SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
AKU BERKURBAN, AKU PUN DEKAT


                        Oleh: Muhsin Hariyanto

“Ego” seringkali mengalahkan semuanya, dan bahkan tak jarang menjadi
berhala yang tak terkalahkan. Bisa jadi kita – dalam keseharian kita –
dikalahkan oleh ego kita, dan kita tak pernah merasa kalah karena kita
menikmatinya, hingga kita menjadi budaknya tanpa daya. Ego, dalam
kehidupan kita telah menjadi – semacam – tuhan yang terlalu kita cintai, kita
hormati dan kita kagumi. Dan akhirnya kita pun terjebak dalam sikap
“idolatry”. Menuhankan sesuatu yang bukan Tuhan.

Kisah Ibrahim a.s. telah menjadi cermin, bagaimana proses pencarian tuhan
yang sessungguhnya berujung pada kesediaan untuk berkurban,
mempersembahkan anak laki-laki yang sangat dicintainya untuk
menunjukkan cintanya kepada Allah, Tuhan Yang Sesungguhnya. Dia
(Ibrahim a.s.) tak ingin menuhankan anaknya, karena cintanya. Ia benar-
benar hanya ingin mencintai yang tercinta, meskipun harus mengurbankan
sesuatu yang sangat dicintainya, demi (untuk) menjadi ruh tauhidnya. Dia
persembahkan Ismail – anak laki-laki tercintanya – untuk mewujudkan
cintanya kepada Tuhan yang harus dicintainya lebih daripada cintanya kep-
ada apa dan siapa pun, termasuk anak lelakinya. Dia telah berhasil
melepaskan “ego”-nya demi cintanya kepada Tuhan Yang Dicintainya.

Kisah Ibrahim a.s. ini ternyata juga berlaku untuk Yusuf a.s., yang sanggup
mengalahkan egonya ketika diprovokasi oleh Zulaikha, perempuan cantik
yang bisa jadi menggetarkan syahwat setiap laki-laki yang dekat dengannya,
untuk sekadar berbuat sesuatu yang diasumsikan dapat memuaskan dahaga
setiap anak Adam.

Yusuf a.s. memang seorang lelaki, tetapi bukan sekadar lelaki yang mudah
terkalahkan oleh setiap jebakan egonya, karena masih ada yang dianggap
lebih penting olehnya daripada sekadar mengikuti syahwat kelelakiannya.
Yusuf a.s. sadar bahwa ada yang harus lebih dikagumi, dicintai, dihormati
dan ditaati daripada sekadar seorang perempuan secantik Zulaikha, Dialah
Allah Sang Kekasih Abadi. Dan di saat itu pula nuraninya seolah berkata:
“Innî akhâfullâh” (Aku takut kepada Allah), dan oleh karenanya ia tinggalkan
Zulaikha seorang diri.

Lain halnya dengan cerita Adam-Hawa yang menyisakan sebuah ‘ibrah
(pelajaran berharga), bahwa di ketika ego manusia mengalahkan nuraninya,
maka tak seorang pun bisa mengelak dri godaan setan. Saat itu iblis menjadi



                                     1
pemenang, dan keduanya (Adam-Hawa) terpurik menjadi orang yang zalim,
atau lebih tepat: : “mezalimi diri”, dan harus berhadapan dengan sebuah
risiko berupa azab Allah yang diperuntukkan bagi setiap orang yang bersalah,
karena terkalahkan oleh “ego”-nya.

Kita – umat manusia ini – kapan pun an di mana pun bisa menjadi Ibrahim-
ibrahim, Yusuf-yusuf yang lain yang telah memenangkan pertarungan
meealawan ego kita. Tetapi, juga bisa menjadi Adam-Hawa yang yang lain
yang pernah terekalahkan oleh ego kita, menjadi santapan empuk para setan
yang tidak akan pernah berhenti menggoda dari hal paling remeh sampai hal-
hal penting yang yang sangat memerlukan perhatian.

