2. 1 Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata lain “MOVERE” yang berarti dorongan atau
bahasa Inggrisnya to move. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force). Motif
tidak berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan faktor-faktor lain, baik
faktor eksternal, maupun faktor internal. Hal-hal yang mempengaruhi motif
disebut motivasi. Michel J. Jucius menyebutkan motivasi sebagai kegiatan
memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil
suatu tindakan yang dikehendaki.Menurut Dadi Permadi, motivasi adalah
dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, baikyang positif maupun yang
negatif.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
3. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:80) “Motivasi dipandang sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia
termasuk perilaku belajar”. Sejalan dengan itu, Ratumanan (2002:72)
mengatakan bahwa; “Motivasi adalah sebagai dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku”. Sedangkan motivasi belajar adalah
“Keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan
arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Tadjab,
1994:102)”.
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik (Sardiman, 2005:189). Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam
diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya perangsang dari luar. Sejalan dengan itu pula, Suryabrata (1994:72)
juga membagi motivasi menjadi 2 yaitu: a) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi
yang berfungsi karena adanya rangsangan dari luar; dan b) motivasi intrinsik,
4. 2 Teori Motivasi Abraham Maslow (Teori Kebutuhan)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua
manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang
berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima
tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai
dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang
hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu
peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada
peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting;
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain,
diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan
dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari
5. 3 Teori Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi pertama kali diperkenalkan oleh Murray (dalam Martaniah,
1998) yang diistilahkan dengan need for achievement dan dipopulerkan oleh Mc
Clelland (1961) dengan sebutan “n-ach”, yang beranggapan bahwa motif berprestasi
merupakan virus mental sebab merupakan pikiran yang berhubungan dengan cara
melakukan kegiatan dengan lebih baik daripada cara yang pernah dilakukan
sebelumnya. Jika sudah terjangkit virus ini mengakibatkan perilaku individu
menjadi lebih aktif dan individu menjadi lebih giat dalam melakukan kegiatan untuk
mencapai prestasi yang lebih baik dari sebelumnya.
Individu yang menunjukkan motivasi berprestasi menurut Mc.Clelland adalah
mereka yang task oriented dan siap menerima tugas-tugas yang menantang dan
kerap mengevaluasi tugas-tugasnya dengan beberapa cara, yaitu membandingkan
dengan hasil kerja orang lain atau dengan standard tertentu (McClelland, dalam
Morgan 1986). Selain itu mcClelland juga mengartikan motivasi berprestasi sebagai
standard of exellence yaitu kecenderungan individu untuk mencapai prestasi secara
optimal (McClelland,1987). Selanjutnya menurut Haditono (Kumalasari, 2006),
motivasi berprestasi adalah kecenderungan untuk meraih prestasi dalam hubungan
dengan nilai standar keunggulan.
6. Teori yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal
penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
a. Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli,
berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar bergulat untuk sukses.
Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan
dan kebutuhan akan aktualisasi diri.
b. Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan
soscialneed-nya Maslow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain
berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan
berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow
terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan
dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. n-pow adalah
motivasi terhadap kekuasaan.
7. c. Need for Power (dorongan untuk mengatur) atau kebutuhan untuk Berafiliasi atau
Bersahabat (n-AFI)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang
ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang
erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang
mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang
memerlukan interaksi sosial yang tinggi. Mc Clelland mengatakan bahwa kebanyakan
orang memiliki jombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi
perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.
4 Teori Motivasi 2 faktor
Teori Dua Faktor (juga dikenal sebagai teori motivasi Herzberg atau teori hygiene-
motivator). Teori ini dikembangkan oleh Frederick Irving Herzberg (1923-2000),
seorang psikolog asal Amerika Serikat. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir besar
dalam bidang manajemen dan teori motivasi.
Frederick Herzberg menyatakan bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang
menyebabkan kepuasan kerja, sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang
menyebabkan ketidakpuasan. Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja
berhubungan satu sama lain.
8. Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg
diidentifikasi sebagai hygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors
(faktor pemuas). Dua faktor ini oleh Frederick Herzberg dialamatkan kepada faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik, dimana faktor intrinsik adalah faktor yang mendorong
karyawan termotivasi, yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing
orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang,
terutama dari organisasi tempatnya bekerja. Teori ini merupakan pengembangan dari
teori hirarki kebutuhan Maslow dan juga berhubungan erat dengan teori tiga faktor
sosial McClelland.
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik).
a. Faktor Higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk
didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik),
b. Faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang
termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan,
dsb (faktor intrinsik).
9. 5. Teori Motivasi VROOM (Teori Harapan )
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa
seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun
hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi
seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Harapan (Expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan sampai dengan nilai positif
(sangat diinginkan). Harapan negatif menunjukkan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan
muncul sebagai akibat dari tindakan tertentu, bahkan hasilnya bisa lebih buruk. Sedangkan
harapan positif menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi
dari suatu tindakan atau perilaku.
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan
suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi
tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapan. Motivasi rendah jika usahanya
menghasilkan kurang dari yang diharapkan.
10. Dalam hal ini Victor Vroom (1994) yang pertama kali mengemukakan teori harapan secara
konseptual dengan mengajukan persamaan sebagai berikut :
Hubungan antara unsur Teori Harapan (Harapan, Instrumen dan Valensi) Robert E. Quinn
selanjutnya menjelaskan sepeti berikut : bahwa hubungan fundamental dari ketiga unsur-unsur
teori harapan dengan persamaan yang baru sebenarnya sama. Bedanya teori yang terakhir
telah dikembangkan dengan mempertimbangkan beberapa hasil usaha.. Bila motivasinya
rendah jangan berharap hasil kerjanya (kinerjanya) baik. Dan motivasi dipengaruhi oleh
berbagai pertimbangan pribadi seperti rasa tertarik atau memperoleh harapan.
Harapan Instrumen Valensi
Kemungkinan
melakukan tugas
untuk mencapai target
kinerja
Kemungkinan
mencapai target
kinerja yang dipandu
berbagai program kerja
Nilai hasil kerja
karyawan baik atau
buruk