1. 1. Tari Ngibi
Tari Ngibi adalah tari Tradisional Muna, Ngibi adalah gerakangerakan indah dan berirama refleks yang dimainkan oleh 2 orang
insan yang berlawanan baik tua maupun muda sambil mengikuti alunan
ketabuhan yang disebut rambi Wuna, gerakan tari ini
memperlihatkan kelincahan seorang wanita menghindar dari sentuhan
seorang pria secara lembut, penuh waspada namun sangat sopan,
hanya menggunakan instrument musik dan tanpa lagu.
2. TARI DOLEGO
Dolego dalam bahasa Muna Berarti Berlenggang, tari ini merupakan
tari perpaduan kreasi dari tari tradisional Posampuniki yang
bernafaskan Islam, tari ini merupakan tari hiburan pergaulan disaat
musim panen singkong ketika membuat Tunuha. Tunuha jenis kue
tradisonal Muna dari singkong yang di bakar di lubang dalam satu
malam, dengan memanfaatkan suasana terang mereka lalu memainkan
tari posampuniki.
3. Tari Ntiarasino
Menurut bahasa sastra Muna, Ntiarasino artinya yang di puja.
Ntiarasino merupakan ungkapan bahasa sastra Muna kepada orang
yang menjadi patriot sebagai pejuang pembela tanah air dan juga
ungkapan rasa haru mereka yang sangat mendalam. Karena
gembiranya para gadis-gadis menyambut dengan mempersembahkan
tari yang dibawakan oleh 6 orang putra putri dengan menggukan
perisai dan tombak.
2. 4. Tari Fari
Istilah fari berarti Bidadari, tari fari digarap berdasarkan cerita
lama tentang Raja Muna ke XV La Ode Husain yang digelar Omputo
Sangia yang terjadi sekitar abad ke XVIII, tari ini menggambarkan
7 orang bidadari dari kayangan yang mandi di mata air Fotuno Rete
di Wakumoro, Kec, Kabawo. Saat mereka mandi dengan gembiranya,
maka Omputo Sangia melintas dengan mengendarai kuda untuk
berburu, mendengar suara tawa nan merdu dari para bidadari
tersebut tanpa sepengetahuan mereka Omputo Sangia mengambil
sayap para bidadari tersebut lalu ia pergi. Menurut kisah orang tua,
ketika beliau bertapa, 7 orang bidadari itu datang menggoda beliau
lalu ditangkaplah salah seorang dari 7 bidadari itu.
5. Tari Potobo
Tari berikut ini bernama tari potobo, sebuah tari kreasi baru yang
diangkat dari tradisi masyarakat sebagai suatu kebiasaan dan
keharusan pada zaman dahulu untuk membela diri. Patobo dalam
bahasa muna yang artinya berkelahi dengan menggunakan senjata
khas yang bernama tolobi atau Keris. Pada zaman dahulu kebiasaan
dan keahlian bermain kris ini sangat perlu bukan hanya untuk pria
tapi juga untuk wanita bahkan sejak usia mereka masih dini mereka
telah di anjurkan untuk mempelajarinya, untuk sebuah keselamatan,
biasanya keahlian ini di pertunjukan buat hiburan dan penyambutan
tamu
3. 6. TARI LINDA
Menurut Etimologi penamaan Linda berasal dari bahasa Daerah Muna
yang berarti menari berkeliling, laksana burung yang terbang,
berkeliling dengan sayap yang terkembang indah. Tarian ini adalah
salah satu tarian rakyat di daerah muna yang telah lama berkembang
di tengah-tengah masyarakat seiring dengan pertumbuhan tradisi
adat di daerah itu. Tarian Linda lahir di tengah-tengah masyarakat
muna di sekitar abad ke-16,yakni di masa pemerintahan Laposasu
(kobang kuduno).
tarian ini di ciptakan sebagai suatu perwujudan tradisi masyarakat di
daerah muna dalam hal pemingitan anak-anak mereka di kala
memasuki alam ke dewasaan. Pertumbuhan tarian tersebut kemudian
meluas sampai kedaearah buton,sehingga sekarang ini telah menjadi
tarian tradisional yang sangat popular di kea daerah tersebut.
