1. SEJARAH PERUMUSAN DAN
PENGESAHAN PANCASILA
Oktober 21, 2013tif4 Pancasila Tinggalkan komentar
Oleh: Ali Usman
1. Latar belakang sejarah
Pendudukan Indonesia oleh kolonial Belanda semenjak berdirinya perkumpulan dagang VOC
(Verenighde Oost Indische Companie) di awal abad XVII dengan pemerintahannya di Indonesia
yang terkenal dengan Hindia Belanda (Nederlands Indie), mulai ambruk dengan mendaratnya
tentara Jepang di Indonesia yang dimulai pertama kali di pulau Tarakan, Kalimantan pada 10-11
Januari 1942, yang kemudian diikuti dengan adanya pendaratan di pulau-pulau lainnya seperti
Sulawesi, Maluku, Sumatera, Bali, dan Jawa.
Pada 5 Maret 1942 Batavia jatuh, dan perlawanan Belanda terhadap Jepang berakhir di Bandung
pada tanggal 8 Maret 1942, sedangkan tanggal 9 Maret 1942 Jenderal Ter Poorter sebagai
panglima tertinggi Angkatan Darat Sekutu di Jawa menyerah dengan tanpa syarat, yang diikuti
dengan ditawannya ke luar Jawa gubernur Djarda van Starkenborg Stachouwer dengan para
pembesar Belanda lainnya, sehingga terhitung sejak itu secara formal dimulai masa pendudukan
Jepang di Indonesia.
Dirumuskannya Pancasila sebagai Dasar Negara tidak terlepas dari dari adanya janji
Pemerintahan Jepang di Tokyo yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso di hadapan
Parlemen Jepang pada tanggal 7 September 1944 untuk memberikan kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia sebagai hadiah dari pemerintahan Jepang.
Pemberian janji tersebut merupakan strategi Jepang yang melihat Indonesia kayan akan potensi
SDA dan SDM, yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan dukungan pada Angkatan Perang
Jepang dalam memenangkan Perang Dunia II melawan sekutu. Namun janji itu baru dilakukan
setelah balatentara Jepang mengalami kekalahan-kekalahan di semua medan pertempuran dan
adanya desakan dari para pemimpin pergerakan bangsa Indonesia, yang kemudian memaksa
pemerintah Jepang untuk membentuk Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 29 April 1945, bertepatan
dengan hari ulang tahun kaisar Jepang, Tenno Haika, dan dilantik tanggal 28 mei 1945.
Pelantikan BPUPKI dilakukan oleh Gunseikan di Jakarta pada tanggal 28 Mei 1945 dengan dr.
KRT Radjiman Wedionidingrat sebagai ketua, RP Soeroso sebagai wakil ketua merangkap
kepala kantor/sekretariat, dan seorang anggota Jepang bernama Yoshio Ichibangase, juga
menjabat sebagai wakil ketua, serta anggota sebanyak 64 orang.
Sehari setelah pengurus BPUPKI dilantik, maka badan ini mulai mengadakan sidang-sidang,
yang dibagi dalam dua masa persidangan, yaitu masa persidangan I berlangsung dari tanggal 29
Mei – 1 Juni 1945, dan masa persidangan II tanggal 10-16 Juli 1945, yang diselenggarakan di
Gedung Tyuoo Sangiin (Gedung Pejambon) Jakarta.
2. Masa perumusan dan pengesahan
a. Persidangan I
Membahas tentang landasan filosofis, yakni dasar negara Indonesia.
2. Hari pertama (29 Mei 1945), Ketua BPUPKI meminta kepada para anggotanya untuk
memberikan pandangan-pandangannya tentang dasar Indonesia Merdeka. Pembicara pertama,
Muhammad Yamin, yang mengajukan usulan (lisan) mengenai dasar negara kebangsaan: Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ke-Tuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Adapun usulan tertulisnya: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan persatuan Indonesia, Rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab, Kerakyaatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sambungane masa perumusan dan pengesahan…..
Hari kedua (30 Mei 1945), pembicaranya adalah dari tokoh-tokoh Islam, yaitu Bagoes
Hadikoesoemo dan KH. Wachid Hasyim, yang mengusulkan pentingnya memasukkan nilai-nilai
Islam menjadi dasar negara, namun tanpa menyampaikan suatu perumusan.
Hari ketiga (31 Mei 1945), pembicaranya adalah Soepomo, yang menyampaikan pandangannya
mengenai dasar negara kebangsaan, yaitu melalui uraian yang berfokus pada aliran pemikiran
negara integralistik, yang dirumuskan ke dalam lima dasar: Persatuan, Kekeluargaan,
Keimbangan lahir batin, Musyawarah, Keadilan rakyat.
Sambungane masa perumusan dan pengesahan…..
Hari keempat (1 Juni 1945), pembicaranya adalah Soekarno, yang juga mengusulkan rumusan
dasar negara kebangsaan dengan menyampaikan rumusan yang diberi nama Pancasila, terdiri
dari: Kebangsaan—nasionalisme, Perikemanusiaan—Internasionalisme, Mufakat—Demokratie,
Keadilan sosial, Ketuhanan yang berkebudayaan.
