Dokumen tersebut membahas pengamatan kualitas tanah dari aspek biologis. Terdapat makrofauna seperti semut yang berperan sebagai pendekomposer dan memperbaiki struktur tanah. Juga ditemukan perakaran tanaman yang dalam dan vegetasi berupa rumput dan tanaman tahunan yang dapat mencegah erosi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi biologis tanah tersebut dalam keadaan sehat.
Laporan Praktikum Ekologi Terestrial: Tanah dan dekomposisiJeanne Isbeanny LFH
Tanah adalah material yang dinamis dan merupakan sistem kompleks yang terdiri atas komponen anorganik, organik dan biotik yang memiliki kapasitas untuk mendukung kehidupan suatu tanaman. Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya). Tujuan dari praktikum ini yakni mahasiswa dan mahasiswi mengetahui struktur dan ukuran di penampang melintang tanah, mengetahui fauna yang ada di penampang melintang tanah, mengetahui terjadinya proses – proses dekomposisi, dan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dekomposisi. Metode yang digunakan yakni dengan cara melakukan pengamatan di dua lokasi berbeda yakni di bawah kanopi dan di luar kanopi.Setiap lokasi digali 30 cm dan diukur pH, suhu tanah dan kelembaban tanah, kemudian diukur pula faktor abiotik yang lain seperti kecepatan angin, kelembaban udara, intensitas cahaya dan suhu udara. Selanjutnya, serasah berupa daun dan rumput dikoleksi dari setiap lokasi praktikum sebanyak 10 gram untuk masing – masing lokasi praktikum. Dicatat kondisi persentase kerusakan serasah, fauna yang ada dan waktu kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampah (litter bag) yang telah diberi label dan ditimbang. Kantong yang telah diisi kemudian ditimbang berat awal dan kembali diletakkan ke tempat semula (tempat pengambilan sampel). Selanjutnya, diamati dan dicatat kondisi fisik serasah dan fauna yang ada di setiap interval i minggu selama 4 minggu. Analisis dilakukan dengan menganalisis persentase kadar air, persentase kerusakan serasah dan persentase kehilangan serasah. Faktor abiotik yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, suhu udara dan intensitas cahaya. Jenis biota dekomposer yang ditemukan anatara lain arthropoda, cacing, keong, larva, dan yang paling mendominasi adalah semut. Proses dekomposisi ditandai dengan berkurangnya bobot massa serasah yang lama kelamaan terdegradasi. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi diantaranya yakni kadar serasah, ukuran serasah, temperatur, kelembaban udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
Laporan Praktikum Ekologi Terestrial: Tanah dan dekomposisiJeanne Isbeanny LFH
Tanah adalah material yang dinamis dan merupakan sistem kompleks yang terdiri atas komponen anorganik, organik dan biotik yang memiliki kapasitas untuk mendukung kehidupan suatu tanaman. Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan hewan tanah lainnya). Tujuan dari praktikum ini yakni mahasiswa dan mahasiswi mengetahui struktur dan ukuran di penampang melintang tanah, mengetahui fauna yang ada di penampang melintang tanah, mengetahui terjadinya proses – proses dekomposisi, dan mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi dekomposisi. Metode yang digunakan yakni dengan cara melakukan pengamatan di dua lokasi berbeda yakni di bawah kanopi dan di luar kanopi.Setiap lokasi digali 30 cm dan diukur pH, suhu tanah dan kelembaban tanah, kemudian diukur pula faktor abiotik yang lain seperti kecepatan angin, kelembaban udara, intensitas cahaya dan suhu udara. Selanjutnya, serasah berupa daun dan rumput dikoleksi dari setiap lokasi praktikum sebanyak 10 gram untuk masing – masing lokasi praktikum. Dicatat kondisi persentase kerusakan serasah, fauna yang ada dan waktu kemudian dimasukkan ke dalam kantong sampah (litter bag) yang telah diberi label dan ditimbang. Kantong yang telah diisi kemudian ditimbang berat awal dan kembali diletakkan ke tempat semula (tempat pengambilan sampel). Selanjutnya, diamati dan dicatat kondisi fisik serasah dan fauna yang ada di setiap interval i minggu selama 4 minggu. Analisis dilakukan dengan menganalisis persentase kadar air, persentase kerusakan serasah dan persentase kehilangan serasah. Faktor abiotik yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah, kecepatan angin, suhu udara, kelembaban udara, suhu udara dan intensitas cahaya. Jenis biota dekomposer yang ditemukan anatara lain arthropoda, cacing, keong, larva, dan yang paling mendominasi adalah semut. Proses dekomposisi ditandai dengan berkurangnya bobot massa serasah yang lama kelamaan terdegradasi. Faktor yang mempengaruhi dekomposisi diantaranya yakni kadar serasah, ukuran serasah, temperatur, kelembaban udara, organisme flora dan fauna mikro dan kandungan kimia dari serasah.
