SlideShare a Scribd company logo
1 of 3
Saatnya Kita Waspada!

                             Oleh: Muhsin Hariyanto
         Mas Danarto (2008) – mengutip al-Hujwiri – menyatakan: "Ada
seseorang yang bernama Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i, , salah seorang
sahabat Salman al-Farisi. Ia – dengan kesalehannya -- bisa menjinakkan
segerombolan 'serigala' yang benar-benar tengah meneteskan air liurnya ketika
melihat 'biri-birinya' yang ia gembalakan di tepi Sungai Eufrat. Menurutnya, hal
itu mampu dikerjakannya karena – dalam seluruh hidupnya -- hasratnya selalu ia
selaraskan dengan ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah Muhammad s.aw..
Bahkan, dikisahkan pula, ketika ada seseorang yang memintanya untuk memberi
nasihat, Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i berkata dengan penuh kearifan:
''Janganlah kau jadikan hatimu menjadi keranjang keinginan hawa nafsumu dan
janganlah kau jadikan perutmu menjadi periuk barang-barang haram.''.
Demikian kurang lebih apa yang ditulis oleh Ali ibn Utsman al-Hujwiri tentang
Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i dalam bukunya " Kasyful Mahjûb".
         Kisah itu – menurutnya – adalah kejadian faktual, bukan sekadar olah-
imajinasi dari penulisnya, meskipun validitasnya bisa saja diragukan, karena
dikutip dengan tanpa penelitian yang cermat layaknya sebuah penelitian hadis
dengan metode takhrîj, atau dengan menggunakan metode kritik sejarah. Namun
penulis justeru berpikir, jangan-jangan yang disebut 'serigala' dan biri-biri' oleh
al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjûb, bukan sekadar biri-biri dalam pengertian
hakiki. Tetapi, lebih jauh dari itu adalah 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian
majazi (metaforik). Hingga penulis berpikir, kalau benar yang dimaksud al-
Hujwiri adalah 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian majazi (metaforik).
Karena -- saat ini -- 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian majazi (metaforik)
itu masih masih banyak berkeliaran, dan harus juga mendapat perhatian, sebab
mereka ('serigala-serigala') banyak yang sudah sangat piawai menyamar untuk
menjadi (seolah-olah) 'biri-biri' yang sangat lembut, dan bahkan lebih memesona
daripada 'biri-biri' yang menjadi (calon) mangsanya. Dan oleh karenanya, "kita –
saat ini -- perlu banyak belajar pada al-Ra'i, bagaimana cara menjinakkan
'jamaah' serigala dan menyelamatkan 'jamaah' biri-biri kontemporer, yang tentu
saja membutuhkan 'kearifan prima' untuk mengidentifikasi, dan – untuk
selanjutnya – menyikapinya dengan sikap proporsional. Jangan pernah tertipu
oleh 'setan'. Apalagi setan-setan kontemporer yang sudah banyak belajar dari
pengalaman mereka dalam menggoda umat manusia.
        Zaman telah berubah dan akan selalu berubah. Tetapi esensi masalah
yang dihadapi manusia dari zaman ke zaman selalu tidak akan berubah, tetap ada
dan – dalam banyak hal -- semakin kompleks. Dan Rasulullah s.a.w. pernah
memrediksi: “Akan datang kepada manusia suatu masa, di mana orang tiada
peduli akan apa yang diambilnya; apakah dari yang halal ataukah dari yang
haram”. (HR al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, ad-Darimi dan Ibnu
Asakir dari Abu Hurairah).




