SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
SEJARAH
Justitie Hooggerechtshof Kriminil: landraad Raad van justitie
Hooggerechtshof
Hooggerechtshof
Pengadilan Hooggerechtshof merupakan Pengadilan Tertinggi dan
berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh
Indonesia. Hooggerechtshof terdiri dari seorang Ketua dan 2 orang
anggota, seorang Pokrol jendral dan 2 orang Advokat Jendral, seorang
Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih. Jikalau
perlu Gubernur Jendral dapat menambah susunan Hooggerechtshof
tersebut dengan seorang Wakil Ketua dan seorang/lebih anggota lagi.
Tugas/kewenangan Hooggerechtshof : a. mengawasi jalannya peradilan di
seluruh Indonesia sehingga dapat berjalan secara patut dan wajar. b.
Mengawasi perbuatan/kelakuan Hakim serta Pengadilan-pengadilan. c.
Memberi tegoran-tegoran apabila diperlukan. d. Berhak minta laporan,
keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik sipil maupun militer,
Pokrol Jendral dan lain pejabat Penuntut Umum. e. Sebagai tingkat
pertama dan terakhir mengadili perselisihan-perselisihan tentang
kekuasaan mengadili : 1. di antara pengadilan-pengadilan yang
melakukan peradilan atas nama Raja, diantara pengadilan-pengadilan ini
dengan pengadilan-pengadilan adat di dalam daerah yang langsung
diperintah oleh Gubernemen, dimana rakyat dibiarkan mempunyai
peradilan sendiri, diantara pengadilan-pengadilan tersebut diatas, dengan
pengadilan-pengadilan Swapraja, sepanjang ini dimungkinkan menurut
perjanjian-perjanjian politik dengan daerah-daerah pengadilan yang
berselisih tidak ada di dalam daerah hukum appelraad yang sama; 2. di
antara appelraad-appelradd; 3. di antara pengadilan sipil dan pengadilan
militer, kecuali jikalau perselisihan itu timbul diantara Hooggerechtshof
sendiri dengan Hoogmilitairgerechtshof, didalam hal mana diputuskan
oleh Gubernur Jendral.
1 jikalau temyata hakim tidak mengindahkan tatacara yang diharuskan
dengan ancaman pembatalan;
2 jikalau hukum dilanggar. Hukum dianggap telah dilanggar, apabila
hakim tidak memperlakukan atau tidak tepat memperlakukan
ketentuan-ketentuan hukum;
3 jikalau tedapat perlampauan batas kekuasaan mengadili.
4 jikalau terbukti hakim tidak berhak mengadili perkaranya. (Lihat buat
selanjumya mengenai hak kasasi ini pasal-pasal 173 s/d 176 R.O.).
ARTIKEL 173.
Indien het vonnis vernietigd wordt wegens verkeerde toepassing of
schending van wettelijke bepalingen of overschrijding van regtsmagt,
moet hat hoog gegegtshof de zaak ten principale eidoen, en zulks, in
burgerlijke zak ten, steeds by hetzeldfe arrest, waarbij de vernietiging
wordt uitgesproken.
In stafzakenkan hat hoog geregtshof, wanneer zulks noodig mogt zijn
voor eene bilijke en juiste strafbedeeling, bij het arrest van vernietiging
gelasten dat er, op zoodanige wijze als het hof meest doelmatig zal
achten, een nader onderzoek plaats hebbe aangaande de omstan-
digheden, die tot berligting of verzwming der op to leggen staf kunnen
leiden; en zal in die gevallen de zaak ten principale bij een tweede arrest
worden afgedaan.
ARTIKEL 174.
Indien de vonnissen vemietigd worden ter zake van verzuim van
vormen, die op straf van nietigheid zijn voorgeschreven, beveelt het
hoog geregtshof eene nieuwe instructie, te beginnen met de oudste acte,
in welke de nietigheid is begaan.
Deze instructie ken plaats hebben:
1°. bij het hoog geregtshof zelf, hetwelk alsdan de zaak zal beslissen;
2°. bij dezelfde regtbank, die reeds van de zaak heeft kennis genomen,
of, indien dit volstrekt noodzakelijk wordt geacht, bij eene andere
regtbank van gelijken rang.
ARTIKEL 175.
Inndien het vonnis wordt vernietigd wegens onbevoegdheid, verwisjt het
hoog geregtshof de zaak naar den bevoegden regter. De bepalingen van
het tegen woordige en van de beide voorgaande artikelen zijn niet
toepssselijk in geval van vernietiging In het belang der wet,
uitgesproken op den daartoe ambtshalve ingestelden eisch van den
procereurgeneraal.
ARTIKEL 175.
Het beroep in cassatie wordt niet toegelaten, wanneer eenig under
middel van voorzisning aanwezig is.
Dari masa penjajahan Pemerintahan Jepang sampai Kemerdeka-
an Republik Indonesia.
Pada jaman Jepang, yang merupakan badan Kehakiman tertinggi disebut
Saikoo Hooin. Kemudian dihapuskan pada mhun 1944 dengan Osamu
Seirei (Undang-Undang) No. 2 tahun 1944, sehingga segala tugasnya
dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).
OSAMU SEIREI
OSAMU SEIREI No. 2
Tentang mengoebah soesoenan pengadilan dan sebagainja.
Pasal 1.
Oentoek sementara waktoe, pekerdjaan Saikoo Hooin (Pengadilan
Agoeng) den Saikoo Kensatu Kyuku (Kedjaksaan Pengadilan Agoeng)
dihentikan, serta hal-hal jang termasoek dalam kekoeasaannja dioeroes
menoeroet atoeran pasal 2 sampai pasal 6.
Pasal 2.
Perkara jang diadili lagi oleh Saikoo Hooin, jang dimaksoed dalam pasal
9, Oendang-oendang No. 34, tahoen 2602 (Osamu Seirei No. 3), jaitoe
perkara jang telah diadili oleh Gunsei Hooin (Pengadilan Pemerintah
Balatentera, ketjuali Kaikyoo Kootoo Hooin atau Mahkamah Islam Tinggi
den Sooryo Hooin atau Pengadilan Agama, selandjoetnja demikian) -
dalamnja tidak tennasoek Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi) -,jang ada
didaerah kekoeasaan Kootoo Hooin, diadili oleh Kootoo Hooin itoe
dengan permoesyawaratan tiga orang hakim; akan tetapi djika
dipandang perloe oleh Kootoo Hooin itoe, maka perkara itoe boleh
dserahkan kepada Kootoo Hooin lain.
Atjara mengadili perkara jang diadili lagi dan hal-hal jang perloe tentang
oeroesan jang dimaksoed pada ajat diatas, heroes menoeroet
petoendjoek Gunseikan.
Pasal 3.
Kekoeasaan Saikoo Hooin jang ditetapkan dalam pasal 157, ,,
Reglement op de Rechterlbke Organisatie" dilakoekan oleh Kootoo Hooin
terhadap Gunsei; Hooin jang ada dalam daerah kekoeasannja.
Kekoeasaan Saikoo Hooin jang. ditetapkan dalam pasal 162, „Reglement
op de Rechterlijke Organiwtie" dilakoekan oleh Djakarta Kootoo Hooin.
Pasal 4,
Kekoeasaan djabatan ketoea. Saikoo Hooin menoeroet atoeran kalimat
penghabisan dalam ajat 2, pasal 5, Oendang-oendang No. 34, tahom
2602 (Owmu Seirei No. 30) dilakoekan oleh ketoea Kootoo Hooin.
Pasal 5.
Kekoeasam djabaan ketoea Saikoo Kenwtu Kyoku, termasoek djoega
kekoeawan tentang hal-hal jang ditetapkan lalam pasai 180 „Reglement
op de Rechterlijke Organiwtie" dilakoekan oleh Gunseikaobu Sihoobutyoo
atas perintah Gunseikm.
Pasal 6.
Selain dari pada atoeran jang ditetapkan dalam pasal 2 sampai pasal 5,
maka hal-hal jang termasoek dalam kekoesaan Saikoo Hooin, Saikoo
Kensatu Kyoku atau kekoeasaan ketoenja masing-masing dilakoekan
oleh Gunseikanbu Sihoobutyoo, atau Kootoo Hooin, Kootoo Kensatu
Kyoku ataupoen oleh ketoea Kootoo Hooin atau Kootoo Kensatu Kyoku
menoeroet petoendjoek Gunseilran.
Pasal 7.
Oentoek mengoeroes segala sebahagian pekerdjaan Kootoo Hooin atau
Kootoo Kensstu Kyoku, maka Gunseikan boleh menjoeroeh Simpankan,
Kensatukan atau pegawai lain dari Kootoo Hooin atau Kensatu Kyoku
oentoek bekerdja ditempat jang perloe, jang boekan tempat
kedoedoekan Kootoo Hooin atau Kootoo Kensatu Kyoku.
Pasal 8.
Dalam hal atjara mengadili parkara, maka hal-hal jang tidak dapat
dioeroes menoeroet atoeran jang soedah-soedah haroes dioeroes
menoeroet petoendjoek Gunseikan, demikian djoega hal-hal jang tidak
dapat dioeroes menoeroet atoeran jang soedah-soedah delam hal
oeroesan kehakiman jang lain dari pada atjara mengadili perkara.
Atoeran tambahan.
Oendang-oendang ini moelai berlakoe pada tanggal 15, boelan 1, tahoen
Syoowa 19 (2604).
Djakarta, tanggal 14, boelan 1, tahoen Syoowa 19, (2604)
Saikoo Sikikan.
Pada saat berlakunya Undang-undang Dasar 1945 di Indonesia tidak ada
badan Kehakiman yang tertinggi. Satu satunya ketentuan yang
menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat
1 Undang-Undang Dasar 1945. Maka dengan keluamya Penetapan
Pemerintah No. 9/S.D. tahun 1946 ditunjuk kota Jakarta Raya sebagai
kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut
hanya penunjukan tempatnya saja. Penetapan Pemerintah tersebut pada
alinea II berbunyi sebagai berikut:
Menundjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut
ibu-kota DJAKARTA-RAJA:
Baru dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1947 ditetapkan tentang
susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai
berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.
Pada. tahun 1948, Undang-Undang No. 7 tahun 19,47 diganti dengan
Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1
mengandung
1. Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.
2. Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan
Undang-Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik
Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu
pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat pertama, dan
sekurankurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam
tingkat apel.
Oleh karena kita telah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak
sesuai dengan keadaan, maka pada tahun 1965 dibuat UndangUndang
yang mencabut Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Undang-Undang
No. 1 tahun 1950 dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965
tentang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum den Mahkamah
Agung.
Masa Republik Indonesia
Di jaman pendudukan Jepang pernah Badan Kehakiman tertinggi
dihapuskan (Saikoo Hooin) pada tahun 1944 dengan Undang-Undang
(Osamu Seirei) No. 2.tahun 1944, yang melimpahkan segala tugasnya
yaitu kekuasaan melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya
peradilan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi). Meskipun demikian
kekuasaan kehakiman tidak pernah mengalami kekosongan.
Namun sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945
dari sejak diundangkannya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
1945 tanggal 18 Agustus 1945, semakin mantaplah kedudukan
Mahkamah Agung sebagai badan tertinggi bidang Yudikatif (peradilan)
dengan kewenangan yang diberikan oleh pasal 24 Undang-Undang Daser
1945, dimana Mahkamah Agung diberi kepercayaan sebagai pemegang
kekuasaan Kehakiman tertinggi.
Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada bulan
Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari
1950, setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan
demikian Mahkamah Agung berada dalam pengungsian selama 3 1/2 (tiga
setengah) tahun.
Susunan Mahkamah Agung sewaktu di Jogyakarta.
K e t u a : Mr. Dr. Kusumah Atmadja.
WakilKetua : Mr. R. Satochid Kartanegara.
Anggota-anggota 1. Mr. Husen Tirtasmidjaja.
2. Mr. WWono Prodjodikoro.
3. Sutan Kali Malikul Add.
Panitera : Mr. Soebekti.
Kepala Tara Usaha : Ranuatmadja.
Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu
berada dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama
dibawah satu departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya:
Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu
namanya: Kejaksaan Pengadilan Negeri.
Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu
sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No.
15 tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi
Menteri Jaksa Agung.
Para pejabat Mahkamah Agung.(Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan
Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan
Peraturan Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai
pelaksanaan pasal 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang
Pengadilan Tentara.
Masa menjelang pengakuan Kedaulatan (tanggal 12 Desember
1947)
Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang
dibentuk oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan,
Jawa Timur, Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan
Tertinggi yang dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl.
Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal
yang sekarang adalah gedung Departemen Keuangan.
Susunan Hooggerechtshof terdiri atas:
Ketua : Mr. G. Wijers.
Anggota : 2 orang Indonesia
Mr. Notosubagio
Mr. Oeanoen
2 orang Belanda : Mr. Peter
Procursur General (Jaksa
Agung)
: Mr. Bruyns.
Procureur General (Jakm
Agung)
: Mr. Oerip
Kartodirdjo.
Hooggerechtshof juga menjadi instansi banding terhadap putusan Raad
no Justitie.Mr. G. Wjjers adalah Ketua Hooggerechtshof terakhir, yang
sebelum perang dunia ke II terkenal sebagai Ketua dari Derde kamar
Read van Instills Jakarta yang memutusi perkara-perkara banding yang
mengenai Hukum Adat (kamar ketiga, hanya terdapat di Road van
Justitie Jakarta).
Pada saat itu Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerahdaerah
Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan
dipulihkan kembali kedaulatan Republik Indonesia area seluruh wilayah
Indonesia (kecuali Irian Barat) maka pekerjaan Hooggerechtshof harus
diserahkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Pada tanggal 1 Januari 1950 Mr. Dr. Kusumah Atmadja mengoper
gedung dan personil serta pekerjaan Hooggerechtshof. Dengan demikian
maka para anggota Hooggerechtshof dan Procurer Genera! meletakkan
jabatan masing-masing dan selanjutnya pekerjaannya diserahkan pada
Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat.
Pada waktu ini Mahkamah Agung terdiri dari:
Ketua Dr; Mr. Kusumah Atmadja
Wakil Kema Mr. Satochid Kartanegara.
Anggota 1. Mr. Husen Tirteamidjaja.
2. Mr. Wiijono Prodjodikoro.
3. Sutan Kali Malikul Adil.
Ponitera Mr. Soebekti.
Jaksa AgungMr. Tirtawinata.
Mahkamah Agung pada saat itu tidak terbagi dalam majelismajelis.
Semua Hakim Agung ikut memeriksa dan memutus baik perkara-perkara
Perdata maupun perkara-perkara Pidana. Hanya penyelesaian perkara
pidana diserahkan kepada Wakil Ketua.
Masa Republik Indonesia Serkat (RIS) 27 December 1949 sampai
dengan 17 Agustus 1950
Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara yang berbentuk suatu
Federasi atau Serikat, maka demikian pula dalam negara Republik
Indonesia Serikat diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan dari
masing-masing negara Bagian disatu pihak
Pengadilan dari Federasi yang berkuasa disemua negara-negara Bagian
dilain pihak untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada
satu Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan
Tertinggi, sedang lain Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing-
masing negara Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah
Agung Republik Indonesia Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun
1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-N. tahun 1950 No. 30) yaitu tentang
Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat
yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950.
Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang waktu
itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat,
yang pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik
Indonesia di Yogya adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo menggantikan
Mr. Susanto Tirtoprodjo - lihat halaman 34. "Kenang-kenangan sebagai
Hakim selama 40 tahun mengalami tiga jaman" Oleh Mr. Wirjono
Prodjodikoro - terbitan tahun 1974). Menurut Undang-Undang Dasar RIS
pasal 148 ayat 1 Mahkamah Agung merupakan forum privilegiatum bagi
pejabat-pejabat tertinggi negara. Fungsi ini telah dihapuskan sewaktu
kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Beruntunglah dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun 1950 (I.N.
tahun 1950 No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas
pada lingkungan peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan
sebuah Undang-Undang No. 13 tahun 1965 yang mengatur tentang:
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung.
Sayang sekali bahwa Undang-Undang tersebut tidak memikirkan lebih
jauh mengenai akibat hukum yang timbul setelah diundangkannya
tanggal 6 Juni 1965, terbukti pasal 70 Undang-Undang tersebut
menyatakan Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1 tahun 1950 tidak
berlaku lagi. Sedangkan acara berkasasi di Mahkamah Agung diatur
secara lengkap dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut.
Timbullah suatu problema hukum yaitu adanya kekosongan hukum acara
kasasi. Jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung untuk
mengatasi kekosongan tersebut adalah menafsirkan pasal 70""" tersebut
sebagai berikut:
Oleh karena Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut disamping
mengatur tentang susunan, kekuasaan Mahkamah Agung, mengatur
pula tentang jalannya pengadilan di Mahkamah Agung, sedangkan
Undang-Undang No. 13 tahun 1965 tersebut hanya mengatur tentang
susunan, kedudukan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan
Mahkamah Agung, dan, tidak mengatur tentang bagaimana beracara di
Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung menganggap pasal 70
Undang-Undang No. 13 tahun 1965 hanya menghapus Undang-Undang
No. 1 tahun 1950 sepanjang mengenai dan kedudukan Mahkamah
Agung saja, sedangkan bagaimana jalan peradilan di Mahkamah Agung
masih tetap memperlakukan Undang-Undang No. 1 tahun 1950.
Pendapat Mahkamah Agung tersebut dikukuhkan lebih lanjut dalam
Jurisprudensi Mahkamah Agung yaitu dengan berpijak pada pasal 131
Undang-Undang tersebut.
Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun 1970
tentang; "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal
17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan
bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti
Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi
putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu
yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri
dari:
1. Peradilan Umum;
2. Pemdilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peadilan Tata Usaha Negara.
Bahkan Mahkamah Agung sebagai pula pengawas tertinggi atas
perbuatan Hakim dari semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970
tersebut Mahkamah Agung mempunyai Organisasi, administrasi dan
keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan
melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak
Hooggerechtshof, sebagai berikut:
1. Fungsi Paradilan;
2. Fungsi Pengawasan;
3. Fungsi Pengaturan;
4. Fungsi Memberi Nasehat;
5. Fungsi Administrasi.
1. Fungsi Peradilan (Justitiele fungtie),
Peradilan kita di Indonesia menganut "sistim kontinental" Yang berasal
dari Perancis yaitu sistim kasasi.Dalam sistim tersebut, Mahkamah
Agung sebagai Badan Pengadilan tertinggi merupakan Pengadilan kasasi
yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan
menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang diseluruh wilayah
negara ditetapkan secara tepat dan adil. Sedangkan di negara sistim
Anglo Saxon hmya mengenal banding.Perkataan kasasi berasal dari
bahasa Perancis "Casser" yang artinya memecahkan atau membatalkan.
Sehingga pengertian kasasi disini adalah kewenangan Mahkamah Agung
untuk membatalkan semua putusan-putusan dari pengadilm bawahan
yang dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukum.Dalam
putusan kasasi Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan dan
penetapan dari Pengadilan-Pengadilan yang lebih rendah karena:
a. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya perbuatm yang bersangkutan;
b. karena melampaui batas wewenangnya;
c. karena salah menerapkan atau karena melanggar peraturan-
peraturan hukum yang berlaku (diatur dalam pasal 51 Undang-
Undang No. 13 tahun 1965).
Sebagai disebutkan di atas sampai saat ini Mahkamah Agung
menggunakan pasal 131 Undang-Undang No. I tahun 1950 sebagai
landasan hukum untuk beracam kasasi. Dalam tahun 1963 dengan
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1963 Mahkamah Agung
memperluas pasal 113 Undang-Undang No. 1 tahun 1950 dengan
menentukan bahwa permohonan kasasi dapat diajukan di Pengadilan
tingkat pertama (Pengadilan Negeri). Semula dalam pasal 113 tersebut,
permohonan kasasi harus diajukan kepada Pengadilan yang putusannya
dimohonkm kasasi"
Menurut Prof""". Soebekti, SH dikeluarkannya Peraturan M.A. No. 1
tahun 1963 tersebut adalah tepat karena Pengadilan Tinggi pada
umumnya jauh letaknya dengan tempat tinggal pemohon kasasi itu. lagi
pula berkas-berkamya disimpan di Pengadilan Negeri.
a. Permohonan kasasi yang disebutkan diatas adalah "kasasi pihak"
("partij cassatie"). Selain daripada kasasi tersebut, masih ada bentuk
kasasi lain yang disebut dengan permohonan kasasi yang diajukan oleh
Jaksa Agung demi kepentingan hukum (pasal 50 ayat (2) Undang-
Undang No. 13 tahun 1965).
b. Peninjauan kembali. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1965 pasal
52 disebutkan bahwa: "Terhadap putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan
kambali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaankeadaan yang
ditentukan dengan Undang-Undang".Kemudian dalam pasal 21 Undang-
Undang No. 14 tahun 1970 lebih jelas diatur sebagai berikut: "Apabila
terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan
Undang-Undang, terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh
kekuasan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali
kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh
pihak-pihak yang berkepentingan".
c. Hak Uji (Toetsingsrecht). Hak menguji Mahkamah Agung ini sangat
erat hubungannya dengan fungsi peradilan. Mengapa? Karena hak uji
atau "toetsingsrecht" Hakim terhadap peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah dari UndangUndang hanya formil saja dan melalui
putusan kasasi. Sesungguhnya hak menguji hakim tersebut tidak
dijelaskan maksudnya secara tegas dan menyeluruh.
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 pasal 26 yang berbunyi
sebagai berikut:
(1). Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua
peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari
Undang-Undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
(2). Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-
undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam
tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang
dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh instansi yang
bersangkutan.
Menurut Bapak Prof. Soebekti, SH dalam karangannya tentang """Pokok-
pokok pemikiran tentang hubungan Mahkamah Agung dengan Badan
Peradilan Umum" menyatakan bahwa sesungguhnys "toetsingsrecht" itu
ada 2 (dua) macam:
1. "Formiele toetsingsrecht" yaitu hak untuk menguji atau meneliti
apakah suatu peraturan dibentuk secara sah dan dikeluarkan oleh
penguasa atau instansi yang berwenang mengeluarkan peraturan
itu.
2. 2. "Materiele toetsingrecht" yaitu hak untuk menguji atau menilai
apakah suatu peraturan dari segi isinya (materinya) mengandung
pertentangan dengan peraturan lain dari tingkat yang lebih tinggi
atau menilai tentang adil tidaknya isi peraturan itu. dan spabila
terdapat pertentangan tersebut atau apabila isi peraturan itu
dianggapnya tidak adil, tidak mengetrapkan, artinya menyisihkan
atau menyingkirkan peraturan itu. (to set aside).
2. Fungsi Pengawasan.
Fungsi Pengawasan diberikan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 1970
yaitu dalam Bab II pasal 10 ayat 4 yang berbunyi: "Mahkamah Agung
melakukan pengawasan tertinggi alas perbuatan Pengadilan yang lain,
menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-Undang". Dan di
samping itu mengingat masih belum ada peraturan pelaksanaan yang
mengatur, Mahkamah Agung dalam prakteknya masih bersandar pada
pasal 47 Undang-Undang No. 13 tabun 1965 yang berbunyi sebagai
berikut:
Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan dan sebagai
Pengadilan Tertinggi untuk semua lingkungan peradilan memberi
pimpinan kepada Pengadilan-Pengadilan yang bersangkutan.
Mahkamah Agung melakukm pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajamya.
Perbuatan-perbuatan Hakim di semua lingkungan peradilan diawasi
dengan cermat oleh Mahkamah Agung.
Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi
peringatan, tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan
surat tersendiri maupun dengan Surat Edaran.
Mahkamah Agung berwenang minta keterangan dari semua Pengadilan
dalam semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal itu
dapat memerintahkan disampaikannya berkas-berkas perkara dan surat-
surat untuk dipertimbangkan.
Pengawasan Mahkamah Agung menurut pasal 47 Undang-Undang Nomor
13 tahun 1965 adalah terhadap jalannya peradilan (Bahasa Belanda:
Rechtsgang), dengan tujuan agar Pengadilan-pengadilan tersebut
berjalan secara seksama dan sewajamya. Jalannya peradilan atau
"rechtsgang" tersebut menurut hemat kami terdiri dari:
a). jalannya peradilan yang bersifat tehnis peradilan atau tehnis
yustisial.
b). jalannya peradilan yang bersegi administrasi peradilan
Adapun yang dimaksud dengan "tehnis peradilan" adalah segala sesuatu
yang menjadi tugas pokok Hakim yaitu menerima, memeriksa, mengadili
dan memutuskan perkara yang diterimakan kepadanya. Dalam kaitan ini
termasuk pula bagaimana pelaksanaan putusan tersebut dilakukan.,
Sedang yang dimaksud dengan "administrasi peradilan" adalah segala
sesuatu yang menjadi tugas pokok darl Kepaniteraan lembaga
Pengadilan. (Pengadilan tingkat pertama dan banding dan lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan
Militer dan Mahkamah Agung).
Administrasi peradilan harus dipisahkan dengan administrasi dalam arti
mumi yang tidak ada sangkut pautnya dengan suatu perkara di lembaga
Pengadilan tersebut. Administrasi peradilan perlu memperoleh
pengawasan pula dari Mahkamah Agung, oleh karena sangat erat
kaitannya terhadap tehnis peradilan. Suatu putusan pengadilan tidak
akan sempurna apabila masalah administrasi peradilan diabaikan.
Pembuatan agenda/register perkara, pencatatan setiap parkara yang
berjalan/berproses, formulir-formulir putusan, formulir panggilan,
formulir laporan kegiatan Hakim dan lain sebagainya adalah tidak luput
dari kewenangan pengawasan Mahkamah Agung..Dalam praktek selama
ini Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan telah
mendelegasikan kepada para Ketua Pengadilan tingkat banding, baik
dari lingkungan Peradilan Umum maupun dalam lingkungan Peradilan
Agama. .Disamping itu pula yang termasuk kewenangan pengawasan
Mahkamah Agung adalah semua perbuatan-perbuatan Hakim.
Pengadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung ini bersifat tertinggi
yaitu meliputi keempat lingkungan Peradilan. Pengawasan terhadap
lingkungan Peradilan Agama lebih effektif dilakukan setelah adanya
Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung dengan
Menteri Agama No. 1, 2, 3 dan 4 tahun 1983 tangga17 Januarl 1983.
Sedang pengawasan sebelum tahun 1983 tersebut hanya terbatas pada
pengawasan teknis melalui permohonan kasasi yang dimungkinkan oleh
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977.
Terhadap Pengacara dan Notaris termasuk pula di bawah pengawasan
Mahkamah Agung. Demi keterpaduan pengawasan terhadap para
Pengara dan Notaris ini, sudah diputuskan dalam Rapat-rapat kerja
antara Mahkamah Agung dengan Departemen Kehakiman pada tahun
1982 yang dikukuhkaa lagi tahun 1983, Bahkan terhadap Notaris,
Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran No. 2 tahun 1984
tanggal 1 Maret 1984.
3. Fungsi Pengawasan (Regerende functie).
Fungsi Pengaturan ini bagi Mahkamah Agung adalah bersifat sementara
yang artinya bahwa selama Undang-Undang tidak mengaturnya,
Mahkamah Agung dapat "mengisi" kekosongan tersebut sampai pada
suatu saat Undang-undang mengaturnya. Pasal 131 Undang-Undang No.
1 tahun 1950 memberikan kesempatan bagi Mahakamah Agung untuk
membuat peraturan secara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
melengkapi Undang-Undang yang sudah ada. Hal tersebut menurut Prof.
Soebekti, SH, Mahkamah Agung memiliki sekelumit kekuasaan legislatif,
yang dianggap merupakan suatu pelimpahan kekuasaan dari pembuat
Undang-Undang.
Contoh:
1. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1963 yang menentukan
bahwa permohonan kasasi juga dapat diajukan di Pengadilan
tingkat pertama (yang dalam hal ini. Pengadilan Negeri). Dengan
demikian peraturan tersebut merupakan perluasan terhadap pasal
113 (perkara perdata) yang mengatur agar permohonan kasasi
diajukan kepada Pengadilan yang putusannya dimohonkan kasasi
(pada umumnya adalah Pengadilan Tinggi).
2. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahm 1959 tanggal 20 April
1959 yang isinya antara lain mengatur:
a. Biaya kasasi dibayar tunai pada Pengadilan yang
bersangkutan.
b. Permohonan untuk pemeriksaan kasasi dalam perkara
perdata tidak boleh diterima, jika tidak disertai dengan
pembayaran biaya perkara.
c. Panitera Mahkamah Agung tidak diharuskan mendaftarkan
permohonan kasasi apabila biaya perkara tersebut belum
diterima meskipun berkas perkara yang bersangkutan telah
diterima di kepaniteraan Mahkamah Agung.
d. yang dianggap sebagai tanggal permohonan kasasi ialah
tanggal pada waktu biaya perkara tersebut diterima di
Pengadilan Negeri.
3. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977 maggal 26.
Nopember 1977 yang isinya antara lain mengatur: "jalan
pengadilan dalam pemeriksaan kasasi dalam perkara Perdata dan
