restitusi fix terhadap korban pemerkosaan di I ndonesia
1. SIDANG TESIS
PEMENUHAN HAK ANAK KORBAN PEMERKOSAAN
MELALUI PELAKSANAAN RESTITUSI DI WILAYAH
HUKUM KEJAKSAAN NEGERI LEBONG
Oleh
SELVI UTAMI
NPM. B2A019041
PROGRAM PASCASARJANA ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
2. DAMPAK PEMERKOSAAN
STRES PASCA KEJADIAN
LEVEL RINGAN LEVEL BERAT
Kesakitan secara fisik, rasa
bersalah, takut, cemas malu,
marah dan tidak berdaya
STRES JANGKA PANJANG
Trauma, kurang percaya diri,
negative thingking, menutup diri
dari pergaulan, dan reaksi somatik
POST TRAUMATIC STRESS DISORDER
Mimpi buruk, sulit tidur, kehilangan
nafsu makan, depresi, ketakutan
dan gangguan emosi
Tindak pidana perkosaan termasuk salah satu kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur
dalam Pasal 285 KUHP, yang berbunyi :
“Barangsiapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
I. LATAR BELAKANG
3. Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi atau
instrumen hukum sebagai bentuk perhatian terhadap anak,
salah satunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa:
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
kebutuhan anak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang
serta berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
4. UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban, yang telah mengalami perubahan
beberapa pasal dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2014. Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No 31
Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, korban
melalui Lembaga Perlindungan Saksi Korban berhak
mengajukan ke pengadilan berupa:
1. hak kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi
manusia yang berat;
2. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi
tanggung jawab pelaku tindak pidana.
Berkaitan dengan anak yang menjadi korban tindak
pidana/kejahatan, pemerintah mengatur aturan pelaksana
dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi
Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana. Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 ini menjadi panduan
pelaksanaan restitusi sesuai perintah Pasal 71 D Undang-
Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dengan lahirnya Peraturan Pemerintah ini, diharapkan
keadilan dan hak-hak bagi anak korban dapat terpenuhi dan
dilaksanakan sepenuhnya.
Dalam hukum acara
pidana, negara hanya
fokus pada tersangka
yaitu orang yang
melakukan pidana.
Yang menjadi masalah,
hak korban itu apa.
Permasalahan korban
inilah, khususnya anak
yang menjadi korban
tindak pidana, yang
mencetuskan
pemikiran tentang
aturan restitusi.
5.
6. DATA PENANGANAN PERKARA PIDUM KEJAKSAAN NEGERI LEBONG
240
New firms
Average income
67%
Expansion of the sector
0
2
4
6
8
10
12
14
2019 2020 2021 2022
Perkara yang putus
tanpa restitusi = 26
Perkara
perkara yang
mencantumkan
restitusi = 1 Perkara
Sumber : Data Diolah
7. INDENTIFIKASI MASALAH
Belum optimalnya penerapan hak restitusi
bagi anak korban tindak pidana
pemerkosaan.
Belum adanya kesadaran penuh dari Jaksa
Penuntut Umum dalam menerapkan hak
restitusi pada tuntutan korban perkara
pemerkosaan anak.
Belum adanya lembaga perlindungan saksi
dan korban yang ada di daerah, sehingga
menyulitkan koordinasi dalam perhitungan
pemenuhan hak restitusi.
8. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana
pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan
melalui pelaksanaan
restitusi di wilayah
hukum Kejaksaan
Negeri Lebong ?
Apa hambatan yang
dihadapi Jaksa dalam
pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan
melalui restitusi di
Kejaksaan Negeri
Lebong?
Apa upaya
mengoptimalkan dalam
pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan
melalui pelaksanaan
restitusi di wilayah
hukum Kejaksaan
Negeri Lebong ?
9. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pemenuhan hak
anak korban pemerkosaan melalui pelaksanaan restitusi di
wilayah hukum Kejaksaan Negeri Lebong.
Untuk mengetahui hambatan Jaksa dalam hal pemenuhan
hak anak korban pemerkosaan melalui pelaksanaan
restitusi di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Lebong.
Untuk mengetahui upaya optimal dalam pemenuhan hak
anak korban pemerkosaan melalui pelaksanaan restitusi di
wilayah hukum Kejaksaan Negeri Lebong.
