetap diperlukan langkah-langkah atau praktek manajemen modern.<br />Oleh karena itu, hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam skema musyarakah tersebut sejak awal harus di identifikasi dan di definiskan secara tegas dan jelas dalam akad/perjanjiannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perselisihan yang tidak perlu terjadi.<br />Langkah 5:<br />PT. MAKMUR TERUS dan Bank Syariah bersama-sama menghitung keuntungan atas pengiriman (shipment) pertama pada saat tagihan pertama tertagih. Untuk menghitung total biayanya apakah menggunakan biaya standard? TIDAK.<br />Total biaya dihitung berdasarkan biaya actual. Mengapa?<br />Karena andaikata digunakan biaya standar sebagai dasar penghitungan total biaya, setiap efisiensi ataupun in-efisiensi pada akhirnya akan dinikmati/ditanggung bersama-sama sesuai dengan proporsi/nisbahnya.<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: jual beli secara syariah, murabahah, pembiayaan murabahah<br />Jual Beli Murabahah Sebagai Alternatif Pembiayaan<br />Posted on 03 March 2010<br />Murabahah adalah transaksi jual beli biasa, yaitu Bank membeli barang dari produsen, dan kemudian Bank menjualnya kembali ke nasabah ditambahkan dengan keuntungan yang disepakati oleh Bank dan nasabah.<br />Implementasinya dalam praktek adalah sebagai berikut:<br />Firman (30 tahun) adalah pengusaha tambang batu bara. Firman membutuhkan 50 unit dump truck untuk operasional tambangnya. Untuk mendanai pembelian 50 unit dump truck tersebut, Firman dapat memanfaatkan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah.<br />Langkah 1:<br />Dilakukan akad jual beli antara pengusaha dengan Bank. Ada 2 hal yang harus dinegosiasikan dalam akad jual beli ini, yaitu harga dump truck dan jangka waktu cicilan.<br />Sebelum proses negosiasi, pihak bank maupun pengusaha sudah memiliki informasi harga beli dump truck dari produsen (dealer), misalnya Rp. 300jt per unit. Berdasarkan informasi tersebut, Bank dan pengusaha melakukan negosiasi harga yang bersedia dibayar oleh pengusaha dan Bank. Misalnya: pengusaha dan bank setuju harga yang harus dibayar pengusaha tersebut adalah sebesar Rp. 360jt per unit.Negosiasi kedua adalah jangka waktu pembayaran cicilan. Jangka waktu pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal, karena pembayaran cicilan ini harus disepakati sejak awal. mengapa demikian? Karena lamanya jangka waktu pembayaran cicilan tidak mengubah harga dump truck yang harus dibayar oleh pengusaha.<br />Contohnya:<br />1. Disepakati pembayaran cicilan selama 1 tahunmaka pembayaran cicilan per bulan adalah:<br />(Rp. 360jt x 50 unit) : 12 bulan = Rp. 1,5 Milyar<br />Jadi, total pembayaran: Rp. 1,5 Milyar X 12 bulan = Rp. 18 Milyar<br />2. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 2 tahun<br />maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:(Rp. 360jt x 50 unit) : 24 bulan = Rp. 750jt<br />Jadi total pembayaran : Rp. 750jt x 24 bulan = Rp. 18 Milyar<br />3. Dalam hal disepakati pembayaran cicilan selama 3 tahun<br />maka pembayaran cicilan perbulan adalah sebesar:(Rp. 360jt x 50 unit) : 36 bulan = Rp. 500jt<br />Jadi total pembayaran : Rp. 500jt x 36 bulan = Rp. 18 Milyar<br />Dari simulasi contoh di atas dapat disimpulkan bahwa:<br />1. Jangka waktu pembayaran cicilan tidak mempengaruhi total harga yang disepakati antara pengusaha dan Bank, yaitu sebesar Rp. 18 Milyar<br />2. Keuntungan Bank dalam mendanai (membiayai) pengadaan dump truck tersebut juga tidak dipengaruhi oleh jangka waktu pembayaran cicilan. Berapapun lamanya jangka waktu pembayaran cicilan, laba Bank dari penjualan dump truck adalah:<br />Harga jual : Rp. 360jt x 50 unit = Rp. 18 Milyar<br />Harga beli : Rp. 350jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar______________ ( – )<br />Rp. 3 Milyar<br />3. Tidak terdapat RIBA (Bunga)<br />Prinsip Time value of money dalam konteks Bank Syariah tidak berlaku.