Perhatikan salah firman Allah berikut:

     "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
     mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
     yang    dapat   mencapainya.    Demikianlah    Allah    telah
     menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan
     Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar
     gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS al-Hajj,
     22: 37)
       Pernahkan kita berkontemplasi sejenak untuk merenungkan kembali
apa yang pernah kita lakukan? Di ketika kita berkurban, sudahkan kita
berkurban karena Allah, atau sedikit banyak kita masih tergerak untuk
melakukannya karena motif-motif yang lain, hingga niat kita mendua?
Akhirnya keikhlasan kita pun tergores, karena sikap riya’ kita yang tiba-tiba
muncul, mengendalikan sikap kita dan membuat kita terjerembab dalam
“syirik kecil“ berupa ketidak-ikhlasan dalam berkurban.

       Kurban, atau yang lebih tepat ditulis dengan transliterasi “qurban“,
adalah sebuah istilah yang – bila dikembalikan kepada makna aslinya –
bermakna “kedekatan atau pendekatan”, yang ketika dikaitkan dengan ibadah
kita bermakna: “upaya pendekatan diri seorang hamba kepada Khaliq-nya”.
Simbolnya bisa berupa “penyembelihan hewan kurban”, sebagaimana yang
dilakukan oleh umat Islam pada waktu hari raya “Idul Adha”, atau –
sebenarnya – bisa dengan simbol lain yang tidak harus berupa
penyembelihan hewan.

      Mempersembahkan “persembahan” kepada tuhan-tuhan adalah
keyakinan yang dikenal manusia sejak lama. Dari kisah dua orang bersaudara
-- Habil dan Qabil (Anak Adam) -- yang berakhir dengan tragis, berupa
pembunuhan oleh yang dikuasai oleh ego-nya (Qabil), yang oleh karenanya



                                         2
tidak diterima amalnya oleh Allah, terhadap yang ikhlas berkurban karena
Allah ( Habil). Kisah itu menandai bahwa “qurban“ seorang anak manusia
akan mendapatkan ridha (diterima ) oleh Allah ketika dilakukan dengan
ikhlas berlandasan pada ketakwaannya. Sebaliknya sehebat apa pun simbol
pengurbanan seorang anak manusia, di ketika keikhlasan dan ketaqwaan itu
tidak menandai tindakannya, maka Allah pun tidak akan bersedia
menerimanya. Seekor domba, yang dipersembahkan dengan keikhlasan dan
ketakwaan untuk berkurban, nilainya jauh melampai seratus ekor sapi atau
onta yang dipersempahkan dengan sikap riya’. Dan oleh karenanya, kenapa
Ibrahim a.s. mendapatkan kemuliaan dari Allah ketika dia jadikan Ismail
sebagai instrumen pengurbanan, dan kemudian diganti oleh Allah dengan
seekor qibas (salah satu jenis kambing yang menjadi simbol
pengurbanannya)? Tentu saja bukan karena besar-kecil-nya simbol
(instrumen) yang dipersembahkan. Semua terjadi sebagai konsekuensi dari
keikhlasan dan ketakwaan Ibrahim a.s. kepada sang Khaliq. Dia (Ibrahim a.s.)
mendekat kepada Allah dengan ”semangat pengurbanannya”, dan Allah pun
mendekat karena keikhlasan dan ketakwaan Ibrahim a.s. kepada-Nya. Hingga
karunia-Nya mengalir kepada Bapak-Anak (Ibrahim-Ismail) yang dengan
sikap khanif (lempang)-nya memenuhi panggilan Allah untuk berkurban.
       Kisah Ibrahim a.s. memang tidak sama dengan kisa Yusuf a.s., tetapi
memiliki kesamaan nilai. Ada universal value (nilai-universal) yang bisa kita
pahami dalam dua peristiwa yang berbeda itu, yaitu: “kemampunan untuk
menundukkan ego“. Keduanya sama-sama berkemampuan untuk melawan
godaan setan yang membujuknya dengan simbol yang berbeda, tetapi
memiliki substansi yang sama. Ibrahm a.s. dan Yususf a.s.. sama-sama
memiliki “ketakwaan“ yang memandunya untuk mengatakan “tidak“
terhadap godaan, dengan tetap berpegang teguh dengan hablulllah (tali-
Allah), dan oelh karena sama-sama diselamatkan oleh Allah dan berhasil
menjadi orang yang ridha untuk berdekatan dengan Allah, dan mendapatkan
ridha (dari Allah) untuk dekat dengan-Nya. Keduanya menjadi hamba Allah
selalu dekat dengan-Nya dan mendapatkan kedekatan dari-Nya karena
semangat pengurbanannya dengan simbol-simbol pengurbanan yang
berbeda, tetapi dengan keikhlasan dan ketakwaan yang sama.
        Dalam konteks “qurban“ kita – umat Islam – pada hari raya idul Adha
dan hari-hari tasyri’ di setiap tahun, Islam memoperkenalkan dua nilai
penting dalam ibadah ini. Nilai kesalehan vertikal untuk beribadah kepada
Allah, yang secara historis melestarikan kejadian penggantian “qurban“ nabi
Ibrahim a.s. dengan seekor domba dan nilai kesalehan horisontal, berupa
sedekah kepada siapa pun yang membutuhkan, meminta dan pantas untuk
diberi.
     Jadi esensi “qurban“ kita setiap tahun, bukanlah “penyembelihan
hewan“, yang seringkali menjadi bahan yang diperdebatkan, tetapi semata-