Menurut Soekarno, kelima sila itu jika diperas menjadi Tri Sila, yaitu Socio—nasionalisme,
Socio-Demokratie, Ketuhanan. Sedangkan bila Tri Sila diperas lagi menjadi Eka Sila, yaitu
“gotong royong”.
Dibentuk “panitia kecil” yang terdiri dari 8 orang untuk menampung usulan-usulan tersebut, dan
di antara 8 orang tersebut adalah Soekarno, Mohammad Hatta, Soetardjo Kartohadikoesoemo,
Wachid Hasyim, Ki Bagoes Hadiekoesoemo, Rd. Otto Iskandardinata, Muhammad Yamin, dan
Mr. Alfred Andre Maramis.
Di luar masa persidangan I BPUPKI yang telah berakhir, Panitia 8 memanfaatkan waktu yang
ada sebelum memasuki persidangan II BPUPKI, yaitu mengadakan pertemuan pada 22 Juni 1945
bersama para anggota BPUPKI, yang hanya dihadiri oleh 38 orang anggota, karena sebagiannya
menghadiri sidang di Tyoo Sangiin.
Pertemuan dalam rapat gabungan itu telah berhasil membentuk panitia kecil lainnya terdiri dari 9
orang untuk merumuskan dasar negara. Pembentukan panitia ini juga untuk memenuhi
kebutuhan dalam mencari jalan keluar antara kelompok Islam dan nasionalis/kebangsaan
mengenai agama dan negara, yang masalahnya timbul sejak masa persidangan I.
Sambungane masa perumusan dan pengesahan…..
Panitia 9 yang terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Achmad
Soebardjo, Mr. Alfred Andre Maramis, Abdoel Kahar Moezakkir, Wachid Hasyim, Abikoesno
Tjokrosoejoso, dan Agoes salim, berhasil membentuk “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”
yang kemudian dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta sebagai nama atau sebutan yang
diberikan oleh Muhammad Yamin, sedangkan Soekiman menyebutnya sebagai “perjanjian
luhur”.
Di dalam piagam Jakarta dimuat rumusan Dasar Negara sebagai hasil kerja kolektif Panitia 9
yang terdiri dari lima, yaitu: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
3. yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Persidangan II
Substansi dalam masa persidangan II menitikberatkan pada pembahasan UUD negara Indonesia,
yang berlangsung maraton selama 7 hari (10-16 Juli 1945).
Meskipun BPUPKI telah menyatakan dengan bulat naskah dari rancangan UUD, namun karena
secara hukum status BPUPKI ini bukan merupakan badan pembentuk negara yang mempunyai
wewenang untuk meletakkan kaidah negara yang fundamental, maka adanya penerimaan
tersebut belum berarti bahwa naskah UUD yang dikenal dengan sebutan Piagam Jakarta hasil
kerja Panitia 9 itu telah diterima sebagai Dasar Negara karena sebagaimana ternyata kemudian
rumusan tersebut masih mengalami perubahan lagi dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Naskah itu diserahkan kepada Pemerintah Belantara Jepang pada 17 Juli 1945, dan sesudah itu
BPUPKI tidak mengadakan sidang-sidang lagi.
Kemerdekaan bangsa Indonesia sebagaimana dijanjikan pemerintah Jepang sempat mendapat
tantangan dari pihak Angkatan Laut Jepang sehingga tidak segera terwujud, meskipun kemudian
setelah melihat Filipina jatuh ke tangan angkatan perang Amerika serikat, pihak Angkatan Laut
tidak lagi menentang kebijakan politik tersebut.
Tanggal 9 Agustus 1945, delegasi Indonesia terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, KRT
Radjiman Wediodiningrat berangkat ke Saigon-Jepang dan tiba tanggal 10 Agustus 1945,
mendapat penjelasan dari Marsekal Hisaichi Terauci (wakil pemerintahan Jepang), bahwa
kemerdekaan Indonesia akan ditentukan oleh pemerintah Jepang yang berkedudukan di Tokyo.
Para pemimpin bangsa Indonesia ini tiba kembali di Jakarta tanggal 14 Agustus 1945.
Jepang semakin menderita kekalahan dalam peperangannya melawan sekutu; tanggal 6 Agustus
1945 kota Hirosima dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat, sedangkan untuk kota Nagasaki
pada 9 Agustus 1945.
PPKI beranggotakan 21 orang dengan Soekarno sebagai ketua, dan Mohammad Hatta sebagai
wakil ketua dengan tugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Namun sebelum pengurus ini
menjalankan tugasnya, tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu,
maka terjadilah kekosongan kekuasaan dalam pemerintahan.
Hal itu dimanfaatkan oleh para pemimpin bangsa Indonesia dengan mengadakan rapat kilat
tanggal 16 Agustus 1945 di rumah Laksamana Maeda, Jalan Nassau Boulevard (sekarang Jl.