                                         1
Pada zaman kegalauan ini, banyak orang – termasuk di dalamnya umat
Islam -- nampaknya masih 'gamang' untuk membuat garis demarkasi yang jelas
terhadap 'setan-setan' yang selalu siap menggodanya. Dengan tipu dayanya yang
sangat lembut, rencana busuk para setan itu 'kini' nyaris tak terdeteksi oleh 'radar-
radar' manusia. Manusia – dalam banyak hal – belum bisa menarik garis
demarkasi kekuatan setan yang korup dan otoriter, dengan kekuatan dirinya yang
– dengan fitrahnya – selalu berkeinginan untuk melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik. Bahkan banyak di antara mereka "ada" yang justeru
"terkesima" oleh penampilan artifisial para setan, yang mengawali kiprah mereka
dengan – misalnya – melalukan 'operasi plastik'. Menyamar menjadi 'seolah-olah'
sekumpulan orang saleh yang layak dihormati.
         Ada dua pendekatan sederhana untuk melacak 'setan-setan' kontemporer,
yaitu:
         Pertama, "pendekatan rezim" (yang dalam perspektif ilmu politik
['rezim'] adalah nilai) dan pendekatan aktor. Ketika kita bicara tentang rezim,
sebenarnya kita sedang membicarakan mengenai sebuah nilai. Salah satu
karakteristik 'rezim setan', adalah tindakan korup dan otoriter. Karena itu, sikap
tegas kita adalah tidak memberi ruang bagi "rezim korup dan otoriter" itu.
Celakanya, kini sikap koruptif tersebut tidak hanya menjadi hak paten aktor dan
kelompok pendukung 'setan', tetapi sudah menjangkit dalam sikap dan konstruksi
pemikiran sebagian dari diri kita. Semestinya, hari ini kita harus menegaskan
bahwa sikap dan pola 'setan' yang diterapkan oleh siapa pun berarti ia bagian dari
konstruksi setan-setan' itu. Apakah corak struktur, kultur, atau perilaku
masyarakat itu sendiri. Sebab, menjadi sebuah fenomena paradoks ketika kita
membenci 'setan' yang korup dan otoriter, tetapi pada saat yang sama kita
melanggengkan struktur, kultur dan perilaku tersebut.
         Kedua, mengidentifikasi aktor utama penyangga kekuasaan setan. Aktor
utamanya sangat jelas, yaitu "Iblis". Puncak piramida struktur kekuasaan 'setan'
adalah 'Iblis'. Jika kita bersepakat untuk mengatakan bahwa rezim 'setan adalah
rezim 'korup dan 'otoriter', kita harus membuat garis demarkasi yang jelas dengan
para setan itu. Dan, tidak ada kata kompromi bagi rezim "predator" itu.
Pengadilan terhadap 'setan-setan', sampai kepada 'Iblis' (Sang Inspirator),
menjadi salah satu taruhan. Kita harus berani mengedepankan semangan 'zero-
tolerance' (tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap setan).
         Meminjam ungkapan Mas Danarto. kini saatnya kita belajar untuk
menjadi orang yang ‘bisa’ menjadikan diri kita sebagai seorang yang ‘arif,
seperti Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i, di tengah gelombang kehidupan yang
terlalu banyak memberi peluang bagi 'para setan' (termasuk para pengikutnya)
yang – dengan piawainya -- menghandalkan kekuatan hawa nafsunya – dengan
segenap tipu dayanya --untuk (selalu) menjadi pemenang dan – pada saat yang
sama – selalu memojokkan diri kita untuk menjadi pecundang.
       Jadilah pemenang, dengan membuat garis demarkasi yang jelas untuk
sama sekali tidak bertasâmuh (tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap




                                         2
setan). Now, or not at all; al-ân, au lâ ‘alâ al-ithlâq; sekarang, atau tidak sama
sekali!
Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES
’AISYIYAH Yogyakarta




                                        3

More Related Content

Viewers also liked

Aku berkurban, aku pun dekat
Aku berkurban, aku pun dekatAku berkurban, aku pun dekat
Aku berkurban, aku pun dekat
Muhsin Hariyanto
 
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Muhsin Hariyanto
 
Membuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMembuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutup
Muhsin Hariyanto
 