perkara Pidana oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer".
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980 tanggal 1 Desember 1980
tentang Peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap yang diperbaiki lagi dengan Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 tahun 1982 tanggal 11 Maret 1982 tentang Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980 yang disempurnakan.
4. Fungsi Pembmian Nmehat (advieserende functie).
Semula fungsi ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 pasal
132 yang mengatakan bahwa: "Mahkamah Agung wajib memberi
laporan atau pertimbangan tentang soalsoal yang berhubungan dengan
hukum, apabila hal itu diminta oleh Pemerintah". Kemudian oleh
Undang-Undang No. 13 tahun 1965 pasal 53 mengatur pula kewenangan
yang sama. Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
"Mahkamah Agung memberi keterangan pertimbangan dan nasehat
tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu
diminta oleh Pemerintah".
Demikian pula Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang tercantum
dalam pasal 25;
"Semua pengadilan dapat memberi keterangan, pertimbangan dan
nasehat-nasehat tentang soal-soal hukum pada Lembaga Negara lainnya
apabila diminta".
Rupa-rupanya pertembangan hukum yang memberi kewenangan kepada
Mahkamah Agung untuk memberi pertimbangan hukum diperluas lagi
oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/1978 yo
TAP MPR No. VVMPR/1973 pasal 11 ayat (2) di mana Mahkamah Agung
dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum,
baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara
Sebagai contoh pelaksanaan ketentuan. Undang-Undang tersebut adalah
kewenangan Mahkamah Agung memberi pertimbangan-pertimbangan
hukum terhadap pennohonan-permohonan grasi kepada Presiden/Kepata
Negam melalui Menten Kehakiman.
Dalam praktek Mahkamah Agung pemah pada tahun 1965 diminta
nasehat oleh Permerintah dalam masalah pembubaran partai politik
Masyumi (masa pra-Gestapu), sehingga dalam putusan Presiden waktu
itu disebut: "Mendengar nasehat Mahkamah Agung"""".
Pada masa itu Kekuasaan Kehakiman telah kehilangan kebebasannya,
dengan duduknya Ketua Mahkamah Agung sebagai Menteri dalam
Kabinet. Bahkan dalam Undang-undang No. 19 tahun 1964 dicantumkan
adanya "Campur tangan Presiden dalam dalam Pengadilan".
Dalam kaitan ini Bapak Prof. Soebekti, SH menyatakan bahwa beliau
tidak kebaratan Pengadilan diminta nasehat oleh Pemerintah atau
Lembaga Tinggi Negara lainnya, asal itu tidak mengurangi kebebasan
Pengadilan.
5. Fungsi Administrasi (administrative functie).
Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 pasal 11 berbunyi sebagai
berikut:
(1). Badan-badan yang melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1)
organisatoris, administratif dan finansiil ada dibawah kekuasaan masing-
masing Departemen yang bersangkutan.
(2). Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan
keuangan tersendiri.
Dari kalimat "administrasi" dalam pasal tersebut di atas, kiranya dapat
dibedakan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas di sini
adalah meliputi segala aktifitas dalam hal "tehnis operasional" (misalnya
monitoring perkara yang lelah diucapkan Hakim, pembuatan laporan
kegiatan Hakim/laporan bulanan dan lain sebagainya).
Sedangkan "administrasi" yang diartikan oleh pasal 11 tersebut adalah
dalam arti sempit. Seolah-olah timbul dualisme pimpinan dimana
sepanjang mengenai administrasi dalam arti luas oleh Mahkamah Agung
sedang administrasi dalam arti sempit diselenggarakan oleh Departeman
masing-masing.
Namun menumt Prof. Soebekti, SH. pandangan yang sedemikian
tersebut adalah keliru, beliau berpendapat pimpinan hanya ada satu
yaitu Mahkamah Agung - RI, sedang Departemen hanya melaksanakan
"dienende functie".
Dalam pedajanan sejarah Mahkamab Agung sejak tahun 1945 yaitu pada
saat berlakunya UU.D..1945 tanggal 18 Agustus 1945 mmpai sekarang,
mengalami pergeseran-pergeseran mengikuti perkembangan sistim
Pemerintahan pada waktu itu, baik yang menyangkut kedudukannya
maupun susunannya, walaupun fungsi Mahkmah Agung tidak mengalami
pergeseran apapun.
Pada waktu terjadi susunan Kabinet 100 Menteri, kedudukan Mahkmah
Agung agak bergeser di mana Ketua Mahkmah Agung dijadikan Menteri
Koordinator yang mengakibatkan tidak tegaknya cita-cita Undang-
Undang Daer 1945 yaitu sebagai pemegang Kekuasaan Kehakiman yang
merdeka terlepas dari pengaruh kekuasan Pemerintah.
Dengan tekad Pemerintah Orde Baru, kembalilah Mahkamah Agung
dalam kedudukannya semula sesuai dengan kehendak Undang-Undang
Dasar 1945. Akhimya dengan berlakunya Undang-Undang No. 14 tahun
1970 mendudukan Mahkmah Agung sebagai puncak dari ke-empat
lingkungan peradilan
SUSUNAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA.
KURUN WAKTU TAHUN 1950 - 1952.
Ketua:
Mr. Dr. Kusumah Atmadja
(beliau mengoper gedung dan personil beserta pakerjaan
Hooggerechtshof pada bulan Januari 1950 setelah Mahkamah Agung
kembali dari pengungsiannya di Jogyakarta selama 3 1/2 tahun)
Wakil Ketua:
Mr. Satochid Kartanegara
Hakim Agung:
Mr. Wirjono Prodjodikoro
Mr. Husen Tirtamidjaja
Panitera:
Mr. Soebekt
Wakil Panitera
Ranoeatmadja
Bulan September 1952 Dr. Mr. Kusumah Atmadja Meninggal dunia.
Sejak itu kedudukan Ketua Mahkamah Agung menjadi lowong.
Dr. Mr. Kusumah Atmadja
Ketua Mahkamah Agung
Pertama
Periode Juli 1946 – Januari
1950
Mr. Satochid Kertanegara
Wakil Ketua Mahkamah
Agung
Periode Juli 1946 – Januari
1950
Mr. Wijono Prodjodikoro
Hakim Agung Mahkamah
Agung
Periode Juli 1946 –
Januari 1950
Mr. Soebekti
Panitera Mahkamah
Agung
Periode Juli 1946 –
Januari 1950
KURUN WAKTU TAHUN 1952 – 1966
Untuk jabatan Ketua Mahkamah Agung diminta calon 2 orang atau lebih
yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, demikian pula untuk
jabatan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Untuk Jabatan Katua Mahkamah
Agung yang dicalonkan oleh DPR adalah 2 orang yaitu: Mr. Wirjono
Prodjodikoro dan Mr. Tirtawinata bekas Jaksa Agung. Sedang untuk
Wakil Ketua Mahkamah Agung DPR mencalonkan: Mr. R. Satochid
Kartanegara sebagai satu-satunya calon.
Kemudian dengan keputusan Presiden Republik Indonesia pada tanggal
13 Oktober 1952 diangkat
Ketua:
Mr. Wiijono Prodjodikoro
Wakil Ketua:
Mr. R. Satochid Kartanegara.
Hakim Agung:
Prof. Mr. R. Soekardono.
Sutan Kali Mahkul Adil.
Mr. Husen Tirtamidjaja.
Mr. R. Surjopokro.
Mr. Sutan Abdul Hakim.
Mr. Wirjono Kusumo.
Mr. A. Abdurrachman.
Panitera:
R. Ranuatmadja.
J. Tamara
Moeh. Ishak Soemosmidjojo, SH
Susunan majelis:
hanya ada satu majelis.
Di samping perkara yang masuk tidak terlalu padat, pula duduk sebagai
Ketua Majelis dimungkinkan bergantian antara Ketua dan Wakil Ketua
Mahkamah Agung. Untuk memperlancar penyelesaian perkara pada
waktu itu, Mahkamah Agung sudah mengenal pembidangan
tanggungjawab, seperti bidang Perdata dipimpin oleh Ketua Mahkamah
Agung sendiri, dan bidang Pidana dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah
Agung, dan sekaligus mengetuai sidang-sidang yang bersangkutan.
Sedangkan para Hakim Agung tetap memeriksa baik perkara perdata
maupun perkara pidana. Adanya Forum "Privilegiatum" yang
dimungkinkan oleh Undang. undang yang berlaku pada waktu itu,
Mahkamah Agung mengadili dalam tingkat pertama dan terakhir.
Tokoh politik: Sultan Abdul Hamid yang mengaku terus terang ingin
menggunakan tenaga Westerling untuk mempersiapkan pembarontakan
terhadap Pemerintah Republik Indonesia, yaitu akan membunuh: Sri
Sultan Hamengku Buwono ke IX, Kol. Simatupang dan Ali Budihardjo,
SH Pada tanggal 8 April 1953 dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Mr. Wirjono Prodjodikoro
Ketua Mahkamah Agung
(Periode 1952 – 1966)
M. R. Satochid
Kertanegara Wakil Ketua
Mahkamah
Agung (Periode 1952 –
1966)
1. FUNGSI PERADILAN
a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan
pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan
hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar
semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan
secara adil, tepat dan benar.
b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung
berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan
terakhir
- semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
-
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-
undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985)
-
semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan
yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung
No 14 Tahun 1985)
c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu
wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan
dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari
isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih
tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
2. FUNGSI PENGAWASAN
a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya
peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan
yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama
dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat
dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa
dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan
Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
b. Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan :
-
terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan
perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam
hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara
yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal
yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan,
teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan
Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
-
Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut
peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun
1985).
3. FUNGSI MENGATUR
a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum
cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai
pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-
undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana
dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-
undang.
4. FUNGSI NASEHAT
a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-
pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain
(Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-
undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan
Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1),
Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi.
Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai
rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan
yang mengatur pelaksanaannya.
b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi
petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka
pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
5. FUNGSI ADMINISTRATIF
a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10
Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris,
administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah
Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan
Mahkamah Agung.
b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab,
susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-
undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14
Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).
6. FUNGSI LAIN-LAIN
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat
(2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan
kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
ARTI LAMBANG
MAHKAMAH AGUNG – RI
I. BENTUK :
Perisai ( Jawa : Tameng ) / bulat telur
II. I S I :
1. GARIS TEPI
5 (lima) garis yang melingkar pada sisi luar lambang menggambarkan 5
(lima sila dari pancasila)
2. TULISAN
Tulisan " MAHKAMAH AGUNG" yang melingkar diatas sebatas garis
lengkung perisai bagian atas menunjukkan Badan, Lembaga pengguna
lambang tersebut.
3. LUKISAN CAKRA
Dalam cerita wayang (pewayangan), cakra adalah senjata Kresna berupa
panah beroda yang digunakan sebagai senjata " Pamungkas " (terakhir).
Cakra digunakan untuk memberantas ketidak adilan.
Pada lambang Mahkamah Agung, cakra tidak terlukis sebagai cakra yang
sering/banyak dijumpai misalnya cakra pada lambang Kostrad, lambang
Hakim, lambang Ikahi dan lain-lainnya yakni berupa bentuknya cakra.
Jadi dalam keadaan "diam" (statis)
Tidak demikian halnya dengan cakra yang terdapat pada Lambang
Mahkamah Agung. Cakra pada lambang Mahkamah Agung terlukis
sebagai cakra yang (sudah) dilepas dari busurnya. Kala cakra dilepas
dari busurnya roda panah (cakra) berputar dan tiap ujung (ada delapan)
yang terdapat pada roda panah (cakra) mengeluarkan api.Pada lambang
Mahkamah Agung cakra dilukis sedang berputar dan mengeluarkan lidah
api (Belanda : vlam ).
Cakra yang rodanya berputar dan mengeluarkan lidah api menandakan
cakra sudah dilepas dari busurnya untuk menjalankan fungsinya
memberantas ketidakadilan dan menegakkan kebenaran.
Jadi pada lambang Mahkamah Agung, cakra digambarkan sebagai cakra
yang " aktif ", bukan cakra yang " statis "
4. PERISAI PANCASILA
Perisai Pancasila terletak ditengah-tengah cakra yang sedang
menjalankan fungsinya memberantas ketidak adilan dan menegakkan
kebenaran. Hal itu merupakan cerminan dari pasal 1 UU Nomor 14 tahun
1970 yang rumusnya.
" Kekuasaan Kehakiman adalah Kekasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia."
Catatan : Rumusan pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 sama dengan
Dengan rumusan pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970.
5. UNTAIAN BUNGA MELATI
Terdapat 2 (dua) untaian bunga melati masing-masing terdiri dari atas 8
(delapan) bunga melati, melingkar sebatas garis lengkung perisai bagian
bawah, 8 (delapan ) sifat keteladanan dalam kepemimpinan
(hastabrata).
6. SELOKA " DHARMMAYUKTI"
Pada tulisan "dharmmayukti" terdapat 2 (dua) huruf M yang berjajar. Hal
itu disesuaikan dengan bentuk tulisan " dharmmayukti " yang ditulis
dengan huruf Jawa.
Dengan menggunakan double M.huruf "A" yang terdapat pada akhir kata
"dharma" akan dilafal sebagai "A" seperti pada ucapan kata "ACARA ",
"DUA" "LUPA" dan sebagainya.
Apabila menggunakan 1 (satu) huruf "M", huruf "A" yang terdapat pada
akhir kata "dharmma" memungkinkan dilafal sebagai huruf "O" seperti
lafal "O" pada kata "MOTOR", "BOHONG" dan lain-lainnya.
Kata "DHARMMA" mengandung arti BAGUS, UTAMA, KEBAIKAN.
Sedangkan kata "YUKTI" mengandung arti SESUNGGUHNYA, NYATA. Jadi
kata "DHARMMAYUKTI" mengandung arti KEBAIKAN/KEUTAMAAN YANG
NYATA/ YANG SESUNGGUHNYA yakni yang berujud sebagai KEJUJURAN,
KEBENARAN DAN KEADILAN.