TUJUAN PENELITIAN
10. MANFAAT PRAKTIS
Memberikan informasi
kepada masyarakat
tentang bagaimana
pemenuhan hak anak
apabila menjadi korban
pemerkosaan
sumbangan pemikiran
bagi para penegak hukum,
khususnya JPU dalam hal
pemenuhan hak restitusi
terhadap anak korban
pemerkosaan
KEGUNAAN PENELITIAN
MANFAAT TEORITIS
perkembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang
Ilmu Hukum, khususnya
yang berkaitan dengan
masalah perlindungan anak
11. KEASLIAN PENELITIAN
Pemenuhan Hak
Restitusi Bagi Anak
Korban Kejahatan
Seksual (Studi
Kasus Makassar
Tahun 2018-2019)
Pemenuhan Restitusi
Anak Korban
Kekerasan Seksual
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2017
Kompensasi dan
restitusi Bagi Korban
Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang
Berat.
12. KERANGKA TEORI
TEORI IMPLEMENTASI/
PENERAPAN
PERATURAN
TEORI PERLINDUNGAN
HUKUM TERHADAP
ANAK
TEORI OPTIMALISASI
PENERAPAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
TEORI HAMBATAN
DALAM PENEGAKAN
HUKUM
Eugen Ehrlich :
Hukum positif
mempunyai daya
berlaku yang
efektif jika sejalan
dengan hukum
yang hidup di
masyarakat. Pusat
hukum terdapat
pada masyarakat
itu sendiri.
Menurut Soerjono
Soekanto, faktor2 yang
mempengaruhi penegakan
hukum :
1. Faktor Hukum
2. Faktor Penegak Hukum
3. Sarana/Fasilitas
Pendukung
4. Masyarakat
Roscoe Pound mengamati
dan menguraikan hukum
untuk membedakan law in
the books dan law in
action, optimalisasi
tercapai apabila tujuan2
hukum dapat terwujud
13. KERANGKA KONSEPTUAL
KONSEP KEKERASAN
SEKSUAL TERHADAP ANAK
KONSEP RESTITUSI
Menurut UU No 31 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban, restitusi
adalah ganti kerugian yang diberikan
kepada korban/keluarganya oleh pelaku
atau pihak ketiga.
Menurut Undang Undang Nomor 35
Tahun 2014 Pasal 1 ayat (15) huruf a,
Kekerasan adalah setiap perbuatan
terhadap anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum.
14. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. PERLINDUNGAN HUKUM THDP HAK ANAK KORBAN PEMERKOSAAN
1. Hak-Hak Anak
2. Definisi Korban
3. Prinsip Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban
4. Tugas dan wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
A. TINJAUAN TENTANG TP PERKOSAAN SBG DELIK KESUSILAAN
1. Keadilan Bagi Anak Korban Pemerkosaan
2. Peran Kejaksaan Sebagai Unsur Penegak Hukum
C. PENEGAKAN HUKUM BAGI ANAK KORBAN PEMERKOSAAN
1. Tinjauan Umum Tentang Delik Kesusilaan
2. Uraian Tentang Tindak Pidana Perkosaan
3. Tindak Pidana Perkosaan Terhadap Anak
15. PENDEKATAN
PENELITIAN
BAB III
METODE PENELITIAN
JENIS
PENELITIAN
Penelitian Yuridis
Empiris
Menganalisis dan
mengkaji bekerjanya
hukum di masyarakat
SUMBER
DATA
TEKNIK
PENENTUAN
SAMPEL
Deskriptif Preskriptif
Penelitian deskriptif preskriptif bermaksud
untuk melukiskan, menggambarkan,
membahas dan menguraikan suatu perkara
serta mendapatkan saran-saran dalam
upaya optimalisasi pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan melalui pelaksanaan
restitusi di wilayah hukum Kejaksaan
Negeri Lebong.
1. Data Primer
2. Data Sekunder
1. Populasi
LPSK, Jaksa, Hakim
2. Sampel
Aiman Noveri,SH.MH
Johan Satya Adhiyaksa,SH.MH
Husnul Kholifah,SH
Hendro Hezkiel Siboro,SH
Anisa Roshda Diana, SH
16. Metode Pengumpulan
Data
1. Pengumpulan Data
Primer
2. Pengumpulan Data
Sekunder
Metode Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh
akan diolah dengan tahapan
Editing dan Coding
Metode Analisis Data
Data dianalisis kualitatif, dengan menggunakan metode deduktif, yaitu kerangka
berpikir dengan cara menarik kesimpulan dari data yang bersifat umum kedalam
data yang bersifat khusus dan data yang diperoleh dari responden ditarik untuk
menggambarkan populasi dengan menggunakan metode induktif yaitu kerangka
berpikir dengan menarik kesimpulan dari data-data yang bersifat khusus ke data-data
yang bersifat umum.
