Rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak di Bengkulu masih perlu ditingkatkan. Penelitian menunjukkan penggunaan antibiotik masih berlebihan dan kurang tepat, terutama ampisilin dan gentamisin yang digunakan secara empiris. Evaluasi kuantitatif menunjukkan nilai DDD/100 hari rawat melebihi standar WHO, sedangkan secara kualitatif masih banyak kategori penggunaan yang tidak tepat.
1. RASIONALITAS PERESEPAN
ANTIBIOTIKA PADA PASIEN
ANAK DI BENGKULU
Zamharira Muslim, M.Farm., Apt
Jurusan Analis Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bengkulu
2015
2. Page 2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit infeksi ini juga merupakan penyebab utama
kematian di dunia (Mardiastuti et al. 2007).
Infeksi terbanyak (18%) terutama pada anak-anak di
bawah lima tahun (balita) adalah infeksi saluran nafas
akut (Mulholland and Adegbola 2005).
Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi
dan kurang bijak akan meningkatkan kejadian resistensi.
2
3. Page 3
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul
mikroba yang resisten antara lain Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), resistensi multi obat
pada penyakit tuberkulosis (MDR TB) dan lain-lain.
Dampak resistensi terhadap antibiotik adalah
meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan
(Badan Litbangkes 2011).
3
4. Page 4
Rumusan Masalah
Apakah peresepan antibiotika pada anak di
Bengkulu telah rasional secara kualitatif dan
kuantitatif?
4
5. Page 5
Tujuan
A. Tujuan umum
Mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada
anak di Rumah Sakit di kota Bengkulu secara kuantitatif
dan kualitatif.
5
6. Page 6
B. Tujuan Khusus
Mendapatkan distribusi frekuensi peresepan antibiotika
pada anak di Rumah Sakit di Bengkulu.
Menilai rasionalitas penggunaan antibiotik secara
kuantitatif berdasarkan Defined Daily Doses/100 hari
rawat pada anak yang dirawat Rumah Sakit di Bengkulu.
Menilai rasionalitas penggunaan antibiotik secara kulitatif
menggunakan metoda kriteria Gyssens dan berdasarkan
tipe terapi pada anak yang dirawat Rumah Sakit di
Bengkulu.
6
7. Page 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Evaluasi secara kuantitatif dapat dilakukan dengan
penghitungan DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed
days), untuk mengevaluasi jenis dan jumlah antibiotik yang
digunakan.
Evaluasi secara kualitatif dapat dilakukan antara lain
dengan metode Gyssen dan berdasarkan tipe terapi, untuk
mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik.
7
8. Page 8
Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotik
Evaluasi penggunaan antibiotik secara retrospektif dapat dilakukan
dengan memperhatikan ATC/ DDD (Anatomical Therapeutic
Chemical/Defined Daily Dose).
DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotik
untuk indikasi tertentu pada orang dewasa.
Berikut adalah rumus perhitungan konsumsi antibiotik, DDD per 100
hari rawat:
Untuk mempermudah perhitungan dapat dilakukan dengan
menggunakan piranti lunak kalkulasi ABC yang dikembangkan oleh
World Health Organization.
8
9. Page 9
Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik
Berikut ini adalah langkah yang sebaiknya dilakukan
dalam melakukan penilaian kualitas penggunaan
antibiotik:
1. Untuk melakukan penilaian, dibutuhkan data
diagnosis, keadaan klinis pasien, hasil kultur, jenis
dan regimen antibiotik yang diberikan.
2. Untuk setiap data pasien, dilakukan penilaian sesuai
alur pada Lampiran 5.
9
10. Page 10
3. Hasil penilaian dikategorikan sebagai berikut:(Gyssens
et al. 2005)
Kategori 0 = penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = penggunaan antibiotik tidak tepat
interval pemberian
Kategori IIC = penggunaan antibiotik tidak tepat
cara/rute pemberian
Kategori IIIA = penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = penggunaan antibiotik terlalu singkat
10
11. Page 11
Kategori IVA = ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih
aman
Kategori IVC = ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD = ada antibiotika lain yang spektrum
antibakterinya lebih sempit
Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = data rekam medik tidak lengkap dan tidak
dapat dievaluasi
11
12. Page 12
BAB III
METODE PENELITIAN
Desain penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan
metode kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan
data retrospektif, yaitu data peresepan antibiotika pada
anak yang dirawat salah satu rumah sakit kota Bengkulu.
Waktu dan tempat penelitian
Penelitian telah dilakukan selama lebih kurang 4 (empat)
bulan, dimulai dari bulan Juli sampai Oktober 2015 di
RSUD. Dr. M. Yunus Bengkulu.