Pelakunya terdiri dari wanita yang jumlahnya terbatas sampai enam
atau delapan orang saja.pakaian mereka terdiri dari baju kombo yang
bahannya terdiri dari kain polos.leher dan pinggir bawah dibis dengan
warnah merah.seluruh pakain ini di hiasi dengan manik-manik yang
tebuat dari perunggu.sarungnya di buat empat lapis.dimana lapisan
yang paling dalam berwarna merah,kemudian menyusul warna
hijau,putih,dan paling luar berwarna hitam. Kepala mereka dihiasi
dengan beberapa hiasan seperti tiga buah panto(gelang kepala)di
pasang pada bagian atas dari pada konde penari yang telah di lingkar
dengan bandol konde dari kain berwarna merah yang di hiasi pula
dengan picing dan manik-manik pada bagian belakang kepala di pasang
kabunsale yang berwarna merah.mereka juga memakai kalung leher
4. dan beberapa gelang di kedua tangan mereka.
Pakaian ini khusus di gunakan pada saat seorang gadis keluar dari
pingitan (kagombo) untuk melaksanakan tari Linda. cara memakainya
yaitu penari-penari keluar dari dua penjuru dengan gaya lego
(berlengang)setelah menghadapi penonton,mulailah gerakan
pertama.kedua tangan mengambil selendang yang melilit di leher dan
di bawa ke sebelah kiri,laksana orang yang sedang memetik sesuatu
bersamaan dengan gerak kaki yang di gesekan ke kiri sambil
mengayunkan kaki kanan ke arah kanan dengan perhitungan tiga dan
di balas dengan kaki kiri dengan perhitungan empat.selanjutnya
kedua tangan di bawa ke sebelah kanan seperti orang yang sedang
memetik sesuatu secara bersamaan dengan gerak kaki kiri ke
samping kiri dengan perhitungan satu di balas dengan kaki kanan
pada perhitungan tiga dan di balas lagi dengan kaki kanan dalam
perhitungan empat.
Beberapa fariasi terjadi pada saat pertukaran
tempat,mempermainkan selendang dan sebagainya.keseluruhan
gerakan dalam tari ini terdiri dari empat belas macam gerakan.pada
gerakan penutup,kedua tangan di bawa ke sebelah kiri,seperti orang
yang sedang memetik buah.kaki kiri di gerakan ke kiri,kaki kanan di
ayunkan ke kanan,dengan perhitungan satu di balas dengan kiri pada
perhitungan dua,kemudian di ganti dengan kaki kanan dalam hitungan
tiga dan seterusnya sampai mencapai perhitungan empat. Akhirnya
kedua tangan melepaskan lilitan selendang dan di sandang ke bahu
sebelah kanan.tangan kiri memengang sarung (bini-bini) tangan kanan
berlengang ( lego-lego ) pengiring dari tarian ini adalah alat musik
5. gendang,gong,dan dengu-dengu.dengan cara di tabu di pukul.
Dahulunya sebelum alat-alat musik tersebut di kenal oleh
masyarakat,orang-orang sering menggunakan mata tou,dengan nama
musik mata tou. Tarian Linda berfungsi sebagai tarian adat dari
daerah kabupaten muna yang selalu di laksanakan dalam upacara
karia,oleh gadis-gadis remaja yang di upacarakan.pemain tari Linda
berjumlah 6 orang putri,sedang di lagukan laggu kadandio syair lagu
berbunyi :
YO LAKADANDIO
DANDIO LAKADANDIO
LADADIMAKA
RIMANA LAKADANDIO
KAMBOI NGKUKU
NERURU RONDANO UE
SILONO MATA
NEFOPATI LOSUA
7. Kantola
6. Berasal dari 2 kata yaitu KAN yang artinya perintah dan TOLA yang
berarti panggil, jadi jika diartikan secara utuh berarti perintah untuk
memanggil. Kantola merupakan lagu jenis seriosa fersi Muna berisi pantun
yang dibawakan secara beregu yang biasanya dibawakan grup laki-laki dan
perempuan dengan berbahasa Muna namun saling berbalasan. Kantola lahir
pada zaman belanda kurang lebih 300 tahun silam pada masa kerajaan
Muna yang dipimpin oleh La Ode Husain yang digelar Omputo Sangia,
kesenian ini biasa di lantunkan sebagai ajang mencari jodoh pada perayaan
pesta panen dengan menggunakan pakaian adat Muna.
