Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital-orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya
Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen
Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital-orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya
Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida sendiri merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Lalu, pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida sendiri merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Model Koordinasi werner
Model Koordinasi Sidgwick
Model Ikatan Modern
-Teori ikatan Valensi : Ikatan Rangkap
-Teori Orbital Molekuler
-Teori medan Ligan
ikatan kimia adalah ikatan yang erjadi antara senyawa2 kimia yang terdiri dair ikatan ion dan ikatan kovlen, ikatan kovalen terdiri dari tunggal, rangkap 2, rangkap 3
Apakah program Sekolah Alkitab Liburan ada di gereja Anda? Perlukah diprogramkan? Jika sudah ada, apa-apa saja yang perlu dipertimbangkan lagi? Pak Igrea Siswanto dari organisasi Life Kids Indonesia membagikannya untuk kita semua.
Informasi lebih lanjut: 0821-3313-3315 (MLC)
#SABDAYLSA #SABDAEvent #ylsa #yayasanlembagasabda #SABDAAlkitab #Alkitab #SABDAMLC #ministrylearningcenter #digital #sekolahAlkitabliburan #gereja #SAL
2. Pembahasan:
• Garam rangkap dan Garam kompleks
• Teori Werner
• Bilangan Atom Efektif
• Ikatan pada Senyawa Koordinasi
Teori Ikatan Valensi (VBT)
Teori Medan Kristal (CFT)
Teori Orbital Molekul (MOT)
3. Pendahuluan
• Secara umum: senyawa yang pembentukannya
melibatkan pembentukan ikatan kovalen
koordinasi dianggap sebagai senyawa
koordinasi.
• Dalam konteks lebih khusus: senyawa
koordinasi adalah senyawa yang
pembentukannya melibatkan pembentukan
ikatan kavalen koordinasi antara ion logam
atom logam dengan atom nonlogam.
Effendy.Persperktif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1 , hal 2
4. Garam Rangkap dan Garam Kompleks
Ada dua tipe senyawa yang terbentuk jika ada dua atau lebih senyawa yang
stabil bereaksi, yaitu:
• Golongan yang kehilangan identitasnya dalam larutan (garam rangkap)
• Golongan yang mempertahankan identitasnya dalam larutan (garam
kompleks)
Contoh:
• KCl + MgCl2 + 6H2O → KCl.MgCl2.6H2O (carnallite)
• KSO4 + Al(SO4)3 + 24H2O → KSO4.Al(SO4)3.24H2O (potassium
alum)
Keduanya merupakan garam rangkap. Ketika dilarutkan ke dalam
air akan mengion menjadi K+, Mg2+ , Cl- Al3+ dan SO4
2-
• CuSO4 + 4NH3 + H2O → CuSO4.4NH3.H2O (tetrammine copper (II)
sulphate monhydrate)
• Fe(CN)2 + 4KCN → Fe(CN)2.4KCN (potassium ferrocyanide)
Kedua senyawa diatas dilarutkan, mereka tidak membentuk ionnya
melainkan tetap berupa ion kompleknya. Ion cuproammonium
[Cu(H2O)2(NH3)4]2+ dan ion ferrocyanide [Fe(CN)6]4-
5. Teori Koordinasi Werner
Mengapa garam yang
stabil seperti CoCl3
bereaksi dengan NH3
untuk menghasilkan
beberapa senyawa:
CoCl3.6NH3 ,
CoCl3.5NH3, dan
CoCl3.4NH3 ?
Bagaimana strukturnya?