More Related Content

What's hot

[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia
[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia
[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di IndonesiaAlifia Putri Yudanti
 
6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpidRonalto_Tan
 
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMANDASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMANRafi Muhammad Ave
 
Ppt peradilan di indonesia
Ppt peradilan di indonesiaPpt peradilan di indonesia
Ppt peradilan di indonesiaHernaWati14
 
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di IndonesiaMencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di IndonesiaMuhamad Yogi
 
sistem peradilan di indonesia
sistem peradilan di indonesiasistem peradilan di indonesia
sistem peradilan di indonesiaDheyaini Mazaya
 
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...Dadang DjokoKaryanto
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaSei Enim
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ilham Mustafa
 

What's hot (20)

Uu 31 1997
Uu 31 1997Uu 31 1997
Uu 31 1997
 
Lembaga peradilan
Lembaga peradilanLembaga peradilan
Lembaga peradilan
 
[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia
[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia
[KELAS XI] PKN: Lembaga Peradilan di Indonesia
 
Uu 16 1961
Uu 16 1961Uu 16 1961
Uu 16 1961
 
Htn aziz ii
Htn aziz iiHtn aziz ii
Htn aziz ii
 
6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid6 perkembanganhkacpid
6 perkembanganhkacpid
 
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMANDASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
DASAR PENGENALAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
 
Peradilan nasional
Peradilan nasionalPeradilan nasional
Peradilan nasional
 
Kwn kelompk
Kwn kelompkKwn kelompk
Kwn kelompk
 
Ppt peradilan di indonesia
Ppt peradilan di indonesiaPpt peradilan di indonesia
Ppt peradilan di indonesia
 
Peradilan
Peradilan Peradilan
Peradilan
 
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di IndonesiaMencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
Mencermati Sistem Lembaga Peradilan di Indonesia
 
sistem peradilan di indonesia
sistem peradilan di indonesiasistem peradilan di indonesia
sistem peradilan di indonesia
 
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
KUHP (KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA); MODUL 1 TAHUN 2016; DADANG DJOKO KAR...
 
