Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian pembenah tanah dan pupuk terhadap pertumbuhan tanaman jagung pada lahan marginal. Tanah pasir diperlakukan dengan tiga taraf pembenah tanah organik dan tiga taraf pupuk NPK, kemudian ditanami jagung."
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Laporan Praktikum Budidaya Tanaman pada Lahan Marginal
1. LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA 3521)
ACARA I
PERLAKUAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PEMBENAH DAN
PEMUPUKAN PADA LAHAN MARGINAL
Oleh:
Nidya Maula Nurhidayah
NIM. A1L014162
Rombongan VII
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
2. 2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan
organik. Tanah sangat berperan penting bagi semua kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus
sebagai penopang akar. Tanah merupakan salah satu komponen terpenting dalam
kehidupan di bumi ini, baik untuk bidang kehutanan, pertanian, perkebunan
maupun bidang-bidang lainnya, karena tanah sebagai media untuk tumbuh berbagai
tanaman maupun pohon.
Tanah pasir merupakan tanah yang terbentuk dari batuan beku serta batuan
sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil. Kapasitas serap air pada tanah
pasir sangat rendah, ini disebabkan karena tanah pasir tersusun atas 70% partikel
tanah berukuran besar (0,02 – 2 mm). Tanah pasir bertekstur kasar, dicirikan adanya
ruang pori besar diantara butir-butirnya. Kondisi ini menyebabkan tanah menjadi
berstruktur lepas dan gembur. Melihat dari ciri-ciri tanah pasir tersebut dapat
dengan mudah dijelaskan bahwa tanah pasir memiliki kemampuan mengikat air
yang sangat rendah.
Tanah pasir sangat tidak cocok digunakan sebagai media tanam disebabkan
tanah ini memiliki partikel besar kurang dapat menahan air. Air dalam tanah akan
berinfiltrasi, bergerak ke bawah melalui rongga tanah. Akibatnya tanaman
kekurangan air dan menjadi layu. Kondisi semacam ini apabila berlangsung terus
3. 3
menerus dapat mematikan tanaman. Oleh karena itu, diperlukan pembenah tanah
agar tanah dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi tanaman.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk mempelajari cara pemberian pembenah tanah pada lahan marginal.
2. Untuk mempelajari cara pemberian pupuk pada lahan marginal.
3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pembenah tanah dan pemupukan pada
tanah pasir pantai terhadap pertumbuhan tanaman.
4. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Jagung
Klasifikasi ilmiah tanaman jagung menurut Suprapto (2002) adalah:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu/monokotil)
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Tanaman jagung termasuk kelas Monocotyledone, Ordo Graminae, famili
Graminaceae, genus Zea, dan spesies Zea mays L. (Insidewinme, 2007). Jagung
merupakan tanaman berumah satu (monoecious), bunga jantan (staminate)
terbentuk pada malai dan bunga betina (tepistila) terletak pada tongkol di
pertengahan batang secara terpisah tapi masih dalam satu tanaman (Subandi, 2008).
Tanaman jagung berakar serabut dengan kedalaman 30 sampai 40 cm, terdiri atas
akar akar seminal, koronal dan akar udara. Perakaran tanaman jagung terdiri atas
empat macam akar yaitu akar utama, lateral, cabang dan rambut. Sistem perakaran
tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam yang terdapat
dalam tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan
alat pernafasan (Suprapto, 2002).
5. 5
Batang jagung berwarna hijau hingga keunguan, berbuku-buku yang dibatasi
oleh ruas-ruas, berbentuk bulat dengan penampang melintang selebar 2 sampai 2,5
cm. Tinggi tanaman bervariasi 125 sampai 250 cm. Daun terdiri atas pelepah dan
helaian daun. Helaian daun memanjang dengan ujung daun meruncing. Antara
pelepah daun dan helaian dibatasi oleh spikula yang berguna untuk menghalangi
masuknya air hujan atau embun ke dalam pelepah daun. Jumlah daun 10 sampai 20
helai per tanaman, terdapat pada setiap ruas batang dengan kedudukan yang saling
berlawanan (Suprapto, 2002).
Biji jagung berkeping tunggal dan berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap
tanaman jagung terdapat satu tongkol dan kadang-kadang dua tongkol. Setiap
tongkol terdapat 10 sampai 14 deret biji jagung yang terdiri dari 200 sampai 400
butir. Berdasarkan penampilan dan teksturnya, biji jagung dibagi menjadi enam tipe
yaitu biji mutiara, gigi kuda, setengah mutiara, setengah gigi kuda, manis, dan biji
berondong (Suprapto, 2002).
B. Pupuk Bokashi
Bokashi adalah jenis pupuk organik merupakan bahan organik yang telah
difermentasikan dengan EM4. Bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan
biologi tanah (Edison, 2000). Secara biologis dapat mengaktifkan mikroorganisme
tanah yang berperan dalam transformasi unsur sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan hara tanaman (Zahrah, 2012). Soleh (2005) dalam Zahrah (2012)
menyatakan bahwa pupuk bokashi mengandung mikroorganisme bermanfaat yang
merupakan bagian integral dari tanah, mampu menyediakan hara tanaman melalui
6. 6
proses daur ulang serta membentuk struktur tanah yang sesuai untuk pertumbuhan
tanaman. Bokashi mengandung mikroorganisme tanah efektif mempercepat proses
dekomposisi bahan organik dalam tanah, sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur hara N, P, dan K bagi tanaman (Wididana, 1998). Jika
ketersediaan dan serapan hara lebih baik tentu akan memberikan pertumbuhan yang
lebih baik serta menghasilkan produksi yang lebih tinggi seperti apa yang
diharapkan (Zahrah, 2012).
Menurut Lingga (2008) pada umumnya pupuk bokashi ditemukan dalam
bentuk serbuk atau butiran. Bahan dasar pupuk bokashi dapat berasal dari limbah
pertanian, seperti jerami, sekam padi, kulit kacang tanah, ampas tebu, batang
jagung, dan bahan hijauan lainnya. Sedangkan kotoran ternak yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pupuk bokashi antara lain: kotoran sapi, kerbau,
kambing, ayam, itik dan babi. Kriteria hasil pupuk bokashi yang baik adalah
berwarna coklat kehitaman, bersstruktur remah, kadar air 30-40%, dan pH sekitar
7. Perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) atau C/N ratio rata-rata 10-20.
Aplikasi pupuk bokashi di lapangan relatif mudah. Lahan 1 ha membutuhkan pupuk
bokashi sekitar 3-5 ton. Teknik aplikasinya adalah seluruh pupuk bokashi tersebut
disebar secara merata sebelum lahan diolah (dibajak). Selain tekhnik tersebut,
pupuk bokashi juga dapat disebar setelah bedengan terbentuk.
C. Pupuk NPK Majemuk
Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang umumnya mengandung
lebih dari satu macam unsur hara tanaman (makro maupun mikro) terutama N, P,
7. 7
dan K (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Kelebihan pupuk NPK yaitu dengan satu
kali pemberian pupuk dapat mencakup beberapa unsur sehingga lebih efisien dalam
penggunaan bila dibandingkan dengan pupuk tunggal (Hardjowigeno, 2003).
Pupuk majemuk merupakan pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur
hara, misalnya pupuk NP, NK, PK, NPK ataupun NPKMg. Pupuk ini mengandung
unsur hara makro dan mikro dengan kata lain pupuk majemuk lengkap bisa disebut
sebagai pupuk NPK atau Compound Fertilizer. Pupuk majemuk NPK adalah pupuk
anorganik atau pupuk buatan yang dihasilkan dari pabrik-pabrik pembuat pupuk,
yang mana pupuk tersebut mengandung unsur-unsur hara atau zat-zat makanan
yang diperlukan tanaman (Sutejo, 2002). Kandungan unsur hara dalam pupuk
majemuk dinyatakan dalam tiga angka yang berturut-turut menunjukkan kadar N,
P2O5, dan K2O (Hardjowigeno, 2003).