Kompleks Warna Nama
CoCl3.6NH3 Kuning Luteo
CoCl3.5NH3 Ungu Purpureo
CoCl3.4NH3 Hijau Praseo
CoCl3.4NH3 Violet Violeo
Werner memperlakukan larutan dari
seri senyawa kompleks dengan
penambahan perak nitrat berlebih:
CoCl3.6NH3 + Ag+ berlebih 3 AgCl (s)
CoCl3.5NH3 + Ag+ berlebih 2 AgCl (s)
CoCl3.4NH3 + Ag+ berlebih 1 AgCl (s)
6. Werner menyimpulkan bahwa logam di senyawa kompleks
menunjukkan dua jenis valensi yang berbeda, yaitu:
• Valensi Primer. Bersifat tidak berarah (nondirectional).
Valensi primer merupakan jumlah muatan pada ion
kompleks.
• Valensi sekunder. Bersifat berarah (directional), sehingga
ion kompleks memiliki bentuk tertentu. Jumlah valensi
sekunder sama dengan jumlah atom ligan yang terkoordinasi
dengan logam yang lebih dikenal dengan bilangan koordinasi.
Teori Koordinasi Werner
3 Cl bertindak sebagai valensi primer
6 NH3 bertindak sebagai valensi sekunder
2 Cl bertindak sebagai valensi primer
5 NH3 dan 1 Cl bertindak sebagai valensi sekunder
7. Postulat Werner : pada deretan senyawa kobalt dengan bilangan
koordinasi sejumlah 6, dan ketika molekul amonia disubtitusi
dengan ion klorida maka ion klorida akan lebih cenderung
berikatan kovalen daripada berlaku sebagai ion klorida bebas.
Teori Koordinasi Werner
Berdasarkan pengamatan tersebut, Werner merumuskan
pernyataan umum:
Senyawa M(NH3)5X3
Dimana, [M = Cr, Co; X= Cl, Br, dll]
berasal dari M(NH3)6X3 yang kehilangan satu molekul amonia”
8. • Kontribusi kedua Werner yang penting adalah berhasil
menetapkan struktur geometris.
Teori Koordinasi Werner
Werner menggunakan metode yang pada jaman
dahulu disebut “isomer counting”, yang
menjelaskan struktur benzena tersubtitusi.
Werner berpostulat bahwa enam ligan pada
kompleks sepereti [Co(NH3)6]3+ ada pada
beberapa jenis simetri dimana setiap kelompok
NH3 berada sama jauhnya dengan atom pusat
kobalt. Terdapat tiga kemungkinan struktur yang
dipikirkan oleh Werner; heksagonal planar,
prisma trigonal, dan oktahedral. Werner
kemudian membandingkan jumlah isomer yang
ditemukan secara eksperimen (observasi)
dengan kemungkinan bentuk struktur secara
teoritis. Gambar 2. Tiga kemungkinan
bentuk geometri untuk bilangan
koordinasi enam
Teori koordinasi Warner
merupakan teori yang
paling berhasil dalam
menjelaskan struktur dan
isomerisme senyawa-
senyawa koordinasi.
Kelemahan : Teori
koordinasi Werner tidak
menjelaskan bagaimana
pembentukan ikatan
antara atom pusat dengan
ligan-ligan yang ada
9. Bilangan Atom Efektif
Sidgwick mengajukan gagasan tentang kaidah
bilangan atom efektif (effective atomic number rule
= EAN Rule)
Contoh:
potasium hexacynoferrate (II) K4[Fe(CN)6]
membentuk potasium ferrocyanide [Fe(CN)6]4-
• Elektron valensi Fe = 26
• Elektron valensi Fe2+ = 24
• Ligan CN menyumbangkan 2 elektron
Maka,
EAN [Fe(CN)6]4- = [24 + (6 x 2)] = 36 → sesuai gas
mulia Kr
10. • Beberapa contoh EAN lain terdapat pada tabel berikut
ini:
• Kelemahan kaidah EAN adalah diperolehnya fakta
bahwa banyak kompleks yang bersifat stabil meski tidak
memenuhi kaidah (oktet Lewis)
Bilangan Atom Efektif
11. Ikatan pada Senyawa Koordinasi
Teori Ikatan Valensi (VBT)
VBT : pembentukan kompleks melibatkan reaksi antara basa
lewis (ligan) dengan asam lewis (atom pusat) secara kovalen
koordinasi menggunakan orbital hibridisasi yang sesuai.
