Dokumen tersebut membahas tentang akuntabilitas pendidikan dan peran kepala sekolah dalam melaksanakannya. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa (1) akuntabilitas pendidikan adalah pertanggungjawaban atas proses belajar mengajar dan perkembangan peserta didik, (2) kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan program sekolah dan pelaporan kinerja, (3) komite sekolah berperan dalam pen
1. Bab 10 Akuntabilitas Pendidikan
Dalam penjelasan UURI nomor 21 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional,
pada bagian umum dijelaskian bahwa pndidikan mempunyai misi salah 1 fungsi tersebut
untuk meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global (UU no. 20 Tahun 2003). Di sekolah yang melakukan,
akuntabilitas lembaga pendidikan secara yuridis formal adalah kepala sekolah.
Akuntabilitas identik dengan pertanggungjawaban seseorang/ badan hukum kepada
pihak-pihak yang berwenang. Lembaga administrasi Negara (2003) merumuskan bahwa
akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk
menjawab dan menerapkan kinerja dan tindakan seseorang/ badan hukum/ pimpinan kolektif
suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawab.
A. Konsep Akuntabilitas
Akuntabilitas diterapkan pada semua aspek pendidikan, yakni mulai dari
penyusunan program program pengajaran sampai pada pengelolaan lembaga
pendidikan (pertanggungjawaban lembaga dan pencapaian tujuan pendidikan).
Corton (1976), mengemukakan ada 3 kunci akuntabilitas yakni:
1) Siapa yang bertanggungjawab.
2) Tentang apa
3) Kepada siapa
Akuntabilitas pendidikan secara sederhana dapat diartika sebagai
pertanggungjawaban atas keberhasilan proses belajar dan perkembangan peserta didik
dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan.
Dalam penyusunan pelaporan akuntabilitas yang tidak kalah pentingnya adalah
apabila ada 1 program yang gagal, maka perlu juga dilaporkan dan sekaligus
memberikan penjelasan mengapa sampai gagal.
1. Jenis-jenis Akuntabilitas
Dalam Depdikbud, 1983/1984 menjabarkan bahwa akuntabilitas pendidikan dapat
terbagi dalam 3 jenis :
Akuntabilitas keberhasilan
2. Akuntabilitas Profesional
Akuntabilitas Sistem
2. Pelanggaran Terhadap Akuntabilitas Pendidikan
Suatu tindakan dalam bidang pendidikan dianggap menyimpang kalau
tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang lain dan/ atau
kepentingan umum baik secara moril maupun materiil.
Halim (1982) membagi menjadi 14 kelompok, yakni :
1) Penekanan yang dilakukan oleh pengajar kepada siswanya.
2) Penekanan dari pengajar kepada siswanya untuk memenuhi kemauan
pengajar.
3) Perlakuan-perlakuan yang tidak wajar yang dilakukan oleh pengajar kepada
siswanya baik secara fisik maupun secara mental.
4) Pelaksanaan pengajaran dengan member isi dan metode yang bermutu rendah
yang hampir tidak ada manfaatnya bagi siswa, bahkan dapat
membahayakannya.
5) Pencurian, pemalsuan atau pembajakankarya ilmiah orang lain dalam bentuk
apapun baik seluruhnya atau sebagian.
6) Penipuan atau pengakuan palsu dari seseorang mengenai jabatan dan/atau
hasil karya tertentu dengan maksud agar dipercaya orang lain sehinggar dapat
memperoleh sesuatu yang sebenarnya bukan haknya.
7) Pencemaran nama baik atau wibawa suatu lembaga formal melalui perbuatan
tidak layak yang dilakukan dengan melibatkan orang dalam lembaga itu.
8) Berbagai pemborosan rahasia yang merusak objektifitas nilai serta mutu
pendidikan dan pengajaran.
9) Penyalahgunaan jabatan dalam bentuk manifestasinya merugikan kepentingan
umum dan merusak kewibawaan lembaga pendidikan yang bersangkutan.
10) Penyelewengan dan penyalahgunaan beasiswa.
11) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari
kebenaran umum tanpa dapat dipertanggungjawabkan oleh pengajar yang
bersangkutan serta berakibat buruknya bagi siswa.
12) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari nilai-nilai
kesopanan, kesusilaan, hokum dan ketertiban umum.
3. 13) Berbagai tindakan pengacauan terhadap situasi dan kondisi yang normal untuk
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.
14) Tindakan-tindakan pengancaman, penggeseran, pemojokan, pemfitnahan,
penghalang-halangan dan sejenisnya terhadap pihak yang sunggunh-sungguh
ingin mengusut/membongkar/menindak setiap pelaku tindak pidana
pendidikan.