D. Bahan Pembenah Tanah
Salah satu cara dalam memperbaiki kondisi tanah adalah dengan
menambahkan pembenah tanah. Bahan pembenah tanah (soil conditioner) adalah
bahan-bahan alami yang dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, sehingga dapat
mendukung pertumbuhan tanaman (Sutono dan Abdurachman, 1997 dalam
Masduqi et al., 2012). Menurut Bernasconi (1995), pembenah tanah organik
merupakan jenis yang paling banyak diteliti. Bahan-bahan seperti skim lateks telah
terbukti dapat meningkatkan persentase agregat stabil dan menurunkan persen
agregat yang tidak stabil. Limbah pertanian seperti blotong, sari kering limbah dan
8. 8
lain sebagainya juga dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah, namun
dibutuhkan dalam dosis tinggi, padahal ketersediaan bahan tersebut relatif terbatas.
Bahan pembenah tanah merupakan bahan-bahan sintetis atau alami yang
berpotensi untuk memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah (Rajiman, 2014).
Pemanfaatan pembenah tanah harus memprioritaskan pada bahan-bahan yang
murah, bersifat in-situ dan terbarukan. Menurut Rajiman et al. (2008), tujuan
penggunaan bahan pembenah tanah adalah:
1. Memperbaiki agregat tanah
2. Meningkatkan kapasitas menahan air (water holding capacity)
3. Meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah
4. Memperbaiki ketersediaan unsur hara tertentu
Bahan yang berasal dari tanaman dapat digunakan sebagai pembenah tanah
alami. Banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai pembenah tanah khususnya
tanaman air (Masduqi et al., 2012). Menurut Pratama (2011), tumbuhan akuatik
memiliki daya retensi air yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap penahanan air
di dalam tanah. Pembenah tanah dapat memperbaiki struktur tanah, sehingga air
akan dapat tertahan lebih lama di dalam tanah. Hickman and Whitney (1990) dalam
Masduqi et al. (2012) menjelaskan bahwa pembenah tanah akan menghalangi
evaporasi pada tanah, sehingga tanaman tidak akan banyak kehilangan air, serta
mempengaruhi kapasitas lapang dan pertumbuhan tanaman.
9. 9
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Jum’at, 30 September 2016 di Laboratorium
Agronomi dan Hortikultura dan Screen House Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah pasir pantai,
pupuk bokasi, pupuk urea, KCl, TSP, benih jagung, dan air siraman. Sedangkan
alat-alat yang digunakan adalah polibag, timbangan, ember, penggaris, timbangan
elektrik, alat tulis, dan lembar pengamatan.
C. Prosedur Kerja
1. Tanah pasir pantai disiapkan dengan menimbang seberat 5 kg yang dibutuhkan
sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, dalam hal ini yaitu tanaman
jagung dengan kedalaman perakaran 15 cm, dan diameter polibag 25 cm. Bobot
tanah pasir yang dibutuhkan dapat diketahui dengan perhitungan sebagai
berikut:
VT = Luas permukaan x kedalaman akar
= π.r2 x 15 cm
= 3,14 (12,5)2 x 15
= 7359,375 cm3
10. 10
BT = VT x BJI
= 7359,375 x 1,6 gr/cm3
= 11775,04 gr
= 11,78 kg (ideal)
Pada praktikum ini, tanah tanah yang digunakan sebanyak 5 kg per polibag.
2. Dosis perlakuan pemberian bahan pembenah tanah ditentukan dengan
menghitung atas dasar kadar C pada harkat yang diinginkan. BO = 0 gram, B1
= 250 gram, B2 = 500 gram. Dosis pemberian bahan organik dapat diketahui
dengan perhitungan sebagai berikut:
BO =
100
)( CTCH
x BT x
CBO
1
=
100
)57,05,2(
x 5000 x
2,0
1
= 482,5 gr
3. Dosis perlakuan pemberian pupuk NPK ditentukan dengan menghitung atas
dasar analisis tanah. P0 = 0 gram, P1 = 250 gram, P3 = 10 gram.
PP = (KH – KT) x VT x BJI x
KP
1
= (0,21 – 0,065) x 7359,37 x 1,6 x
16
1
= 106 gr = 10 kg
Untuk 5 kg/polibag:
kg
kg
5
78,11
=
x
gr106
530 gr = 11,78 x
11. 11
x = 44,99
4
45
= 11,25 gr
4. Perlakuan dosis pembenah tanah dan dosis pak disusun ke dalam rancangan
acak kelompok dengan 3 faktorial, sehingga terdapat 9 kombinasi perlakuan
dan ulang sebanyak 3 kali.
5. Pembenah tanah dan pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan dosis, dicampur
dengan tanah pasir yang sudah disiapkan dan masing-masing polibag diberi
label sesuai perlakuan.
6. Tanah pasir pada masing-masing polibag disiram sampai kapasitas lapang,
selanjutnya ditanam 3 benih jagung pada tiap polibag.
7. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman setiap hari sebanyak 0,2 liter/
polibag. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman dapat diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut:
Etcrop = Eto x Kc
= 4 mm x 1,17
= 4,68 mm/tanaman
Air yang dibutuhkan = Etcrop x Luas polibag
= 4,68 mm/tanaman x 3,14 (12,5)2
= 229,6 cm2
= 0,2 liter/polibag
8. Pada 5 HST, 2 tanaman pada masing-masing polibag didestruksi.
9. Pemupukan sesuai perlakuan diberikan pada 10 HST dan 20 HST.
12. 12
10. Pengamatan dilakukan seminggu sekali, dengan variabel pengamatannya yaitu
tinggi tanaman dan jumlah daun. Variabel pengamatan bobot basah tajuk,
panjang akar dan bobot akar diamati pada 30 HST.
D. Rancangan Percobaan
Rancangan praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan dua faktor percobaan, yaitu pupuk bokashi dan pupuk
NPK majemuk. Pupuk bokashi terdiri dari B0 (0 gram), B1 (250 gram), dan B2
(500 gram). Sedangkan, pupuk NPK majemuk terdiri dari P0 (0 gram), P1 (5 gram),
dan P2 (10 gram), sehingga didapat 9 kombinasi perlakuan yaitu B0P0, B0P1,
B0P2, B1P0, B1P1, B1P2, B2P0, B2P1, dan B2P2. Pengulangan dilakukan 3 kali,
sehingga jumlah polibag percobaan adalah sebanyak 27 polibag, dengan denah
sebagai berikut:
I
II
III
B1P0 B2P1 B0P2 B2P2 B2P0B1P2B1P1B0P0B0P1
B0P0 B0P1 B1P0 B0P2 B2P2B2P1B2P0B1P2B1P1
B2P2 B2P0 B2P1 B1P2 B0P0B0P1B0P2B1P1B1P0
13. 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 1.1. Hasil sidik ragam perlakuan bokashi dan pupuk NPK majemuk terhadap
pertumbuhan tanaman jagung
No Variabel
Perlakuan
B P BxP
1. Tinggi tanaman sn tn tn
2. Jumlah daun sn sn sn
3. Bobot basah tajuk sn n tn
4. Bobot akar sn tn tn
5. Panjang akar tn tn tn
Keterangan: B = pupuk bokashi, P = pupuk NPK majemuk, BxP = kombinasi pupuk
bokashi dan pupuk NPK majemuk. sn = sangat nyata, n = nyata dan tn = tidak nyata
Kesimpulan:
1. Perlakuan pupuk bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, dan bobot akar. Namun, tidak
berpengaruh terhadap panjang akar.
2. Perlakuan pupuk NPK majemuk tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi
tanaman, bobot akar, dan panjang akar. Namun, berpengaruh nyata terhadap
bobot basah tajuk dan sangat nyata terhadap jumlah daun.
3. Perlakuan kombinasi antara pupuk bokashi dan pupuk NPK majemuk tidak
memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot basah tajuk, bobot akar,
dan panjang akar. Namun, berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun.