Asumsi dari teori ikatan valensi:
1. Ion logam harus menyediakan jumlah orbital yang sama dengan bilangan
koordinasinya untuk menyesuaikan elektron-elektron dari ligan
2. Ion logam menggunakan orbital hibrida s, p, dan d untuk menerima elektron
dari ligan
3. Pembentukan ikatan п oleh donasi elektron dari orbital dxy, dyz, dan dz2
atom logam, tertuju dari aksis ke arah atom ligan yang memiliki orbital d
kosong.
4. Aturan Hund diaplikasikan pada elektron dalam orbital nonbonding,
kehadiran elektron yang tidak berpasangan pada kompleks menyebabkan
paramagnetisme.
12. Teori Ikatan Valensi (VBT)
• Jika dalam hibridisasi orbital d
yang dilibatkan adalah orbital
d yang berada di luar kulit dari
orbital s dan p yang
berhibridisasi, maka kompleks
yang terbentuk disebut sebagai
kompleks orbital luar, atau
outer orbital complex.
• Sebaliknya, jika dalam
hibridisasi yang dilibatkan
adalah orbital d di dalam kulit
orbital s dan p yang
berhibridisasi, maka kompleks
tersebut dinamakan kompleks
orbital dalam atau inner
orbital complex.
Hibridisasi Struktur
sp Linear
sp2 Segitiga sama sisi
sp3 Tetrahedral
dsp2 Bujursangkar
dsp2 atau sp3d Trigonal
bipiramid
d2sp3 atau sp3d2 Oktahedral
13. Pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan
proses eksitasi
• Contoh: [Ag(CN)2]- ,
diamagnetik.
Berdasarkan asas
energetika, tingkat energi
kompleks ini paling rendah
pada posisi linear. Fakta
eksperimen membuktkan
hal tersebut, dan bahwa
kompleks bersifat
diamagnetik. Sehingga
struktur hibridisasinya
adalah sp
Teori Ikatan Valensi (VBT)
14. Pembentukan senyawa kompleks tanpa melibatkan
proses eksitasi
• Contoh: [FeF6]3-, paramagnetik.
Teori Ikatan Valensi (VBT)
15. Pembentukan senyawa kompleks dengan melibatkan
proses eksitasi
Teori Ikatan Valensi (VBT)
• Contoh: [Ni(CN)4]2-
• Berdasarkan asas
energetika, tingkat
energi kompleks ini
paling rendah pada
posisi tetrahedral.
Fakta eksperimen
membuktkan hal
tersebut, dan bahwa
kompleks bersifat
diamagnetik.
Sehingga struktur
hibridisasinya
adalah dsp2
16. • [Fe(CN)6]3-; fakta eksperimen menunujukkan
bahwa kompleks memiliki bentuk geometris
octahedral dan paramagnetik
Pembentukan senyawa kompleks dengan melibatkan
proses eksitasi
Teori Ikatan Valensi (VBT)
17. Modifikasi Pauling VBT
Prinsip Netralitas
• kompleks akan
paling stabil ketika
elektronegativitas
ligan akhirnya
membuat logam
mencapai muatan
total yang
cenderung netral.
Inilah yang disebut
prinsip netralitas
[Be(H2O)4]2+ [Be(H2O)6]2+ [Al(H2O)6]2+ [Al(NH)3]2+
Be = -0.08
4O = -0.24
8H = 2.32
Be = -1.12
6O = -0.36
12H = 3.48
Al = -0.12
6O = -0.36
12 H = 3.48
Al = -1.08
6N = 1.20
18 H = 2.88
Total = + 2.00 Total = +2.00 Total = +3.00 Total = +3.00
Teori Ikatan Valensi (VBT)
Lebih stabil Lebih stabil
18. Modifikasi Pauling VBT
• Backbonding
• densitas elektron pada logam dikurangi melalui ikatan balik
atau resonansi yang melibatkan pendonoran orbital d dari
ion logam pada ligan.
