The most difficult goal in the next few decades is the replacement of conventional petro-based fuels with more sustainable fuels that can be used in the existing infrastructure. By the use of Renewable energy or nuclear energy, CO2 and H2O can be recycled into liquid hydrocarbon fuels (the reverse of fuel combustion). Capture of CO2 from the atmosphere will form a close carbon-neutral fuel cycle loop. This article also reviews the aspects regarding thermodynamics involved, involved mechanisms and possible technological pathways for recycling CO2 into fuels using renewable energy. These pathways can be broken into three staged- CO2 capture from atmosphere, H2O and CO2 dissociation, and fuel synthesis.
The most difficult goal in the next few decades is the replacement of conventional petro-based fuels with more sustainable fuels that can be used in the existing infrastructure. By the use of Renewable energy or nuclear energy, CO2 and H2O can be recycled into liquid hydrocarbon fuels (the reverse of fuel combustion). Capture of CO2 from the atmosphere will form a close carbon-neutral fuel cycle loop. This article also reviews the aspects regarding thermodynamics involved, involved mechanisms and possible technological pathways for recycling CO2 into fuels using renewable energy. These pathways can be broken into three staged- CO2 capture from atmosphere, H2O and CO2 dissociation, and fuel synthesis.
Carbon Dioxide to Chemicals and Fuels Course Material.
National Centre for Catalysis Research (NCCR, IIT Madras), considered for the first on-line course the topic of Carbon dioxide to Chemicals and Fuels. NCCR has learnt many such lessons which are necessary for the researchers to understand and also have a complete comprehension of the limitations.
Metode deposisi uap kimia/chemical vapor deposition (CVD) merupakan proses kimia untuk memberi lapisan tipis pada permukaan wafer yang digunakan dalam pembuatan mikrosistem. Dalam proses ini, komponen gas bereaksi dipermukaan wafer dan membentuk lapisan tipis. Dalam metode CVD atau deposisi uap kimia ini, kristal terbentuk dari reaktan dalam fasa uap atau gas. Garis besar metode: Starting material yang volatil dicampur dalam temperatur yang sesuai sehingga diperoleh produk kristal padat. Penggunaan metode ini untuk mensintesis WOx (Tungsten Oksida) dalam Film Tipis.Tungsten oksida adalah bahan utama dalam berbagai macam perangkat elektrokromik, termasuk ‘smart’ windows, tampilan dan penanda. Dengan membiarkan kontrol listrik transmisi cahaya dan refleksi, jendela elektrokromik dapat meningkatkan kenyamanan, mengoptimalkan pencahayaan dan mengurangi konsumsi energi di gedung-gedung. Menampilkan elektrokromik memiliki visibilitas yang baik dalam berbagai kondisi dan sudut pandang, tanpa terus-menerus kekuatan gambar.
Film tipis tungsten oksida telah dibuat oleh berbagai metode. Termasuk metode fisika, seperti penguapan, deposisi laser sputtering dan berdenyut, dan metode kimia, seperti deposisi uap kimia (CVD), sol-gel dan metode elektrokimia. CVD pada tekanan atmosfer (APCVD ) memiliki keuntungan dari skalabilitas untuk area yang luas dengan ketebalan yang seragam dan biaya yang berpotensi rendah. Misalnya, wilayah yang sangat besar konservasi energi yang diolah dari timah oksida fluor doped dibuat oleh APCVD pada jendela kaca lebih lebar 3 m.
1. Oleh ;
Adi Rohandi (J1B107061)
David Hamonangan (J1B110206)
Fitriana Wulansari (J1B110024)
Fitriani (J1B110025)
2. Bi 4 Ti 3 O 12
Senyawa Aurivillius pertama kali dilaporkan oleh Bengt
Aurivillius pada tahun 1949.
Bi4Ti3O12 termasuk dalam keluarga senyawa Aurivillius,
karena memiliki sifat feroelektrik dan elektro-optik,
Bi4Ti3O12 memiliki potensi sebagai memori komputer,
optical display dan peralatan elektro-optik lainnya.
3. Metodologi Sintesis Bi 4 Ti 3 O 12
dengan Metode Hidrotermal
Dua kombinasi pereaksi awal yaitu Bi2O3/TiO2 dan
Bi(OH)3/TiO2 digunakan untuk mensintesis Bi4Ti3O12.
