Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib bagi umat Muslim. Terdapat beberapa cara untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan yaitu dengan melihat hilal, istikmal atau perhitungan. Niat, berpuasa dari terbit hingga terbenam matahari dan meninggalkan segala sesuatu yang membatalkan puasa adalah rukun-rukun puasa Ramadhan.
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka - abdiera.com
Puasa ramadhan
1. PUASA RAMADHAN
A. Pengertian Puasa Ramadhan dan Dalilnya
Puasa Ramadhan adalah puasa yang diwajibkan terhadap setiap muslim selama sebulan
penuh pada bulan Ramadhan. Puasa pada bulan Ramadhan termasuk salah satu puasa wajib
yang harus dilakukan oleh segenap kaum muslimin. Bulan Ramadhan adalah bulan
kesembilan dalam bulan Islam. Bulan ini merupakan bulan penuh berkah, penuh dengan
ampunan Allah Swt., dan rahmat-Nya. Didalamnya terdapat malam yang lebih mulia dari
seribu bulan, yaitu malam lailatul qadar. Begitu pula al-Qur’an diturunkan pertama kali
disalah satu malam pada bulan Ramadhan.
Perintah untuk melaksanakan puasa Ramadhan didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadis.
Dalil yang menyatakan kewajiban puasa Ramadhan terdapat dalam Al-Qur’an ditegaskan
dalam surat Q.S. Al-Baqarah: 183
ْﻮاُﻨَﻣآ َﯾﻦِﺬﱠاﻟ ﺎَﮭﱡﯾَأ ﺎَﯾَﻮنُﻘﱠﺘَﺗ ْﻢُﻜﱠﻠَﻌَﻟ ْﻢُﻜِﻠْﺒَﻗ ﻦِﻣ َﯾﻦِﺬﱠاﻟ ﻰَﻠَﻋ َﺐِﺘُﻛ ﺎَﻤَﻛ ُمﺎَﯿﱢﺼاﻟ ُﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ َﺐِﺘُﻛ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 183)
Rukun puasa Ramadhan, yaitu:
a. Niat, yaitu menyengaja puasa Ramadhan, setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar
shadiq. Artinya pada malam harinya, dalam hati telah tergerak (berniat), bahwa besok
harinya akan mengerjakan puasa wajib Ramadhan.sebagaimana hadis Nabi Saw.,:
ﻰَﻟﺎَﻌَﺗ ِ ﱠ ِ ِﮫﱢﻠِﻛ ََﺎنﻀَﻣَر ِْﺮﮭَﺷ َمْﻮَﺻ ُْﺖﯾَﻮَﻧ
Artinya: "Aku niat berpuasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan tahun ini karena
Allah Taala."
Niat puasa Ramadhan harian (dibaca setiap hari):
َﻏ َمَْﻮﺻ ُْﺖﯾَﻮَﻧﻰَﻟﺎَﻌَﺗ ِ ﱠ ِ ِﺔَﻨﱠﺴاﻟ ِهِﺬَھ ََﺎنﻀَﻣَر ِْﺮﮭﱠﺸااﻟ ِضْﺮَﻓ ِءَادَأ َْﻦﻋ ٍﺪ
Artinya: "Aku niat berpuasa esok hari untuk menunaikan kewajiban puasa pada bulan
Ramadhan tahun ini karena Allah Taala".
b. Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam
matahari.
2. B. Cara Menentukan Awal dan Akhir Ramadhan dan Dalilnya
Untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
sebagai berikut:
1. Dengan melihat bulan (Ru’yatul Hilal)
Ru’yatul Hilal, yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke-29 bulan
Sya’ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak
bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat maka ditetapkan
bahwa mulai malam itu umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Maka
ditetapkan untuk melakukan ibadah puasa Ramadhan seperti shalat tarawih, makan sahur
dan mulai berpuasa. Perintah Allah untuk berpuasa setelah melihat bulan tsabit:
ُﮫْﻤُﺼَﯿْﻠَﻓ َﺮْﮭﱠﺸاﻟ ُﻢُﻜْﻨِﻣ َﺪِﮭَﺷ ْﻦَﻤَﻓ
Artinya: “Karena itu barangsiapa di antara kamu melihat bulan itu, maka hendaklah
berpuasa pada bulan itu.”