• penggunaan orbital p murni dari karbon (C) untuk
menerima elektron d dari logam, yang menyebabkan orbital
p atom karbon (C) ini tidak lagi dapat menyediakan ikatan
phi dengan atom oksigen. Sehingga, orde ikatan dari C-O
menurun sedangkan orde ikatan Ni-C meningkat.
Teori Ikatan Valensi (VBT)
19. Teori Ikatan Valensi (VBT)
Kelemahan:
• Tidak dapat memprediksi apakah kompleks dengan BK 4 akan
tetrahedral ataukah planar
• Tidak dapat menjelaskan mengapa kompleks Co3+ (d7)
mempromosikan sebuah elektron dari d menuju ke p tetapi mudah
lepas ketika reaksi kimia (reduktor yang kuat). Akan tetapi, Cu (III)
justru merupakan oksidator yang kuat
• Studi resonansi spin elektron menunjukkan bahwa pada Cu(II),
elektron tidak berada di level 4p
• Teori ikatan valensi tidak memprediksi beberapa distorsi pada
kompleks padahal faktanya semua kompleks Cu(II) dan Ti(III) adalah
terdistorsi
• Teori ikatan valensi mengabaikan keadaan tereksitasi pada kompleks
• Teori ikatan valensi tidak mencoba menjelaskan terjadinya warna
pada kompleks
• Teori ikatan valensi tidak memberikan detail informasi mengenai sifat
magnet pada kompleks
20. Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa
anggapan berikut :
• Ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
• Tidak ada interaksi antara orbital logam dengan
orbital ligan
• Orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan
memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika
terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan
tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya
tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan
tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi
arah orbital logam dengan arah datangnya ligan
Ikatan pada Senyawa Koordinasi
Teori Medan Kristal (CFT)
Kelima orbital d tidak identik, dan
dapat dibagi menjadi dua kelompok;
orbital t2g dan eg.
• Orbital-orbital t2g –dxy; dxz; dan
dyz
– memiliki bentuk yang sama
dan memiliki orientasi arah di
antara sumbu x, y, dan z.
• Orbital-orbital eg –dx
2-
y2 dan dz
2–
memiliki bentuk yang berbeda
dan terletak di sepanjang
sumbu.
21. Bentuk orbital d
• Orbital dxy, dxz, dan dyz disebut
dengan orbital t2g
• Orbital dx2-y2 dan dz2 disebut
dengan orbital eg
• Perbedaan tingkat energi
diantara dua kelompok orbital
dinyatakan dengan 10Dq atau
∆0.
• P (pair energy) adalah energi
pemasangan spin elektron
• Tingkat energi rata-rata 5
orbital d disebut barycenter
• Energi yang terlibat pada
penstabilan suatu kompleks
disebut dengan energi
penstabilan medan kristal
(CFSE, Crystal Field
Stabilization Energy)
22. Kompleks Oktahedral
• Pada kompleks oktahedral, logam
berada di pusat oktahedron dengan
ligan di setiap sudutnya.
Teori Medan Ligan (CFT)
• Akibatnya terjadi splitting, yakni
kenaikan tingkat energi orbital t2g
lebih tinggi dibanding kenaikan tingkat
energi orbital eg
23. Sifat Magnetik Kompleks Oktahedral
• Besarnya harga ∆0
ditentukan oleh jenis ligan
yang terikat dengan logam
pusat.
• Untuk ligan medan lemah
(weak field ligand),
perbedaan selisih energi
antara orbital t2g dan eg
yang terjadi dalam splitting
sangat kecil, dengan
demikian elektron-elektron
akan mengisi kelima orbital
tanpa berpasangan terlebih
dahulu. Kompleks dengan
ligan medan lemah
semacam ini disebut
sebagai kompleks spin
tinggi (high spin complex).