Dzikir dam kesalehan sosial
Dzikir dam kesalehan sosialDzikir dam kesalehan sosial
Dzikir dam kesalehan sosial
Muhsin Hariyanto
 
Artipenting dzikir dan doa
Artipenting dzikir dan doaArtipenting dzikir dan doa
Artipenting dzikir dan doa
Muhsin Hariyanto
 
Mencermati budaya rabu wekasan
Mencermati budaya rabu wekasanMencermati budaya rabu wekasan
Mencermati budaya rabu wekasan
Muhsin Hariyanto
 
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quranMakna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
Muhsin Hariyanto
 
Megayacth
MegayacthMegayacth
Megayacth
KIKIROK
 
Bc Tahiti Ml 1 Gc
Bc Tahiti Ml 1  GcBc Tahiti Ml 1  Gc
Bc Tahiti Ml 1 Gc
KIKIROK
 

Viewers also liked (13)

Aku berkurban, aku pun dekat
Aku berkurban, aku pun dekatAku berkurban, aku pun dekat
Aku berkurban, aku pun dekat
 
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01
 
Ucapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâhUcapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâh
 
Membuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMembuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutup
 
Dzikir dam kesalehan sosial
Dzikir dam kesalehan sosialDzikir dam kesalehan sosial
Dzikir dam kesalehan sosial
 
Artipenting dzikir dan doa
Artipenting dzikir dan doaArtipenting dzikir dan doa
Artipenting dzikir dan doa
 
Afsyus salam
Afsyus salamAfsyus salam
Afsyus salam
 
Suara hati
Suara hatiSuara hati
Suara hati
 
Mencermati budaya rabu wekasan
Mencermati budaya rabu wekasanMencermati budaya rabu wekasan
Mencermati budaya rabu wekasan
 
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quranMakna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
Makna ulil amri dalam kajian tafsir al quran
 
Zakat, infak dan sedekah
Zakat, infak dan sedekahZakat, infak dan sedekah
Zakat, infak dan sedekah
 
Megayacth
MegayacthMegayacth
Megayacth
 
Bc Tahiti Ml 1 Gc
Bc Tahiti Ml 1  GcBc Tahiti Ml 1  Gc
Bc Tahiti Ml 1 Gc
 

Similar to Saatnya kita waspada

Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)
Muhsin Hariyanto
 
Beristiqâmah ala ashâbul kahfi
Beristiqâmah ala ashâbul kahfiBeristiqâmah ala ashâbul kahfi
Beristiqâmah ala ashâbul kahfi
Muhsin Hariyanto
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Muhsin Hariyanto
 
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihanHubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
andriandika
 

Similar to Saatnya kita waspada (13)

Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)
 
Beristiqâmah ala ashâbul kahfi
Beristiqâmah ala ashâbul kahfiBeristiqâmah ala ashâbul kahfi
Beristiqâmah ala ashâbul kahfi
 
Berhala kekuasaan
Berhala kekuasaanBerhala kekuasaan
Berhala kekuasaan
 
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
20120618142403 etika berbeda-pendapat-dan-keyakinan
 
Islam & Budaya Hibrida
Islam  & Budaya  HibridaIslam  & Budaya  Hibrida
Islam & Budaya Hibrida
 
97055617 mencari-pemimpin-adil
97055617 mencari-pemimpin-adil97055617 mencari-pemimpin-adil
97055617 mencari-pemimpin-adil
 
97055617 mencari-pemimpin-adil
97055617 mencari-pemimpin-adil97055617 mencari-pemimpin-adil
97055617 mencari-pemimpin-adil
 
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhahSekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
Sekalai lagi menyikapi fenomena ruwaibidhah
 
