Dokumen tersebut membahas hukum menanamkan saham di bank yang beroperasi dengan sistem bunga. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan bahwa bank didirikan atas dasar riba, yang dilarang dalam Alquran. Ia mengutip beberapa ayat Alquran dan hadis yang melarang riba. Karena itu, menanamkan saham di bank tersebut diharamkan. Para ulama dan da'i juga memiliki tanggung jawab besar untuk menjelask
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTAnas Wibowo
Ust. Shiddiq al-Jawi. RINGKASAN_13_APRIL_2020.
(1) PENGERTIAN UTANG (AD DAIN) DAN PINJAMAN (AL QARDH)
(2) HUKUM UTANG (AD DAIN)
(3) HUKUM PINJAMAN (AL QARDH)
Hukum Utang (ad-Dain) dan Pinjaman (al-Qardh) .PPTAnas Wibowo
Ust. Shiddiq al-Jawi. RINGKASAN_13_APRIL_2020.
(1) PENGERTIAN UTANG (AD DAIN) DAN PINJAMAN (AL QARDH)
(2) HUKUM UTANG (AD DAIN)
(3) HUKUM PINJAMAN (AL QARDH)
1. Saham-Saham Bank
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=826&bagian=0
Saham-Saham Bank
Kategori :
Mu'amalat & Riba
Tanggal : Rabu, 16 Juni 2004 14:02:28 WIB
SAHAM-SAHAM BANK
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu, wa
ba’du: Saya mohon kesediaan Fadhilatusy Syaikh untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut :
Beberapa hari ini ramai dipublikasikan di berbagai mass media acara ‘Tutup Buku’ yang akan dilakukan oleh
‘Riyadh Bank’, apakah boleh hukumnya ikut menanamkan saham di dalamnya ? Apa peran ulama, da’i dan
penceramah terhadap hal ini ? Apa pendapat Fadhilatusy Syaikh mengenai hukum bekerja di ‘Riyadh Bank’
dan bank-bank sejenisnya yang bertransaksi dengan bunga bank ?
Jawaban
Sebagaimana telah diketahui bahwa bank terbangun atas pondasi riba. Misalnya, dengan cara memberi seribu
lalu mengambil seribu dua ratus, atau mengambil seribu lalu memberi seribu dua ratus ; dengan begitu berarti
ia telah memakan riba dan memberi makan dengannya, sekalipun terkadang bank tersebut memiliki
transaksi-transaksi lain tanpa riba akan tetapi pondasi asalnya adalah terbangun di atas riba tersebut. Inilah
realitas yang telah dikenal darinya. Berdasarkan hal ini, maka tidak halal hukumnya menanamkan saham di
dalamnya sesuai dengan firman Allah.
“Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka bagiannya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka ; mereka kekal didalamnya.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa” [Al-Baqarah : 275-276]
Dalam ayat yang mulia di atas terdapat pernyataan tegas bahwa riba adalah haram, yang diharamkan oleh
Allah Yang Mahamemiliki seluruh kerajaan, Yang hanya bagiNya semata putusan hukum dan kepada
syari’atNya tempat berhukum.
Halaman 1/2
2. Saham-Saham Bank
http://www.almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=826&bagian=0
Dalam ayat yang lain setelah ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah menjelaskan bahwa
mengambil riba berarti memaklumatkan perang terhadap Allah dan RasulNya, sebagaimana firmanNya.
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)
maka ketahuilah bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu ; kamu tidak menganiaya dan tida (pula) dianiaya” [Al-Baqarah : 278-279]
Sedangkan di dalam kitab Shahih Muslim dari hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Radhiyallahu
‘anhu, dia berkata.
“Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, pemberi makan dengannya,
penulisannya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka itu sama saja” [Hadits Riwayat Muslim, Kitab
Al-Musaqah 1598]
Makna ‘Laknat’ adalah terusir dan jauh dari rahmat Allah, demikian ditafsirkan oleh para ulama. Jadi, dalam
kedua ayat yang mulia dan hadits di atas terdapat petunjuk yang amat jelas dan tegas bahwa riba termasuk
dosa besar. Di dalam hadits, khususnya, terdapat petunjuk bahwa orang yang membantu melakukan riba, baik
dengan cara mencatatkan atau bersaksi tercakup dalam laknat tersebut, sama seperti laknat yang ditujukan
kepada pemakan dan pemberi makannya. Dengan demikian, jelaslah apa hukum bekerja di bidang apapun
yang dapat dinyatakan sebagai pengukuhuan terhadap riba, baik dengan mencatatkan ataupun sebagai saksi.
Sedangkan peran para ulama dan para da’i terhadap semacam ini dan selainnya yang tidak asing lagi bagi
kaum muslimin dan amat mendesak hajat kepada pejelasan tentangnya dan peringatan terhadapnya adalah
merupakan kewajiban yang besar dan tanggung jawab yang demikian berat karena Allah mengemban kan ilmu
ke pundak mereka agar menjelaskannya kepada manusia. Kita memohon kepada Allah agar menolong kita dan
saudara-saudara kita untuk melakukan hal yang bermaslahat bagi para hambaNya, baik di dalam kehidupan
dunia maupun di akhirat kelak.
[Ditulis oleh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, pada tanggal 9-7-1412H]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad
Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 28-31 Darul Haq]
Halaman 2/2