17. BAB IV HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
A. Pemenuhan hak anak korban pemerkosaan melalui
pelaksanaan restitusi di wilayah hukum Kejaksaan Negeri
Lebong
18. DASAR PEMENUHAN
Psl 28B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh,
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Pasal 7a ayat (1) korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi
berupa:
1. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan/penghasilan
2. Ganti kerugianyang ditimbulkan akibat penderitaan yang
berkaitan langsung dengan TP
3. Penggantian biaya perwatan medis/psikologis
Pasal 71 D setiap anak yang menjadi korban, berhak mengajukan ke
pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggungjawab pelaku
kejahatan
UUD 1945
UU 23 TAHUN 2002
UU 35 TAHUN 2014
UU 13 TAHUN 2006
UU 31 TAHUN 2014
Perlindungan
anak
Perlindungan
Saksi dan
Korban
PP 43 TAHUN 2017
KEPJA No:KEP-24/E/Ejp/2019 tentang Standar
Operasional Prosedur Penanganan Perkara
Tindak Pidana Umum (SOP 17.L/Restitusi
PP 7 TAHUN 2018
Ketentuan Umum, Tata Cara Pengajuan Permohonan Restitusi,
Tata Cara Pemberian Restitusi
Bab II, Bagian Kedua : Pemberian Restitusi
19. Setiap perkara dimana anak menjadi korban
pemerkosaan, dapat diterapkan restitusi sepanjang
ada permohonan dari keluarga yang mewakili korban
untuk didampingi oleh LPSK, Sehingga permintaan
restitusi tersebut dimasukkan dalam amar tuntutan
dan dilampirkan untuk diserahkan ke majelis hakim
agar mengabulkan tuntutan yang memuat restitusi
tersebut.
Restitusi bisa dikabulkan oleh Hakim sepanjang
ada rekomendasi penghitungan yang jelas oleh
LPSK, memenuhi ketentuan baik itu dari surat
permohonan, surat kuasa, rincian biayanya dan
tidak keluar dari ketentuan Pasal 7A ayat (1) PP
No 43 Tahun 2017 & Pasal 19 PP No 7 Tahun
2018.
20. SKEMA TAHAP PRA PENUNTUTAN
Perkara a.n. Rozid Gunawan Bin Saidin Ali
SPDP No : SPDP/02/I/2021/Reskrim
Berkas Perkara No: B/51/I/2021/Reskrim
P-18 No : B-125/L.7.17/Eku.1/02/2021
P-19 No : B-187/L.7.17/Eku.1/02/2021
Permohonan Restitusi oleh Keluarga Korban
Pengiriman Berkas Perkara Kembali
No : B/156/III/2021/Reskrim
15 Januari 2021
27 Januari 2021
03 Februari 2021
04 Februari 2021
26 Februari 2021
09 Maret 2021
P-21 : B – 276/L.7.17/EKU.2/03/2021
Disangkakan Psl 81 ayat (1) Jo Psl 76
D ayat(3) UU RI No. 35 Tahun 2014
Penelitian BP dan koordinasi dg
penyidik
Petunjuk Jaksa Peneliti untuk
melengkapi berkas dengan
permohonan restitusi
Dinyatakan lengkap,
21. SKEMA TAHAP PENUNTUTAN
Perkara a.n. Rozid Gunawan Bin Saidin Ali
P-16 A No : Print -03/L.7.17/Eku.2/03/2021
Laporan Penilaian Restitusi
No : 0138/P.BPP-LPSK/II/2021
P-31 No : APB-02/L.7.17/Eku.2/03/2021
P-42 No : PDM-03/LBG/02/2021
Putusan PN : 16/Pid.Sus/2021/PN.Tub
10 Maret 2021
16 Maret 2021
17 Maret 2021
08 April 2021
06 Mei 2021
18 Mei 2021
P-48 : Print – 05/L.7.17/Eku.3/05/2021
Kajari menunjuk JPU
Dasar JPU untuk mencantumkan
dalam tuntutannya
Proses sidang, pemeriksaan saksi,
terdakwa dan bb serta ahli
Pidana Penjara, denda, pembayaran
restitusi
idem
Bab III PP 43 Th 2017 tentang cara
pemberian restitusi
22. SERAH TERIMA PEMBAYARAN RESTITUSI
OLEH KELUARGA TERPIDANA KEPADA ANAK KORBAN
PADA TANGGAL 18 MEI 2021
SESUAI Putusan PN : 16/Pid.Sus/2021/PN.Tub
23. B. Hambatan yang dihadapi Jaksa dalam pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan melalui restitusi di Kejaksaan Negeri
Lebong
Kejaksaan selaku unsur penegak hukum, merupakan garda
terdepan dalam penerapan hukum. Dalam pemenuhan hak anak
korban pemerkosaan melalui restitusi, terdapat hambatan-
hambatan yang dialami Jaksa selaku Penuntut Umum sehingga
menyebabkan pemenuhan hak anak korban tidak sepenuhnya
dapat terpenuhi.