                                      3
mata “upaya pendekatan diri kepada Allah dengan simbol-simbol yang hewan
qurban“, yang semuanya – seharusnya – kita orientasikan hanya untuk
mencari ridha Allah semata-mata. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah
SWT dalam QS al-Hajj, 22: 37 di atas.
       Dari (semangat) kurban yang semacam itulah, sebagaimana Ibrahim
a.s. dan siapa pun yang meneladaninya, kita menjadi semakin dekat dengan
Allah, dan Allah pun semakin dekat dengan diri kita.
        Semoga!
Penulis adalah: Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Luar Biasa STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta.




                                              4

More Related Content

What's hot

Panduan qurban dan aqiqah
Panduan qurban dan aqiqahPanduan qurban dan aqiqah
Panduan qurban dan aqiqahaudraarce
 
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14 Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14 MOHD ARIFF AB RAZAK
 
1001 kisah teladan
1001 kisah teladan1001 kisah teladan
1001 kisah teladanTikno Grs
 
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqah
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqahSolehaqiqah.blogspot.co.id aqiqah
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqahMudzakir Sunni
 
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...muslimdocuments
 
Kisah rasulullah bersama sahabat
Kisah rasulullah bersama sahabatKisah rasulullah bersama sahabat
Kisah rasulullah bersama sahabatSandi Swalow
 
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021aminsuhadi1
 
Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)Muhsin Hariyanto
 

What's hot (13)

Panduan qurban dan aqiqah
Panduan qurban dan aqiqahPanduan qurban dan aqiqah
Panduan qurban dan aqiqah
 
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14 Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14
Khutbah Jumaat – Teladani Kehidupan Para Sahabat Rasulullah saw -07-Nov-14
 
Masalah seputar qurban
Masalah seputar qurbanMasalah seputar qurban
Masalah seputar qurban
 
1001 kisah teladan
1001 kisah teladan1001 kisah teladan
1001 kisah teladan
 
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqah
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqahSolehaqiqah.blogspot.co.id aqiqah
Solehaqiqah.blogspot.co.id aqiqah
 
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...
Buletin jumat al furqon tahun 06 volume 02 nomor 03 bilakah tiba saatnya untu...
 
syaj'ah umat islam
 syaj'ah umat islam syaj'ah umat islam
syaj'ah umat islam
 
Berani di jalan dakwah
Berani di jalan dakwahBerani di jalan dakwah
Berani di jalan dakwah
 
Kisah rasulullah bersama sahabat
Kisah rasulullah bersama sahabatKisah rasulullah bersama sahabat
Kisah rasulullah bersama sahabat
 
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021
Ringkasan tausiah ustadz rikza abdullah 2-6-2021
 
Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)Jangan memandang rendah (revisi)
Jangan memandang rendah (revisi)
 
Mujahadah an nafs
Mujahadah an nafsMujahadah an nafs
Mujahadah an nafs
 
Hukum hukum qurban
Hukum hukum qurbanHukum hukum qurban
Hukum hukum qurban
 

Viewers also liked

Viewers also liked (11)

Membuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutupMembuka pintu (yan) tertutup
Membuka pintu (yan) tertutup
 
Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01Mari berpuasa lahir dan batin 01
Mari berpuasa lahir dan batin 01
 
Belajar dari semut 2009
Belajar dari semut 2009Belajar dari semut 2009
Belajar dari semut 2009
 
Ucapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâhUcapkan insyâallâh
Ucapkan insyâallâh
 
Kebahagiaan mana yang ingin anda raih
Kebahagiaan mana yang ingin anda raihKebahagiaan mana yang ingin anda raih
Kebahagiaan mana yang ingin anda raih
 
Benarkan setan terbelenggu
Benarkan setan terbelengguBenarkan setan terbelenggu
Benarkan setan terbelenggu
 
Keajaiban Semut
Keajaiban Semut Keajaiban Semut
Keajaiban Semut
 
Bercermin pada qarun
Bercermin pada qarunBercermin pada qarun
Bercermin pada qarun
 
SI Semut
SI SemutSI Semut
SI Semut
 
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
Problematika penegakan hukum di indonesia(1) (1)
 
NORMA SOSIAL
NORMA SOSIALNORMA SOSIAL
NORMA SOSIAL
 

More from Muhsin Hariyanto

Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahMuhsin Hariyanto
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Muhsin Hariyanto
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanMuhsin Hariyanto
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMuhsin Hariyanto
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Muhsin Hariyanto
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabulMuhsin Hariyanto
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamMuhsin Hariyanto
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifMuhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Khutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 hKhutbah idul fitri 1436 h
Khutbah idul fitri 1436 h
 
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyahPembahasan ringkas di seputar fidyah
Pembahasan ringkas di seputar fidyah
 
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01Jangan pernah enggan memahami al quran-01
Jangan pernah enggan memahami al quran-01
 
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakanIstighfar, kunci rizki yang terlupakan
Istighfar, kunci rizki yang terlupakan
 
Etika dalam berdoa
Etika dalam berdoaEtika dalam berdoa
Etika dalam berdoa
 
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari rayaMemahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
Memahami ikhtilaf mengenai takbir shalat hari raya
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Manajemen syahwat
Manajemen syahwatManajemen syahwat
Manajemen syahwat
 
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
Teks khutbah idul fitri, 1 syawwal 1436 h 01
 
10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul10 hal penyebab doa tak terkabul
10 hal penyebab doa tak terkabul
 
Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)Khitan bagi wanita (01)
Khitan bagi wanita (01)
 
Strategi dakwah
Strategi dakwahStrategi dakwah
Strategi dakwah
 
Sukses karena kerja keras
Sukses karena kerja kerasSukses karena kerja keras
Sukses karena kerja keras
 
Opini dul
Opini   dulOpini   dul
Opini dul
 
Inspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayamInspirasi dari kandang ayam
Inspirasi dari kandang ayam
 
Tentang diri saya
Tentang diri sayaTentang diri saya
Tentang diri saya
 
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positifBerbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
Berbahagialah dengan cara membuang energi negatif dan menabung energi positif
 
Ketika kita gagal
Ketika kita gagalKetika kita gagal
Ketika kita gagal
 
Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!Jadilah diri sendiri!
Jadilah diri sendiri!
 