B. Peranan Kepala Sekolah dalam Melaksanakan Akuntabilitas Lembaga
Pendidikan
Dalam Depdikbud (1997), dijelaskan kepala sekolah memiliki tanggungjawab
terhadap penyelenggaraan sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas :
1) Penyelenggaraan program kerja sekolah
2) Pembinaan kesiswaan
3) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga kependidikan lainya
4) Penyelenggaraan administrasi sekolah, melihat administrasi ketenagaan,
keuangan, kesiswaan, perlengkapan dan kurikulum
5) Pelaksanaan hubungan sekolah dengan lingkungan dan/atau masyarakat
Dalam Depdikbud (1999/2000) di jelaskan secara rinci 7 komponen peran
kepala sekolah, yaitu kepala sekolah sebagai pendidik, manajer, pengelola
administrasi, penyelia, pemimpin, pembaru, dan pendorong. Dan dalam melaksanakan
tugas tersebut, kepala sekolah membuat laporan kegiatan secara periodik sebagai
wujud dari akuntabilitas lembagapandidikan yang dikelolanya atau di bawah
wewenangnya.
C. Peran Komite Sekolah
Komite sekolah dibentuk di setiap sekolah sebagai hasil dari SK Menteri No.
202 untuk desentralisasi. Komite diharapkan bekerjasama dengan kepala sekolah
sebagi partner untuk mengembangkan kualitas sekolah dengan menggunakan konsep
manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang demokratis, transparan, dan
akuntabel. UU pendidikan bulan Juni 2003 (pasal 56) memberikan kepada komite
sekolah dan madrasah peran untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan
melalui nasihat, pengarahan, bantuan personalia, material dan fasilitas maupun
pengawasan pendidikan.
4. Suryadi (2005) menjelaskan bahwa terdapat beberapa pokok pikiran yang
disampaikan pada sosialisasi Dewen Sekolah dan Komite Sekolah, Yaitu :
1) Penyusunan rencana dan program
2) Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapata dan Belajar Sekolah (RAPBS)
3) Pelaksanaan program pendidikan
4) Akuntabilitas pendidikan
D. Pengelolaan Keuangan Sekolah
Menurut Mulyasa (2005), dalam pengelolaan keuangan sekolah terdapat 3 komponen
:
1. Uang dan Pendidikian, kaitannya dalam besar alokasi uang untuk pendidikan
Merupakan tugas dan tanggungjawab dari administrasi sekolah, sebagai berikut :
a. Perencanaan anggaran dan e. Pengaturan pegawai
financial f. Penataran
b. Pengaturan pemasokan g. Pelaksanaan rencana
c. Perencanaan dan h. Transportasi
peningkatan fasilitas i. Layanan makanan
sekolah j. Keuangan dan laporan
d. Hubungan dengan k. Manajemen kantor
masyarakat
2. Pengembangan Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS)
Proses pengembangan RAPBS menempuh langkah-langkah pendekatan dengan
proseduran sebagai berikut :
a. Pada tingkat kelompok kerja
b. Pada tingkat kerjasama dengan komite sekolah
3. Sosialisasi dan Legalitas
Setelah RAPBS dibicarakan dengan komite sekolah selanjutnya disosialisasikan
kepada berbagai pihak. Pada tahap ini kelompok kerja melakukan konsultasi
dalam laporan kepada pihak pengawas serta mengajukan usulan RAPBS kepada
kantor inspeksi pendidikan untuk mendapat pertimbangan dan pengesahan.
5. E. Hubungan antara Sekolah dengan Sekolah yang Efektif
Depdiknas (2000), menyatakan bahwa pada umumnya sekolah yang efektif memiliki
sejumlah karakteristik proses sebagai berikut :
1. Proses belajar-mengajar yang efektifitasnya tinggi
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat
3. Lingkunagn sekolah yang aman dan tertib
4. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
5. Sekolah memiliki budaya mutu
6. Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis
7. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
8. Partisipasi yang tinggi dari warga dan masyarakat
9. Sekolah memiliki keterbukaan (transparasi) manajemen
10. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (Psikologis dan fisik)
11. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
12. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan
13. Memiliki komunikasi yang baik
14. Sekolah memiliki akuntabilitas
15. Sekolah memiliki kemampuan manajemen sustainabilitas
6. Bab 11 Kepala Sekolah dan MPMBS
A. Pola Manajemen
Pada dasarnya definisi manajemen dapat didefinisikan suatu aktifitas
mengelola organisasi atau kelompok manusia dalam menggerakkan komponen-
komponennya demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai secara efektif dan efisien.