14. 14
Tabel 1.2. Pengaruh perlakuan pupuk bokashi dan pupuk NPK majemuk terhadap
pertumbuhan tanaman jagung
Perlakuan
Variabel
TT JD BBT BA PA
B0 57,67b 6,89b 12,96b 2,37b 56,57
B1 84,81a 8,78a 27,07a 3,68a 50
B2 87,82a 8,78a 30,14a 4,16a 44,89
P0 71,82 7,33b 17,77b 3,03 55,17
P1 81,22 8,33a 27,14a 3,31 45,94
P2 77,26 8,78a 25,26a 3,88 50,34
B0P0 49,53 4,67d 4,40 1,71 68,33
B0P1 64,47 8a 20,02 2,59 49,8
B0P2 59 8a 14,32 2,82 51,57
B1P0 81,27 8,33a 24,42 3,78 53,57
B1P1 88,4 9a 29,09 2,94 48,1
B1P2 84,77 9a 30,69 4,32 48,33
B2P0 84,67 9a 27,34 3,58 43,6
B2P1 90,8 8a 32,29 4,4 39,93
B2P2 88 9,33a 30,79 4,49 51,13
Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom dan
perlakuan yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji
menggunakan DMRT (α= 0,05). TT = Tinggi tanaman, JD = Jumlah daun, BBT =
Bobot basah tajuk, BA = bobot akar, dan PA = Panjang akar.
15. 15
B. Pembahasan
Salah satu tujuan dilakukannya praktikum perlakuan bahan organik sebagai
pembenah dan pemupukan pada tanah pasir pantai ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pemberian pembenah tanah dan pemupukan pada tanah pasir pantai
terhadap pertumbuhan tanaman. Pembenah tanah yang digunakan pada praktikum
ini yaitu bokashi. Menurut Wididana (1998), bokashi mengandung mikroorganisme
tanah efektif mempercepat proses dekomposisi bahan organik dalam tanah,
sehingga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, dan K bagi tanaman.
Sedangkan pupuk yang digunakan sebagai faktor kedua pada praktikum ini yaitu
pupuk NPK majemuk. Untuk mengetahui pengaruh keduanya terhadap
pertumbuhan tanaman, praktikan melakukan pengamatan terhadap beberapa
variabel tanaman, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot
akar, dan panjang akar.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa perlakuan
bokashi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Sesuai
dengan penelitian Made et al. (2015) mengenai pengaruh pemberian berbagai jenis
bokashi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung, hasil sidik ragam tinggi
tanaman jagung pada 3 MST, 4 MST, 5 MST, 6 MST dan 7 MST menunjukkan
bahwa perlakuan bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi
tanaman jagung. Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan bahwa dosis bokashi yang terbaik
dan efisien adalah 250 gram.
16. 16
Sementara itu, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
NPK majemuk dan interaksi antara pupuk bokashi dan pupuk NPK majemuk tidak
memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman. Sesuai dengan penelitiannya
Maulana et al. (2015), hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara
bokashi dan NPK berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman. Pada perlakuan
pupuk NPK majemuk, tinggi tanaman tertinggi yaitu pada P1 = 81,22. Sedangkan
tinggi tanaman terendahnya yaitu pada P0 = 71,82. Tinggi tanaman tertinggi pada
interaksi antara bokashi dengan pupuk NPK majemuk yaitu pada perlakuan B2P1
= 90,8. Sedangkan tinggi tanaman terendah yaitu pada perlakuan B0P0 = 49,53.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa perlakuan
bokashi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun. Made et al.
(2015) menjelaskan bahwa hasil sidik ragam jumlah daun pada tanaman jagung
menunjukkan bahwa perlakuan bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap jumlah daun tanaman jagung. Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan bahwa dosis
bokashi yang terbaik dan efisien adalah 250 gram.
Hasil analisis ragam pula menunjukkan bahwa perlakuan pupuk NPK
majemuk memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman
jagung. Menurut Kriswantoro et al. (2016), perlakuan pupuk NPK memberikan
yang sangat nyata terhadap semua peubah yang diamati, meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, dan berat basah tajuk. Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut
dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan bahwa dosis
pupuk NPK majemuk yang terbaik dan efisien adalah 10 gram.
17. 17
Pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah daun pula diberikan oleh
kombinasi antara bokashi dan pupuk NPK majemuk setelah dilakukan analisis
ragam. Hal tersebut diduga kandungan hara pada bokashi dan pupuk NPK majemuk
saling mendukung dalam tanah, sehingga berpengaruh terhadap jumlah daun
tanaman jagung. Hasil penelitian Syah et al (2016) menjelaskan bahwa pemberian
bokashi dan pupuk NPK menghasilkan pertambahan jumlah daun tanaman berbeda
nyata. Hal ini diduga interaksi pemberian bokashi dan NPK saling mendukung
dalam memenuhi asupan nutrisi tanaman sehingga dapat meningkatkan jumlah
daun tanaman. Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan uji Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan bahwa perlakuan yang terbaik
dengan dosis yang efisien adalah B0P1, dengan kombinasi dosis bokashi 0 gram
dan dosis pupuk NPK majemuk 5 gram.
Perlakuan bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot
basah tajuk.
Hasil analisis ragam pula menunjukkan bahwa perlakuan pupuk NPK
majemuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot basah tajuk tanaman
jagung. Kriswantoro et al. (2016) menjelaskan bahwa perlakuan pupuk NPK
memberikan yang sangat nyata terhadap semua peubah yang diamati, meliputi
tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat basah tajuk. Hasil analisis ragam kemudian
diuji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan
bahwa dosis pupuk NPK majemuk yang terbaik dan efisien adalah 10 gram.
Sementara itu, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan interaksi
antara pupuk bokashi dan pupuk NPK majemuk tidak memberikan pengaruh
18. 18
terhadap bobot basah tajuk. Bobot basah tajuk tertinggi yaitu pada perlakuan B2P1
= 32,29. Sedangkan bobot basah tajuk terendahnya yaitu pada perlakuan B0P0 =
4,40.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa perlakuan
bokashi memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot akar. Hal tersebut
diduga bokashi dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah. Sarief
(1986) dalam Siswanto et al. (2008) mengemukakan bahwa pengaruh bokashi
terhadap unsur hara tersedia dalam tanah adalah sebagai unsur N, P dan K serta
unsur-unsur mikro, menambah kelarutan P dengan mengurangi jerapan Al dan Fe
dalam tanah sehingga P dalam keadaan bebas dan tersedia bagi tanaman. Hasil
analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan uji Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) dan menunjukkan bahwa dosis bokashi yang terbaik dan efisien adalah
250 gram.
Sementara itu, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pupuk
NPK majemuk dan interaksi antara pupuk bokashi dan pupuk NPK majemuk tidak
memberikan pengaruh terhadap bobot akar. Pada perlakuan pupuk NPK majemuk,
bobot akar tertingginya yaitu pada P2 = 3,88. Sedangkan bobot akar terendahnya
yaitu pada P0 = 3,03. Bobot akar tertinggi interaksi antara pupuk bokashi dan pupuk
NPK majemuk yaitu pada B2P2 = 4,49. Sedangkan bobot akar terendahnya yaitu
pada B0P0 = 1,17.
Berdasarkan analisis ragam (ANOVA), menunjukkan bahwa perlakuan
bokashi, pupuk NPK majemuk, dan interaksi keduanya tidak memiliki pengaruh
yang sangat nyata terhadap panjang akar. Panjang akar tertinggi pada perlakuan
19. 19
bokashi yaitu pada B0 = 56,57. Sedangkan panjang akar terendahnya yaitu pada B2
= 44,89. Panjang akar tertinggi pada perlakuan pupuk NPK majemuk yaitu pada P0
= 55,17. Sedangkan panjang akar terendahnya yaitu pada P1 = 45,94. Panjang akar
tertinggi pada interaksi antara bokashi dengan pupuk NPK majemuk yaitu pada
B0P0 = 68,33. Sedangkan panjang akar terendahnya yaitu pada B2P1 = 39,93.
Umumnya, variabel pengamatan terendah terdapat pada perlakuan kontrol.