Teori Medan Ligan (CFT)
Contoh:
[Fe(H2O)6]3+ dan [Fe(CN)6]3- →paramagnetik
Medan kuat
Ion kompleks
dengan spin rendah
Medan lemah
Ion kompleks
dengan spin tinggi
24. Sifat Magnetik Kompleks Oktahedral
• Pada kompleks oktahedral, kompleks dengan atom yang sama dapat
berada pada medan kuat dan medan lemah sehingga memiliki sifat
magnetik yang berbeda
Teori Medan Ligan (CFT)
Contoh atom pusat Co3+:
[CoF6]3- dan [Co(NH3)6]3+
Medan lemah,
paramagnetik
Medan kuat,
diamagnetik
25. Distorsi pada Kompleks Oktahedral
• Jika elektron-elektron d dari logam
tersusun/terdistribusi secara sistematis, maka
elektron-elektron tersebut akan memberikan
tolakan yang setara pada keenam ligan, sehingga
kompleks merupakan suatu oktahedral sempurna.
• Akan tetapi jika elektron d terdistribusi secara tidak
merata dalam orbital (memiliki penataan yang
asimetris), maka ada ligan yang mengalami gaya
tolak yang lebih besar dibandingkan ligan yang
lainnya. Dengan demikian struktur kompleks
menjadi terdistorsi.
Teori Medan Ligan (CFT)
26. Distorsi Tetragonal pada Kompleks Oktahedral
• Distorsi Jahn Teller
• Apabila dua ligan searah
dengan sumbu z dijauhkan
atau didekatkan terhadap
atom pusat maka kompleks
yang ada dikatakan
mengalami distorsi tetragonal.
• Distorsi ini disebut distorsi
tetragonal karena tidak
mengubah luas bujur sangkar
atau tetragonal pada sumbu x
dan sumbu y.
Teori Medan Ligan (CFT)
27. • Gambar (a) Elongasi tetragonal yang terjadi pada
suatu kompleks oktahedral. Dua ligan pada sumbu z
menjauhi atom pusat. Disebut juga z-out
• Gambar (b) Kompresi tetragonal. Dua ligan pada
sumbu z mendekati atom pusat. Disebut juga z-in
Distorsi Tetragonal pada Kompleks Oktahedral
Teori Medan Ligan (CFT)
perpanjangan pada sumbu z
perpanjangan pada sumbu x dan y
28. Kompleks Tetrahedral
Teori Medan Ligan (CFT)
Logam pusat
Ligan
Y
X
Y
Z
Struktur kompleks tetrahedral
sebagai suatu kubus
∆E (∆t)
• Pada kompleks tetrahedral, empat
ligan mendekati atom pusat melalui
pojok-pojok kubus.
• Interaksi ligan dengan orbital e lebih
kuat dibanding dengan orbital t2
• Akibatnya terjadi splitting,
dimana kenaikan tingkat energi
orbital eg lebih tinggi dibanding
kenaikan tingkat energi orbital
t2g
29. • Karena interaksi tidak langsung antara empat ligan dengan orbital-
orbital d atom pusat menyebabkan medan tetrahedral yang
dihasilkan merupakan medan lemah.
• Contoh:
• [FeCl4]2-
Kompleks Tetrahedral
Teori Medan Ligan (CFT)
Ion [FeCl4]2-
berbentuk tetrahedral.
Sifat paramagnetik
30. Kompleks Bujur Sangkar
• Kompleks bujur sangkar
dapat dianggap sebagai
turunan dari kompleks
oktahedral. Kompleks ini
terjadi apabila 2 buah
ligan yang posisinya
berlawanan sepanjang
sumbu z dijauhkan dari
atom pusat sampai jarak
tak berhingga.