Uu 04 04
Uu 04 04Uu 04 04
Uu 04 04
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
 
PKN XI Kekuasaan Kehakiman
PKN XI Kekuasaan KehakimanPKN XI Kekuasaan Kehakiman
PKN XI Kekuasaan Kehakiman
 
Hukum Pidana
Hukum PidanaHukum Pidana
Hukum Pidana
 
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
Ketentuan ketentuan pokok_kepolisian_(uu_12_thn_1_12
 
Mahkamah agung
Mahkamah agungMahkamah agung
Mahkamah agung
 

Similar to SEJARAH MAHKAMAH AGUNG

Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungUu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungrudy_satria
 
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptxHAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptxDirgaGunk
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Ilham Mustafa
 
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptx
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptxMateri PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptx
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptxkamdina35
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ilham Mustafa
 
Sistem hukum dan peradilan indonesia
Sistem hukum dan peradilan indonesiaSistem hukum dan peradilan indonesia
Sistem hukum dan peradilan indonesiaAisyahFatimah1
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaRoy Pangkey
 
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikanGradeAlfonso
 
Field workstudy report
Field workstudy reportField workstudy report
Field workstudy reportAnnissa Curio
 
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas APraktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas ARianSugandi
 
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)arjunowidya
 

Similar to SEJARAH MAHKAMAH AGUNG (20)

Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agungUu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
Uu no 1 thn 1950 susunan, kekuasaan dan jalan pengadilan mahkamah agung
 
Uu 01 1950
Uu 01 1950Uu 01 1950
Uu 01 1950
 
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptxHAP PERT.2 DAN 3.pptx
HAP PERT.2 DAN 3.pptx
 
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
Pengadilan dalam lingkungan_peradilan_umum_mahkam_13
 
1. Azas-azas.pptx
1. Azas-azas.pptx1. Azas-azas.pptx
1. Azas-azas.pptx
 
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptx
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptxMateri PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptx
Materi PKPA Hukum Acara Perdata Redesign.pptx
 
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
Ketentuanketentuan pokok kekuasaan_kehakiman_(uu_19
 
Hukum ac perdata
Hukum ac perdataHukum ac perdata
Hukum ac perdata
 
Uu 18 2003+Pjls
Uu 18 2003+PjlsUu 18 2003+Pjls
Uu 18 2003+Pjls
 
Sistem hukum dan peradilan indonesia
Sistem hukum dan peradilan indonesiaSistem hukum dan peradilan indonesia
Sistem hukum dan peradilan indonesia
 
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesiaSumber sumber hukum acara pidana indonesia
Sumber sumber hukum acara pidana indonesia
 
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas BumiKumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Kumpulan Putusan Uji Materi UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
 
Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003Putusan002 puui2003
Putusan002 puui2003
 
Hukum Peradilan Agama.pptx
Hukum Peradilan Agama.pptxHukum Peradilan Agama.pptx
Hukum Peradilan Agama.pptx
 
Uudrt 01 1951
Uudrt 01 1951Uudrt 01 1951
Uudrt 01 1951
 
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
6 ruang lingkup, sumber hukum dan penyidikan
 
Field workstudy report
Field workstudy reportField workstudy report
Field workstudy report
 
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas APraktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
 
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
 
Uu 04 2004 Pjls
Uu 04 2004 PjlsUu 04 2004 Pjls
Uu 04 2004 Pjls
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 