12
13. Page 13
Pemilihan sampel
Besar sampel penelitian dihitung dengan rumus;
Ket.
N = 447
d = presisi 1%
Besar sampel penelitian = 81.7 ~ 82 pasien
13
2
)
(
1 d
N
N
n
14. Page 14
Analisis data
Data-data didapatkan akan dinilai penggunaan
antibiotiknya secara:
1. Kualitas yang direview dengan menggunakan
alur Gyssens dan tipe terapi
2. Kuantitas yang dihitung dengan menggunakan
DDD per 100 hari rawat (DDD per 100 bed
days)(Gyssens et al. 2005).
14
17. Page 17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan jenis kelamin tercatat laki-laki sebanyak 64,1 % dan
perempuan sebanyak 35,9 %.
Berdasarkan pengelompokan usia didapatkan angka kejadian
infeksi pada:
usia kecil dari 1 tahun (21.4 %),
usia 1 hingga 3 tahun (28,2 %),
usia 3 hingga 6 tahun (20.4 %),
usia 6 hingga 12 tahun (23.3 %)
usia lebih dari 12 tahun (6.8 %)
Lima penyakit teratas yang tercatat pada observasi penelitian ini
adalah demam (27.2 %), ISPA (9.7 %), tifoid (7.8 %), diare (5.8
%), dan malaria (4.9 %).
17
18. Page 18
Distribusi karakteristik populasi.
18
Variabel n (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 66 (64.1)
Perempuan 37 (35.9)
Usia
Usia < 1 tahun 22 (21.4)
1 ≤ Usia < 3 tahun 29 (28.2)
3 ≤ Usia < 6 tahun 21 (20.4)
6 ≤ Usia < 12 tahun 24 (23.3)
12 ≤ Usia 7 (6.8)
19. Page 19
Hasil Penelitian ini menunjukan seiring bertambahnya usia anak,
maka kemungkinan terjadinya infeksi akan menurun.
Hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin
bertambahnya usia maka makin berkurang juga kemungkinan
terjadinya infeksi. Angka kejadian infeksi pada anak sangat tinggi, hal
tersebut dikarenakan sistem imunitas anak pada usia tersebut belum
berfungsi dengan baik dalam mencegah terjadinya infeksi (Shea et al.
2001).
Anak – anak akan mendapatkan 3 hingga 6 kali infeksi per tahun,
tetapi beberapa orang mendapatkan serangan lebih sering lagi
terutama selama masa tahun ke-2 sampai ke-3 kehidupan mereka
(BNF 2009).
19
20. Page 20
Jenis-jenis antibiotik yang digunakan adalah:
gentamisin (34.9 %),
ampicillin (34.3 %),
sefotaksim (19.4 %),
ceftriakson (6.9 %),
kloramfenikol (3.4 %),
meropenem dan seftazidin masing-masing 0.6 %
Penggunaan antibiotik dengan jumlah variasi terbanyak ialah 2 jenis
antibiotik yaitu sebesar 48.5 % kemudian 1 jenis antibiotik sebesar
40.8 %
20
21. Page 21
Distribusi frekuensi jenis dan variasi jumlah
antibiotik.
21
Variabel n (%)
Jenis Antibiotik
Gentamisin 61(34.9)
Ampicilin 60 (34.3)
Cefotaxime 34 (19.4)
Ceftriaxone 12 (6.9)
Kloramphenikol 6 (3.4)
Meropenem 1 (0.6)
Ceftazidin 1 (0.6)
Variasi Antibiotik
1 Jenis 42 (40.8)
2 Jenis 50 (48.5)
3 Jenis 11 (10.7)
22. Page 22
Penggunaan gentamisin dan ampisilin banyak digunakan sebagai
terapi empiris infeksi pada anak-anak.
Gentamisin harus digunakan dengan sangat hati-hati pada bayi dan
balita. Penetapan dosis berdasarkan berat badan dan kondisi organ
ginjal, serta pemautauan terhadap fungsi pendengaran sangatlah
disarankan dengan dosis awal 7 mg/kg (BNF 2009).
Kombinasi antibiotika gentamisin dan ampisilin digunakan sebagai
antibiotik lini pertama untuk pasien anak. Hal ini disebabkan
gentamisin yang dikombinasikan dengan ampisilin menghasilkan efek
bakterisid yang kuat, sebagian disebabkan oleh peningkatan ambilan
obat yang timbul karena penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin
mengubah struktur dinding sel sehingga memudahkan penetrasi
gentamisin kedalam kuman (Katzung et al. 2012)
22
23. Page 23
Analisis Kuantitatif
Nilai total DDD/ 100 hari rawat pada penelitian ini adalah 50.9 g,
sedngkan nilai total DDD standar WHO adalah 17.24 9.