Teori Medan Ligan (CFT)
31. Kompleks bujur sangkar
• semua orbital atom pusat yang mengandung komponen z yaitu
orbital-orbital dxz, dyz, dan dz2 tingkat energinya berkurang atau
mengalami penstabilan, relatif bila dibandingkan dengan tingkat
energi pada medan oktahedral. Sebaliknya, orbital-orbital yang tidak
memiliki komponen z yaitu orbital dxy dan dx2-y2 tingkat energinya
bertambah atau mengalami pentidakstabilan
• pada umumnya kompleks bujur sangkar memiliki medan kuat
sehingga pemisahan energi dz2 dengan dx2-y2 adalah besar dan
mengakibatkan kompleks spin rendah (low spin).
32. • Contoh:
Kompleks [Ni(CN)4]2-
• Kompleks ini memiliki atom pusat
Ni2+ dengan konfigurasi elektron
Ni2+ = [Ar] 3d8. Kompleks ini
berwarna kuning, memiliki
struktur bujursangkar, bersifat
diamagnetik.
• Pada pengisian elektron ke
orbital-orbital d, elektron kelima
tidak ditempatkan pada orbital
dx2-y2 karena harga 10Dq>P. Sifat
diamagnetik adalah karena semua
elektron pada orbital
berpasangan.
Kompleks Bujur Sangkar
Teori Medan Ligan (CFT)
33. Energi Penstabilan Medan Kristal
• Pada simetri oktahedral bila elektron mengisi orbital t2g akan terjadi
penstabilan dan bila mengisi orbital eg akan terjadi pentidakstabilan.
Pentidakstabilan juga terjadi bila elektron-elektron dipasangkan pada suatu
orbital.
• Energi yang terlibat pada penstabilan suatu kompleks disebut energi
penstabilan medan kristal (Crystal Field Stabilization Energy = CFSE).
Teori Medan Ligan (CFT)
34. Jari-jari atom pusat
• Jika tidak ada CFSE yang
menyebabkan pemisahan
orbital d, maka jari-jari ion
logam transisi akan turun
perlahan-lahan dengan
meningkatnya muatan inti
efektif (z). Namun, karena pada
kompleks terjadi pemisahan
orbital d (menjadi t2g dan eg)
maka jari-jari ion logam akan
mengalami kenaikan atau
penurunan bergantung pada
penambahan elektron di
orbital t2g ataukah di orbital eg.
Fakta adanya Energi Penstabilan Medan Kristal
Teori Medan Ligan (CFT)
35. Fakta adanya Energi Penstabilan Medan Kristal
Teori Medan Ligan (CFT)
Entalpi hidrasi
• Di dalam larutam dengan
pelarut air, ion-ion logam
transisi deret pertama dapat
dianggap membentuk ion
kompleks aqua dengan
geometri oktahedral.
• M2+ + 6H2O [M(H2O)6]2+
∆hydrasi < 0
• Semakin negatif harga
∆Hidrasi, maka semakin
stabil kompleks yang
dibentuk (semakin pendek
jari-jari ion logam)
36. Kestabilan kompleks dengan atom pusat memiliki biloks tertentu
• Kestabilan kompleks
dapat ditinjau dari harga
potensial reduksinya.
Dalam larutan Co (III)
adalah tidak stabil jika
direduksi menjadi Co
(II). Meskipun ada
beberapa energi yang
terlibat, hal ini dapat
dianggap karena
tingginya energi ionisasi
ke-3. Ion Co (II) tidak
dapat dioksidasi menjadi
Co (III) karena harga
potensial reaksinya yang
negatif.
• Situasinya adalah berbeda jika ligannya
merupakan ligan yang lebih kuat
dibandingkan air, karena akan oksidasi
Co2+ menjadi Co3+ menjadi lebih mudah.