SEJARAH MAHKAMAH AGUNG

  • 1. SEJARAH Justitie Hooggerechtshof Kriminil: landraad Raad van justitie Hooggerechtshof Hooggerechtshof Pengadilan Hooggerechtshof merupakan Pengadilan Tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia. Hooggerechtshof terdiri dari seorang Ketua dan 2 orang anggota, seorang Pokrol jendral dan 2 orang Advokat Jendral, seorang Panitera dimana perlu dibantu seorang Panitera Muda atau lebih. Jikalau perlu Gubernur Jendral dapat menambah susunan Hooggerechtshof tersebut dengan seorang Wakil Ketua dan seorang/lebih anggota lagi. Tugas/kewenangan Hooggerechtshof : a. mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia sehingga dapat berjalan secara patut dan wajar. b. Mengawasi perbuatan/kelakuan Hakim serta Pengadilan-pengadilan. c. Memberi tegoran-tegoran apabila diperlukan. d. Berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik sipil maupun militer, Pokrol Jendral dan lain pejabat Penuntut Umum. e. Sebagai tingkat pertama dan terakhir mengadili perselisihan-perselisihan tentang kekuasaan mengadili : 1. di antara pengadilan-pengadilan yang melakukan peradilan atas nama Raja, diantara pengadilan-pengadilan ini dengan pengadilan-pengadilan adat di dalam daerah yang langsung diperintah oleh Gubernemen, dimana rakyat dibiarkan mempunyai peradilan sendiri, diantara pengadilan-pengadilan tersebut diatas, dengan pengadilan-pengadilan Swapraja, sepanjang ini dimungkinkan menurut perjanjian-perjanjian politik dengan daerah-daerah pengadilan yang berselisih tidak ada di dalam daerah hukum appelraad yang sama; 2. di antara appelraad-appelradd; 3. di antara pengadilan sipil dan pengadilan militer, kecuali jikalau perselisihan itu timbul diantara Hooggerechtshof sendiri dengan Hoogmilitairgerechtshof, didalam hal mana diputuskan oleh Gubernur Jendral. 1 jikalau temyata hakim tidak mengindahkan tatacara yang diharuskan dengan ancaman pembatalan; 2 jikalau hukum dilanggar. Hukum dianggap telah dilanggar, apabila hakim tidak memperlakukan atau tidak tepat memperlakukan ketentuan-ketentuan hukum; 3 jikalau tedapat perlampauan batas kekuasaan mengadili. 4 jikalau terbukti hakim tidak berhak mengadili perkaranya. (Lihat buat selanjumya mengenai hak kasasi ini pasal-pasal 173 s/d 176 R.O.).
  • 2. ARTIKEL 173. Indien het vonnis vernietigd wordt wegens verkeerde toepassing of schending van wettelijke bepalingen of overschrijding van regtsmagt, moet hat hoog gegegtshof de zaak ten principale eidoen, en zulks, in burgerlijke zak ten, steeds by hetzeldfe arrest, waarbij de vernietiging wordt uitgesproken. In stafzakenkan hat hoog geregtshof, wanneer zulks noodig mogt zijn voor eene bilijke en juiste strafbedeeling, bij het arrest van vernietiging gelasten dat er, op zoodanige wijze als het hof meest doelmatig zal achten, een nader onderzoek plaats hebbe aangaande de omstan- digheden, die tot berligting of verzwming der op to leggen staf kunnen leiden; en zal in die gevallen de zaak ten principale bij een tweede arrest worden afgedaan. ARTIKEL 174. Indien de vonnissen vemietigd worden ter zake van verzuim van vormen, die op straf van nietigheid zijn voorgeschreven, beveelt het hoog geregtshof eene nieuwe instructie, te beginnen met de oudste acte, in welke de nietigheid is begaan. Deze instructie ken plaats hebben: 1°. bij het hoog geregtshof zelf, hetwelk alsdan de zaak zal beslissen; 2°. bij dezelfde regtbank, die reeds van de zaak heeft kennis genomen, of, indien dit volstrekt noodzakelijk wordt geacht, bij eene andere regtbank van gelijken rang. ARTIKEL 175. Inndien het vonnis wordt vernietigd wegens onbevoegdheid, verwisjt het hoog geregtshof de zaak naar den bevoegden regter. De bepalingen van het tegen woordige en van de beide voorgaande artikelen zijn niet toepssselijk in geval van vernietiging In het belang der wet, uitgesproken op den daartoe ambtshalve ingestelden eisch van den procereurgeneraal. ARTIKEL 175. Het beroep in cassatie wordt niet toegelaten, wanneer eenig under middel van voorzisning aanwezig is. Dari masa penjajahan Pemerintahan Jepang sampai Kemerdeka- an Republik Indonesia. Pada jaman Jepang, yang merupakan badan Kehakiman tertinggi disebut Saikoo Hooin. Kemudian dihapuskan pada mhun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) No. 2 tahun 1944, sehingga segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).
  • 3. OSAMU SEIREI OSAMU SEIREI No. 2 Tentang mengoebah soesoenan pengadilan dan sebagainja. Pasal 1. Oentoek sementara waktoe, pekerdjaan Saikoo Hooin (Pengadilan Agoeng) den Saikoo Kensatu Kyuku (Kedjaksaan Pengadilan Agoeng) dihentikan, serta hal-hal jang termasoek dalam kekoeasaannja dioeroes menoeroet atoeran pasal 2 sampai pasal 6. Pasal 2. Perkara jang diadili lagi oleh Saikoo Hooin, jang dimaksoed dalam pasal 9, Oendang-oendang No. 34, tahoen 2602 (Osamu Seirei No. 3), jaitoe perkara jang telah diadili oleh Gunsei Hooin (Pengadilan Pemerintah Balatentera, ketjuali Kaikyoo Kootoo Hooin atau Mahkamah Islam Tinggi den Sooryo Hooin atau Pengadilan Agama, selandjoetnja demikian) - dalamnja tidak tennasoek Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi) -,jang ada didaerah kekoeasaan Kootoo Hooin, diadili oleh Kootoo Hooin itoe dengan permoesyawaratan tiga orang hakim; akan tetapi djika dipandang perloe oleh Kootoo Hooin itoe, maka perkara itoe boleh dserahkan kepada Kootoo Hooin lain. Atjara mengadili perkara jang diadili lagi dan hal-hal jang perloe tentang oeroesan jang dimaksoed pada ajat diatas, heroes menoeroet petoendjoek Gunseikan. Pasal 3. Kekoeasaan Saikoo Hooin jang ditetapkan dalam pasal 157, ,, Reglement op de Rechterlbke Organisatie" dilakoekan oleh Kootoo Hooin terhadap Gunsei; Hooin jang ada dalam daerah kekoeasannja. Kekoeasaan Saikoo Hooin jang. ditetapkan dalam pasal 162, „Reglement op de Rechterlijke Organiwtie" dilakoekan oleh Djakarta Kootoo Hooin. Pasal 4, Kekoeasaan djabatan ketoea. Saikoo Hooin menoeroet atoeran kalimat penghabisan dalam ajat 2, pasal 5, Oendang-oendang No. 34, tahom 2602 (Owmu Seirei No. 30) dilakoekan oleh ketoea Kootoo Hooin. Pasal 5. Kekoeasam djabaan ketoea Saikoo Kenwtu Kyoku, termasoek djoega kekoeawan tentang hal-hal jang ditetapkan lalam pasai 180 „Reglement op de Rechterlijke Organiwtie" dilakoekan oleh Gunseikaobu Sihoobutyoo atas perintah Gunseikm.
  • 4. Pasal 6. Selain dari pada atoeran jang ditetapkan dalam pasal 2 sampai pasal 5, maka hal-hal jang termasoek dalam kekoesaan Saikoo Hooin, Saikoo Kensatu Kyoku atau kekoeasaan ketoenja masing-masing dilakoekan oleh Gunseikanbu Sihoobutyoo, atau Kootoo Hooin, Kootoo Kensatu Kyoku ataupoen oleh ketoea Kootoo Hooin atau Kootoo Kensatu Kyoku menoeroet petoendjoek Gunseilran. Pasal 7. Oentoek mengoeroes segala sebahagian pekerdjaan Kootoo Hooin atau Kootoo Kensstu Kyoku, maka Gunseikan boleh menjoeroeh Simpankan, Kensatukan atau pegawai lain dari Kootoo Hooin atau Kensatu Kyoku oentoek bekerdja ditempat jang perloe, jang boekan tempat kedoedoekan Kootoo Hooin atau Kootoo Kensatu Kyoku. Pasal 8. Dalam hal atjara mengadili parkara, maka hal-hal jang tidak dapat dioeroes menoeroet atoeran jang soedah-soedah haroes dioeroes menoeroet petoendjoek Gunseikan, demikian djoega hal-hal jang tidak dapat dioeroes menoeroet atoeran jang soedah-soedah delam hal oeroesan kehakiman jang lain dari pada atjara mengadili perkara. Atoeran tambahan. Oendang-oendang ini moelai berlakoe pada tanggal 15, boelan 1, tahoen Syoowa 19 (2604). Djakarta, tanggal 14, boelan 1, tahoen Syoowa 19, (2604) Saikoo Sikikan. Pada saat berlakunya Undang-undang Dasar 1945 di Indonesia tidak ada badan Kehakiman yang tertinggi. Satu satunya ketentuan yang menunjuk kearah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Maka dengan keluamya Penetapan Pemerintah No. 9/S.D. tahun 1946 ditunjuk kota Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut hanya penunjukan tempatnya saja. Penetapan Pemerintah tersebut pada alinea II berbunyi sebagai berikut: Menundjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut ibu-kota DJAKARTA-RAJA: Baru dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.
  • 5. Pada. tahun 1948, Undang-Undang No. 7 tahun 19,47 diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam pasal 50 ayat 1 mengandung 1. Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi. 2. Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurankurangnya satu pengadilan federal yang mengadili dalam tingkat apel. Oleh karena kita telah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak sesuai dengan keadaan, maka pada tahun 1965 dibuat UndangUndang yang mencabut Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Undang-Undang No. 1 tahun 1950 dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965 tentang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum den Mahkamah Agung. Masa Republik Indonesia Di jaman pendudukan Jepang pernah Badan Kehakiman tertinggi dihapuskan (Saikoo Hooin) pada tahun 1944 dengan Undang-Undang (Osamu Seirei) No. 2.tahun 1944, yang melimpahkan segala tugasnya yaitu kekuasaan melakukan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi). Meskipun demikian kekuasaan kehakiman tidak pernah mengalami kekosongan. Namun sejak Proklamasi Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 dari sejak diundangkannya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tanggal 18 Agustus 1945, semakin mantaplah kedudukan Mahkamah Agung sebagai badan tertinggi bidang Yudikatif (peradilan) dengan kewenangan yang diberikan oleh pasal 24 Undang-Undang Daser
  • 6. 1945, dimana Mahkamah Agung diberi kepercayaan sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman tertinggi. Mahkamah Agung pernah berkedudukan di luar Jakarta yaitu pada bulan Juli 1946 di Jogyakarta dan kembali ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950, setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan. Dengan demikian Mahkamah Agung berada dalam pengungsian selama 3 1/2 (tiga setengah) tahun. Susunan Mahkamah Agung sewaktu di Jogyakarta. K e t u a : Mr. Dr. Kusumah Atmadja. WakilKetua : Mr. R. Satochid Kartanegara. Anggota-anggota 1. Mr. Husen Tirtasmidjaja. 2. Mr. WWono Prodjodikoro. 3. Sutan Kali Malikul Add. Panitera : Mr. Soebekti. Kepala Tara Usaha : Ranuatmadja. Mulai pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung itu berada dibawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan: bersama dibawah satu departemen, yaitu: Departemen Kehakiman. Dulu namanya: Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya: Kejaksaan Pengadilan Negeri. Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi Menteri Jaksa Agung. Para pejabat Mahkamah Agung.(Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan Peraturan Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai pelaksanaan pasal 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara. Masa menjelang pengakuan Kedaulatan (tanggal 12 Desember 1947) Pemerintah Belanda Federal yang mengusai daerah-daerah yang dibentuk oleh Belanda sebagai negara-negara Bagian seperti Pasundan, Jawa Timur, Sumatera Timur, Indonesia Timur, mendirikan Pengadilan Tertinggi yang dinamakan Hoogierechtshof yang beralamat di Jl. Lapangan Banteng Timur 1 Jakarta, disamping Istana Gubemur Jenderal yang sekarang adalah gedung Departemen Keuangan.
  • 7. Susunan Hooggerechtshof terdiri atas: Ketua : Mr. G. Wijers. Anggota : 2 orang Indonesia Mr. Notosubagio Mr. Oeanoen 2 orang Belanda : Mr. Peter Procursur General (Jaksa Agung) : Mr. Bruyns. Procureur General (Jakm Agung) : Mr. Oerip Kartodirdjo. Hooggerechtshof juga menjadi instansi banding terhadap putusan Raad no Justitie.Mr. G. Wjjers adalah Ketua Hooggerechtshof terakhir, yang sebelum perang dunia ke II terkenal sebagai Ketua dari Derde kamar Read van Instills Jakarta yang memutusi perkara-perkara banding yang mengenai Hukum Adat (kamar ketiga, hanya terdapat di Road van Justitie Jakarta). Pada saat itu Mahkamah Agung masih tetap berkuasa di daerahdaerah Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan dipulihkan kembali kedaulatan Republik Indonesia area seluruh wilayah Indonesia (kecuali Irian Barat) maka pekerjaan Hooggerechtshof harus diserahkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 1950 Mr. Dr. Kusumah Atmadja mengoper gedung dan personil serta pekerjaan Hooggerechtshof. Dengan demikian maka para anggota Hooggerechtshof dan Procurer Genera! meletakkan jabatan masing-masing dan selanjutnya pekerjaannya diserahkan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat. Pada waktu ini Mahkamah Agung terdiri dari: Ketua Dr; Mr. Kusumah Atmadja Wakil Kema Mr. Satochid Kartanegara. Anggota 1. Mr. Husen Tirteamidjaja. 2. Mr. Wiijono Prodjodikoro. 3. Sutan Kali Malikul Adil. Ponitera Mr. Soebekti. Jaksa AgungMr. Tirtawinata. Mahkamah Agung pada saat itu tidak terbagi dalam majelismajelis. Semua Hakim Agung ikut memeriksa dan memutus baik perkara-perkara Perdata maupun perkara-perkara Pidana. Hanya penyelesaian perkara pidana diserahkan kepada Wakil Ketua.