Hal tersebut diduga perlakuan kontrol tidak memiliki asupan hara untuk
pertumbuhan dan perkembbangan tanaman, karena tidak diberi bokashi maupun
pupuk NPK majemuk, sehingga hasil pengamatan variabel pengamatan perlakuan
kontrol lebih kecil daripada yang diberi perlakuan bokashi maupun pupuk NPK
majemuk. Edison (2000) dalam Zahrah (2011) menjelaskan bahwa bokashi adalah
jenis pupuk organik merupakan bahan organik yang telah difermentasikan dengan
EM4. Bokashi dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut
Hardjowigeno (2003), pemakaian pupuk majemuk NPK akan memberi suplai N
yang cukup besar ke dalam tanah, sehingga dengan pemberian pupuk NPK yang
mengandung nitrogen tersebut akan membantu pertumbuhan tanaman.
20. 20
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian pembenah tanah pada lahan marginal harus tepat dosisnya. Dosis
bokashi yang akan diberikan sebagai pembenah tanah didasarkan atas kadar C
dalam tanah yang akan dikehendaki harkatnya. Bokashi dicampur hingga
merata dengan tanah pasir.
2. Pemberian pupuk pada lahan marginal juga harus tepat. Banyaknya hara yang
harus ditambahkan untuk memenuhi kecukupan hara bagi tanaman didasarkan
atas analisis tanah.
3. Perlakuan pupuk bokashi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, dan bobot akar. Namun, tidak
berpengaruh terhadap panjang akar. Perlakuan pupuk NPK majemuk tidak
memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot akar, dan panjang akar.
Namun, berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk dan sangat nyata
terhadap jumlah daun. Perlakuan kombinasi antara pupuk bokashi dan pupuk
NPK majemuk tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman, bobot
basah tajuk, bobot akar, dan panjang akar. Namun, berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah daun.
21. 21
B. Saran
Praktikan harus rutin melakukan pemeliharaan pada tanaman, seperti
penyiraman, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan data
yang akurat.
22. 22
DAFTAR PUSTAKA
Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. PT. Pradaya Paramita. Jakarta.
Edison, A. 2000. Pengaruh Pemberian Bokashi dan GA3 terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Semangka. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Islam Riau, Pekanbaru.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Indiwisme, 2007. Principles of Cultivar Development,Theory and Technique. Iowa
State University, New York.
Kriswantoro, H.K. et al. 2016. Pemberian pupuk organik dan pupuk NPK pada
tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Klorofil. 11(1):
1-6.
Lingga, S. 2008. Pengaruh Bokashi Stardec dan Bokashi EM4 Terhadap Produksi
Tanaman Petsai (Brassica Chinensis L.). Skripsi. FMIPA. UNIMED, Medan.
Made, U., et al. 2015. Pengaruh pemberian berbagai jenis bokashi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays Saccarata). Jurnal
Agrotekbis. 3(5): 592-601.
Masduqi, A.F. et al. 2012. Pengaruh penambahan pembenah tanah dari Pistia
stratiotes L. dan Ceratophyllum demersum L. pada tanah pasir dan liat
terhadap kapasitas lapang dan pertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata L.).
Jurnal Anatomi Fisiologi. 12(1): 56-67.
Maulana, R. et al. 2015. Pengaruh pemberian pupuk bokashi dan NPK terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis (Zea mays Var saccharata
Sturt). Jom. Faperta. 2(2): 1-14.
Pratama, R. 2011. Kandungan Hara Makronutrien pada Beberapa Tumbuhan
Akuatik dan Potensinya sebagai Material Pembenah Tanah (Soil conditiner).
Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Diponegoro, Semarang
Rajiman, E. et al. 2010. Pengaruh pembenah tanah terhadap sifat fisika dan hasil
bawang merah pada lahan pasir Pantai Bugel. Jurnal Agrin. 12(1): 67-77.
Rajiman. 2014. Pengaruh Bahan Pembenah Tanah di Lahan Pasir Pantai Terhadap
Kualitas Tanah. Prosiding Seminar Nasional Lahan Sub Optimal pada 26-
27 September 2014, Palembang.
Rosmarkam, A. dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Yogyakarta.
23. 23
Siswanto, E. et al. 2008. Iklim mikro dan produksi tanaman sawi (Brassica juncea
L.) yang diberi pupuk bokashi kotoran sapi. Jurnal Agriplus. 18(3): 195-204.
Subandi. 2008. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan. Jurnal Iptek
Tanaman Pangan. 2(1): 12-25.
Suprapto, H.S. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutejo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
Syah, M. et al. 2016. Pengaruh pemberian bokashi dan npk terhadap pertumbuhan
dan produksi tanaman semangka (Citrullus vulgaris Schard). Jom. Faperta.
3(2): 1-10.
Wididana, G.N. 1998. Bercocok Tanam Padi dengan Teknologi EM4. Departemen
Kehutanan, Jakarta.
Zahrah, S. 2012. Aplikasi Pupuk Bokashi dan NPK Organik pada Tanah Ultisol
untuk Tanaman Padi sawah Dengan Sistem SRI (System of Rice
Intensification). Jurnal Ilmu Lingkungan: 5(2): 114-129.
24. 24
LAMPIRAN
Lampiran 1.1. Dokumentasi praktikum Acara I
Gambar 1.1 Persiapan media tanam
Gambar 1.2 Pemberian bokashi dan penanaman
Gambar 1.3 Destruksi
25. LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA 3521)
ACARA II
PENGAPURAN TANAH MARGINAL
Oleh:
Nidya Maula Nurhidayah
NIM. A1L014162
Rombongan VII
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
26. 43
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Percepatan peningkatan penduduk menyebabkan jumlah bahan pangan yang
diperlukan manusia juga akan semakin bertambah, namun dalam kenyataannya
peningkatan produksi pangan dunia tidak mampu untuk mengejar kecepatan
pertambahan penduduk. Akibat lain dari pertambahan penduduk adalah
diperlukannya lahan yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia akan
tempat tinggal, sehingga lahan pertanian semakin berkurang. Kemudian kondisi
saat ini sangat banyak lahan subur pertanian dialih fungsikan sebagai tempat
aktivitas selain pertanian.
Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah perluasan areal pertanian ke
arah lahan marginal. Lahan marginal merupakan lahan yang bermasalah dan
mempunyai faktor pembatas tinggi untuk tanaman. Salah satu lahan marginal yang
memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia adalah lahan pasir panta,
sebab Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau
sehingga memiliki pantai yang sangat luas. Berjuta-juta hektar lahan marginal
tersebut tersebar dibeberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan pertanian
namun sekarang ini belum dikelola dengan baik. Lahan-lahan tersebut kondisi
kesuburannya rendah, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki
produktivitasnya.
Lahan masam tergolong lahan marginal dimana lahan tersebut bermasalah
dan mempunyai faktor pembatas tinggi untuk tanaman. Peningkatan produktivitas
27. 44
tanah tersebut, memerlukan tindakan pengelolaan kearah peningkatan ketersediaan
hara di dalam tanah. Disamping itu juga perlu tindakan untuk peningkatan pH tanah
sehingga kelarutan Al, Mn, dan Fe berkurang dan kandungan Ca, Mg, da, Mo
meningkat. Tidak kalah penting pula adalah tindakan pengelolaan ke arah
terciptanya kondisi tanah yang sehat, yaitu tanah yang bukan hanya ketersediaan
hara yang cukup, tetapi juga keberadaan komponen biotik dari jenis
mikroorganisme yang berperan dalam penyediaan hara. Tindakan pengapuran
merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
diatas
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Untuk mempelajari cara pemberian kapur pada tanah marginal masam.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kapur pada tanah masam terhadap
pertumbuhan tanaman.
28. 45
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Podsolik Merah Kuning (PMK)
Ultisol atau sering disebut dengan istilah tanah podsolik merah kuning (PMK)
mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan
Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong
sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam
pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Hampir semua jenis tanaman
dapat tumbuh dan dikembangkan pada tanah ini. Kesuburan alami tanah Ultisol
umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik
yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi
tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi
merupakan sifat-sifat Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman.
Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti
berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan yang
tanah akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah (Nursyamsi et al., 1995).
Pemanfaatan ultisol untuk pengembangan tanaman perkebunan relatif tidak
menghadapi kendala, tetapi untuk tanaman pangan umumnya terkendala oleh sifat-
sifat kimia tersebut yang dirasakan berat bagi petani untuk mengatasinya, karena
kondisi ekonomi dan pengetahuan yang umumnya lemah. Kandungan hara pada
tanah ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif,
sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan
cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah ini Al hanya berasal dari pelapukan
29. 46
batuan bahan induknya. Kondisi ini juga masih dipengaruhi oleh pH. Pada bahan
induk yang bersifat basa, pelepasan Al tidak sebanyak pada batuan masam, karena
pH tanah yang tinggi dapat mengurangi kelarutan hidroksida Al (Prasetyo dan
Suriadikarta, 2006).
B. Kapur Kalsit
Kalsit, sering disebut kapur giling atau kapur tohor, tidak lain ialah kapur
untuk mengapur tembok. Kapur kalsit merupakan batu kapur mentah yang belum
mengalami pembakaran. Jenis kapur ini bisa digunakan di bidang pertanian, tetapi
jenis kapur mudah larut sehingga harus diberikan berulang kali. Oleh karena itu,
kalsit yang akan dipakai harus kalsit yang memenuhi standar dengan butiran
(melampaui saringan) 20 mash dan 60 mash, sedangkan kadar CaCO3-nya harus
90%. Kapus kalsit hanya mengandung CaCO3 saja (Bahrun et al., 2014).
C. Kapur Dolomit
Dolomit adalah calcium-magnesia carbonate yang mempunyai calcite dan
limestone (batu kapur). Dolomit dapat bewarna putih, bewarna terang seperti pink,
kuning, maupun tidak bewarna. Dolomit memiliki hardness 3,5 - 4 dan hanya akan
bereaksi dengan asam jika dipanaskan atau dalam bentuk serbuk. Dolomit
merupakan dua garam karbonat yaitu CaCO3 dan MgCO3. Gabungan kedua garam
tersebut adalah CaO (Maulana et al., 2015).
Dolomit adalah jenis kapur yang biasa digunakan oleh petani dan perusahaan
perkebunan dimana kapur memiliki kandungan unsur hara kalsium (Ca) dan
30. 47
magnesium (Mg). Kalsium berfungsi sebagai pengikat antara molekul-molekul
fosfolipida dengan protein penyusun membran, dimana hal ini menyebabkan
membran dapat berfungsi secara normal pada semua sel dan juga memacu aktifitas
beberapa enzim (Lakitan, 1993 dalam Simangungsong et al., 2015).
D. Pengapuran Tanah PMK
Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan
pH tanah (Hardjowigeno, 2003). Pemberian kapur dapat meningkatkan
ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Pengapuran dapat
meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah masam akan
merangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan bahan organik
dan pembentukan humus (Buckman dan Brady, 1964).
Secara umum pengapuran bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologi dari tanah. Di wilayah-wilayah subtropik pengapuran sering bertujuan untuk
menaikkan pH hingga 6,5 - 7. Alasan mereka, karena pada kisaran pH tersebut
adalah paling cocok untuk ketersediaan unsur hara dan pertumbuhan tanaman
umumnya. Ternyata konsep ini tidak cocok untuk wilayah-wilayah tropik.
Pemberian kapur untuk mencapai pH tersebut di tropik, sering menurunkan
produksi karena terjadi kelebihan kapur (over liming). Berkaitan dengan jumlah Al
yang tinggi dan merupakan masalah utama pada tanah masam di tropik, maka
pengapuran sebaiknya ditujukan untuk meniadakan pengaruh meracun Al tersebut.
Sejalan dengan itu, pengapuran juga bertujuan untuk menyediakan hara Ca bagi
tanaman (Nyakpa et al., 1988).
31. 48
Pengapuran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan dengan
unsur lain. Pada kebanyakan tanaman tingkat tinggi, penjagaan ph 6-7 menjamin
ketersediaan hara. Tingginya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat dalam larutan
tanah akan menimbulkan reaksi tanah yang besifat masam, dengnan pengapuran
konsentransi ion hidrogen yang tinggi dapat diturunkan, sehingga derajat
kemasaman tanahnya dikehendaki oleh tanaman tertentu yang hendak ditanam.
Dengan adanya pengapuran pada tanah masam, absorbsi unsur-unsur Mo, P dan Mg
akan meningkat pada dan pada waktu yang bersamaan akan menurunkan secara
nyata konsentrassi Fe, Al dan Mn yang dalam keadaan masam unsur-unsur ini dapat
mencapai konsentrasi yang bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian,
pengapuran tidak boleh dilakukan secara sembarangan, karena kelebihan kapur
pada tanah mengakibatkan tanaman kerdil, Mn dan P menjadi tidak tersedia
(Sutedjo dan Kartasapoetra, 2005).
32. 49
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 6 Oktober 2016 di Laboratorium
Agronomi dan Hortikultura dan Screen House Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah Podsolik
Merah Kuning (PMK), pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, kapur dolomit dan
kalsit, benih tanaman jagung, dan air siraman. Sedangkan alat-alat yang digunakan
adalah polibag, timbangan, ember, penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dan
lembar pengamatan.
C. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Tanah PMK ditimbang sebanyak 5 kg. Untuk mengetahui bobot tanah tersebut,
dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
VT = Luas permukaan x kedalaman akar
= π.r2 x 15 cm
= 3,14 (12,5)2 x 15
= 7359,375 cm3
33. 50
BT = VT x BJI
= 7359,375 x 1,2
= 8,831 kg
= 5 kg
3. Tanah dimasukkan dalam polibag, kemudian disusun berdasarkan denah
percobaan.
4. Masing-masing polibag diberi perlakuan. Dosis perlakuan kapur dapat
diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Dolomit (PMK = 4,8)
x
haton/45,6
=
5
104,2 6
x
x =
kgx
haton
6
104,2
/45,32
x = 13,43 x 10-6 ton
x = 13,43 x 10-6 x 103 kg
x = 13,43 x 10-3 kg
x = 13,43 gr
b. Kalsit (PMK = 4,8)
x
haton/03,7
=
5
104,2 6
x
x =
kgx
haton
6
104,2
/15,35
x = 14,64 x 10-6 x 103 kg
x = 14,64 x 10-3 kg
34. 51
x = 14,64 gr
5. Benih tanaman jagung ditanam pada masing-masing polibag sebanyak tiga
buah.
6. Masing-masing polibag disiram sampai kapasitas lapang.
7. Pada hari ke 5 HST, tanaman disisakan satu yang paling baik.
8. Pengamatan dilakukan pada hari ke 7 HST dengan variabel tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot basah tajuk, panjang akar, dan pH.
D. Rancangan Percobaan
Rancangan praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol, kapur dolomit dan kapur
kalsit. Kapur dolomit terdiri dari D1 (50%) dan D2 (100%). Sedangkan, pupuk
kalsit terdiri dari KS1 (50%) dan KS2 (100%). Pengulangan dilakukan 5 kali,
sehingga jumlah polibag percobaan adalah sebanyak 25 polibag, dengan denah
sebagai berikut:
I
II
III
IV
V
K KS1 KS2 D1 D2
KS1 KS2 D1 D2 K
KS2 D1 D2 K KS1
D1 D2 K KS1 KS2
D2 K KS1 KS2 D1
35. 52
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 2.1. Hasil sidik ragam perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
No Variabel Hasil
1. Tinggi tanaman n
2. Jumlah daun tn
3. Bobot basah tajuk sn
4. Panjang akar tn
Keterangan: sn = sangat nyata, n = nyata dan tn = tidak nyata.
Kesimpulan: Perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, sangat nyata
terhadap bobot basah tajuk, dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan
panjang akar.