Gatotkaca winisuda
Gatotkaca winisudaGatotkaca winisuda
Gatotkaca winisuda
 

Aku berkurban, aku pun dekat

  • 1. AKU BERKURBAN, AKU PUN DEKAT Oleh: Muhsin Hariyanto “Ego” seringkali mengalahkan semuanya, dan bahkan tak jarang menjadi berhala yang tak terkalahkan. Bisa jadi kita – dalam keseharian kita – dikalahkan oleh ego kita, dan kita tak pernah merasa kalah karena kita menikmatinya, hingga kita menjadi budaknya tanpa daya. Ego, dalam kehidupan kita telah menjadi – semacam – tuhan yang terlalu kita cintai, kita hormati dan kita kagumi. Dan akhirnya kita pun terjebak dalam sikap “idolatry”. Menuhankan sesuatu yang bukan Tuhan. Kisah Ibrahim a.s. telah menjadi cermin, bagaimana proses pencarian tuhan yang sessungguhnya berujung pada kesediaan untuk berkurban, mempersembahkan anak laki-laki yang sangat dicintainya untuk menunjukkan cintanya kepada Allah, Tuhan Yang Sesungguhnya. Dia (Ibrahim a.s.) tak ingin menuhankan anaknya, karena cintanya. Ia benar- benar hanya ingin mencintai yang tercinta, meskipun harus mengurbankan sesuatu yang sangat dicintainya, demi (untuk) menjadi ruh tauhidnya. Dia persembahkan Ismail – anak laki-laki tercintanya – untuk mewujudkan cintanya kepada Tuhan yang harus dicintainya lebih daripada cintanya kep- ada apa dan siapa pun, termasuk anak lelakinya. Dia telah berhasil melepaskan “ego”-nya demi cintanya kepada Tuhan Yang Dicintainya. Kisah Ibrahim a.s. ini ternyata juga berlaku untuk Yusuf a.s., yang sanggup mengalahkan egonya ketika diprovokasi oleh Zulaikha, perempuan cantik yang bisa jadi menggetarkan syahwat setiap laki-laki yang dekat dengannya, untuk sekadar berbuat sesuatu yang diasumsikan dapat memuaskan dahaga setiap anak Adam. Yusuf a.s. memang seorang lelaki, tetapi bukan sekadar lelaki yang mudah terkalahkan oleh setiap jebakan egonya, karena masih ada yang dianggap lebih penting olehnya daripada sekadar mengikuti syahwat kelelakiannya. Yusuf a.s. sadar bahwa ada yang harus lebih dikagumi, dicintai, dihormati dan ditaati daripada sekadar seorang perempuan secantik Zulaikha, Dialah Allah Sang Kekasih Abadi. Dan di saat itu pula nuraninya seolah berkata: “Innî akhâfullâh” (Aku takut kepada Allah), dan oleh karenanya ia tinggalkan Zulaikha seorang diri. Lain halnya dengan cerita Adam-Hawa yang menyisakan sebuah ‘ibrah (pelajaran berharga), bahwa di ketika ego manusia mengalahkan nuraninya, maka tak seorang pun bisa mengelak dri godaan setan. Saat itu iblis menjadi 1
  • 2. pemenang, dan keduanya (Adam-Hawa) terpurik menjadi orang yang zalim, atau lebih tepat: : “mezalimi diri”, dan harus berhadapan dengan sebuah risiko berupa azab Allah yang diperuntukkan bagi setiap orang yang bersalah, karena terkalahkan oleh “ego”-nya. Kita – umat manusia ini – kapan pun an di mana pun bisa menjadi Ibrahim- ibrahim, Yusuf-yusuf yang lain yang telah memenangkan pertarungan meealawan ego kita. Tetapi, juga bisa menjadi Adam-Hawa yang yang lain yang pernah terekalahkan oleh ego kita, menjadi santapan empuk para setan yang tidak akan pernah berhenti menggoda dari hal paling remeh sampai hal- hal penting yang yang sangat memerlukan perhatian. Perhatikan salah firman Allah berikut: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS al-Hajj, 22: 37) Pernahkan kita berkontemplasi sejenak untuk merenungkan kembali apa yang pernah kita lakukan? Di ketika kita berkurban, sudahkan kita berkurban karena Allah, atau sedikit banyak kita masih tergerak untuk melakukannya karena motif-motif yang lain, hingga niat kita mendua? Akhirnya keikhlasan kita pun tergores, karena sikap riya’ kita yang tiba-tiba muncul, mengendalikan sikap kita dan membuat kita terjerembab dalam “syirik kecil“ berupa ketidak-ikhlasan dalam berkurban. Kurban, atau yang lebih tepat ditulis dengan transliterasi “qurban“, adalah sebuah istilah yang – bila dikembalikan kepada makna aslinya – bermakna “kedekatan atau pendekatan”, yang ketika dikaitkan dengan ibadah kita bermakna: “upaya pendekatan diri seorang hamba kepada Khaliq-nya”. Simbolnya bisa berupa “penyembelihan hewan kurban”, sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam pada waktu hari raya “Idul Adha”, atau – sebenarnya – bisa dengan simbol lain yang tidak harus berupa penyembelihan hewan. Mempersembahkan “persembahan” kepada tuhan-tuhan adalah keyakinan yang dikenal manusia sejak lama. Dari kisah dua orang bersaudara -- Habil dan Qabil (Anak Adam) -- yang berakhir dengan tragis, berupa pembunuhan oleh yang dikuasai oleh ego-nya (Qabil), yang oleh karenanya 2