Selanjutnya dari Ibnu Umar ra, Nabi Saw., bersabda:
َأ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ُﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ َﻻُْﻮﺳَر ُتْﺮَﺒْﺧَﺄَﻓ َل َﻼِﮭْاﻟ ُﺎسﱠﻨاﻟ ىَءاَﺮَﺗِﮫِﻣﺎَﯿِﺼِﺑ َﺎسﱠﻨاﻟَﺮَﻣَأَو ُﮫَﻣﺎَﺼَﻓ ُﮫُﺘْﯾَأَر ْﻰﱢﻧ
Artinya: “Orang-orang mengintai hilal bersama makasaya sampaikan kepada Rasulullah
Saw., saya telah melihatnya. Kemudian Nabi berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk
berpuasa.” (HR. Abu Daud, Hakim, dan Ibnu Hibban)
2. Dengan cara Istikmal
Maksudnya menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban atau bulan Ramadhan menjadi
30 hari. Hal ini dilakukan bila ru’yatul hilal tidak tampak atau kurang jelas karena
tertutup awan atau ada sebab lain. Allah Swt., berfirman:
َﷲ ُواﺮﱢﺒَﻜُﺘِﻟَو َةﱠﺪِﻌْاﻟ اْﻮُﻠِﻤْﻜُﺘِﻟَو
Artinya: “Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah.” (QS.
Al-Baqarah ayat 185)
Hadis Nabi Muhammad Saw., bersabda:
َﻦْﯿِﺛ َﻼَﺛ ََﺎنﺒْﻌَﺷ َةﱠﺪِﻋ اْﻮُﻠِﻤْﻛَﺎَﻓ ْﻢُﻜْﯿَﻠَﻋ ﱠﻢُﻏ ْنِﺈَﻓ . ِﮫِﺘَﯾُْؤﺮِﻟ اُْوﺮِﻄْﻓَأَو ِﮫِﺘَﯾُْؤﺮِﻟ اْﻮُﻣُْﻮﺻﺎًﻣْﻮَﯾ
Artinya: “Berpuasa kamu jika melihatnya (1 Ramadhan) dan berbukalah kamu jika
melihatnya (1Syawal). Dan jika terhalang oleh awan maka cukuplah bilangan bulan
Sya’ban itu 30 hari (istikmal).” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. 3. Dengan cara Hisab (perhitungan)
Hisab, yaitu memperhitungkan peredaran bulan dibandingkan dengan perbedaan
matahari. Karena peredaran bulan dan matahari bersifat tetap maka dapat
diperhitungkan. Firman Allah Swt.:
َﻮٌھُهَرﱠﺪَﻗَو ًارْﻮُﻧ َﺮَﻤَﻘْاﻟَو ًءﺎَﯿِﺿ َﺲْﻤﱠﺸاﻟ َﻞَﻌَﺟ ْىِﺬﱠاﻟَذ ُﷲ َﻖَﻠَﺧ ﺎَﻣ َﺎبَﺴِﺤْاﻟَو َﻦْﯿِﻨﱢﺴاﻟ َدَﺪَﻋ اْﻮُﻤَﻠْﻌَﺘِﻟ َلَِﺎزﻨَﻣِتﺎَﯾَ ْاﻻ ُﻞﱢﺼَﻔُﯾ ﱢﻖَﺤْﺎﻟِﺑ ﱠﻻِإ َﻚِﻟ
َنْﻮُﻤَﻠْﻌَﯾ ٍمْﻮَﻘِﻟ
Artinya: “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus: 5)
C. Hal-Hal yang Membolehkan Tidak Berpuasa dan Dalilnya
Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan Hadis, ada beberapa orang yang dibolehkan
berbuka puasa pada bulan Ramadhan. Mereka itu mendapat kemudahan (rukhshah) dari
Allah Swt., hal ini ada sebab-sebab tertentu dalam dirinya. Diantara mereka itu adalah
sebagai berikut:
1. Orang sedang sakit yang jika dipaksakan berpuasa, sakitnya akan bertambah parah
maka mereka boleh berbuka. Tetapi jika setelah bulan Ramadhan penyakitnya
sembuh maka mengqadha puasanya yang telah ia tinggalkan.