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah dan merupakan orang
terpenting di suatu sekolah. Dari berbagai peneliti dan pengamatan tidak formal
diketahui bahwa kepala sekolah merupakan kunci bagi pengembangan dan
peningkatan suatu sekolah. Indicator keberhasilan sekolah adalah kalau sekolah
berfungsi dengan baik.
B. Manajemen Berbasis Sekolah
Seiring dengan berlakunya UU RI no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah (otonomi daerah) dan bukti-bukti empiris tentang kurang efektif dan efisiennya
manajemen berbasis pusat, maka dekdiknas melalui, perubahan dan penyesuaian,
salah 1 diantaranya melalui pergeseran pendekatan manajemen, yaitu Manajemen
Berbasis Pusat manjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
1. Pola Manajemen Berbasis Sekolah
Dapat dikemukakan bahwa otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian. Dengan
demikian otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengurus dan
mengatur kepentingan semua warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi warga sekolah sesuai peraturan dan perundangan pendidikan nasional
yang berlaku.
Berikut adala dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pendidikan
Pola Lama Menuju Pola Baru
Subordinasi Otonomi
Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan
terpusat partisipatif
Ruang gerak kaku Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratis Pendekatan professional
Sentralistik Desentralistik
Diatur Motivasi diri
Over regulasi Deregulasi
7. Mengental Mempengaruhi
Mengareahkan Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
Menggunakan uang seenaknya Menggunakan uang efisien
Individu tercerdas Team Work ce4rdas
Informasi terpribadi Informasi terbagi
Pendelegasian Pemberdayaan
Organisasi hierarki Organisasi datar
Dari tabel di atas dapat disimpulkan sebaga berikut :
1) Pada pola lama tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program
daripada mengambil inisiatif untuk merumuskan dan melaksanakan program
peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.
2) Pada pola baru sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan
lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif, dan
partisipasi masyarakat menjadi semakin besar. Sekolah menjadi lebih luwes
dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan
daripada pendekatan birokratis, pengelolaan sekolah lebih desentralisasi,
perubahan sekolah lebih didorong motivasi diri daripada diatur dari luar,
regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat lebih bergeser dari
mengontrol memengaruhi dan dari mengarahkan menjadi memfasilitasi dari
menghindari resiko menjadi mengelola resiko, penggunaan uang menjadi lebih
efisien.
2. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut dekdiknas (2001), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan
bentuk alternative yang dapat diartikan sebagai pengkoordinasian dan penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan yang berkaitan dengan sekolah. MBS juga
bertujuan memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian
wewenang, keluwesan dari sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.
8. C. Kepala Sekolah dalam Era MPMBS
Pada hakikatnya peran kepala sekolah dalam era MPMBS dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Memiliki masukan manajemen yang lengkap dan jelas yang ditampilkan oleh
kelengkapan administrasi serta kejelasan dalam tugas, rencana ketentuan/ limitasi
pengendalian, dan dapat memberikan kesan yang baik bagi anak buahnya.
2. Memahami, menghayati, dan melaksanakan pernnya sebagi manajer, pemimpin,
pendidik, penyelia, pencipta iklim kerja, pengurus/ administrator, pembaru, dan
pembangkit motivasi.
3. Mampu menciptakan tantangan kinerjanya berangkat dari sinilah, kemudian
merumuskan sasaran apa yang akan dicapai oleh sekolah, melanjutkan dengan
melakukan analisis SWOT, dan berupaya mencari langkah-langkah pencegahnya.
4. Menciptakan Team Work yang kompang/kohesif dan cerdas, serta menciptakan
koneksi dan saling ketergantungan antar fungsi dan antar warganya sehingga
membentuk suatu system yang utuh dan benar yang dapat menjamin kepastian dan
kebermanfaatan hasilnya.
5. Mampu menciptakan situasi dan menumbuhkan kreatifitas dan memberikan
peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi dalam rangka mencari
penemuan-penemuan baru walaupun kurang akurat atau salah sehingga kepala
sekolah mendorong warganya untuk mengambil resiko dan dilindungi apabila
hasilnya salah.
6. Mampu dan sanggup menciptakan sekolah sebagai tempat belajar. Suatu lembaga
pendidikan atau sekolah perlu penataan.
7. Mampu dan mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan manajemen berbasis
sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen dari
kebijakan manajemen pusat menjadi manajemen berbasis sekolah.