8. hule ( gasing )
Hule atau gasing lahir ditengah-tengah masyarakat Muna dan merupakan
sebuah kesenian tradisional dalam menuntun tanaman yang sudah menjadi
bakal buah hingga masa panen. Permainan Hule atau Gasing bagi orang
Muna memiliki ciri khas tersendiri berbeda dengan daerah lain baik dari
segi bentuk, cara bermain dan sebagainya. Permainan Hule atau gasing
dimainkan oleh 4 orang masing-masing memiliki makna yang berhubungan
dengan cara hidup masyarakat Muna sebagai masyarakat Agraris,
7. permainan ini bermaksud menandakan umbian ( Ghofa ) Nofehulemu atau
sudah berbentuk buah.
Hule atau Gasing mempunyai keterkaitan dengan beberapa kesenian
tradisional lainnya seperti: Dopodadara sejenis permainan kelereng ( gundu
) dan Kaghati ( layangan ) dengan diikutinya Tradisi tersebut masyarakat
dapat memastikan perkembangan umbian tersebut hingga masa panen
datang
9. kalego
Kalego adalah salah satu permainan rakyat yang dikenal di Kabupaten
Muna. Kalego adalah permainan yang bahan/alat yang dipakai adalah
belahan tempurung kelapa yang dimainkan dengan cara diegos dengan
kaki untuk mengenai tempurung lawan main. Kalego adalah salah satu
permainan rakyat Muna yang dimainkan pada malam bulan purnama
dan pada umumnya yang memainkan kalego adalah para muda mudi
sekaligus permainan ini juga menjadi jembatan silaturahmi agar
keakraban antar muda mudi kampung setempat lebih erat.
8. 10. KESENIAN TRADISIONAL KAGHATI (LAYANGAN)
Kota Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, tidaklah sepopuler Bali
atau Yogyakarta. Padahal, ada segudang potensi wisata di tempat itu. Demi
mempromosikan dirinya kepada dunia luar, pemerintah daerah setempat
mengenalkan diri melalui layangan. Banyak penggemar layangan dari
mancanegara memburu festival ini dan rela pergi jauh demi bisa main
layangan di Muna.
Untuk ketiga kalinya festival layang-layang internasional digelar di Kota
Raha. Acara yang berlangsung pada 11-14 Agustus ini diikuti 22 peserta
dari delapan negara yaitu Jepang, Prancis, Taiwan, Malaysia, Jerman,
India, Cina, dan Swedia. Acara ini juga dikuti 13 provinsi di Tanah Air
dengan peserta sebanyak 26 orang.
Wakil Gubernur Sultra, H.M. Saleh Lasatta ketika membuka acara Festival
di Kota Raha, Selasa (11/8), mengharapkan pelaksanaan festival ini selain
dapat memberikan nilai tambah bagi ekonomi masyarakat Kabupaten Muna,
juga dapat menjadi momen yang tepat untuk mempromosikan berbagai
obyek wisata. Muna memiliki sejumlah obyek wisata menarik seperti obyek
wisata Liang Kabori, permandian Danau Napabale dan kegiatan perkelahian
kuda.
9. Berdasarkan hasil penelitian, kata Lasatta, Sultra memiliki situs sejarah
terbesar kedua di Tanah Air, setelah Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni
salah satunya Benteng Keraton Buton yang merupakan benteng terpanjang
di dunia.
Tradisi
Lantas, kenapa layang-layang menjadi sarana promosi Muna? Lasatta yang
juga mantan Bupati Muna, menceritakan sejarah layang-layang tradisional
di Kabupaten Muna. Layang-layang tidak hanya sekadar permainan rakyat
di zaman dahulu kala, akan tetapi juga memiliki nilai historis dan ritual
tersendiri bagi rakyat Muna. "Biasanya permainan layang-layang tradisional
di Muna dilakukan pada saat musim panen, dan masyarakat menaikan
layang-layang selama tujuh hari tujuh malam," kisahnya.