Pemanfaatan Sampah Organik dan Effective Microorganisms dalam Meningkatkan Da...Resky Ervaldi Saputra
Banjir dan kekeringan karena pengaruh perubahan iklim yang ekstrim adalah suatu masalah besar yang dihadapi oleh dunia termasuk Indonesia dewasa ini. Kondisi ini diperparah oleh semakin banyaknya lahan-lahan resapan air yang diubah menjadi daerah pemukiman, perindustrian dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan resapan air untuk mengatasi masalah banjir dan kekeringan khususnya di perkotaan. Dalam penelitian ini, dilakukan percobaan pembuatan teknologi resapan air dengan cara mengoptimalkan interaksi dekomposer dan sampah daun dalam meningkatkan terbentuknya biopori alami di dalam tanah. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh penggunaan EM (Effective Microorganism) dalam meningkatkan daya resap tanah, mengetahui interaksi antara fauna tanah dan mikroorganisme dalam menguraikan sampah daun dan mengetahui pengaruh penggunaan EM (Effective Microorganism) dalam meningkatkan kelimpahan fauna tanah yang secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah biopori tanah alami. Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan cara membuat 9 lubang yang mempunyai diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm. 9 lubang tersebut masing-masing diberi 3 perlakuan berbeda secara acak. Perlakuan pertama sebagai kontrol lubang resapan hanya diberi sampah organik. Perlakuan kedua, lubang diberi sampah organik yang telah dicampuri dengan EM. Perlakuan ketiga, lubang diberi sampah organik yang telah dibungkus kain kassa halus agar makrofauna seperti cacing tanah tidak ikut menguraikan sampah organik. Proses penguraian sampah organik ini membutuhkan waktu satu bulan untuk terbentuk kompos. Setelah terbentuknya lubang biopori, kemudian kemampuan daya resap tanah diuji dengan cara menuangkan air hingga penuh dan mengukur kecepatan daya resap tanah dengan menggunakan stopwatch. Kompos yang terbentuk diekstraksi dengan menggunakan metode Tullgren funnel untuk mendapatkan fauna tanah. Fauna tanah disortir dan diidentifikasi menggunakan mikroskop binokuler.
diambil dari http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=12&ved=0CBkQFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fagusns.staff.umy.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F06%2FKERUSAKAN-PELESTARIAN-LINGKUNGAN.ppt&rct=j&q=pengelolaan%20sumber%20daya%20alam%20%3A%20ppt&ei=S0SdTruxFIPkrAeIwMijCQ&usg=AFQjCNG0Pw5epikXXQp9ubMal9XzkopDAQ&cad=rja
Pemanfaatan Sampah Organik dan Effective Microorganisms dalam Meningkatkan Da...Resky Ervaldi Saputra
Banjir dan kekeringan karena pengaruh perubahan iklim yang ekstrim adalah suatu masalah besar yang dihadapi oleh dunia termasuk Indonesia dewasa ini. Kondisi ini diperparah oleh semakin banyaknya lahan-lahan resapan air yang diubah menjadi daerah pemukiman, perindustrian dan lain-lain. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang mampu meningkatkan resapan air untuk mengatasi masalah banjir dan kekeringan khususnya di perkotaan. Dalam penelitian ini, dilakukan percobaan pembuatan teknologi resapan air dengan cara mengoptimalkan interaksi dekomposer dan sampah daun dalam meningkatkan terbentuknya biopori alami di dalam tanah. Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui pengaruh penggunaan EM (Effective Microorganism) dalam meningkatkan daya resap tanah, mengetahui interaksi antara fauna tanah dan mikroorganisme dalam menguraikan sampah daun dan mengetahui pengaruh penggunaan EM (Effective Microorganism) dalam meningkatkan kelimpahan fauna tanah yang secara tidak langsung dapat meningkatkan jumlah biopori tanah alami. Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan cara membuat 9 lubang yang mempunyai diameter 10 cm dan kedalaman 100 cm. 9 lubang tersebut masing-masing diberi 3 perlakuan berbeda secara acak. Perlakuan pertama sebagai kontrol lubang resapan hanya diberi sampah organik. Perlakuan kedua, lubang diberi sampah organik yang telah dicampuri dengan EM. Perlakuan ketiga, lubang diberi sampah organik yang telah dibungkus kain kassa halus agar makrofauna seperti cacing tanah tidak ikut menguraikan sampah organik. Proses penguraian sampah organik ini membutuhkan waktu satu bulan untuk terbentuk kompos. Setelah terbentuknya lubang biopori, kemudian kemampuan daya resap tanah diuji dengan cara menuangkan air hingga penuh dan mengukur kecepatan daya resap tanah dengan menggunakan stopwatch. Kompos yang terbentuk diekstraksi dengan menggunakan metode Tullgren funnel untuk mendapatkan fauna tanah. Fauna tanah disortir dan diidentifikasi menggunakan mikroskop binokuler.