<br />Kalau begitu, pengusaha akan memilih jangka waktu pembayaran cicilan yang paling lama, karena akan sangat menguntungkan bagi pengusaha. Benar!<br />Akan tetapi, Bank boleh tidak sepakat. Karena bagi Bank akan sangat menguntungkan kalau harga dump truck tersebut di bayar secepat mungkin. Oleh karena itu, berhubung kepentingan Bank dan pengusaha bertolak belakang, maka dalam proses negosiasi akan terjadi keseimbangan (equilibrium) antar kepentingan dalam hal jangka waktu pembayaran cicilan.<br />Hal yang tidak boleh (dilarang) dilakukan oleh Bank Syariah adalah: dalam proses negosiasi dilakukan dengan opsi, misalnya:<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 1 tahun, maka harga dump truck Rp. 330jt/unit<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 2 tahun maka harga dump truck Rp. 350jt/unit<br />-apabila jangka waktu pembayaran cicilan 3 tahun maka harga dump truck Rp. 360jt/unit<br />Hal tersebut melanggar prinsip Syariah, karena mengandung RIBA (bunga). Oleh karena itu, proses negosiasi pertama yang harus dilakukan oleh para pihak adalah menegosiasikan masalah “harga” nya terlebih dahulu. Apabila harga sudah disepakati, barulah menegosiasikan jangka waktu pembayaran cicilan.<br />Bagaimana kalau yang pertama dinegosiasikan adalah jangka waktu pembayaran cicilan terlebih dahulu? Boleh saja. Akan tetapi kalau tidak hati-hati, akan tergelincir menjadi RIBA. Karena, bukan jangka waktu pembayaran cicilan yang menentukan harga, akan tetapi yang benar adalah: harga menentukan jangka waktu pembayaran cicilan. Dari langkah 2,3, dan 4 tersebut cukup jelas menggambarkan mengenai hal tersebut.<br />Prinsip jual beli dengan skema murabahah dapat dilakukan oleh nasabah individu maupun badan usaha (perusahaan). Nasabah individu dapat menggunakan jasa bank Syariah untuk membiayai pembelian semua keperluannya, seperti pembelian tanah, rumah, TV, kulkas, computer dan lain sebagainya dapat dibiayai dengan skema Murabahah tersebut. Demikian juga dengan pengusaha, pengusaha apapun, apakah dia merupakan pengusaha rental mobil, tambang, produsen rokok, sepatu, developer, kontraktor dan lain sebagainya dapat menggunakan jasa Bank Syariah dengan skema murabahah untuk mendanai pengadaan bahan baku maupun pengadaan assetnya.<br />Nilai transaksinya pun tidak dibatasi, dari jutaan, sampai puluhan milyar. Bahkan ratusan milyar sepanjang Bank memiliki kemampuan untuk itu.<br />Apa bedanya prinsip Murabahah pada Bank Syariah dengan kredit investasi pada Bank Konvensional?<br />Jadi begini, misalnya Firman tersebut memilih membiayai pengadaan dump truck nya dengan kredit investasi, Bank konvensional akan memberikan daftar harga dan pembayaran cicilan bulanannya. Apabila tingkat bunga 10% flat pertahun, maka pembayaran cicilan selama 2 tahun dalam daftar pembayaran cicilan bulanan menunjukkan jumlah sebesar Rp. 750jt/ bulan. Jadi sama persis dengan pembayaran cicilan pada Bank Syariah!<br />Lalu, kalau demikian apa bedanya?<br />Bedanya adalah:<br />1. Semakin lama periode pembayaran cicilan di Bank Konvensional, maka total harga yang harus dibayar oleh Firman akan makin besar (karena bunganya semakin banyak). Sedangkan di Bank Syariah, berapapun lamanya periode pembayaran cicilan yang disepakati, tidak menambah total harga. Dalam prinsip syariah, harga tetap karena tidak ada bunga.