Kedua kombinasi pereaksi awal tersebut dicampurkan
dengan perbandingan Bi/Ti:4/3 kemudian ditambahi
larutan NaOH hingga mencapai 60% (± 25 mL).
Campuran kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf ,
dipanaskan pada suhu tertentu, sehingga terbentuk
tekanan autogenous dalam autoklaf.
4. Lanjutan.....
Serbuk yang diperoleh dicuci dengan air bebas mineral
untuk menghilangkan ion Na+ dan dikeringkan pada suhu
ruang.
Pada penelitian ini dilakukan beberapa variasi kondisi
reaksi seperti tercantum pada Tabel 1.
5. Metodologi Sintesis Bi 4 Ti 3 O 12
dengan Metode Hidrotermal
Tabel 1. Berbagai kombinasi pereaksi, konsentrasi NaOH dan
suhu reaksi serta produk yang dihasilkan
Semua reaksi dilakukan selama 72 jam; X = fasa pengotor (Bi12TiO12
dan Bi2Ti2O7)
6. Hasil Analisis dan
Pembahasan
Sistem reaksi Bi2O3/TiO2
Awalnya dilakukan pencarian waktu optimum reaksi, yakni
reaksi dilakukan selama 24, 48, 72 dan 96 jam untuk
konsentrasi NaOH 5 M dan suhu 200 °C. Diperoleh waktu
optimum reaksi adalah 72 jam.
Untuk mempelajari pengaruh suhu reaksi terhadap produk
yang diperoleh dilakukan beberapa proses sintesis pada suhu
200, 225, 235 dan 240 °C sedangkan konsentrasi NaOH dibuat
konstan pada nilai 5 M. Hasil yang diperoleh secara fisik
relatif sama yaitu berupa serbuk berwarna kuning keputihan.
Pola difraksi (Gambar 2a) memperlihatkan bahwa pada suhu
200 °C diperoleh sistem multifasa dengan fasa utama berupa
Bi12TiO20, sedangkan Bi4Ti3O12 diperoleh sebagai fasa yang sangat
sedikit.
7. - Pada suhu reaksi yang lebih tinggi (225 °C) juga diperoleh
sistem multifasa akan tetapi Bi4Ti3O12 ditemui sebagai fasa
utama.
- Suhu reaksi yang lebih tinggi lagi (235 °C) menghasilkan
pola difraksi yang memperlihatkan penurunan intensitas
relatif dari puncak-puncak Bi12TiO20, dan pada suhu 240 °C
terlihat puncak-puncak karakteristik senyawa Aurivillius
Bi4Ti3O12 bertambah tajam dan tinggi intensitasnya. Hal ini
menandakan terbentuknya produk dengan kristalinitas yang
semakin tinggi. Pengamatan ini menandakan bahwa
pembentukan Bi4Ti3O12 berlangsung optimal pada suhu yang
relatif tinggi.
8. Hasil Analisis dan
Pembahasan
Sistem reaksi Bi2O3/TiO2
Reaksi hidrotermal pada dasarnya berlangsung dengan cara
pelarutan pereaksi dan diikuti dengan kristalisasi produk
dengan dibantu mineralizer. Sebagaimana umumnya oksida
dan senyawa anorganik padat, proses pelarutan berlangsung
lebih baik pada suhu yang lebih tinggi.
Namun dengan meningkatnya suhu, terlihat pula peningkatan
intensitas relatif puncak karakteristik pengotor Bi 12TiO20.
Peningkatan puncak dari Bi12TiO20 diperkirakan disebabkan
oleh terlarutnya kembali sebagian Bi4Ti3O12 dan membentuk
suatu fasa baru Bi12TiO20.
9. Hasil Analisis dan
Pembahasan
Selanjutnya dilakukan pencarian konsentrasi optimum NaOH
yang memungkinkan didapatkannya senyawa Aurivillius
Bi4Ti3O12. Pengaruh konsentrasi mineralizer untuk kombinasi
pereaksi ini ditunjukkan pada Gambar 2b.
10. Hasil Analisis dan
Pembahasan
Produk satu fasa Bi4Ti3O12 diperoleh pada konsentrasi NaOH 3 M,
sedangkan pada konsentrasi NaOH 1 dan 5 M diperoleh sistem
multifasa.