Tabel 2.2. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
Perlakuan
Variabel
TT JD BBT PA
Kontrol 78,1a 8,4 18,75a 50,4
D1 71ab 7,8 14,588ab 69,98
D2 58,98bc 8 9,98bc 57,58
KS1 71,48ab 8,4 13,702ab 66,28
KS2 52,44c 7,2 6,084c 54,26
Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan
DMRT (α = 0,05). TT = Tinggi tanaman, JD = Jumlah daun, BBT = Bobot basah
tajuk dan PA = Panjang akar.
36. 53
Tabel 2.3. Nilai pH pada tanah PMK
Perlakuan pH
Kontrol 3,8
D1 5
D2 5,2
KS1 5,6
KS2 4,8
B. Pembahasan
Permasalahan yang dihadapi di lahan PMK sangat komplek, terutama
mengenai tingkat kesuburan tanahnya. Perbaikan lahan melalui penambahan kapur
dan bahan organik serta pemakaian galur-galur introduksi tanaman budidaya yang
tahan terhadap deraan lingkungan di lahan PMK merupakan langkah yang sesuai
untuk mengatasi masalah tersebut. Kapur (CaCO3) yang berasal dari kapur
pertanian dapat meningkatkan pH, menetralisir pengaruh Al dan Fe serta
menaikkan nilai basa dalam tanah. Disamping itu, khasiat kapur pertanian
mempunyai daya susul/residu dari tahun kedua sampai dengan tahun ketiga
(Santoso, 2006).
Berdasarkan analisis ragam yangtelah dilakukan menunjukkan bahwa
perlakuan pada praktikum ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan
bobot basah tanaman jagung. Hasil analisis ragam kemudian diuji lanjut dengan uji
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dan menunjukkan bahwa perlakuan yang
terbaik yang berpengaruh pada keduanya adalah kontrol. Hal ini diduga dosis kapur
yang aplikasikan pada tanah PMK berlebihan. Nyakpa et al. (1988) mengemukan
bahwa pengapuran yang berlebihan dapat menyebabkan tanaman mengalami
kekurangan unsur mikro, terutama Fe, Mn, Cu dan Zn karena peningkatan nilai pH
37. 54
tanah mengakibatkan bentuk kation berubah menjadi hidroksida yang tidak larut.
Peningkatan pH dapat meningkatkan muatan negatif pada mineral lempung yang
bermuatan tidak tetap. Peningkatan muatan negatif ini akan meningkatkan kapasitas
jerapan kation sehingga mampu menjerap kation dalam jumlah yang lebih banyak.
Proses pengendapan dan jerapan ini akan mengurangi konsentrasi unsur mikro
dalam larutan tanah (Indrasari dan Syukur, 2006).
Perlakuan kapur pada praktikum ini tidak memberikan pengaruh terhadap
jumlah daun setelah dilakukan analisis ragam. Jumlah daun tertinggi yaitu pada
perlakuan kontrol dan KS1 = 8,4. Sedangkan jumlah daun terendah yaitu pada
perlakuan KS2 = 7,2. Berdasarkan analisis ragam, perlakuan kapur pada praktikum
ini tidak memberikan pengaruh juga terhadap panjang akar. Akar terpanjang yaitu
pada perlakuan D1 = 69,98. Sedangkan akar terpendek yaitu pada perlakuan kontrol
= 50,4.
Untuk mengetahui apakah perlakuan kapur pada praktikum ini dapat
menaikkan pH ataupun tidak, praktikan melakukan pengujian pH. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa setiap perlakuan menghasilkan pH yang lebih tinggi daripada
kontrol atau yang tidak diberi perlakuan kapur, dengan rincian pH kontrol = 3,8;
pH D1 = 5; pH D2 = 5,2; pH KS1 = 5,6; dan pH KS2 = 4,8. Hal tesebut
menunjukkan bahwa pengapuran dapat meningkatkan pH tanah. Kapur adalah
bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan pH tanah. Kalsium
merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman. Kalsium termasuk
salah satu kation utama pada komplek pertukaran, sehingga biasa dihubungkan
dengan masalah kemasaman tanah dan pengapuran, karena merupakan kation yang
38. 55
paling cocok untuk mengurangi kemasaman atau menaikan pH tanah
(Hardjowigeno, 2003). Pengapuran dapat meningkatkan pH tanah, sehingga
pemberian kapur pada tanah masam akan merangsang pembentukan struktur remah,
mempengaruhi pelapukan bahan organik, dan pembentukan humus (Buckman dan
Brady, 1964).
39. 56
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian kapur pada tanah marginal masam yaitu tanah Podsolik Merah
Kuning (PMK) harus tepat. Dosis pemberian kapur ditentukan dengan
menghitung atas dasar pH tanah PMK. Kapur dicampur hingga merata dengan
tanah PMK.
2. Perlakuan kapur berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, sangat nyata
terhadap bobot basah tajuk, dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun
dan panjang akar.
B. Saran
Perlu ketelitian lagi saat melakukan pemeliharaan dan pengamatan untuk
mengurangi terjadinya simpangan dari beberapa data.
40. 57
DAFTAR PUSTAKA
Bahrun, A. et al. 2014. Agronomi: Teori dan Aplikasi Praktis. Unhalu Press,
Kendari.
Buckman, H.O. and N.C. Brady. 1964. The Nature and Properties of Soil.
Macmillan Co. Mineapolis. Minessota.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Indrasari, A., dan A. Syukur. 2006. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan unsur
hara mikro terhadap pertumbuhan jagung pada ultisol yang dikapur. Jurnal
Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6(2): 116-123.
Maulana, I. et al. 2015. Pengaruh variasi dolomit material lokal Kabupaten
Bangkalan sebagai subsitusi agregat dalam pembuatan batako terhadap kuat
tekan dan absorbsi. Jurnal Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil. 1(3): 1-4.
Nursyamsi, D. et al. 1995. Penggunaan bahan organik, pupuk P dan K untuk
peningkatan produktivitas tanah Podsolik. Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat. 2: 47-52.
Nyakpa, M.Y. et al. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung, Lampung.
Prasetyo, B.H. dan Suriadikarta, D.A. 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi
Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering
di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian, Bogor.
Santoso, B. 2006. Pemberdayaan lahan podsolik merah kuning dengan tanaman
rosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan. Jurnal Perspektif
Pertanian. 5(1): 1–12.
Sutedjo, M.M. dan A.G. Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta,
Jakarta.
41. 58
LAMPIRAN
Lampiran 2.1. Dokumentasi praktikum Acara II
Gambar 2.1 Persiapan media tanam
Gambar 2.2 Pemberian dan pencampuran bahan kapur
Gambar 2.3 Penanaman benih jagung
42. LAPORAN PRAKTIKUM
BUDIDAYA TANAMAN PADA LAHAN MARGINAL
(PNA 3521)
ACARA III
PEMBERIAN ARANG PADA TANAH PASIR UNTUK MENINGKATKAN
KETERSEDIAAN AIR BAGI TANAMAN
Oleh:
Nidya Maula Nurhidayah
NIM. A1L014162
Rombongan VII
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2016
43. 72
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang memiliki peran
yang sangat penting. Kandungan air dalam suatu tanah dapat kita lihat melalui
bagaimana sifat tanah dalam menahan air sehingga dapat tersedia bagi tanaman.
Ketersedian air tanah pada lahan marginal khususnya lahan pasir pantai sangatlah
rendah.
Lahan pasir pantai memiki sifat dimana mudah meloloskan air atau sulit untuk
menjerap air yang ada. Hal ini dikarenakan lahan pasir pantai memiliki pori-pori
tanah yang cukup besar sehingga air mudah diloloskan dan kurang tersedia. Namun,
ketersediaan air pada lahan pasir pantai dapat ditingkatkan dengan cara
memberikan bahan-bahan yang dapat menambah kekuatan tanah dalam menyimpan
air. Bahan yang dapat digunakan untuk meanmbah ketersediaan air pada tanah pasir
pantai saah satunya ialah arang, baik arang kayu maupun arang sekam.