  • 3. tidak diterima amalnya oleh Allah, terhadap yang ikhlas berkurban karena Allah ( Habil). Kisah itu menandai bahwa “qurban“ seorang anak manusia akan mendapatkan ridha (diterima ) oleh Allah ketika dilakukan dengan ikhlas berlandasan pada ketakwaannya. Sebaliknya sehebat apa pun simbol pengurbanan seorang anak manusia, di ketika keikhlasan dan ketaqwaan itu tidak menandai tindakannya, maka Allah pun tidak akan bersedia menerimanya. Seekor domba, yang dipersembahkan dengan keikhlasan dan ketakwaan untuk berkurban, nilainya jauh melampai seratus ekor sapi atau onta yang dipersempahkan dengan sikap riya’. Dan oleh karenanya, kenapa Ibrahim a.s. mendapatkan kemuliaan dari Allah ketika dia jadikan Ismail sebagai instrumen pengurbanan, dan kemudian diganti oleh Allah dengan seekor qibas (salah satu jenis kambing yang menjadi simbol pengurbanannya)? Tentu saja bukan karena besar-kecil-nya simbol (instrumen) yang dipersembahkan. Semua terjadi sebagai konsekuensi dari keikhlasan dan ketakwaan Ibrahim a.s. kepada sang Khaliq. Dia (Ibrahim a.s.) mendekat kepada Allah dengan ”semangat pengurbanannya”, dan Allah pun mendekat karena keikhlasan dan ketakwaan Ibrahim a.s. kepada-Nya. Hingga karunia-Nya mengalir kepada Bapak-Anak (Ibrahim-Ismail) yang dengan sikap khanif (lempang)-nya memenuhi panggilan Allah untuk berkurban. Kisah Ibrahim a.s. memang tidak sama dengan kisa Yusuf a.s., tetapi memiliki kesamaan nilai. Ada universal value (nilai-universal) yang bisa kita pahami dalam dua peristiwa yang berbeda itu, yaitu: “kemampunan untuk menundukkan ego“. Keduanya sama-sama berkemampuan untuk melawan godaan setan yang membujuknya dengan simbol yang berbeda, tetapi memiliki substansi yang sama. Ibrahm a.s. dan Yususf a.s.. sama-sama memiliki “ketakwaan“ yang memandunya untuk mengatakan “tidak“ terhadap godaan, dengan tetap berpegang teguh dengan hablulllah (tali- Allah), dan oelh karena sama-sama diselamatkan oleh Allah dan berhasil menjadi orang yang ridha untuk berdekatan dengan Allah, dan mendapatkan ridha (dari Allah) untuk dekat dengan-Nya. Keduanya menjadi hamba Allah selalu dekat dengan-Nya dan mendapatkan kedekatan dari-Nya karena semangat pengurbanannya dengan simbol-simbol pengurbanan yang berbeda, tetapi dengan keikhlasan dan ketakwaan yang sama. Dalam konteks “qurban“ kita – umat Islam – pada hari raya idul Adha dan hari-hari tasyri’ di setiap tahun, Islam memoperkenalkan dua nilai penting dalam ibadah ini. Nilai kesalehan vertikal untuk beribadah kepada Allah, yang secara historis melestarikan kejadian penggantian “qurban“ nabi Ibrahim a.s. dengan seekor domba dan nilai kesalehan horisontal, berupa sedekah kepada siapa pun yang membutuhkan, meminta dan pantas untuk diberi. Jadi esensi “qurban“ kita setiap tahun, bukanlah “penyembelihan hewan“, yang seringkali menjadi bahan yang diperdebatkan, tetapi semata- 3
  • 4. mata “upaya pendekatan diri kepada Allah dengan simbol-simbol yang hewan qurban“, yang semuanya – seharusnya – kita orientasikan hanya untuk mencari ridha Allah semata-mata. Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah SWT dalam QS al-Hajj, 22: 37 di atas. Dari (semangat) kurban yang semacam itulah, sebagaimana Ibrahim a.s. dan siapa pun yang meneladaninya, kita menjadi semakin dekat dengan Allah, dan Allah pun semakin dekat dengan diri kita. Semoga! Penulis adalah: Dosen Tetap FAI-UMY dan Dosen Luar Biasa STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta. 4