8. Mampu memutuskan perhatian terhadap pengelolaan proses belajar-mengajar
sebagai kegiatan utamanya karena kegiatan-kegiatan lainnya dipandang sebagai
kegiatan pendukung/penunjang proses belajar-mengajar.
9. Sangup dan mampu memberdayakan sekolahnya, terutama sumber daya manusia
melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan kemandirian sehingga nantinya
komitmen yang tinggi dari warganya terhadap visi dan misi sekolah, tingkat
kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah, bersifat adaptif dan
proaktif.
9. D. Kinerja Kepala Sekolah
1. Kinerja
Dapat didefinisikan sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya menurut ukuran yang berlaku dan ditetapkan untuk pekerjaan
yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa kinerja kepala
sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya menurut ukuran yang berlaku serta ketetapan pekerjaan yang
bersangkutan.
2. Faktor-faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Kepala Sekolah
Menurut Depdiknas (2000), kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah 1
faktor yang mendorong kepala sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan
sasaran sekolahnya. Pada dasarnya kepala sekolah memiliki tugas dan fungsi yang
sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses persekolahan.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja kepala sekolah, antara lain
lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian kerja, umpan balik,
dan administrasi.
Kinerja kepala sekolah dalam hal ini mempunyai beberapa aspek, Yaitu :
a. Rencana Program Pengembangan Sekolah
Dalam Depdikbud (1998), rencana program pengembangan sekolah
merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan dan
memanfaatkan segala sumber daya yang ada sehingga mampu mencapai
tujuan yang diinginkan di masa yang akan datang.
b. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)
Dalam penyusunan rencana anggaran ada 3 bagian pokok anggaran , yaitu :
1) Target penerimaan
2) Rencana pengeluaran
3) Sumber dana lainnya (Sisa dana periode sebelumnya)
Adapun langkah-langkah dalam penyusunan anggaran adalah :
1) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan
2) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya
3) Menentukan program kerja dan rincian program kerja
4) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program kerja
10. 5) Menghitung dana yang dibutuhkan
6) Menentukan sumber dana yang membiayai rencana
c. Pengambilan Keputusan Partisipatif
Menurut Depdiknas (2001) pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu
cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka
dan demokratis. Dalam keputusan tersebut warga sekolah, yaitu guru, siswa,
karyawan, orang tua siswa, komite sekolah menyusun dan didorong untuk
terlibat langsung dalam proses pengambiloan keputusan yang akan
berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.
d. Kemandirian
Sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya
sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang
tidak selalu menggantungkan pada atasan untuk menjadi mandiri, sekolah
harus memiliki sumber daya yang cakap untuk menjalankan tugasnya.
e. Keterbukaan
Sekolah memiliki keterbukaan manajemen. Keterbukaan dalam pengeloloaan
sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS). Keterbukaan di tunjukkan dalam pengambiloan
keputusan, perencanaan dan pelaksanaan tugas atau kegiatan, penggunaan
uang dsb.
f. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah suatu kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban
atas tindakan seseorang, badan hokum atau pimpinan kolektif suatu organisasi
kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan
atau pertanggungjawaban.
g. Kerjasama
Menurut Depdiknas (2001) output sekolah merupakan hasil kolektif warga
sekolah sehingga budayaq kerjasama antar omponen dalam sekolah dengan
pihak luar sekolah merupakan factor kunci keberhasilan peloaksanaan MBS.
11. Bab 12 Kepala Sekolah dan Supervisi Pengajaran
A. Mutu Pendidikan dan Supervisi Pengajaran
Paradigm baru mengenai pendidikan tinggi terdiri atas akreditasi,
akuntabilitas, evaluasi, otonomi, dan mutu. Kelima paradigm baru tersebut ,
hakikatnya terkait 1 sama lain. Untuk itu, sebaiknya dijadikan acuan dalam proses
peningkatan mutu pendidikan.
Pada dasarnya, permasalahan pendidikan yang diidentifikasikan (Depdikbud
1983) sebagai berikut :
1. Masalah Kuantitatif, masalah yang timbul sebagai hubungan akibat antara
pertumbuhan system pendidikan pada 1 pihak dan pertumbuhan penduduk
Indonesia pada pihak yang lain
2. Masalah Kualitatif, berkaitan dengan bagaimana peningkatan kualitas sumber
daya manusia dan bangsa Indonesia dapat mempertahankan eksistensinya.
Tercangkup pula masalah ketertinggalan bangsa Indonesia dan perkembangan
modern.