  • 8. Masa Republik Indonesia Serkat (RIS) 27 December 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950 Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara yang berbentuk suatu Federasi atau Serikat, maka demikian pula dalam negara Republik Indonesia Serikat diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan dari masing-masing negara Bagian disatu pihak Pengadilan dari Federasi yang berkuasa disemua negara-negara Bagian dilain pihak untuk seluruh wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi, sedang lain Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing- masing negara Bagian. Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-N. tahun 1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei 1950. Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat, yang pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik Indonesia di Yogya adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo menggantikan Mr. Susanto Tirtoprodjo - lihat halaman 34. "Kenang-kenangan sebagai Hakim selama 40 tahun mengalami tiga jaman" Oleh Mr. Wirjono Prodjodikoro - terbitan tahun 1974). Menurut Undang-Undang Dasar RIS pasal 148 ayat 1 Mahkamah Agung merupakan forum privilegiatum bagi pejabat-pejabat tertinggi negara. Fungsi ini telah dihapuskan sewaktu kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945. Beruntunglah dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun 1950 (I.N. tahun 1950 No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas pada lingkungan peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan sebuah Undang-Undang No. 13 tahun 1965 yang mengatur tentang: Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Sayang sekali bahwa Undang-Undang tersebut tidak memikirkan lebih jauh mengenai akibat hukum yang timbul setelah diundangkannya tanggal 6 Juni 1965, terbukti pasal 70 Undang-Undang tersebut menyatakan Undang-Undang Mahkamah Agung No. 1 tahun 1950 tidak berlaku lagi. Sedangkan acara berkasasi di Mahkamah Agung diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut. Timbullah suatu problema hukum yaitu adanya kekosongan hukum acara kasasi. Jalan keluar yang diambil oleh Mahkamah Agung untuk mengatasi kekosongan tersebut adalah menafsirkan pasal 70""" tersebut sebagai berikut:
  • 9. Oleh karena Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut disamping mengatur tentang susunan, kekuasaan Mahkamah Agung, mengatur pula tentang jalannya pengadilan di Mahkamah Agung, sedangkan Undang-Undang No. 13 tahun 1965 tersebut hanya mengatur tentang susunan, kedudukan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, dan, tidak mengatur tentang bagaimana beracara di Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung menganggap pasal 70 Undang-Undang No. 13 tahun 1965 hanya menghapus Undang-Undang No. 1 tahun 1950 sepanjang mengenai dan kedudukan Mahkamah Agung saja, sedangkan bagaimana jalan peradilan di Mahkamah Agung masih tetap memperlakukan Undang-Undang No. 1 tahun 1950. Pendapat Mahkamah Agung tersebut dikukuhkan lebih lanjut dalam Jurisprudensi Mahkamah Agung yaitu dengan berpijak pada pasal 131 Undang-Undang tersebut. Perkembangan selanjutnya dengan Undang-Undng No. 14 tahun 1970 tentang; "Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman" tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang masing-masing terdiri dari: 1. Peradilan Umum; 2. Pemdilan Agama; 3. Peradilan Militer; 4. Peadilan Tata Usaha Negara. Bahkan Mahkamah Agung sebagai pula pengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah Agung mempunyai Organisasi, administrasi dan keuangan sendiri. Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut: 1. Fungsi Paradilan; 2. Fungsi Pengawasan; 3. Fungsi Pengaturan; 4. Fungsi Memberi Nasehat; 5. Fungsi Administrasi.
  • 10. 1. Fungsi Peradilan (Justitiele fungtie), Peradilan kita di Indonesia menganut "sistim kontinental" Yang berasal dari Perancis yaitu sistim kasasi.Dalam sistim tersebut, Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan tertinggi merupakan Pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang diseluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil. Sedangkan di negara sistim Anglo Saxon hmya mengenal banding.Perkataan kasasi berasal dari bahasa Perancis "Casser" yang artinya memecahkan atau membatalkan. Sehingga pengertian kasasi disini adalah kewenangan Mahkamah Agung untuk membatalkan semua putusan-putusan dari pengadilm bawahan yang dianggap mengandung kesalahan dalam penerapan hukum.Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan dan penetapan dari Pengadilan-Pengadilan yang lebih rendah karena: a. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatm yang bersangkutan; b. karena melampaui batas wewenangnya; c. karena salah menerapkan atau karena melanggar peraturan- peraturan hukum yang berlaku (diatur dalam pasal 51 Undang- Undang No. 13 tahun 1965). Sebagai disebutkan di atas sampai saat ini Mahkamah Agung menggunakan pasal 131 Undang-Undang No. I tahun 1950 sebagai landasan hukum untuk beracam kasasi. Dalam tahun 1963 dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1963 Mahkamah Agung memperluas pasal 113 Undang-Undang No. 1 tahun 1950 dengan menentukan bahwa permohonan kasasi dapat diajukan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri). Semula dalam pasal 113 tersebut, permohonan kasasi harus diajukan kepada Pengadilan yang putusannya dimohonkm kasasi" Menurut Prof""". Soebekti, SH dikeluarkannya Peraturan M.A. No. 1 tahun 1963 tersebut adalah tepat karena Pengadilan Tinggi pada umumnya jauh letaknya dengan tempat tinggal pemohon kasasi itu. lagi pula berkas-berkamya disimpan di Pengadilan Negeri. a. Permohonan kasasi yang disebutkan diatas adalah "kasasi pihak" ("partij cassatie"). Selain daripada kasasi tersebut, masih ada bentuk kasasi lain yang disebut dengan permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung demi kepentingan hukum (pasal 50 ayat (2) Undang- Undang No. 13 tahun 1965). b. Peninjauan kembali. Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 1965 pasal 52 disebutkan bahwa: "Terhadap putusan Pengadilan yang telah
  • 11. mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dapat dimohon peninjauan kambali, hanya apabila terdapat hal-hal atau keadaankeadaan yang ditentukan dengan Undang-Undang".Kemudian dalam pasal 21 Undang- Undang No. 14 tahun 1970 lebih jelas diatur sebagai berikut: "Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan dengan Undang-Undang, terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuasan hukum yang tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan". c. Hak Uji (Toetsingsrecht). Hak menguji Mahkamah Agung ini sangat erat hubungannya dengan fungsi peradilan. Mengapa? Karena hak uji atau "toetsingsrecht" Hakim terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari UndangUndang hanya formil saja dan melalui putusan kasasi. Sesungguhnya hak menguji hakim tersebut tidak dijelaskan maksudnya secara tegas dan menyeluruh. Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 pasal 26 yang berbunyi sebagai berikut: (1). Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah dari Undang-Undang atas alasan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi. (2). Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang- undangan tersebut dapat diambil berhubung dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi. Pencabutan dari peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan oleh instansi yang bersangkutan. Menurut Bapak Prof. Soebekti, SH dalam karangannya tentang """Pokok- pokok pemikiran tentang hubungan Mahkamah Agung dengan Badan Peradilan Umum" menyatakan bahwa sesungguhnys "toetsingsrecht" itu ada 2 (dua) macam: 1. "Formiele toetsingsrecht" yaitu hak untuk menguji atau meneliti apakah suatu peraturan dibentuk secara sah dan dikeluarkan oleh penguasa atau instansi yang berwenang mengeluarkan peraturan itu. 2. 2. "Materiele toetsingrecht" yaitu hak untuk menguji atau menilai apakah suatu peraturan dari segi isinya (materinya) mengandung pertentangan dengan peraturan lain dari tingkat yang lebih tinggi atau menilai tentang adil tidaknya isi peraturan itu. dan spabila terdapat pertentangan tersebut atau apabila isi peraturan itu dianggapnya tidak adil, tidak mengetrapkan, artinya menyisihkan atau menyingkirkan peraturan itu. (to set aside).
  • 12. 2. Fungsi Pengawasan. Fungsi Pengawasan diberikan oleh Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yaitu dalam Bab II pasal 10 ayat 4 yang berbunyi: "Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi alas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-Undang". Dan di samping itu mengingat masih belum ada peraturan pelaksanaan yang mengatur, Mahkamah Agung dalam prakteknya masih bersandar pada pasal 47 Undang-Undang No. 13 tabun 1965 yang berbunyi sebagai berikut: Mahkamah Agung sebagai puncak semua peradilan dan sebagai Pengadilan Tertinggi untuk semua lingkungan peradilan memberi pimpinan kepada Pengadilan-Pengadilan yang bersangkutan. Mahkamah Agung melakukm pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajamya. Perbuatan-perbuatan Hakim di semua lingkungan peradilan diawasi dengan cermat oleh Mahkamah Agung. Untuk kepentingan negara dan keadilan Mahkamah Agung memberi peringatan, tegoran dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri maupun dengan Surat Edaran. Mahkamah Agung berwenang minta keterangan dari semua Pengadilan dalam semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam hal itu dapat memerintahkan disampaikannya berkas-berkas perkara dan surat- surat untuk dipertimbangkan. Pengawasan Mahkamah Agung menurut pasal 47 Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965 adalah terhadap jalannya peradilan (Bahasa Belanda: Rechtsgang), dengan tujuan agar Pengadilan-pengadilan tersebut berjalan secara seksama dan sewajamya. Jalannya peradilan atau "rechtsgang" tersebut menurut hemat kami terdiri dari: a). jalannya peradilan yang bersifat tehnis peradilan atau tehnis yustisial. b). jalannya peradilan yang bersegi administrasi peradilan Adapun yang dimaksud dengan "tehnis peradilan" adalah segala sesuatu yang menjadi tugas pokok Hakim yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara yang diterimakan kepadanya. Dalam kaitan ini termasuk pula bagaimana pelaksanaan putusan tersebut dilakukan., Sedang yang dimaksud dengan "administrasi peradilan" adalah segala sesuatu yang menjadi tugas pokok darl Kepaniteraan lembaga Pengadilan. (Pengadilan tingkat pertama dan banding dan lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer dan Mahkamah Agung).
  • 13. Administrasi peradilan harus dipisahkan dengan administrasi dalam arti mumi yang tidak ada sangkut pautnya dengan suatu perkara di lembaga Pengadilan tersebut. Administrasi peradilan perlu memperoleh pengawasan pula dari Mahkamah Agung, oleh karena sangat erat kaitannya terhadap tehnis peradilan. Suatu putusan pengadilan tidak akan sempurna apabila masalah administrasi peradilan diabaikan. Pembuatan agenda/register perkara, pencatatan setiap parkara yang berjalan/berproses, formulir-formulir putusan, formulir panggilan, formulir laporan kegiatan Hakim dan lain sebagainya adalah tidak luput dari kewenangan pengawasan Mahkamah Agung..Dalam praktek selama ini Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan telah mendelegasikan kepada para Ketua Pengadilan tingkat banding, baik dari lingkungan Peradilan Umum maupun dalam lingkungan Peradilan Agama. .Disamping itu pula yang termasuk kewenangan pengawasan Mahkamah Agung adalah semua perbuatan-perbuatan Hakim. Pengadilan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung ini bersifat tertinggi yaitu meliputi keempat lingkungan Peradilan. Pengawasan terhadap lingkungan Peradilan Agama lebih effektif dilakukan setelah adanya Surat Keputusan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung dengan Menteri Agama No. 1, 2, 3 dan 4 tahun 1983 tangga17 Januarl 1983. Sedang pengawasan sebelum tahun 1983 tersebut hanya terbatas pada pengawasan teknis melalui permohonan kasasi yang dimungkinkan oleh Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977. Terhadap Pengacara dan Notaris termasuk pula di bawah pengawasan Mahkamah Agung. Demi keterpaduan pengawasan terhadap para Pengara dan Notaris ini, sudah diputuskan dalam Rapat-rapat kerja antara Mahkamah Agung dengan Departemen Kehakiman pada tahun 1982 yang dikukuhkaa lagi tahun 1983, Bahkan terhadap Notaris, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran No. 2 tahun 1984 tanggal 1 Maret 1984. 3. Fungsi Pengawasan (Regerende functie). Fungsi Pengaturan ini bagi Mahkamah Agung adalah bersifat sementara yang artinya bahwa selama Undang-Undang tidak mengaturnya, Mahkamah Agung dapat "mengisi" kekosongan tersebut sampai pada suatu saat Undang-undang mengaturnya. Pasal 131 Undang-Undang No. 1 tahun 1950 memberikan kesempatan bagi Mahakamah Agung untuk membuat peraturan secara sendiri bilamana dianggap perlu untuk melengkapi Undang-Undang yang sudah ada. Hal tersebut menurut Prof. Soebekti, SH, Mahkamah Agung memiliki sekelumit kekuasaan legislatif,