<br />2. Apabila karena sebab force majeur, pengusaha tidak dapat melunasi kewajiban sesuai kesepakatan, misalnya pengusaha sanggup melunasi dalam waktu 5 tahun, maka bank konvensional tetap akan menambahkan bunga sebesar 10% x 5 tahun = 50%. Jadi total harga yang harus dibayar oleh Firman adalah:<br />-kredit : Rp. 300jt x 50 unit = Rp. 15 Milyar<br />-bunga : 50% x Rp. 15 Milyar = Rp. 7,5 Milyar<br />________________ ( + )<br />Total harga dalam 5 tahun = Rp. 22,5 Milyar<br />sedangkan di Bank Syariah, total kewajiban pengusaha selama 5 tahun tetap sebesar Rp. 18 Milyar yang sudah disepakati di awal perjanjian.<br />Apa saja yang bisa di biayai oleh Bank dengan menggunakan skema Murabahah ini?<br />Walaupun bentuk dasarnya adalah jual beli, pembiayaan dengan menggunakan skema murabahah ini dapat diperuntukkan bagi rencana pembelian apapun. Dalam praktek dan perkembangannya bisa digunakan untuk:<br />1. Perjanjian Pembiayaan Investasi<br />2. Perjanjian Pembiayaan Kredit Kendaraan Bermotor<br />3. Perjanjian Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah.<br />4. Perjanjian Take Over KPR dengan Skema Ijarah Muntahiyah Bi Al Tamblik (IMBT)<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: giro wadi'ah, Perbankan Syariah, syariah, tabungan wadi'ah, wadi'ah<br />Wadi’ah (Titipan) Dalam Bentuk Tabungan atau Giro Syariah<br />Posted on 24 February 2010<br />Wadi’ah adalah salah satu produk dari Bank Syariah (Bank) yang berarti penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.<br />Jadi, orang atau badan usaha dapat “menitipkan” dana di dalam Bank Syariah selaku pihak yang menerima dana titipan dimaksud dapat menyimpan dana tersebut dalam rekening yang berbebntuk Giro atau dalam bentuk tabungan biasa. Karena hanya “menitipkan” dana/uangnya, maka nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun. Akan tetapi nasabah dapat mengambil dananya kapanpun dia kehendaki. Sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil dari penitipan dana tersebut.<br />Mengapa Bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah?<br />Karena dengan prinsip wadi’ah, uang atau dana dari nasabah hanya sekedar di titipkan di Bank saja. Jadi, secara teoretis, bank tidak dapat menggunakan dana titipan untuk investasi.<br />Mengapa dana Wadi’ah tidak dapat digunakan untuk investasi?<br />Karena dana wadi’ah dapat diambil kembali setiap saat oleh nasabah; dan Bank wajib untuk memberikannya. Karena dana wadi’ah tidak dapat di investasikan oleh Bank, maka Bank tidak mendapatkan manfaat apapun dari dana Wadi’ah tersebut. Oleh karena itu, Bank juga tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah.<br />Kalau begitu, lebih menguntungkan menabung di Bank Konvensional dong dari pada di Bank Syariah? Jawabannya adalah: SALAH!<br />Karena, menabung di Bank Konvensional kalau saldonya kurang dari Rp. 2jt, maka nasabah bukannya mendapatkan bunga, tetapi tabungannya malah berkurang.<br />Lho, kok bisa ya?Mengapa demikian?<br />Karena biaya administrasi Bank Konvensional lebih besar atau lebih banyak daripada bunganya.<br />Bagaimana kalau saldo tabungannya lebih dari Rp. 2jt?<br />Tetap lebih menguntungkan menabung di Bank Syariah, tetapi dengan prinsip mudharabah yang akan kami jelaskan lebih lanjut pada pembahasan khusus.<br />Siapakah pihak yang paling tepat untuk menggunakan prinsip wadi’ah?<br />Nasabah atau individu yang memiliki dana tidak banyak dan/atau dananya sering digunakan/diambil untuk modal usaha misalnya.