diambil dari http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=12&ved=0CBkQFjABOAo&url=http%3A%2F%2Fagusns.staff.umy.ac.id%2Ffiles%2F2010%2F06%2FKERUSAKAN-PELESTARIAN-LINGKUNGAN.ppt&rct=j&q=pengelolaan%20sumber%20daya%20alam%20%3A%20ppt&ei=S0SdTruxFIPkrAeIwMijCQ&usg=AFQjCNG0Pw5epikXXQp9ubMal9XzkopDAQ&cad=rja
Tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan biotik yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi bermacam makhluk hidup, salah satunya adalah fauna tanah.
Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan abiotik dan lingkungan biotik (Sugiyarto, 2007).
Fauna tanah yang ada dalam tumpukan serasah daun di Rumah Kompos Unesa terdiri dari:
Ulat Gagak (Polydesmida sp.)
Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)
Keong Semak (Bradybaena similaris)
Larva Kumbang Tanduk (Tenebrio molitor)
Kaki Seribu (Trigoniulus corrallinus)
Semut (Oechophila smaragdina)
Kutu Kayu (Oniscidea)
Kumbang Tanduk (Tenebrio molitor)
Fauna dengan kelimpahan terbanyak adalah ulat gagak, semut, dan kutu kayu dengan jumlah tidak terhingga.
Ekologi merupakan disiplin ilmu biologi yang menyetujui proses biologi antara ilmu alam dan sosial.
Ruang lingkupnya dapat dilihat dari sekumpulan individu dari jenis sama dalam suatu tempat dan juga waktu tertentu.
Ekologi berubungan erat dengan tingkatan organisme makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan menunjukkan kesatuan.
1. Pengamatan kualitas tanah dari aspek biologis
A. Kualitas Tanah
Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefenisikan sebagai kapasitas tanah
untuk berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya
terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan terjadinya pengaruh
negatif terhadap sumberdaya air dan udara (Karlen et al., 1997).
Indikator kualitas tanah adalah sifat fisika, kimia dan biologi serta proses dan
karakteristik yang dapat diukur untuk memantau berbagai perubahan dalam tanah
(USDA, 1996). Secara lebih spesifik Doran dan Parkin (1994) menyatakan bahwa
indikator kualitas tanah harus memenuhi kriteria:
a. Berkorelasi baik dengan berbagai proses ekosistem dan berorientasi modeling
b. Mengintegrasikan berbagai sifat dan proses kimia, fisika dan biologi tanah.
c. Mudah diaplikasikan pada berbagai kondisi lapang dan dapat diakses oleh para
pengguna.
d. Peka terhadap variasi pengelolaan dan iklim (terutama untuk menilai kualitas tanah
yang bersifat dinamis).
e. Sedapat mungkin merupakan komponen basis tanah.
Selama ini evaluasi terhadap kualitas tanah lebih difokuskan terhadap sifat fisika
dan kimia tanah karena metode pengukuran yang sederhana dari parameter tersebut
relatif tersedia (Larson and Pierce, 1991). Akhir-akhir ini telah disepakati bahwa sifat-
sifat biologi dan biokimia dapat lebih cepat teridentifikasi dan merupakan indikator yang
sensitif dari kerusakan agroekosistem atau perubahan produktivitas tanah (Kenedy and
Pependick, 1995).
Sifat biologi tanah yang menjadi indikator kesehatan tanah adalah adanya fauna
tanah. Fauna tanah terbagi atas tiga, yaitu mikro fauna, meso fauna, dan makro fauna.
Adapun pengertian dari ketiganya adalah :
Mikro fauna
Mikro fauna adalah hewan tanah yang berukuran sangat kecil yaitu kurang dari 0,2
mm. Mikro fauna terdiri dari: (a) Protozoa, seperti: amoeba, flagelata, dan ciliata,
dan (b) Nematoda, seperti: omnivorous dan Predaceus.
Meso fauna
2. Meso fauna adalah semua hewan tanah yang berukuran lebih kecil berkisar antara 0,2
mm s/d 10 mm, sehingga dapat dilihat jelas dengan bantuan kaca pembesar. Makro
fauna tanah terdiri dari: Collembola, Acari, Enchytraeida, Protura, Diplura,
Paraupoda, dll.
Makro fauna
Makro fauna adalah semua hewan tanah yang dapat dilihat langsung dengan mata
tanpa bantuan mikroskop dan berukuran lebih dari 10 mm. Makro fauna tanah terdiri
dari:
(a) hewan-hewan besar pelubang tanah seperti: tikus dan kelinci,
(b) cacing tanah,
(c) Arthropoda, meliputi: Crustacea (kepiting tanah dan udang tanah), Chilopoda
(kelabang), Diplopoda (kaki seribu), Arachnida (lebah, kutu, dan kalajengking) dan
Insekta (belalang, jangkrik, semut, dan rayap),
(d) Moluska.