  • 14. yang dianggap merupakan suatu pelimpahan kekuasaan dari pembuat Undang-Undang. Contoh: 1. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1963 yang menentukan bahwa permohonan kasasi juga dapat diajukan di Pengadilan tingkat pertama (yang dalam hal ini. Pengadilan Negeri). Dengan demikian peraturan tersebut merupakan perluasan terhadap pasal 113 (perkara perdata) yang mengatur agar permohonan kasasi diajukan kepada Pengadilan yang putusannya dimohonkan kasasi (pada umumnya adalah Pengadilan Tinggi). 2. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahm 1959 tanggal 20 April 1959 yang isinya antara lain mengatur: a. Biaya kasasi dibayar tunai pada Pengadilan yang bersangkutan. b. Permohonan untuk pemeriksaan kasasi dalam perkara perdata tidak boleh diterima, jika tidak disertai dengan pembayaran biaya perkara. c. Panitera Mahkamah Agung tidak diharuskan mendaftarkan permohonan kasasi apabila biaya perkara tersebut belum diterima meskipun berkas perkara yang bersangkutan telah diterima di kepaniteraan Mahkamah Agung. d. yang dianggap sebagai tanggal permohonan kasasi ialah tanggal pada waktu biaya perkara tersebut diterima di Pengadilan Negeri. 3. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1977 maggal 26. Nopember 1977 yang isinya antara lain mengatur: "jalan pengadilan dalam pemeriksaan kasasi dalam perkara Perdata dan perkara Pidana oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Militer". Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980 tanggal 1 Desember 1980 tentang Peninjauan kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap yang diperbaiki lagi dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1982 tanggal 11 Maret 1982 tentang Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 1980 yang disempurnakan. 4. Fungsi Pembmian Nmehat (advieserende functie). Semula fungsi ini diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1950 pasal 132 yang mengatakan bahwa: "Mahkamah Agung wajib memberi laporan atau pertimbangan tentang soalsoal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu diminta oleh Pemerintah". Kemudian oleh Undang-Undang No. 13 tahun 1965 pasal 53 mengatur pula kewenangan yang sama. Pasal 53 berbunyi sebagai berikut:
  • 15. "Mahkamah Agung memberi keterangan pertimbangan dan nasehat tentang soal-soal yang berhubungan dengan hukum, apabila hal itu diminta oleh Pemerintah". Demikian pula Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang tercantum dalam pasal 25; "Semua pengadilan dapat memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat-nasehat tentang soal-soal hukum pada Lembaga Negara lainnya apabila diminta". Rupa-rupanya pertembangan hukum yang memberi kewenangan kepada Mahkamah Agung untuk memberi pertimbangan hukum diperluas lagi oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/1978 yo TAP MPR No. VVMPR/1973 pasal 11 ayat (2) di mana Mahkamah Agung dapat memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga-lembaga Tinggi Negara Sebagai contoh pelaksanaan ketentuan. Undang-Undang tersebut adalah kewenangan Mahkamah Agung memberi pertimbangan-pertimbangan hukum terhadap pennohonan-permohonan grasi kepada Presiden/Kepata Negam melalui Menten Kehakiman. Dalam praktek Mahkamah Agung pemah pada tahun 1965 diminta nasehat oleh Permerintah dalam masalah pembubaran partai politik Masyumi (masa pra-Gestapu), sehingga dalam putusan Presiden waktu itu disebut: "Mendengar nasehat Mahkamah Agung"""". Pada masa itu Kekuasaan Kehakiman telah kehilangan kebebasannya, dengan duduknya Ketua Mahkamah Agung sebagai Menteri dalam Kabinet. Bahkan dalam Undang-undang No. 19 tahun 1964 dicantumkan adanya "Campur tangan Presiden dalam dalam Pengadilan". Dalam kaitan ini Bapak Prof. Soebekti, SH menyatakan bahwa beliau tidak kebaratan Pengadilan diminta nasehat oleh Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara lainnya, asal itu tidak mengurangi kebebasan Pengadilan. 5. Fungsi Administrasi (administrative functie). Dalam Undang-Undang No. 14 tahun 1970 pasal 11 berbunyi sebagai berikut: (1). Badan-badan yang melakukan peradilan tersebut pasal 10 ayat (1) organisatoris, administratif dan finansiil ada dibawah kekuasaan masing- masing Departemen yang bersangkutan. (2). Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi dan keuangan tersendiri. Dari kalimat "administrasi" dalam pasal tersebut di atas, kiranya dapat dibedakan dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas di sini
  • 16. adalah meliputi segala aktifitas dalam hal "tehnis operasional" (misalnya monitoring perkara yang lelah diucapkan Hakim, pembuatan laporan kegiatan Hakim/laporan bulanan dan lain sebagainya). Sedangkan "administrasi" yang diartikan oleh pasal 11 tersebut adalah dalam arti sempit. Seolah-olah timbul dualisme pimpinan dimana sepanjang mengenai administrasi dalam arti luas oleh Mahkamah Agung sedang administrasi dalam arti sempit diselenggarakan oleh Departeman masing-masing. Namun menumt Prof. Soebekti, SH. pandangan yang sedemikian tersebut adalah keliru, beliau berpendapat pimpinan hanya ada satu yaitu Mahkamah Agung - RI, sedang Departemen hanya melaksanakan "dienende functie". Dalam pedajanan sejarah Mahkamab Agung sejak tahun 1945 yaitu pada saat berlakunya UU.D..1945 tanggal 18 Agustus 1945 mmpai sekarang, mengalami pergeseran-pergeseran mengikuti perkembangan sistim Pemerintahan pada waktu itu, baik yang menyangkut kedudukannya maupun susunannya, walaupun fungsi Mahkmah Agung tidak mengalami pergeseran apapun. Pada waktu terjadi susunan Kabinet 100 Menteri, kedudukan Mahkmah Agung agak bergeser di mana Ketua Mahkmah Agung dijadikan Menteri Koordinator yang mengakibatkan tidak tegaknya cita-cita Undang- Undang Daer 1945 yaitu sebagai pemegang Kekuasaan Kehakiman yang merdeka terlepas dari pengaruh kekuasan Pemerintah. Dengan tekad Pemerintah Orde Baru, kembalilah Mahkamah Agung dalam kedudukannya semula sesuai dengan kehendak Undang-Undang Dasar 1945. Akhimya dengan berlakunya Undang-Undang No. 14 tahun 1970 mendudukan Mahkmah Agung sebagai puncak dari ke-empat lingkungan peradilan SUSUNAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA. KURUN WAKTU TAHUN 1950 - 1952. Ketua: Mr. Dr. Kusumah Atmadja (beliau mengoper gedung dan personil beserta pakerjaan Hooggerechtshof pada bulan Januari 1950 setelah Mahkamah Agung kembali dari pengungsiannya di Jogyakarta selama 3 1/2 tahun) Wakil Ketua: Mr. Satochid Kartanegara Hakim Agung: Mr. Wirjono Prodjodikoro Mr. Husen Tirtamidjaja
  • 17. Panitera: Mr. Soebekt Wakil Panitera Ranoeatmadja Bulan September 1952 Dr. Mr. Kusumah Atmadja Meninggal dunia. Sejak itu kedudukan Ketua Mahkamah Agung menjadi lowong. Dr. Mr. Kusumah Atmadja Ketua Mahkamah Agung Pertama Periode Juli 1946 – Januari 1950 Mr. Satochid Kertanegara Wakil Ketua Mahkamah Agung Periode Juli 1946 – Januari 1950 Mr. Wijono Prodjodikoro Hakim Agung Mahkamah Agung Periode Juli 1946 – Januari 1950 Mr. Soebekti Panitera Mahkamah Agung Periode Juli 1946 – Januari 1950 KURUN WAKTU TAHUN 1952 – 1966 Untuk jabatan Ketua Mahkamah Agung diminta calon 2 orang atau lebih yang diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, demikian pula untuk jabatan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Untuk Jabatan Katua Mahkamah Agung yang dicalonkan oleh DPR adalah 2 orang yaitu: Mr. Wirjono Prodjodikoro dan Mr. Tirtawinata bekas Jaksa Agung. Sedang untuk
  • 18. Wakil Ketua Mahkamah Agung DPR mencalonkan: Mr. R. Satochid Kartanegara sebagai satu-satunya calon. Kemudian dengan keputusan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 13 Oktober 1952 diangkat Ketua: Mr. Wiijono Prodjodikoro Wakil Ketua: Mr. R. Satochid Kartanegara. Hakim Agung: Prof. Mr. R. Soekardono. Sutan Kali Mahkul Adil. Mr. Husen Tirtamidjaja. Mr. R. Surjopokro. Mr. Sutan Abdul Hakim. Mr. Wirjono Kusumo. Mr. A. Abdurrachman. Panitera: R. Ranuatmadja. J. Tamara Moeh. Ishak Soemosmidjojo, SH Susunan majelis: hanya ada satu majelis. Di samping perkara yang masuk tidak terlalu padat, pula duduk sebagai Ketua Majelis dimungkinkan bergantian antara Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Untuk memperlancar penyelesaian perkara pada waktu itu, Mahkamah Agung sudah mengenal pembidangan tanggungjawab, seperti bidang Perdata dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung sendiri, dan bidang Pidana dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan sekaligus mengetuai sidang-sidang yang bersangkutan. Sedangkan para Hakim Agung tetap memeriksa baik perkara perdata maupun perkara pidana. Adanya Forum "Privilegiatum" yang dimungkinkan oleh Undang. undang yang berlaku pada waktu itu, Mahkamah Agung mengadili dalam tingkat pertama dan terakhir. Tokoh politik: Sultan Abdul Hamid yang mengaku terus terang ingin menggunakan tenaga Westerling untuk mempersiapkan pembarontakan terhadap Pemerintah Republik Indonesia, yaitu akan membunuh: Sri Sultan Hamengku Buwono ke IX, Kol. Simatupang dan Ali Budihardjo, SH Pada tanggal 8 April 1953 dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
  • 19. Mr. Wirjono Prodjodikoro Ketua Mahkamah Agung (Periode 1952 – 1966) M. R. Satochid Kertanegara Wakil Ketua Mahkamah Agung (Periode 1952 – 1966)
  • 20.
  • 21. 1. FUNGSI PERADILAN a. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. b. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir - semua sengketa tentang kewenangan mengadili. - permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang- undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985) - semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985) c. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). 2. FUNGSI PENGAWASAN a. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). b. Mahkamah Agunbg juga melakukan pengawasan : - terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
  • 22. - Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985). 3. FUNGSI MENGATUR a. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang- undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985). b. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang- undang. 4. FUNGSI NASEHAT a. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan- pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang- undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya. b. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung). 5. FUNGSI ADMINISTRATIF a. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-
  • 23. undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung. b. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang- undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman). 6. FUNGSI LAIN-LAIN Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
  • 24. ARTI LAMBANG MAHKAMAH AGUNG – RI I. BENTUK : Perisai ( Jawa : Tameng ) / bulat telur II. I S I : 1. GARIS TEPI 5 (lima) garis yang melingkar pada sisi luar lambang menggambarkan 5 (lima sila dari pancasila) 2. TULISAN Tulisan " MAHKAMAH AGUNG" yang melingkar diatas sebatas garis lengkung perisai bagian atas menunjukkan Badan, Lembaga pengguna lambang tersebut. 3. LUKISAN CAKRA Dalam cerita wayang (pewayangan), cakra adalah senjata Kresna berupa panah beroda yang digunakan sebagai senjata " Pamungkas " (terakhir). Cakra digunakan untuk memberantas ketidak adilan. Pada lambang Mahkamah Agung, cakra tidak terlukis sebagai cakra yang sering/banyak dijumpai misalnya cakra pada lambang Kostrad, lambang Hakim, lambang Ikahi dan lain-lainnya yakni berupa bentuknya cakra. Jadi dalam keadaan "diam" (statis) Tidak demikian halnya dengan cakra yang terdapat pada Lambang Mahkamah Agung. Cakra pada lambang Mahkamah Agung terlukis sebagai cakra yang (sudah) dilepas dari busurnya. Kala cakra dilepas dari busurnya roda panah (cakra) berputar dan tiap ujung (ada delapan) yang terdapat pada roda panah (cakra) mengeluarkan api.Pada lambang Mahkamah Agung cakra dilukis sedang berputar dan mengeluarkan lidah api (Belanda : vlam ). Cakra yang rodanya berputar dan mengeluarkan lidah api menandakan cakra sudah dilepas dari busurnya untuk menjalankan fungsinya
  • 25. memberantas ketidakadilan dan menegakkan kebenaran. Jadi pada lambang Mahkamah Agung, cakra digambarkan sebagai cakra yang " aktif ", bukan cakra yang " statis " 4. PERISAI PANCASILA Perisai Pancasila terletak ditengah-tengah cakra yang sedang menjalankan fungsinya memberantas ketidak adilan dan menegakkan kebenaran. Hal itu merupakan cerminan dari pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970 yang rumusnya. " Kekuasaan Kehakiman adalah Kekasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia." Catatan : Rumusan pasal 1 UU Nomor 4 tahun 2004 sama dengan Dengan rumusan pasal 1 UU Nomor 14 tahun 1970. 5. UNTAIAN BUNGA MELATI Terdapat 2 (dua) untaian bunga melati masing-masing terdiri dari atas 8 (delapan) bunga melati, melingkar sebatas garis lengkung perisai bagian bawah, 8 (delapan ) sifat keteladanan dalam kepemimpinan (hastabrata). 6. SELOKA " DHARMMAYUKTI" Pada tulisan "dharmmayukti" terdapat 2 (dua) huruf M yang berjajar. Hal itu disesuaikan dengan bentuk tulisan " dharmmayukti " yang ditulis dengan huruf Jawa. Dengan menggunakan double M.huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharma" akan dilafal sebagai "A" seperti pada ucapan kata "ACARA ", "DUA" "LUPA" dan sebagainya. Apabila menggunakan 1 (satu) huruf "M", huruf "A" yang terdapat pada akhir kata "dharmma" memungkinkan dilafal sebagai huruf "O" seperti lafal "O" pada kata "MOTOR", "BOHONG" dan lain-lainnya. Kata "DHARMMA" mengandung arti BAGUS, UTAMA, KEBAIKAN. Sedangkan kata "YUKTI" mengandung arti SESUNGGUHNYA, NYATA. Jadi kata "DHARMMAYUKTI" mengandung arti KEBAIKAN/KEUTAMAAN YANG NYATA/ YANG SESUNGGUHNYA yakni yang berujud sebagai KEJUJURAN, KEBENARAN DAN KEADILAN.