24. 1. Jaksa selaku penuntut umum menjadi wajib mencantumkan
restitusi dalam tuntutan jika ada permohonan restitusi dari LPSK
yang mewakili anak korban. Sepanjang tidak ada permohonan
restitusi dari yang mewakili korban, penuntut umum hanya
berperan mensosialisasikan hak-hak korban yang bisa
diperjuangkan. (Husnul Kholifah, SH)
2. Hambatan dalam hal menerapkan tuntutan ganti rugi untuk anak
korban pemerkosaan, disebabkan karena banyak kasus pelaku
dari tindak pidana perkosaan ini adalah keluarga ataupun orang
terdekat korban sehingga keluarga korban tidak mengajukan
permohonan restitusi. Selain itu pelaku merupakan masyarakat
yang kurang mampu secara finansial, sehingga kesulitan
membayar ganti kerugian yang akan dibebankan kepadanya.
(Johan Satya Adhiyaksa, SH.MH)
3. Kesadaran hukum bagi korban agar dapat mengajukan tuntutan
restitusi kepada tersangka atau terdakwa sehingga pemenuhan
hak anak korban melalui restitusi dapat terpenuhi. (Aiman
Noveri, SH.MH)
25. 1. kesanggupan pelaku dalam hal pembayaran restitusi itu
nantinya. Majelis Hakim tidak menghendaki putusannya
menjadi non-executable, karena pelaku tidak
melaksanakan pembayaran restitusi sesuai dengan amar
putusan. Seperti yang diketahui bahwa tidak ada akibat
hukum atau sanksi apapun apabila pelaku tidak membayar
restitusi tersebut.
2. Tidak ada sanksi bagi Hakim apabila tidak menerapkan
restitusi dalam putusan perkara anak korban pemerkosaan.
Namun adanya restitusi atau tidak bergantung kepada
tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Kemudian dikabulkannya
tuntutan terkait restitusi tersebut, juga mempertimbangkan
aspek-aspek ketentuan yang telah diatur. Sepanjang sesuai
ketentuan, pada prinsipnya Majelis Hakim akan
mengabulkan permohonan ganti kerugian terhadap anak
korban melalui restitusi.
26. 1) Penghitungan restitusi tidak masuk ke dalam
tuntutan JPU karena:
a.JPU beralasan tidak memiliki dasar hukum
untuk menuntut restitusi kepada terdakwa.
b.JPU beralasan mengetahui ketidakmampuan
terdakwa dalam membayar restitusi kepada
korban atau terdakwa bukanlah sebagai
pelaku utama tindak pidana.
1) Penghitungan restitusi tidak dikabulkan Hakim
karena:
a.Hakim tidak mendalami kerugian yang
dialami korban.
b.Hakim tidak memiliki perspektif Korban.
c.Hakim menilai terdakwa tidak memiliki
kemampuan membayar restitusi.
27. C. Upaya optimal dalam pemenuhan hak anak korban
pemerkosaan melalui pelaksanaan restitusi di wilayah
hukum Kejaksaan Negeri Lebong
Sosialisasi dan pemahaman terkait substansi hukum
tentang hak anak korban tindak pidana kekerasan seksual
untuk mendapatkan restitusi menjadi sangat penting
karena permohonan restitusi harus diajukan oleh anak
korban dan/atau keluarganya terlebih dahulu dan tidak
serta merta didapatkan.