3. Masalah Relevansi, masalah yang timbul dari hubungan antara system
pendidikan dan pembangunan nasional serta antara kepentingan perorangan,
keluarga, masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
4. Masalah Efisiensi, masalah pengelolaan pendidikan nasional. Adanya
keterbatasan dana dan daya manusia sungguh memerlukan system pengelolaan
yang efisien dan terpadu. Yang tercangkup antara unsur dan unit secara
keseluruhan.
5. Masalah Efektifitas, manyangkut keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional.
Daloam hubungan dengan permasalahan keseimbangan yang dinamis antara
kualitas dan kuantitas, efektivitas proses pendidikan juga penting.
B. Mutu Tenaga Kependidikan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah kaena
dipengaruhi oleh beberapa factor, dalam hal ini lebih difokuskan pada mutu guru yang
merupakan factor yang paling konsisten dan kuat dalam mempengaruhi mutu
pendidikan.
12. Dalam meningkatkan kemampuan guru diperoleh kesimpulan bahwa guru
yang bermutu diukur dengan 4 faktor utama, yakni :
1) Kemapuan professional. Terdiri atas kemampuan intelegensi, sikap dan
prestasi dalam bekerja.
2) Upaya professional. Merupakan upaya seorang guru dalam
menteransformasikan kemampuan professional yang dimiliki kedalam proses
belajar-mengajar.
3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional. Menunjukkan intensitas
waktu yang dipergunakan oleh seorang guru untuk tugas-tugas profesionalnya.
4) Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Factor yang mempengaruhi
kemampuan profesional seorang guru.
C. Konsep Dasar Supervisi Pengajaran di Sekolah Dasar
Mengkaji tugas-tugas supervise pengajaran tersebut, dapat ditelaah dari tujuan
supervise pengajaran itu sendiri. Sesuai dengan fungsi pokok supervise, yaitu
memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan nasional. Maka tujuan supervise nasional mencangkup tujuan
dasar, umum, dan khusus.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat di kemukakan bahwa untuk
meningkatkan kualitas belajar-mengajar guru merupakan factor sentral yang perlu
mendapat perhatian secara optimal. Adapun media untuk meningkatkan
profesionalisme guru melalui supervise.
D. Profesionalisme Guru Seolah Dasar
Dalam kurikulum Sekolah Dasar 1975, garis-garis besar program pengajaran
buku 3 D Pedoman Administrasi dan Supervisi dijelaskan bahwa sikap professional
hanya dilihat dari moral kerja guru.. moral kerja ialah reaksi mental (emosi) guru
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang disertahkan padanya. Dari reaksi
mental guru terhadap tugas yang diserahkan kepadanya dapat dilihat secara nyata
professional guru. Hal tersebut dapat diukur melalui penilaian segi-segi kegiatan,
yakni berkaitan dengan kehadiran guru, tugas mengajar, dan hubungan kerjasama.
13. E. Pendekatan Profesionalisme
Menurut Danim (2002), dalam konteks profesionalisasi istilah profesi dapat
dijelaskan dengan 3 pendekatan :
1. Pendekatan Karakteristik, yang memandang bahwa profesi mempunyai
seperangkat elemen inti yang membedakannya dari pekerjaan yang lain.
Karakteristik profesi tersebut dapat di bagi menjadi :
a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.
b. Memiliki pengetahuan spesialisasi.
c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat dipergunakan langsung oleh
orang lain/klien (bersifat aplikatif).
d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan (communicable).
e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri (self
organization).
f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism).
g. Memiliki kode etik.
2. Pendekatan Institusional, memandang profesi dari segi proses institusional atau
perkembangan asosiasional, mengemukakan 5 langkah :
a. Merumuskan suatu pekerjaan yang penuh waktu/ full time, bukan
pekerjaan sambilan.
b. Menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan/
pelatihan.
c. Mendirikan asosiasi profesi.
d. Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya
perlindungan hokum terhadap asosiasi/ perhimpunan tersebut.
e. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan
3. Pendekatan Legalistik, pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas
suatu profesi oleh suatu Negara/ pemerintahan
14. F. Peranan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Menurut suparno (2002) Kepemimpinan seorang kepala sekolah mencangkup
cara-cara dan usahanya dalam memengaruhi, mendorong, membimbing, serta
menggerakkan guru, staf, siswa, dan orang tua siswa demi tercapainya tujuan sekolah.
Segala cara tersebut mengharuskan seorang kepala sekolah menguasai :
a. Tujuan pendidikan sekolah yang dipimpinnya
b. Pengetahuan yang cukup mengenai bidangnya dan medan tugas yang ada di
bawah pimpinannya
c. Ketrampilan professional meliputi ketrampilan teknis, relasi kemanusiaan, dan
ketrampilan konseptual.