Pada umunya hewan yang menjadi indikator kesuburan tanah adalah cacing. Hal tersebut
dikarenakan cacing tanah mempunyai peranan penting dalam pembentukan makropori tanah
melalui lubang tanah yang ditinggalkan dan penghancuran mineral serta bahan organik. Secara
fungsional cacing tanah berperan sebagai decomposer dan “ecosystem engineer” dan
berdasarkan tempat tinggalnya dikelompokan menjadi anesik dan endogeik. Cacing tanah
membentuk rongga tanah dan meninggalkan kotoran akan meningkatkan produktivitas tanah
dengan pencampuran lapisan tanah yang bagian atas, mendistribusikan unsur hara,
mengakibatkan infitrasi air permukaan lahan meningkat (FAO, 2009).
B. Hasil Pengamatan
Lokasi pengambilan sample terletak di Fakultas Peternakan Unpad. Dari sample tanah
yang didapat antara lain :
1. Terdapat makro fauna berupa semut
Semut hewan tanah yang berperan penting dalam perombakan bahan organik. Semut
memakan sisa-sisa organisme yang mati dan membusuk. Pada umumnya
perombakan bahan-bahan organik dalam saluran pencernaan dibantu oleh berbagai
enzim pencernaan yang dihasilkan oleh mesenteron dan organisme yang secara tetap
bersimbiosis dengan pencernaannya.
3. Semut merupakan makrofauna yang mempunyai peran sebagai pendekomposer
bahan organik, predator, dan hama tanaman. Semut juga dapat berperan sebagai
ecosystem engineers yang berperan dalam memperbaiki struktur tanah dan aerasi
tanah. Kelimpahan semut yang tertinggi biasanya terdapat pada lapisan seresah lebih
tinggi. Hal ini dikarenakan semut lebih menyukai tanah dengan bahan organik yang
tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang rendah.
Petal (1998) menyatakan bahwa koloni semut dapat menurunkan berat isi tanah
sampai 21-30 % dan kelembaban tanah 2-17 %, serta meningkatkan mikroflora dan
aktivitas enzim tanah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada sarang semut mempunyai
kandungan bahan organik dengan kandungan N total lebih tinggi dibandingkan tanah
disekitarnya. Akumulasi bahan organik dari sisa makanan dan metabolisme akan
meningkatkan aktivitas mikroorganisme dan enzim tanah sehingga pergerakannya
akan mempengaruhi struktur dan aerasi tanah.
2. Perakaran tanaman dalam
Perakaran yang dalam berupa akar tunggang yang memiliki akar primer besar dan
akar lateral yang relatif lebih kecil. Akar berukuran panjang sehingga dapat berfungsi
untuk membantu dalam konservasi air. Adanya penyimpanan cadangan air dapat
membantu terjaganya keseimbangan air dalam tanah.
3. Jenis vegetasi adalah rumput dan tanaman tahunan.
Adanya rumput dan tanaman tahunan dapat membantu untuk mengurangi erosi,
terutama splash erotion, yang ada. Tetesan air yang jatuh akan mengenai tanaman
tahunan terlebih dahulu sehingga kecepatan air menjadi berkurang. Selanjutnya,
butiran air akan mengenai rumput dan kecepatan air akan semakin berkurang. Dengan
demikian tetesan air hujan tidak akan membuat agregat tanah terlepas.
Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa tanah berada dalam kondisi yang sehat secara visual
(kondisi biologisnya).
4. Referensi
http://jurnal.umk.ac.id/mawas/2010/desember/POTENSI%20CACING%20TANAH%20SEBAG
AI%20BIOINDIKATOR.pdf (diakses pada 22 September 2011)
http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2010/12/dasar-dasar-ilmu-tanah-21-dari-25.html (diakses
pada 22 September 2011)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19912/4/Chapter%20II.pdf (diakses pada 22
September 2011)
Maftu‟ah, E., Arisoesilaningsih, E. dan Handayanto. E,. 2001. Potensi diversitas makrofauna
tanah sebagai indicator kualitas tanah pada beberapa penggunaan lahan. Makalah Seminar
Nasional Biologi 2. ITS. Surabaya.
5. Tugas Paper Kualitas Tanah
„Pengamatan Kualitas Tanah Secara Biologis‟
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kualitas Tanah
Kelompok 5
Andrino Alif 150110080008
M. Firli Magribi 150110080123
Dena Heldira 150110080177
Wulan Feitriani 150110080191
Rizky .H. Rahmannia 150110080211
Agroteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
2011