<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: Perbankan Syariah, syariah<br />Konsep dan Prinsip Syariah<br />Posted on 14 February 2010<br />Waktu pertama kali saya mempelajari system syariah, saya jadi ingat waktu pertama kali saya masih dalam masa orientasi mahasiswa tingkat persiapan di fakultas hukum. Pada waktu itu, senior saya memberikan berbagai daftar kata istilah hukum dalam bahasa Belanda, yang harus saya hafalkan dalam waktu satu malam, dan besoknya saya harus menghafalkannya keras-keras tanpa salah di hadapan senior saya tersebut. Baca Selanjutnya<br />Kategori : Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: bank syariah, perbankan, syariah<br />Bank Syariah, Si Cantik Yang Sedang Mekar<br />Posted on 20 December 2009<br />Selama beberapa tahun terakhir ini, ada suatu fenomena baru di dunia perbankan, yaitu dengan tumbuh serta berkembangnya bank-bank yang menggunakan kode “IB” pada logonya. Bank-bank tersebut adalah bank-bank yang menerapkan mekanisme syariah sesuai dengan aturan-aturan Islam dalam melaksanakan usahanya. Hal inilah yang membedakannya dengan perbankan biasa, yang untuk memudahkannya disebut sebagai Bank Konvensional. Oleh karena itu, ciri khas tersebut harus di cantumkan sebagai identitas Bank yang berkenaan. Logo “IB” itu sendiri berarti: “Islamic Bank”.<br />Jika kita tengok kembali ke belakang, dalam kurun waktu sekitar tahun 1980-an sampai tahun awal tahun 2000-an mungkin hanya Bank Muamalat saja yang merupakan satu-satunya bank yang mengemukakan prinsip syariah tersebut dalam melaksanakan usahanya. Namun sejak tahun 2000, satu demi satu bank-bank lain mulai mendirikan bagian khusus yang bergerak di bidang syariah atau setidaknya membuka Unit Usaha Syariah. <br />Terlepas dari berbagai kontroversi antara perbankan konvensional dan perbankan syariah, saya merasa tertarik untuk memberikan sedikit gambaran mengenai perbedaan antara perbankan konvensional dengan perbankan syariah. Apa sih sebenarnya yang beda? <br />Ciri khas utama yang dianut dan diterapkan dalam perbankan syariah *) adalah:<br />1. Dari segi fungsinya, bank syariah bisa multi peran. Tidak hanya sebagai intermediary unit dan jasa keuangan saja, melainkan bisa juga berperan sebagai Manager Investasi, Investor, Jasa Keuangan dan bahkan Jasa Sosial.<br />2. Mekanisme dan objek usahanya diistilahkan sebagai anti “MAGHRIB”. yang merupakan singkatan dari: <br />-Maisir (judi/gambling), <br />-Gharar (mengandung unsur penipuan)<br />-Riba (bunga)<br />-Bathil (rusak/syah)<br />3. Hubungan yang diterapkan antara pihak Bank dan nasabahnya adalah pola kemitraan.<br />4. Landasan operasional<br />-bebas bermuamalah selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan yang berlaku<br />-Hasil usaha dalam bentuk bagi hasil dan margin dari peristiwa jual beli barang<br />-Uang tidak dianggap sebagai barang komoditi, melainkan hanya merupakan alat tukar saja<br />-Dapat bertransaksi secara finasial dan riel.<br />5. Fungsi dan peran dan bank syariah adalah:<br />-Lembaga Intermediary yang menghubungkan antara nasabah (deposan) dengan pihakketiga yang membutuhkan pembiayaan (debitur).<br />-Manager Investasi (mudharib)<br />-Investor (Sahibul Maal); dimana Bank ikut bertindak selaku investor dalam membiayai suatuproyek tertentu.<br />-Penjual dan pembeli barang  karena terkadang bank melaksanakan kegiatan pembiayaan melalui mekanisme jual beli (prinsip murabahah).<br />-Pemberi Jasa Keuangan dan lalu lintas pembayaran<br />-Pengelola dana kebajikan (Zakat Amil Infak – ZIS)<br />-Hubungan dengan nasabah adalah hubungan kemitraan (mudharib dan sahibul Maal).