"Pada saat diturunkan layangan itu dilakukan melalui upacara ritual dengan
menggantungkan berbagai jenis makanan di tali layang-layang kemudian
talinya diputuskan, sehingga layangan itu terbang bersama makanan yang
digantung. Itu dilakukan sebagai tanda tolak bala atau membuang hal-hal
yang buruk," kisahnya lagi.
Sementara itu, Dirjen Promosi dan Pemasaran Kementerian Kebudayaan
Seni dan Pariwisata, Syamsul Lalussa mengatakan, Festival Layang-Layang
Internasional ini telah menjadi kalender pariwisata sekaligus dapat
menjadi media komunikasi antarnegara maupun antardaerah di Tanah Air.
"Apalagi, fesival layanngan ini sudah terangkat ke dunia internasional
karena adanya layang-layang dari Kabupaten Muna yang terbuat dari daun
’kolope’ (sejenis ubi hutan-red). Dari sinilah dunia internasional mulai
tertarik dengan festival layangan," ujar Syamsul.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Asosiasi Layang-layang Internasional
10. (Legong), Sari Madjid. Ia mengatakan, dirinya selama ini terus berusaha
memperkenalkan layang-layang hingga ke dunia internasional, oleh karena
itu, salah satu jenis layangan dari Kabupaten Muna yang terbuat dari daun
’kolope’ yang dinamakan "Kaghati" (bahasa lokal Muna) sudah pernah tampil
di Prancis dan Italia. "Negara-negara Eropa.
11. SILAT EWA WUNA
EwaWuna dalam bahasa Muna berarti Silat. Ewa Wuna dipentaskan
sebagai tari penyambutan dimainkan oleh 6 orang terdiri dari 2 orang
pemain badik atau kris dan 3 orang penari bermain parang, tombak dan
bendera.Permainan ini diiringi oleh musik Rambi Wuna juga dimainkan 5
orang pengiring musik. Seluruh pemain berusaha menyerang akan tetapi
terhalang oleh seorang pemain Petombi (pemegang bendera) sehingga
seluruh pemain terhindar dari bahaya. Hal ini berarti rasa kemanusiaan
lebih berarti dari pada ketajaman senjata demi kedamaian dan persatuan.
11. 12. MUSIK TRADISIONAL MUNA
Misik tradisional Muna adalah perpaduan beberapa alat musik yang terdiri
dari Mata Tou, Gambus, Kusapi (kecapi), Dodoraba ( Biola), Kaganda-ganda
mbite, Suli anabati (suling), Paka-paka (belahan bamboo yang dipukul),
Bhoka-bhoka (sopotong bambu yang dipotong), Ganda ( gendang) dan
Mbololo ( Gong).
Musik tradisonal ini pertama dimainkan pada saat masyarakat muna sedang
bercocok tanam, sebagai hiburan mereka memainkan alat musik tersebut.
Pada abad ke 16 musik ini juga dipakai untuk penyebaran agama islam dan
pada abad ke 17 masa pemerintahan Raja Omputo Sangia,, raja yang
senang akan musik ini mengadakan barter dengan pedagang rempahrempah dari jawa dan menukarnya dengan gong kemudian dipakai pada saat
pingitan anak raja Wa Ode Komomono Kamba yang kemudian alat musik ini
dikenal dengan nama Rambi Wuna.
12. 13. Atraksi Kuda
Atraksiperkelahiankuda yang hanyaterdapat di KecamatanLawa, 15 Km
daripusat Kota Raha, IbukotaKab,
Muna. Pertunjukandimulaipadasaatkeduakudajantandibuatmarahdengancar
amenarikkudabetinadidepankudajantanlainya.
PertunjukaninibiasanyadipertontonkanpadaacaraUlangTahunKabupatenMun
a, pestapanen, penyambutantamuatauacara-acaralainnya