Imam Bonjol) No. Jakarta mulai tengah malam hari, dan berhasil mengambil putusan penting
untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia pada pagi harinya.
Bangsa Indonesia mengambil keputusan sendiri/secara sepihak dengan cara memproklamasikan
kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 yang dilangsungkan di Pegangsaan Timur 56
Jakarta.
Naskah resmi teks Proklamasi dibacakan oleh Soekarno dan ditandatangani bersama oleh
Soekarno-Hatta yang bertindak atas nama bangsa Indonesia.
Putusan sepihak yang diambil melalui tindakan proklamasi ini sebagai tindakan politik tertinggi
dari bangsa Indonesia (sehingga lahirlah negara baru Indonesia) dan membuktikan bahwa
kemerdekaan bangsa Indonesia bukan sebagai hadiah dari Jepang, melainkan kemerdekaan atas
dasar perjuangan dengan kekuatan sendiri atas nama rakyat Indonesia.
4. Sejarah Perumusan Dan
Pengesahan Pancasila
DitulispadaOktober24, 2013
Rate This
A. Proses Perumusan Pancasila
Menjelang tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya, banyak cara yang
digunakan jepang untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia, salah satunya
adalah janji Jepang untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh
Perdana Menteri Kuniaki Kaiso pada tanggal 7 September 1944.
1. A. PembentukanBPUPKI
Langkah pertama pelaksanaan janji ini ialah pembentukan “Docuritsu Zyunbi Tyoosakai”
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945[1].
Badan Penyelidik yang beranggotakan 62 orang[2] ini termasuk Dr.Radjiman Wedyodiningrat
(ketua) dan R.P.Soeroso (wakil ketua) dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 dan menyelesaikan
tugasnya di gedung Pejambon dalam dua sidang. Sidang pertama berlangsung dari tanggal 29
Mei sampai 1 Juni 1945, dan yang kedua dari tanggal 10 sampai 16 Juni 1945.
1.Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Setelah terbentuk BPUPKI segera mengadakan persidangan. Masa persidangan pertama BPUPKI
dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pada masa persidangan ini,
BPUPKI membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Pada persidangan
dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.
a) Mr. Mohammad Yamin
5. Mr. Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya tentang dasar negara Indonesia merdeka
dihadapan sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya diberi judul ”Asas dan
Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Mr. Mohammad Yamin mengusulkan dasar
negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
1. Peri kebangsaan;
1. Peri kemanusiaan;
2. Peri ketuhanan;
3. Peri kerakyatan;
4. Kesejahteraanrakyat.
b) Mr. Supomo
Mr. Supomo mendapat giliran mengemukakan pemikirannya di hadapan sidang BPUPKI pada
tanggal 31 Mei 1945. Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang
berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah
negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
1. Persatuan;
2. Kekeluargaan;
3. Keseimbanganlahirdanbatin;
4. Musyawarah;
5. Keadilansosial.
c) Ir. Sukarno
Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Sukarno mendapat kesempatan untuk mengemukakan dasar negara
Indonesia merdeka. Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut, yang dinamakan dengan
Pancasila[3]
1. KebangsaanIndonesia;
2. Internasionalisme atauperikemanusiaan;
3. Mufakat atau demokrasi;
4. Kesejahteraansosial;
5. Ketuhanan
6. 2. Masa Persidangan Kedua(10–16 Juli 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia
merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu,
BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga
disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang
pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno,
Abdul Kahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, Abdul Wachid Hasjim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus
Salim, Ahmad Soebarjo, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan A.A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja
cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia
merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter.
6. Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa
persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga
membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan
rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro,
Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan
kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus
Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang
pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945.
Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan
undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh). Pada tanggal 15 dan 16 Juli
1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-
Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan
diterima sidang pleno BPUPKI
3. Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindak lanjuti hasil kerja
BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga
tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai. PPKI beranggotakan 21 orang
yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari
Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda
Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah
anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo.
Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo,
K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul
Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan,
Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar
Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
4. Piagam Jakarta
Usulan rancangan pembukaan dalam Undang-Undang Dasar 1945:
“….dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang
berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang
Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah
Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan
kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk
memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
7. ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia,
jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan
berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta
dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
C. Pengesahan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini
PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta
lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum
sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk
mencari penyelesaian masalah kalimat ”…dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo,
Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu
membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari
Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut.
Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat
”… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat
selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.
Dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945 atau tepatnya setelah proklamasi kemerdekaan
ditentukanlah rumusan akhir yang mengakhiri proses perumusan pancasila dengan hasil
pancasila sebagai berikut:
1. KetuhananYangMaha Esa.
2. KemanusiaanYangAdil danBeradab.
3. PersatuanIndonesia.
4. Kerakyatanyangdipimpinolehhikmah kebijaksanaandalampermusyawaratan/perwakilan.
5. KeadilanSosial bagi seluruhRakyatIndonesia