<br />6. Dari sisi resiko usaha, perbankan syariah menerapkan prinsip sebagai berikut:<br />-Resiko dihadapi bersama antara bank dengan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran<br />-Tidak mengenal kemungkinan terjadinya selisih negative (negative spread)<br />7. Dari segi system pengawasannya, berbeda dari perbankan konvensional, perbankan syariah di awasi oleh suatu dewan yang disebut sebagai “Dewan Pengawas Syariah” (DPS). DPS ini wajib ada dan bertugas untuk memastikan bahwa operasional bank tidak menyimpang dari syariah disamping tuntutan moralitas pengelola bank dan nasabah sesuai dengan akhlakul kharimah. <br />Semakin berkembangnya pengetahuan di masyarakat mengenai akidah2 agama, membuat masyarakat semakin tertarik untuk mulai berpikir untuk hijrah dari bank konvensional yang menerapkan pada system bunga kepada perbankan syariah yang tidak menggunakan system bunga (riba) dalam usahanya. Hal ini juga yang mendukung semakin berkembangnya perbankan syariah di Indonesia. <br />Satu hal yang menjadi fenomena menarik pada waktu krisis lalu, terbukti bahwa perbankan syariah yang bisa tahan terhadap hantaman krisis. Oleh karena itu, pemerintah semakin mendukung dikembangkannya perbankan syariah di Indonesia. Untuk menjembatani perbenturan antara aturan-aturan secara syariah dengan Hukum Positif yang berlaku di Indonesia, maka pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. <br />Bahkan ada kabar yang menyatakan bahwa pada tahun 2010 mendatang, Bank Indonesia sebagai wakil pemerintah mewajibkan pada semua bank untuk mempunyai produk syariah atau setidak-tidaknya membuka unit usaha syariah yang terpisah dari kegiatan perbankan konvensional. Dengan adanya aturan baru tersebut, maka seperti seorang gadis yang sedang mekar, perbankan syariah menjadi suatu hal yang semakin laris dan menarik untuk dikenal dan dipelajari.<br />Kategori : ARTIKEL, Perbankan SyariahKomentar (0)<br />Tags: bank, bank asing di Indonesia, cabang bank asing, kantor cabang, perwakilan<br />Pendirian Kantor Cabang Bank Asing<br />Posted on 20 October 2009<br />Dalam pembahasan kali ini, yang dimaksud sebagai Kantor Cabang Bank Asing adalah kantor dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang secara langsung bertanggung jawab kepada Kantor Pusat Bank yang bersangkutan dan mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia.<br />Dasar hukum untuk pendirian kantor cabang bank asing di Indonesia adalah Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 SK No.32/37/KEP/DIRtentang SK. Direksi Bank Indonesia.<br />Kelebihan dari pendirian dalam bentuk Kantor Cabang dibandingkan dengan bentuk kantor Perwakilan adalah:Untuk kantor cabang bank asing dapat dimiliki 100% (seratus persen) oleh pihak asing dan bentuk hukumnya mengikuti bentuk kantor pusat bank asing ini seperti diatur dalam Pasal 21 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan. Sebagai contoh jika suatu bank yang didirikan di tempat asalnya sebagai offshore company, maka cabangnya akan mengikuti bentuk tersebut. <br />Kantor cabang bank asing yang dibuka di Indonesia boleh melakukan kegiatan operasional perbankan seperti menyimpan atau menarik uang, mendeposito uang, membeli dan menjual saham dan kegiatan-kegiatan lainnya yan bisa dilakukan di bank. Jadi, walaupun cabang bank asing yang berada di Indonesia hanya akan melakukan kegiatan whole sale dan tidak melakukan transaksi secara retail, maka dengan menggunakan bentuk cabang ini, pihak cabang Bank yang akan didirikan di Indonesia ini akan lebih leluasa dalam bertindak mewakili Perusahaan induknya, untuk melakukan kontrak-kontrak atau perjanjian-perjianjian yang mengikat dengan para nasabahnya, melakukan pembayaran dan penerimaan uang hasil investasinya dan lain sebagainya.<br />Keuntungan lainnya adalah, karena Cabang Bank Asing di Indonesia tersebut nantinya hanya akan bergerak secara whole sale, maka tidak memerlukan ijin lain selain dari Bank Indonesia.