2. Orang yang bepergian jauh (musafir) yang diperkirakan akan kelelahan dan
membawa madharat terhadapnya, maka mereka boleh berbuka tetapi harus
mengqadhanya setelah bulan Ramadhan. Untuk kedua orang itu dalilnya adalah
firman Allah Swt.:
َﺮَﺧُا ٍﱠﺎمﯾَا ْﻦِﻣ ٌةﱠﺪَﻓ ٍﺮَﻔَﺳ ﻰَﻠَﻋْوَا ًﺎﻀْﯾِﺮَﻣ َن َﺎﻛ ْﻦَﻣَوط
َْﺮﺴُﻌْاﻟ ُﻢُﻜِﺑ ُﺪْﯾُِﺮﯾ َﻻَو َﺮْﺴُﯿْاﻟ ُﻢُﻜِﺑ ُﷲ ُﺪْﯾُِﺮﯾ
Artinya: “Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa) maka
wajib menggantinya sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 185)
3. Orang yang sudah tua atau karena usianya sudah lanjut, tidak mampu berpuasa. Jika
dipaksakan berpuasa akan terjadi kemadharatan baginya. Mereka boleh tidak
4. berpuasa, tetapi harus membayar fidyah. Fidyah adalah memberi makan fakir miskin
setiap hari selama bulan Ramadhan. Dalilnya firman Allah Swt.:
ٌﺔَﯾْﺪِﻓ ُﮫَﻧ ْﻮُﻘْﯿُِﻄﯾ َﻦْﯾِﺬﱠاﻟ ﻰَﻠَﻋَو
Artinya: “Dan bagi orang-orang yang berat menjalankannya, maka wajib membayar
fidyah.” (QS. Al-Baqrah: 184)
4. Orang hamil dan sedang menyusui anaknya. Mereka itu dibolehkan berbuka puasa
jika mengkhawatirkan kesehatan dirinya dan bayinya. Namun, bagi mereka
diwajibkan mengqadha puasa yang ditinggalkannya. Dalilnya sabda Rasulullah Saw.:
) َمْﱠﻮﺼاﻟ ِﻊِﺿْﺮُﻤْاﻟَو ﻰَﻠْﺒُﺤْاﻟ َِﻦﻋَو ِة َﱠﻼﺼاﻟ َﺮَْﻄﺷَو َمْﱠﻮﺼاﻟ ِﺮِﻓ ﺎَﺴُﻤْاﻟ َِﻦﻋ َﻊَﺿَو ﱠﻞَﺟَو ﱠﺰَﻋ َﷲ ﱠنِإ(اﻟﺨﻤﺴﺔ رواه
Artinya: “Sesungguhnya Allah Swt., telah melepaskan kewajiban dari seorang
musafir berpuasa dan sebagian salat, dan kepada perempuan yang sedang hamil dan
sedang menyusui Allah telah melepaskan kewajiban puasa atas keduanya.” (HR.
Lima Ahli Hadist)
D. Amalan Sunnah pada Bulan Ramadhan
Pada bulan Ramadhan ada amalan-amalan sunnah yang baik kita lakukan, antara
lain:
a. Menyegerakan berbuka puasa jika waktu berbuka puasa telah tiba
b. Berbukalah dengan makanan atau minuman yang manis terlebih dahulu
c. Membaca do’a sebelum berbuka, yaitu:
ﱠﻢَﮭﻟﻠَاَأ َﻚِﻗْزِر ﻰَﻠَﻋَو ُﺖْﻤُﺻ َﻚَﻟُﷲَءَﺎﺷ ْنِإ ُﺮْﺟَ ْاﻷ ِﺖَﺒَﺛَو ُقُْوﺮُﻌْاﻟ ِﺖﱠَﻠﺘْﺑاَو ُءﺎَﻤﱠاﻟﻈ ََﺐھَذ ُتْﺮَﻄْﻓ
Artinya: “Ya Allah karena Engkau aku berpuasa dan dengan rezeki pemberian
Engkau aku berbuka, dahaga telah hilang dan urat-urat telah basah, dan mudah-
mudahan ganjarannya ditetapkan.”