Ketersediaan air dalam tanah khususnya pada lahan marginal pasir pantai
perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Pemberian arang
dapat membantu meninggatkan ketersediaan air bagi tanaman sehingga dapat
tumbuh dan berkembang lebih baik. Hal ini lah yang melatarbelakangi praktikum
pemberian arang pada tanah pasir untuk meningkatkan ketersediaan air bagi
tanaman penting untuk dilakukan.
44. 73
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
b. Untuk mempelajari cara pemberian arang sebagai pembenah tanah pada lahan
marginal.
c. Untuk mengetahui pengaruh pemberian arang pada tanah pasir pantai terhadap
pertumbuhan tanaman.
45. 74
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Pasir
Di Indonesia tanah-tanah marginal yang berkandungan pasir tinggi (misalnya,
tanah-tanah vulkan berpasir kasar dan tanah berpasir di pantai) merupakan beberapa
contoh dari sekian banyak tanah bermasalah. Tanah-tanah berpasir seperti ini
mempunyai kendala, seperti strukturnya yang jelek, berbutir tunggal lepas-lepas,
mempunyai berat volum tinggi, kemampuan menyerap dan menyimpan air rendah
sehingga kurang memadai untuk mendukung usaha bercocok tanam selama musim
kemarau. Disamping itu tanah ini sangat peka terhadap pelindihan unsur-unsur
hara, serta peka terhadap erosi baik oleh air maupun angin. Dalam kaitannya dengan
daya menyimpan air, tanah pasiran mempunyai daya pengikatan terhadap lengas
tanah yang relatif rendah karena permukaan kontak antara tanah pasiran ini
didominasi oleh pori-pori makro. Oleh karena itu air yang jatuh ke tanah pasiran
akan segera mengalami perkolasi dan air kapiler akan mudah lepas karena evaporasi
(Mukhid, 2005).
Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan
zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan air, sekitar
150 cm per jam. Sebaliknya, kemampuan tanah pasir menyimpan air sangat rendah,
1,6 - 3% dari total air yang tersedia. Angin di kawasan pantai selatan itu sangat
tinggi, sekitar 50 km per jam. Angin dengan kecepatan itu mudah mencerabut akar
dan merobohkan tanaman. Angin yang kencang di pantai bisa membawa partikel-
partikel garam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Suhu di kawasan
46. 75
pantai siang hari sangat panas. Ini menyebabkan proses kehilangan air tanah akibat
proses penguapan sangat tinggi. Mengatasi lahan marginal agar dapat dikondisikan
sebagai lahan pertanian yang subur memerlukan motivasi, permodalan dan
teknologi spesifik. Penerapan teknologi pengelolaan lahan pasir pantai ameliorasi
dengan bahan ameliorant pupuk kandang, zeolit, lempung dan pupuk organik
bertujuan untuk mencapai pengkodisian tanah sebagai syarat tumbuhnya tanaman
untuk berproduksi secara optimal (Saputro, 2015).
B. Arang Sekam
Arang sekam memiliki kemampuan dalam menyerap air yang rendah dan
porositas yang baik, sehingga sifat ini menguntungkan jika digunakan sebagai
media tanam karena mendukung perbaikan struktur tanah karena aerasi dan
drainase menjadi lebih baik. Adanya kandungan unsure kation basa Ca dan Mg
menyebabkan sekam padi dapat digunakan sebagai pengganti kapur untuk
meningkatkan pH tanah, sehingga dapat membantu tanaman dalam penyerapan
hara (Riadi, 2013). Menurut Setyorini (2003), abu sekam padi memiliki fungsi
mengikat logam. Selain itu, abu sekam padi berfungsi untuk menggemburkan tanah,
sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara.
Pemanfaatan sekam telah meluas, tidak hanya sebagai sumber energi bahan
bakar tetapi arangnya juga dapat dijadikan sebagai bahan pembenah tanah
(perbaikan sifat-sifat tanah) dalam upaya rehabilitasi lahan dan memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Arang juga dapat menambah hara tanah walaupun dalam
jumlah sedikit. Oleh karena itu, pemanfaatan arang menjadi sangat penting dengan
47. 76
banyaknya tanah terbuka/lahan marginal akibat degradasi lahan yang hanya
menyisakan subsoil (tanah kurus). Jika penggunaan arang sekam dapat membantu
memperbaiki sifat-sifat tanah subsoil sehingga cocok untuk tempat tumbuh
tanaman dan pertumbuhan tanaman menjadi baik, maka hal ini akan sangat
menguntungkan karena berarti tanah subsoil dapat menjadi produktif (Supriyanto
dan Fiona, 2010). Penambahan arang sekam pada media tumbuh akan
menguntungkan karena dapat memperbaiki sifat tanah di antaranya adalah
mengefektifkan pemupukan karena selain memperbaiki sifat fisik tanah (porositas,
aerasi), arang sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara)
yang dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara, hara dilepas secara
perlahan sesuai kebutuhan tanaman/slow release (Komarayati et.al., 2003).
C. Arang Kayu
Arang kayu merupakan kayu yang telah mengalami proses pembakaran.
Arang berbahan kayu ini cocok apabila digunakan sebagai media tanaman, karena
memiliki sifat penyangga yang baik. Major, et.al. (2009) mengemukakan bahwa
penggunaan arang pada tanah dapat memperbaiki produksi hasil pertanian dan
kesuburan, yakni melalui peningkatan pH tanah dan daya retensi hara arang yang
jauh lebih besar dibanding bahan organik lainnya, sehingga unsur hara tanah
tersedia. Peningkatan pH tanah merupakan kontribusi paling penting dalam hal
perbaikan kualitas tanah. Nilai pH tanah mempengaruhi ketersediaan relatif dari
unsur-unsur hara. Pada pH tanah rendah, toksisitas Al dapat timbul dan
menyebabkan kerusakan terhadap pertumbuhan tanaman. Toksisitas ion Al
48. 77
merupakan problem utama pada tanah-tanah kritis, oleh karena itu arang dapat
digunakan sebagai solusi yang baik untuk meredamnya (Major et.al., 2009).
D. Pengikatan Air oleh Arang Sekam pada Tanah Pasir Pantai
Penambahan arang sekam pada media tumbuh akan menguntungkan karena
dapat memperbaiki sifat tanah di antaranya adalah mengefektifkan pemupukan
karena selain memperbaiki sifat fisik tanah (porositas, aerasi), arang sekam juga
berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara) yang dapat digunakan
tanaman ketika kekurangan hara, hara dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan
tanaman/slow release (Komarayati et al., 2003). Menurut Setyorini (2003), abu
sekam padi memiliki fungsi mengikat logam. Selain itu, abu sekam padi berfungsi
untuk menggemburkan tanah, sehingga bisa mempermudah akar tanaman
menyerap unsur hara. Indranada (1989), menjelaskan bahwa salah satu cara
memperbaiki media tanam yang mempunyai drainase buruk adalah dengan
menambahkan arang sekam pada media tersebut. Hal tersebut akan meningkatkan
berat volume tanah (bulk density), sehingga tanah banyak memilki pori-pori dan
tidak padat. Kondisi tersebut akan meningkatkan ruang pori total dan mempercepat
drainase air tanah (Kusuma et al., 2013).
Lahan pasir sangat minim akan bahan organik, hal tersebut yang
menyebabkan lahan pasir memiliki daya ikat air yang rendah, dan menyebabkan
perubahan suhu yang drastis. Banyaknya kendala tersebut, sering menjadi penyebab
utama terjadinya kegagalan dalam melakukan budidaya tanaman di lahan pasir
pantai (Setiawan et al., 2015). Tanah dapat diperbaiki dalam hal meningkatkan
49. 78
ketersediaan air bagi tanaman dengan cara memberikan kompos ataupun arang pada
tanah yang memiliki kemampuan menahan air yang rendah. Keuntungan pemberian
arang pada tanah sebagai soil conditioning (PKT) karena arang mempunyai
kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah,
meningkatkan pH tanah sehingga dapat merangsang dan memudahkan
pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman. Penggunaan kompos sangat baik
karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Kompos dapat
menggemburkan tanah, memperbaiki struktur tanah, serta komposisi
mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah terhadap air, dan menyimpan
air tanah lebih lama (Iqbal et al., 2012).