Parlemen IBLIS
Parlemen IBLISParlemen IBLIS
Parlemen IBLIS
 
Parlemen IBLIS
Parlemen IBLISParlemen IBLIS
Parlemen IBLIS
 
Parlemen IBLIS
Parlemen IBLISParlemen IBLIS
Parlemen IBLIS
 
Hadits Maudlu
Hadits MaudluHadits Maudlu
Hadits Maudlu
 
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihanHubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
Hubbud dunya adalah cinta dunia yang berlebihan
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Muhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Muhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Muhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
Muhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
Muhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Muhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Saatnya kita waspada

  • 1. Saatnya Kita Waspada! Oleh: Muhsin Hariyanto Mas Danarto (2008) – mengutip al-Hujwiri – menyatakan: "Ada seseorang yang bernama Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i, , salah seorang sahabat Salman al-Farisi. Ia – dengan kesalehannya -- bisa menjinakkan segerombolan 'serigala' yang benar-benar tengah meneteskan air liurnya ketika melihat 'biri-birinya' yang ia gembalakan di tepi Sungai Eufrat. Menurutnya, hal itu mampu dikerjakannya karena – dalam seluruh hidupnya -- hasratnya selalu ia selaraskan dengan ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah Muhammad s.aw.. Bahkan, dikisahkan pula, ketika ada seseorang yang memintanya untuk memberi nasihat, Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i berkata dengan penuh kearifan: ''Janganlah kau jadikan hatimu menjadi keranjang keinginan hawa nafsumu dan janganlah kau jadikan perutmu menjadi periuk barang-barang haram.''. Demikian kurang lebih apa yang ditulis oleh Ali ibn Utsman al-Hujwiri tentang Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i dalam bukunya " Kasyful Mahjûb". Kisah itu – menurutnya – adalah kejadian faktual, bukan sekadar olah- imajinasi dari penulisnya, meskipun validitasnya bisa saja diragukan, karena dikutip dengan tanpa penelitian yang cermat layaknya sebuah penelitian hadis dengan metode takhrîj, atau dengan menggunakan metode kritik sejarah. Namun penulis justeru berpikir, jangan-jangan yang disebut 'serigala' dan biri-biri' oleh al-Hujwiri dalam Kasyful Mahjûb, bukan sekadar biri-biri dalam pengertian hakiki. Tetapi, lebih jauh dari itu adalah 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian majazi (metaforik). Hingga penulis berpikir, kalau benar yang dimaksud al- Hujwiri adalah 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian majazi (metaforik). Karena -- saat ini -- 'serigala' dan biri-biri' dalam pengertian majazi (metaforik) itu masih masih banyak berkeliaran, dan harus juga mendapat perhatian, sebab mereka ('serigala-serigala') banyak yang sudah sangat piawai menyamar untuk menjadi (seolah-olah) 'biri-biri' yang sangat lembut, dan bahkan lebih memesona daripada 'biri-biri' yang menjadi (calon) mangsanya. Dan oleh karenanya, "kita – saat ini -- perlu banyak belajar pada al-Ra'i, bagaimana cara menjinakkan 'jamaah' serigala dan menyelamatkan 'jamaah' biri-biri kontemporer, yang tentu saja membutuhkan 'kearifan prima' untuk mengidentifikasi, dan – untuk selanjutnya – menyikapinya dengan sikap proporsional. Jangan pernah tertipu oleh 'setan'. Apalagi setan-setan kontemporer yang sudah banyak belajar dari pengalaman mereka dalam menggoda umat manusia. Zaman telah berubah dan akan selalu berubah. Tetapi esensi masalah yang dihadapi manusia dari zaman ke zaman selalu tidak akan berubah, tetap ada dan – dalam banyak hal -- semakin kompleks. Dan Rasulullah s.a.w. pernah memrediksi: “Akan datang kepada manusia suatu masa, di mana orang tiada peduli akan apa yang diambilnya; apakah dari yang halal ataukah dari yang haram”. (HR al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, ad-Darimi dan Ibnu Asakir dari Abu Hurairah). 1