Kemurnian produk yang diperoleh pada konsentrasi NaOH 3 M
dibuktikan dengan pembandingan pola difraksi yang diperoleh
dengan pola difraksi Bi4Ti3O12 standar (Gambar 2c).
11. Hasil Analisis dan Pembahasan
Sistem reaksi Bi2O3/TiO2
Spektrum IR untuk sampel yang diperoleh dari reaksi
dengan NaOH 1 M dan 3 M ditunjukkan pada Gambar 3
• Spektrum dengan jelas menunjukkan adanya dua buah
puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 587 dan
825 cm-1 yang merupakan struktur Aurivillius Bi4Ti3O12
• Serapan pada 685 cm-1 diperkirakan merupakan puncak
serapan dari fasa pengotor.
12. Hasil Analisis dan
Pembahasan
Sistem reaksi Bi(OH)3/TiO2
Sintesis senyawa Aurivillius dari pereaksi awal
Bi(OH)3/TiO2 juga telah dilakukan. Hasil orientasi waktu
dan suhu reaksi menunjukkan bahwa waktu reaksi
selama 72 jam merupakan waktu reaksi yang optimum,
dan suhu optimum adalah 240°C.
Pada sistem reaksi ini digunakan konsentrasi NaOH yang
bervariasi yaitu sebesar 1, 3, dan 5 M. Pola difraksi yang
diperoleh menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
NaOH sebesar 3 M diperoleh sistem satu fasa Bi4Ti3O12
sedangkan pada konsentrasi NaOH 1 dan 5 M diperoleh
sistem multifasa dengan fasa utama Bi4Ti3O12 dan pengotor
berupa Bi12TiO20 dan Bi2Ti2O7 (Gambar 4).
13. Sama dengan pada kombinasi pereaksi awal Bi2O3/TiO2, kemurnian produk yang diperoleh
pada konsentrasi NaOH 3 M dibuktikan dengan pembandingan pola difraksi yang diperoleh
dengan pola difraksi Bi4Ti3O12 standar (Gambar 2c).
Fakta bahwa pada konsentrasi mineralizer 3 M dihasilkan produk murni, diperkirakan karena
terjadi hal yang sama dengan pada sistem reaksi yang Bi2O3/TiO2, yakni dalam NaOH 1 M
pereaksi tidak larut sempurna sehingga diperoleh fasa pengotor sedangkan pada konsentrasi
5 M sebagian produk terlarut kembali dan membentuk fasa baru.
14. Seperti dalam spektrum IR pada produk sistem Bi 2O3/TiO2, spektrum IR dari produk
yang diperoleh pada sistem Bi(OH)3/TiO2 menunjukkan dua modus vibrasi , yakni
dua buah puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 587 dan 827 cm-1
(Gambar 5).
• Spektrum IR yang diperoleh memiliki pola yang mirip antara produk yang
diperoleh dengan menggunakan NaOH 1 M dan 3 M, sedangkan pada analisis
difraksi sinar-X diketahui bahwa pada produk dengan konsentrasi NaOH 1 M
dideteksi adanya pengotor.
• perbandingan hasil kedua teknik karakterisasi ini juga memberikan satu ilustrasi
yang sangat baik bahwa metode difraksi sinar-X memberikan informasi lebih
baik mengenai fasa-fasa yang terbentuk dalam suatu sintesis padatan.
15. Kesimpulan
Senyawa berstruktur Aurivillius Bi4Ti3O12 telah berhasil disintesis dari
kombinasi pereaksi awal yang tidak melibatkan fasa alkoksida maupun
klorida, yakni Bi2O3/TiO2 dan Bi(OH)3/TiO2. Bi4Ti3O12 dengan kemurnian dan
kristalinitas yang tinggi diperoleh pada kondisi reaksi: suhu 240 oC, NaOH 3
M, 72 jam untuk kedua kombinasi pereaksi awal. Indikasi terbentuknya
Aurivillius titanat dapat terlihat pada munculnya serapan di sekitar 587
dan 827 cm-1, walaupun diperlukan karakterisasi lebih lanjut dengan XRD
untuk meyakinkan tidak adanya pengotor lain.