d. Mengakhirkan makan sahur (menjelang matahari terbit)
e. Jika ada kelebihan rezeki sedekahkan kepada orang yang sedang berpuasa atau
mengajak mereka untuk berbuka bersama
f. Perbanyak membaca Al-Qur’an (tadarus)
g. Laksanakan shalat malam (tarawih)
h. Sempatkan beri’khtikaf di masjid untuk beribadah
5. E. Hal-Hal Yang Dilarang pada Bulan Ramadhan dan Dalilnya
Selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan ada beberapa larangan yang harus
diperhatikan. Apabila larangan tersebut dilanggar maka batallah puasa yang
dikerjakannya. Salah satu larangan tersebut adalah suami istri yang bersetubuhan pada
siang hari dibulan Ramadhan.
Bagi suami istri yang bersetubuh pada siang hari di bulan Ramadhan sama saja
artinya membatalkan puasa dengan ijma (bersetubuh). Allah Swt., melarang ummat Islam
yang sudah berumah tangga melakukan hubungan suami istri (bersetubuh) pada siang
hari di bulan Ramadhan, dan sebaliknya membolehkan melakukan hal tersebut pada
malam hari.
Allah Swt., berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 187
... ْﻢُﻜِﺋ ﺂَﺴِﻧ ﻰَﻟِا ُﺚَﻓﱠﺮاﻟ ِﺎمَﯿﱢﺼاﻟ َﺔَﻠْﯿَﻟ ْﻢُﻜﻟ ﱠﻞِﺣُا
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrinya...”
(QS.Al-Baqarah:187)
F. Kafarat bagi Orang Melanggar Larangan puasa Ramadhan dan Dalilnya
Allah Swt., hanya melarang umatnya bersetubuh siang hari pada bulan Ramadhan
sedangkan pada malam hari diperbolehkan. Jadi, barang siapa melakukan persetubuhan
dengan istrinya pada siang hari maka ia wajib membayar kafarat atau denda. Kafarat bagi
orang yang melakukan pelanggaran ini ada tiga tingkatkan, yaitu:
a) Membebaskan budak belian
b) Apabila tidak mampu membebaskan hamba sahaya, harus berpuasa dua bulan
berturut-turut.
c) Apabila berpuasa selama dua bulan juga tidak kuat, harus memberikan shadaqah
kepada fakir miskin dengan makanan pokok yang mengenyangkan. Jumlah fakir
miskin yang harus disedekahi 60 orang dan masing-masing ¾ liter perhari.
Dasar hukumnya adalah hadis Nabi Saw., bahwa seorang pria telah datang kepada
Rasulullah Saw., sembari berkata, “Celaka saya, ya Rasulullah.” Nabi Saww., bertanya:
“Apakah yang mencelakakanmu?” Pria itu menjawab, “Aku telah bersenggama dengan
istriku pada siang hari Ramadhan.” Rasulullah Saw., bertanya: “Sanggupkah engkau
memerdekakan budak?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Saw., bertanya:
“Sanggupkah engkau berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria itu menjawab, “Tidak.”
6. Rasulullah bertanya pula: “Adakah engkau mempunyai makanan untuk memberi makan
enam puluh orang miskin?” Pria itu menjawab, “Tidak.” Kemudian pria itu duduk. Tiba-
tiba seseorang memberikan sebakul besar kurma kepada Rasulullah Saw., Rasulullah
Saw., berkata: “Sedekahkanlah kurma ini !” Pria itu bertanya, “Kepada siapakah saya
berikan kurma ini?” Rasulullah Saw., menjawab: “Kepada orang yang lebih miskin dari
kita.” Pria itu berkata pula, “Tidak ada penduduk kampung ini yang lebih membutuhkan
makanan selain dari kami seisi rumah.” Rasulullah Saw., tertawa hingga terlihat gigi
taringnya dan bersabda: Pulanglah, berikanlah kurma itu kepada keluargamu.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim).