1. Shalat Iftitah:
Disyari’atkan Atau Tidak?
Sebagaimana kita maklumi, bahwa di beberapa masjid di
Indonesia dan (di beberapa) komunitas umat Islam, sebelum
melaksanakan shalat (jamaah) tarawih, imam mengajak
melaksanakan para makmum atau memelopori “shalat iftitah”,
yaitu shalat dua rakaat pendek sebelum pelaksanaan shalat
tarawih. Nah, pertanyaannya adalah: “Adakah tuntunan shalat
iftitah tersebut?
Sejauh penelusuran penulis dalam kitab-kitab referensi,
baik hadis maupun fiqih klasik tidak penulis temukan ‘istilah’
(spesifik) shalat iftitah tersebut. Yang ada adalah: “doa iftitah”.
Dan istilah doa iftitah ini sudah dipahamai banyak orang, yaitu
doa setelah takbiratul ihrâm.
Nampaknya penggunaan istilah shalat iftitah, merupakan
istilah baru bagi yang belum terbiasa memelajari perkembangan
kajian fiqih (utamanya: fiqh ash-shalâh) atau – dalam istilah para
jamaah saya – ini adalah “kreasi yang unik sebagian muslim
Indonesia”. Hal ini saya katakan, karena – memang -- tidak
ditemukan penggunaan dan pelaksanaan shalat iftitah di
beberapa masjid dan kalangan umat Islam di Indonesia.
Dalam berbagai referensi yang saya temukan, di Saudi
Arabia pun -- khususnya di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
-- pelaksanaan shalat Tarawih dilakukan setelah jamaah
melaksanakan shalat ‘Isya’, lalu (dilaksanakan) shalat sunnah
Rawâtib Ba'd al-‘Isyâ’, lalu muadzin mengumandangkan lafal:
هُ لّ ال مْ كُ بَ ثاَ أَ مِ ياَ قِ لْ ا ةَ لَ صَ
“Dirikanlah shalat qiyâm – shalat tarawih --, semoga
kalian diberi pahala Allah”.
1
2. Imam dan muadzin di kedua masjid tersebut tidak
mengajak melaksanakan “shalat ifititah”. Hal yang menarik juga
untuk diamati, bahwa di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi,
muadzin tidak menggunakan istilah shalat tarawih, namun
dengan sebutan (shalat) qiyâmullail.
Lantas apa shalat iftitah itu? Kenapa orang
melaksanakannya?
”Iftitâh” artinya: pembukaan. Mungkin (ditengarai)
sebutan shalat iftitah tadi antara lain berdasar pada hadis
‘Aisyah riwayat Muslim:
هِ لّ ال لُ سوُ رَ نَ كاَ تْ لَ قاَ ةَ شَ ئِ عاَ نْ عَ
- -نَ مِ مَ قاَ ذاَ إِ وسلم عليه ا صلى
نِ يْ تَ عَ كْ رَ بِ هُ تَ لَ صَ حَ تَ تَ فْ ا ىَ لّ صَ يُ لِ لِ يْ لّ ال
نِ يْ تَ فَ فيِ خَ .
“Dari ‘Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah s.a.w. ketika
hendak shalat malam, beliau "membuka" shalatnya dengan
dua rakaat (yang) ringan”.
Redaksi hadis tersebut di tas menggunakan kata membuka
(iftataha), lalu mungkin disebutlah shalat dua rakaat sebelum
shalat malam tadi dengan sebutan “shalat iftitah”. Inilah yang
bisa saya simpulkan. Ini saya nyatakan, dengan asumsi bahwa
shalat tarawih – yang di dalam hadis-hadis Nabi s.a.w. tidak
ditemukan istilahnya -- adalah (shalat) qiyâmullail, dan sama juga
dengan ‘tahajjud’.
2
3. Menurut hemat saya, sebaiknya para imam yang hendak
melaksanakan dua rakaat pendek tadi, sebelum melaksanakan
shalat tarawih, tidak perlu menyebutkan kepada masyarakat
dengan sebutan shalat iftitah, sebelum ada sosialisasi yang baik,
apalagi mengumandangkan misalnya: "mari kita laksanakan
shalat iftitah", untuk tidak memunculkan kontroversi (ikhtilâf).
Para iman sebaiknya cukup melaksanakan shalat dua
rakaat pendek sebelum melaksanakan tarawih dan tidak perlu
menyatakan bahwa yang dilakukannya adalah: “Shalat Iftitah”,
agar tidak memunculkan pertanyaan pada para makmum.
Kecuali bila para jamaah sudah memahaminya.
Tugas kita adalah: menjelaskan dengan sejelas-jelasnya
“apa shalat iftitah itu”, supaya umat Islam memahami dengan
baik dan benar”. Dan – pada akhirnya – tidak perlu ada
kebimbangan, apalagi ikhtilaf di kalangan umat Islam tentang
persoalan ini.
Wallâhu a'lam bish-shawâb.
3