DDD/ 100 hari rawat berdasarkan golongan antibiotik adalah
β-laktam (26 g),
aminoglikosida (12.2),
sefalosporin generasi ketiga (9.7 g),
amfenikol (2.7 g),
karbapenem (0.3 g).
Hasil perhitungan DDD/ 100 hari rawat didapatkan nilai ampisilin
yaitu 26.0 diikuti dengan gentamisin sebesar 12.2 g, sefotaksim
sebesar 5.1 g, seftriakson sebesar 4.5 g, kloramfenikol 2.7 g,
meropenem sebesar 0.3 g dan seftazidin sebesar 0.1 g 23
24. Page 24
Hasil perhitungan DDD/ 100 hari rawat
24
Golongan Antibiotika Nama Antibiotik
WHO
DDD (g)
DDD/100
Patient
Days (g)
β-Laktam Ampisilin 1 g Inj Vial 2 26.0
Sefalosporin Generasi
Ketiga
Sefotaxime 4 5.1
Seftriaxone 2 4.5
Seftazidin 4 0.1
Ampenikol Kloramfenikol 3 2.7
Aminoglikosida
Gentamisin 40 mg/mL
Inj 2mL Vial
0.24 12.2
Karbapenem Meropenem 2 0.3
25. Page 25
DDD merupakan rata-rata dosis pemeliharaan yang dianjurkan untuk
suatu obat per hari yang digunakan atas indikasi utama pada orang
dewasa.
Analisa penggunaan antibiotik pada anak tidak mungkin dengan
menggunakan data penjualan kasar yang ada di DDD tetapi
menggunakan dosis harian yang telah ditentukan dan indikasinya
dalam suatu populasi anak dapat digunakan (World Health
Organization 2013).
Metode DDD (Defined Daily Dose)/ 100 hari rawat dengan
membandingkan nilai standar DDD yang telah ditetapkan oleh WHO.
Nilai DDD dianggap tinggi bila melebihi nilai standar DDD yang
ditetapkan oleh WHO (World Health Organization 2013).
Pada penelitian ini ditemukan nilai DDD/ 100 hari rawat cukup
tinggi (50.9 g) dibandingkan dengan standar dari WHO (17.24).
25
26. Page 26
Tingginya nilai DDD pada penelitian ini mengindikasikan terdapat
pemberian dosis antibiotik yang berlebih pada anak dan menandakan
pemberian dosis tidak sesuai dengan rekomendasi dari WHO.
Pada penelitian ini nilai DDD menjadi tinggi dikarenakan banyaknya
penggunaan terapi antibiotik secara empiris sedangkan diagnosa
infeksinya belum ditegakkan dengan baik sehingga terjadi
peninggkatan jumlah penggunaan antibiotik terutama ampisilin dan
gentamisin.
26
27. Page 27
Analisa Kualitatif
Hasil analisis menggunakan metoda kategori Geyssens didapatkan:
kategori O (penggunaan tepat/rasional) sebesar 32 %,
kategori V (tidak ada indikasi) sebesar 27.4 %,
IIA (tidak tepat dosis) sebesar 0.6 %,
IIB (tidak tepat interval) sebesar 1.7 %,
IIIA (durasi terlalu singkat) sebesar 2.9 %,
IIIB (Durasi terlalu lama) sebesar 11.4 %,
IVB (Ada antibiotik lain yang kurang toksik) sebesar 17.7 %,
IVC (Ada antibiotik yang lebih murah) sebesar 2.9 %
IVD (Ada antibiotik lain yang lebih spesifik) sebesar 2.9 %
27
28. Page 28
Kualitas penggunaan antibiotik berdasarkan
kategori Gyssens.
Kategori Geyssens n (%)
IIA (Tidak tepat dosis) 1 (0.6)
IIB (Tidak tepat interval) 3 (1.7)
IIIA (Durasi terlalu singkat) 5 (2.9)
IIIB (Durasi terlalu lama) 20 (11.4)
IVA (Ada antibiotik lain yang lebih efektif) 31 (17.7)
IVB (Ada antibiotik lain yang kurang toksik) 5 (2.9)
IVC (Ada antibiotik yang lebih murah) 5 (2.9)
IVD (Ada antibiotik lain yang lebih spesifik) 1 (0.6)
O (Penggunaan tepat/rasional) 56 (32.0)
V (Tidak ada indikasi) 48 (27.4)
28
29. Page 29
Pada penelitian ini didapatkan penggunaan obat secara rasional
(kategori O) sebesar 32 % tetapi tidak berbeda jauh dengan
penggunaan antibiotik tanpa ada indikasi (kategori V) sebesar 27.4
%.