Fakta adanya Energi Penstabilan Medan Kristal
Teori Medan Ligan (CFT)
37. Mengapa ligan yang lebih kuat dapat menstabilkan
kompleks Co3+ daripada Co2+?
Faktanya:
• Hal ini ditinjau dari nilai
CFSE
• Pada medan lemah,
kompleks Co2+ adalah
lebih stabil dibandingkan
kompleks Co3+
• Pada medan kuat,
kompleks Co3+ adalah
lebih stabil dibandingkan
kompleks Co2+
Aspek Medan
lemah
Medan
kuat
Konfigura
si Co2+
t2g5 eg2 t2g6 eg1
Konfigura
si Co3+
t2g4 eg2 t2g6 eg0
Nilai
CFSE
-8Dq +
2P;
-4Dq + P
-1,8Dq +
3P;
-2,4Dq +
3P
Fakta adanya Energi Penstabilan Medan Kristal
Teori Medan Ligan (CFT)
38. Faktor faktor yang mempengaruhi kekuatan medan kristal
1. Muatan Atom Pusat
• Bertambahnya muatan
atom pusat akan
menyebabkan gaya
elektrostatik antara
atompusat dan ligan-
ligan menjadi semakin
kuat sehingga ligan lebih
tertarik ke atom pusat
pula
• peningkatan muatan
atom pusat dari 2+
menjadi 3+ akan
meningkatkan kekuatan
medan kristal atau harga
10Dq sebesar 50%.
2. Jumlah ligan dan
geometri dari
kompleks
• Semakin banyak
jumlah ligan yang
terikat pada atom pusat
maka medan kristal
yang timbul semakin
kuat dan harga 10Dq
akan semakin besar
pula. Misalnya, 10Dq
oktahedral adalah 2x
Dq tetrahedral. Secara
umum dapat dianggap
bahwa ∆td = 4/9 ∆o
Teori Medan Ligan (CFT)
39. Faktor faktor yang mempengaruhi kekuatan medan kristal
Teori Medan Ligan (CFT)
3. Jenis ligan
• Fajan dan Tsuchida
berhasil membuat
urutan relatif kekuatan
beberapa ligan
berdasarkan
kemampuannya untuk
menyebabkan
pemecahan tingkat
energi, yaitu: I-< Br- <
S2-< SCN- < Cl- <N3- , F-
< urea, OH- <ox2-, O2-
C2O4
2- < H2O < NCS- <
py < NH3 < en < bipy <
o-phen < NO2- < CN-
<CO
4. Jenis ion pusat
• Dalam satu golongan
ion bermuatan sama,
kekuatan medan
bertambah seiring
meningkatnya interaksi
ion pusat dengan ligan
• Selain itu, besarnya
10Dq sebanding
dengan muatan ionik
atom pusat, sehingga
pada jenis logam yang
sama, ion Ru3+ akan
memiliki harga 10Dq
lebih besar daripada
ion Ru2+
40. Kelemahan CFT:
• Medan yang ditimbulkan oleh ligan negatif seharusnya
lebih kuat dibandingkan dengan medan yang
ditimbulkan oleh ligan netral.
• Ligan yang memiliki momen dipol lebih besar
seharusnya menimbulkan medan yang lebih kuat
dibandingkan dengan ligan yang momen dipolnya lebih
kecil.
• Senyawa kompleks dengan atom pusat memiliki
bilangan oksidasi nol dan ligan netral seperti [Ni(CO)4]
seharusnya tidak mungkin terbentuk karena tidak terjadi
interaksi elektrostatis antara atom pusat dengan ligan-
ligan. Dalam kenyataannya senyawa tersebut dapat
terbentuk dan bersifat stabil.
Teori Medan Ligan (CFT)
41. • Teori orbital molekul merupakan teori yang paling
lengkap karena menyangkut baik interaksi
elektrostatik maupun interaksi kovalen.
Ikatan pada Senyawa Koordinasi
Teori Orbital Molekul (MOT)