  • 2. Pada zaman kegalauan ini, banyak orang – termasuk di dalamnya umat Islam -- nampaknya masih 'gamang' untuk membuat garis demarkasi yang jelas terhadap 'setan-setan' yang selalu siap menggodanya. Dengan tipu dayanya yang sangat lembut, rencana busuk para setan itu 'kini' nyaris tak terdeteksi oleh 'radar- radar' manusia. Manusia – dalam banyak hal – belum bisa menarik garis demarkasi kekuatan setan yang korup dan otoriter, dengan kekuatan dirinya yang – dengan fitrahnya – selalu berkeinginan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan banyak di antara mereka "ada" yang justeru "terkesima" oleh penampilan artifisial para setan, yang mengawali kiprah mereka dengan – misalnya – melalukan 'operasi plastik'. Menyamar menjadi 'seolah-olah' sekumpulan orang saleh yang layak dihormati. Ada dua pendekatan sederhana untuk melacak 'setan-setan' kontemporer, yaitu: Pertama, "pendekatan rezim" (yang dalam perspektif ilmu politik ['rezim'] adalah nilai) dan pendekatan aktor. Ketika kita bicara tentang rezim, sebenarnya kita sedang membicarakan mengenai sebuah nilai. Salah satu karakteristik 'rezim setan', adalah tindakan korup dan otoriter. Karena itu, sikap tegas kita adalah tidak memberi ruang bagi "rezim korup dan otoriter" itu. Celakanya, kini sikap koruptif tersebut tidak hanya menjadi hak paten aktor dan kelompok pendukung 'setan', tetapi sudah menjangkit dalam sikap dan konstruksi pemikiran sebagian dari diri kita. Semestinya, hari ini kita harus menegaskan bahwa sikap dan pola 'setan' yang diterapkan oleh siapa pun berarti ia bagian dari konstruksi setan-setan' itu. Apakah corak struktur, kultur, atau perilaku masyarakat itu sendiri. Sebab, menjadi sebuah fenomena paradoks ketika kita membenci 'setan' yang korup dan otoriter, tetapi pada saat yang sama kita melanggengkan struktur, kultur dan perilaku tersebut. Kedua, mengidentifikasi aktor utama penyangga kekuasaan setan. Aktor utamanya sangat jelas, yaitu "Iblis". Puncak piramida struktur kekuasaan 'setan' adalah 'Iblis'. Jika kita bersepakat untuk mengatakan bahwa rezim 'setan adalah rezim 'korup dan 'otoriter', kita harus membuat garis demarkasi yang jelas dengan para setan itu. Dan, tidak ada kata kompromi bagi rezim "predator" itu. Pengadilan terhadap 'setan-setan', sampai kepada 'Iblis' (Sang Inspirator), menjadi salah satu taruhan. Kita harus berani mengedepankan semangan 'zero- tolerance' (tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap setan). Meminjam ungkapan Mas Danarto. kini saatnya kita belajar untuk menjadi orang yang ‘bisa’ menjadikan diri kita sebagai seorang yang ‘arif, seperti Abu Halim Habib bin Salim al-Ra'i, di tengah gelombang kehidupan yang terlalu banyak memberi peluang bagi 'para setan' (termasuk para pengikutnya) yang – dengan piawainya -- menghandalkan kekuatan hawa nafsunya – dengan segenap tipu dayanya --untuk (selalu) menjadi pemenang dan – pada saat yang sama – selalu memojokkan diri kita untuk menjadi pecundang. Jadilah pemenang, dengan membuat garis demarkasi yang jelas untuk sama sekali tidak bertasâmuh (tidak boleh ada sedikitpun toleransi terhadap 2
  • 3. setan). Now, or not at all; al-ân, au lâ ‘alâ al-ithlâq; sekarang, atau tidak sama sekali! Penulis adalah Dosen Tetap FAI UM Yogyakarta dan Dosen Tidak Tetap STIKES ’AISYIYAH Yogyakarta 3