28. a. Perlu kesepahaman penyidik, penuntut umum dan
hakim agar menerima restitusi sebagai bagian
hak korban tindak pidana yang dapat masuk
dalam proses peradilan.
b. Perlunya segera diwujudkan Peraturan
Mahkamah Agung yang mengatur penetapan
restitusi terhadap perkara yang sudah
berkekuatan hukum tetap yang belum
mendapatkan restitusi.
c. Perlunya dibuat peraturan mengenai sita asset
pelaku guna kepastian pembayaran restitusi.
d. Agar pelaku memenuhi hak korban atas restitusi,
jaksa penuntut umum dan hakim dalam putusan
sebaiknya memberatkan hukuman pelaku
e. Perlu ditingkatkan pengetahuan tentang hak-hak
saksi/korban dan pengenalan LPSK kepada
polisi, jaksa dan hakim
29. Upaya agar pemenuhan hak anak korban
pemerkosaan dapat terpenuhi dengan
optimal adalah bagaimana keaktifan LSPK
dalam hal pemberian informasi dan
sosialisasi terkait dengan adanya hak
restitusi bagi anak korban pemerkosaan.
Selain itu diharapkan kedepannya terdapat
kantor LPSK di daerah, sehingga
memudahkan. koordinasi dan konsultasi
dalam hal pengajuan restitusi.
30. 1. Pemenuhan hak anak korban pemerkosaan melalui pelaksanaan restitusi pada Wilayah
Hukum Kejaksaan Negeri Lebong, belum diterapkan secara efektif dan maksimal. Persentase
yang berhasil hanya 0,037% dari 27 perkara pemerkosaan anak yang sudah ditangani. Untuk
keberhasilan pemenuhan hak anak korban pemerkosaan yang berhasil dimulai dengan
koordinasi pada proses prapenuntutan, penuntutan dan eksekusi. Jaksa Penuntut Umum
berperan sebagai fasilitator dan eksekutor sehingga terpidana bersedia membayar denda
restitusi sesuai putusan Hakim.
31. 2. Hambatan yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum :
a. Jaksa Penuntut Umum terkendala dalam hal koordinasi dan konsultasi kepada LPSK, karena LPSK
berlokasi di Jakarta.
b. Kurangnya orientasi Jaksa Penuntut Umum terhadap perlindungan anak korban pemerkosaan.
c. Kurangnya pengetahuan pihak korban tentang hak restitusi.
d. Banyak kasus pelaku biasanya berasal dari keluarga dan orang terdekat korban.
e. Ketidakmampuan finansial pelaku membayar restitusi.
3. Upaya optimal agar pemenuhan hak anak korban pemerkosaan dapat terpenuhi adalah :
a. Adanya peran aktif LSPK dalam hal pemberian informasi dan sosialisasi terkait hak restitusi bagi anak
korban pemerkosaan.
b. Adanya kantor LPSK di daerah, sehingga memudahkan koordinasi dan konsultasi dalam hal
pengajuan restitusi.
c. Adanya kesepahaman aparat penegak hukum dalam hal ini Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim
dalam memenuhi restitusi sebagai salah satu hak korban pemerkosaan.
d. Memaksimalkan hukuman pelaku yang tidak membayar restitusi.
32. 1. Diharapkan Jaksa Penuntut Umum mengoptimalkan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Korban Tindak Pidana dalam tuntutannya dan berupaya
maksimal mengeksekusi sesuai dengan tugas tupoksinya sebagai eksekutor perkara terhadap pelaksanaan
putusan yang sudah incracht.
2. Diharapkan ada koordinasi yang baik antara aparat penegak hukum dalam hal penanganan perkara
pemerkosaan anak dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang
Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Korban Tindak Pidana, sehingga anak korban mendapatkan ganti
kerugian pasca terjadinya tindak pidana pemerkosaan.
3. Diharapkan aparat penegak hukum mengefektifkan peran LPSK dalam hal pemenuhan hak anak korban
pemerkosaan, sehingga LPSK dapat melakukan penghitungan kerugian pada setiap perkara
pemerkosaan anak.
4. Diharapkan adanya Kantor Perwakilan LPSK di daerah, sehingga memudahkan Jaksa dalam hal
koordinasi dan konsultasi pengajuan restitusi untuk anak korban pemerkosaan.