Pemilihan antibiotik yang tidak tepat juga menunjukan angka kejadian
yang cukup tinggi yaitu 17.7 % karena terdapat pilihan jenis antibiotik
yang lebih tepat dalam terapi infeksi.
Durasi pemberian antibotik yang lama juga ditemukan sebesar 11.4
%. Penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama akan
meningkatkan resiko terjadinya efek samping yang tidak diinginkan.
Pada penelitian ini terdapat penggunaan gentamisin yang cukup lama
yaitu 9 hingga13 hari pada anak. Hal tersebut dapat meningkatkan
efek samping gentamisin yang mungkin terjadi pada anak seperti
gangguan pada ginjal dan ototoksisitas(Bauer 2008).
29
30. Page 30
Kualitas penggunaan antibiotik berdasarkan tipe
terapi.
Hasil pengelompokan didapatkan bahwa tipe terapi terbanyak adalah:
ADE ( Antimicrobial Drugs Empiric Therapy) (47.4 %)
ADU ( Antimicrobial Drugs Unknown Therapy) (32.6 %),
ADD ( Antimicrobial Drugs Documented Therapy) (12.0),
ADET ( Antimicrobial Drugs Extended Empiric Therapy) (6.9 %)
ADP( Antimicrobial Drugs Prophylaxis Therapy) (1,1 %)
30
32. Page 32
Antibiotika secara empiris yang sering digunakan adalah kombinasi
ampisilin dan gentamisin.
Dikarenakan hasil mikrobiologi tidak dapat tersedia dalam waktu 48
hingga 72 jam, terapi awal infeksi diberikan secara empiris dan
panduan dari jurnal klinis. Hal tersebut menunjukan tidak adekuat
untuk terapi penyakit infeksi yang kritis, perawatan pasien yang
kondisi buruk, termasuk morbiditas dan mortilitas berat yang
meningkatkan lama waktu rawat (Ibrahim et al. 2000; Kollef et al.
1999).
32
33. Page 33
Penggunaan tanpa indikasi yang jelas juga cukup banyak, hal ini
dikhawatirkan akan meningkatkan tingkat resistensi antibiotik
terutama golongan β-laktam dan aminoglikosida.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa terjadi resistensi terhadap
penisilin dan tetrasiklin pada beberapa wilayah di Indonesia dengan
persentase hampir mendekati 100 %.
Temuan ini membuat golongan penisilin perlahan mulai ditinggalkan
sebagai terapi lini pertama banyak klinisi yang beralih pada golongan
sefalosporin yang dianggap mampu bertahan melawan bakteri/kuman
yang menimbulkan problem resistensi (Ieven et al. 2003).
33
34. Page 34
Bab V
KESIMPULAN dan SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pengelompokan usia didapatkan angka kejadian
infeksi pada anak usia kecil dari 12 tahun sangat tinggi yaitu 93.2
%.
Analisa penggunaan antibiotik secara kuantitatif tidak rasional
terlihat dari nilai total DDD/ 100 hari rawat pada penelitian sangat
tinggi yaitu 50.9 g dibandingkan dengan standar WHO 17.24 g dan
berdasarkan jenis antibiotiknya yang terbanyak adalah ampisilin
yaitu 26 g diikuti dengan gentamisin sebesar 12.2 g.
34
35. Page 35
Analisa penggunaan antibiotik secara kuanlitatif tidak rasional
menggunakan metoda Geyssens didapatkan kategori yang paling
banyak adalah kategori O (penggunaan tepat/rasional) sebesar 32
% dan diikuti oleh kategori V (tidak ada indikasi) yang cukup
banyak sebesar 27.4 %.
Pengelompokan tipe terapi terbanyak adalah ADE 47.4 % diikuti
secara berturut-turut oleh ADU 32.6 %, ADD 12 %, ADET 6.9 %
dan ADP 1,1 %. Penggunaan antibiotik ampisilin dan gentamisin
secara empiris yang kurang rasional karena kejadian resistensi
antibiotik ampisilin di indonesia telah banyak dilaporkan.
35
36. Page 36
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian ini disarankan untuk lebih
memperhatikan penggunaan antibiotik yang tepat terhadap indikasinya.
Untuk penelitian selanjunya diharapkan dapat melakukan dalam waktu
yang lebih lama dan penelitian terhadap penggunaan obat lain seperti
obat-obat terapi penyakit kronis.
36