<br />Kekurangan<br />Salah satu syarat dari pendirian cabang Bank Asing di Indonesia adalah: terdaftar sebagai salah satu dari 200 bank yang memiliki asset terbesar di dunia berdasarkan kriteria internasional dan memiliki dana usaha sebesar Rp. 3.000.000.000.000,– (tiga trilyun rupiah). Yang menjadi permasalahan di sini, apabila Bank Asing yang akan mendirikan kantor `cabang di Indonesia ini bukan merupakan salah satu dari 200 bank dimaksud, maka harus memiliki ijin atau syarat khusus yang akan ditetapkan kemudian oleh pihak Bank Indonesia.<br />Jika dibandingkan dengan bentuk Anak Perusahaan, maka jika terjadi masalah misalnya penutupan/pembekuan dari pihak kantor pusat, maka pihak cabang akan ikut ditutup/dibekukan. Berbeda dengan bentuk anak perusahaan, jika suatu saat terjadi masalah di perusahaan induk, maka anak perusahaan tidak secara otomatis dapat ditutup atau di bubarkan.<br />Syarat-Syarat<br />Syarat-syarat mendirikan kantor cabang bank asing di Indonesia diantaranya:<br />- Izin mendirikan kantor cabang bank asing di Indonesia hanya dapat dilakukan dengan izin dari Diroktorat Jenderal Bank Indonesia; <br />- Izin yang diterapkan oleh BI ada dua yaitu:<br />1. Persetujuan prinsip;<br />2. Izin usaha. <br />- Bank asing yang ingin membuka kantor cabang di Indonesia harus memiliki peringkat dan reputasi yang baik di negaranya sendiri ataupun di dunia;<br />- Total aset yang dimiliki bank asing tersebut harus termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia;<br />- Dana minimal untuk membuka kantor cabang wajib menempatkan dana usaha dalam valuta rupiah ataupun valuta asing sekurang-kurangnya Rp. 3 (tiga) trilyun.<br />Jangka waktu pengurusan dari pendirian kantor cabang bank asing di Indonesia ada dua tahap, yaitu:Pertama adalah permohonan persetujuan prinsip. Permohonan tersebut akan diteliti oleh instansi dari Bank Indonesia dan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut secara teori selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara <br />Auto-hide: on<br />A. SEJARAH PERBANKAN SYARIAH <br />Secara umum, bank melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Perbankan telah ada sejak zaman Rasulullah Saw dimana dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah Saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah Saw yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. <br />Seorang sahabat Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam r.a. memilih tidak menerima titipan harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubir menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk memanfaatkannya;kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. <br />Selain itu penggunaan cek sudah digunakan sejak perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman. Bahkan zaman pemerintahan, Khalifah Umar bin al-Khattab r.a. menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yg berhak. Dan juga pemberian modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara’ah, musaqah telah dikenal sejak awal di antara kaum Muhajirin dan Kaum Anshar. <br />Maka dapat secara jelas bahwa pelaksanaan fungsi perbankan telah ada dan berkembang <br />di zaman Rasulullah Saw., meskipun tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan.1 <br />1 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi 3, PT. Raja Grafindo Persada, <br />Jakarta, 2008, hlm18-19. <br />Berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, pengertian perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (pasal 1 angka 1). Sedangkan yang dimaksud dengan bank adalah berupa badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk laninnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak (pasal 1 angka 2). I menjadi dua kategori yaitu: <br />1. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. <br />2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.2 <br />Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa perbankan telah berkembang lama dalam masyarakat akan tetapi lembaga perbankan yang ada dalam kegiatan usaha yang dilakukan tersebut halal atau haram. Oleh karena itu untuk menjamin kehalalan jenis kegiatan usaha perbankan, maka operasionalnya harus dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip perbankan syariah. Menurut pasal 5 Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dengan mengacu Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 dapat dikatakan bahwa jenis perbankan dibag <br />Dapat kita ketahui dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008, dikatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun juga pengertian Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha- usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi <br />2 Burhanuddin Santoso, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia,UII Press Yogyakarta,2008 hal 17-18 <br />makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak <br />dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.3 <br />B. GDKEUFHFDY <br />C. KALDKHIUREHEF <br />D. DHFIUEYHIUTHIU5GS <br />E. ALDIEHFR <br />F. AJDYEKALHG <br />G. AKDIRHFIUGISTGDU7 <br />lengkap. Namun pada prakteknya bisa memakan waktu lebih kurang 4 bulan. Kantor Cabang dari suatu Bank Asing yang baru mendapat Persetujuan Prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha, sebelum mendapat Izin Usaha.Kedua adalah izin usaha. Permohonan izin usaha diajukan dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap.<br />Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah ). Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan.Berbeda dengan Khallaf, yang melihat ayat-ayat ekonomi semata-mata dari aspek hukumnya, Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi. Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas, al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; An-Nisa (4): 5 dan 32; Hud (11): 61 dan 116; Al-Isra’ (17): 27; An-Nur (24): 33; Al-Jatsiyah (45): 13; Adz-Dzariyat (51): 19; An-Najm (53): 31; Al-Hadid (57): 7; Al-Hasyr (59): 7; Al-Jumu`ah (62): 10; Al-Ma`arij (70): 24 dan 25; Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3.Senafas dengan al-Qur’an, al-Hadits yang menjadi sumber hukum Islam penting kedua setelah al-Qur’an, juga membincang persoalan ekonomi dan keuangan. Di dalam buku-buku hadis yang ada, terutama buku-buku hadis hukum, selalu ditemukan kitab atau bab yang secara khusus membahas persoalan-persoalan ekonomi dan keuangan. Sebagai ilustrasi, perhatikan salah satu kitab hadis hukum yang paling masyhur dan dikenal luas oleh para akademisi di seluruh dunia Islam dan bahkan perguruan-perguruan tinggi non Islam yang mempelajari hukum Islam.Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam (Kematangan yang Diidamkan Tentang Dalil-Dalil Hukum), karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 – 852 H). Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai berikut:1. Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are forbidden (46 hadis);2. Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);3. Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);4. Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar (kelonggaran tentang berbagai pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of `Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);5. Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);6. Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency and seizure (10 hadis);7. Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis);8. Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);9. Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership and agency (8 hadis);10. Bab al-iqrar (bab tentang – pernyataan – pengakuan), confession (1 hadis);11. Bab al-`ariyah (bab tentang pinjaman), atau loan (5 hadis);12. Bab al-ghashb (bab tentang mengganggu hak orang lain), atau wrongful appropriation (6 hadis);13. Bab as-syuf`ah (bab tentang hak pilihan untuk membeli harta yang dimiliki secara bersekutu), atau option to buy neighbouring property (6 hadis);14. Bab al-qiradh (bab tentang peminjaman modal kepada orang lain dengan motif bagi untung antara pemilik modal dan yang menggunakan modal), atau giving someone some property to trade with, the profit being shared between the two but any loss falling on the property (2 hadis);15. Bab al-masaqah wal-ijarah (bab tentang pemeliharaan kebun dan upah atau gaji), atau tending palm-trees and wages (9-10 hadis);16. Bab Ihya’ al-mawat (bab tentang penggarapan/pengelolaan tanah tidak bertuan), atau bringing barren lands into cultivation (5-6 hadis);17. Bab al-waqf (bab tentang wakaf), atau mortmain (3 hadis);18. Bab al-hibah, wa-al-`umra, wa-ar-ruqba (bab tentang hibah, umra dan penjaga upahan), atau gifts, life-tenancy, and giving property which goes to the survivor (11 hadis);19. Bab al-luqathah bab tentang luqatah), atau finds (6 hadis);20. Bab al-fara’idh (bab tentang kewarisan), atau shares inheritance (13 hadis);21. Bab al-washaya (bab tentang wasiat), atau wills (6-7 hadis);22. Bab al-wadi`ah (bab tentang penitipan), atau trust (satu hadis).Selain kitab hadis Bulugh al-Maram yang disebutkan di atas, masih banyak lagi buku-buku hadis lainnya — terutama hadis-hadis hukum – yang hampir atau bahkan semuanya memuat hadis-hadis tentang ekonomi dan keuangan (al-hadits al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah). Terutama di dalam kitab-kitab hadis yang tergabung dalam kelompok kutub as-sunan – berikut syarahnya – semisal: Sunan al-Awza`i, karya besar al-Imam Abdurrahman bin Amr al-Awza`i (88 – 157 H), Sunan Abi Dawud, karya monumental al-Imam al-Hafizh Abi Dawud Sulaiman ibn al-Asy`ats as-Sijistani al-Azdi (202 – 275 H), Sunan an-Nasa’i, karya terpopuler al-Hafizh Abu Abdirrahman bin Dinar an-Nasa’i (214/215-303 H), Sunan at-Tirmidzi, karangan ternama al-Imam al-Muhaddits Abu `Isa Muhammad bin `Isa bin Saurah at-Tirmidzi (209-279 H), Sunan ad-Dar Quthni, karya besar al-Imam al-Kabir Ali bin Umar ad-Dar Quthny (305 – 385 H) dan lain-lain.Pembahasan ekonomi Islam/Syariah akan semakin terasa meluas dan mendalam tatkala kita membaca literatur-literatur Islam yang lain terutama dalam berbagai kitab fiqih (hukum Islam) yang jumlahnya tidak lagi puluhan apalagi belasan; akan tetapi, telah mencapai ratusan dan bahkan ratusan ribu. Hampir atau bahkan semua kitab fikih — terutama yang bersifat umum dan berukuran tebal apalagi berjilid-jilid — pasti membahas persoalan muamalah khususnya dalam bidang ekonomi dan keuangan.Selain kitab-kitab fikih yang membahas berbagai persoalan hukum Islam dalam bentuknya yang bersifat umum dan komprehensif, juga teramat banyak kitab-kitab fikih – klasik maupun kontemporer – yang secara spesifik membahas ihwal ekonomi-bisnis dan keuangan ala Islam secara khusus. Perhatikan misalnya karya Abi Abdul Qasim bin Salam (1408 H/1988 M), Kitab al-Amwal, dan buah pena Ahmad Isa Asyur, al-Fiqh al-Muyassar fil-Mu`amalat [t.t.]. Yang pertama merepresentasikan karya-karya fikih keuangan klasik; sedangkan yang kedua, mewakili kitab-kitab fikih ekonomi kontemporer.Pendeknya, hukum ekonomi Islam sebagaimana dapat ditelusuri dalam berbagai literatur yang ada dan tersedia, memiliki jangkauan yang sangat luas. Hanya saja, bagaimana cara kita menggali dan mengembangkan norma-norma hukum ekonomi Islam yang terserak-serak di dalam berbagai literatur dimaksud, inilah tantangan yang harus dijawab dan dicarikan solusinya.<br />