50. 79
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Kamis, 13 Oktober 2016 di Laboratorium
Agronomi dan Hortikultura dan Screen House Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman.
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tanah pasir pantai,
arang sekam, aram kayu, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, benih tanaman
jagung, dan air siraman. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah polibag,
timbangan, ember, penggaris, timbangan elektrik, alat tulis, dan lembar
pengamatan.
C. Prosedur Kerja
1. Pasir ditimbang sebanyak 5 kg. Tanah pasir yang dibutuhkan tersebut dapat
diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
VT = Luas permukaan x kedalaman akar
= π.r2 x 15 cm
= 3,14 (12,5)2 x 15
= 7359,375 cm3
BT = VT x BJI
= 7359,375 x 1,2
51. 80
= 8,831 kg
= 5 kg
2. Arang sekam dan arang kayu yang telah halus ditimbang tiap perlakuan dengan
taraf 0,625% dan 1,25% dari bobot tanah pasir dalam polibag. Dosis kedua
arang dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut:
a. Dosis 0,625%
y
haton/20
=
5
/69,120000.10 32
cmcmxxm
y
gr000.000.20
=
gr
cmgrcmxx
5000
/6,11020 38
y = 8
6
1032
1010000
x
x
y = 31,259 gr = 31 gr
Dosis arang sekam dan arang kayu dengan taraf 0,625% dari bobot tanah
masing-masing sebanyak 31,259 gram.
b. Dosis 1,25%
y
gr000.000.40
=
gr
cmgrcmxx
5000
/6,11020 38
y =
grx
grx
8
8
1032
102000
y = 62,5 gr
Dosis arang sekam dan arang kayu dengan taraf 1,25% dari bobot tanah
masing-masing sebanyak 62,5 gram.
3. Arang dicampurkan hingga merata dengan tanah pasir yang sudah disiapkan.
52. 81
4. Bibit/benih tanaman ditanam pada masing-masing polibag. Sebelum ditanami,
polibag disiram sampai kapasitas lapang.
5. Semua perlakuan diatur dengan rancangan lingkungan RAKL 5 ulangan, agar
pengamatan lebih mudah.
6. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman sejumlah air yang dibutuhkan.
7. Pengendalian OPT dilakukan secara insidentil.
8. Pengamatan dilakukan terhadap variabel pertumbuhan.
D. Rancangan Percobaan
Rancangan praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
Lengkap (RAKL) dengan tiga perlakuan, yaitu kontrol, arang sekam dan arang
kayu. Arang sekam terdiri dari AS1 (31 gr) dan AS2 (62 gr). Sedangkan, arang kayu
terdiri dari AK1 (31 gr) dan AK2 (62 gr). Pengulangan dilakukan 5 kali, sehingga
jumlah polibag percobaan adalah sebanyak 25 polibag, dengan denah sebagai
berikut:
I
II
III
IV
V
K AK1 AS1 AK1 AS2
AK2 AS1 AK1 AS2 K
AS1 AK1 AS2 K AK2
AK1 AS2 K AK2 AS1
AS2 K AK2 AS1 AK1
53. 82
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3.1. Hasil sidik ragam perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
No Variabel Hasil
1. Tinggi tanaman tn
2. Jumlah daun tn
3. Bobot basah tajuk tn
4. Bobot akar tn
5. Panjang akar tn
Keterangan: sn = sangat nyata, n = nyata, dan tn = tidak nyata
Kesimpulan: Perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot akar, dan panjang akar.
Tabel 3.2. Pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan tanaman jagung
Perlakuan Variabel
TT JD BBT BA PA
Kontrol 76,78 7,8 17,26 2,53 57,78
AK1 78,56 8,4 20,50 3,03 58,5
AK2 77,28 7,6 17,62 2,16 54,86
AS1 73,96 8 16,14 2,74 55,24
AS2 82,72 8,6 19,58 2,81 51,78
Keterangan: Angka yang diikuti huruf kecil (a,b) yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata setelah diuji menggunakan
DMRT (α = 0,05). TT = Tinggi tanaman, JD = Jumlah daun, BBT = Bobot basah
tajuk, BA = Bobot akar, dan PA = Panjang akar.
54. 83
B. Pembahasan
Secara umum arang adalah hasil pembakaran atau proses karbonisasi dari
bahan berlignoselulosa yang dikarbonisasi pada suhu 400-500oC dan keaktifannya
masih rendah, serta mengandung karbon yang berbentuk padat dan berpori. Arang
yang dihasilkan pada suhu 400-5000C, sebagian besar porinya masih tertutup
dengan hidrokarbon dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu,
air, nitrogen, dan sulfur. Jika arang ini diproses lebih lanjut pada suhu 700-9000C
akan menjadi arang aktif dan mempunyai pori lebih terbuka dengan permukaan
yang relatif bersih dari senyawa hidrokarbon (Gusmailina et al., 2015).
Gusmailina et al. (2015) juga menjelaskan bahwa arang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai penyerap dan pelepas unsur hara (pupuk) dalam
bidang kesuburan tanah karena memiliki luas permukaan yang besar dan kurang
lebih sama dengan koloid tanah. Penggunaan arang sebagai pembangun kesuburan
lahan di bidang pertanian, perkebunan maupun kehutanan lebih difokuskan kepada
arang yang bahan bakunya berasal dari limbah. Komposisi arang umumnya terdiri
dari air, volatile matter tar dan cuka kayu, abu, dan karbon terikat. Komposisi
tersebut tergantung dari jenis bahan baku, dan metode pengarangan, namun tetap
memiliki keunggulan komparatif pada setiap penggunaan.
Berdasarkan hasil analisis ragam (ANOVA) pada setiap variabel pengamatan
pada praktikum ini, perlakuan arang kayu maupun arang sekam tidak memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot akar, dan
panjang akar. Hal tersebut diduga karena faktor lingkungan yang digunakan kurang
mendukung dalam pelaksanaan praktikum ini, seperti rusaknya atap Green House
55. 84
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, sehingga hujan mudah masuk
ke dalam Green House dan jatuh menumbuk objek praktikum, yaitu tanaman
jagung pada polibag. Akibatnya, pasir mudah tererosi dan arang juga hilang karena
hujan tersebut. Jamilah (2003) menjelaskan bahwa tanah yang bertekstur pasir
tinggi memiliki struktur lepas, porositas aerasi besar, dan permeabilitas cepat.
Selain itu kadar lempung dan bahan organik rendah, menyebabkan kapasitas
menahan air dan unsur hara rendah, agregasi lemah, kemantapan agregat rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa tanah ini mudah mengalami dispersi apabila
mengalami tumbukan air hujan, dan mengakibatkan tanah ini mudah tererosi.
Pada variabel pengamatan tinggi tanaman, diperoleh tanaman tertinggi yaitu
pada perlakuan AS2 = 82,72. Sedangkan tanaman terpendek yaitu pada perlakuan
AS1 = 73,96. Jumlah daun tertinggi yaitu pada perlakuan AS2 = 8,6. Sedangkan
jumlah daun terendah yaitu pada perlakuan AK2 = 7,6. Bobot basah tajuk tertinggi
yaitu pada perlakuan AK1 = 20,504. Sedangkan bobot basah tajuk terendah yaitu
pada perlakuan AS1 = 16,146. Akar terpanjang yaitu pada perlakuan AK1 = 58,5.
Sedangkan akar terpendek yaitu pada perlakuan AS2 = 51,78. Bobot akar tertinggi
yaitu pada perlakuan AK1 = 3,028. Sedangkan bobot akar terendah yaitu pada
perlakuan AK2 = 2,158.
56. 85
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian arang sebagai pembenah tanah pada lahan marginal adalah dengan
mencampur arang yang telah halus dengan tanah pasir hingga merata.
Banyaknya arang yang diberikan disesuaikan dengan perlakuan yang akan
digunakan.
2. Perlakuan arang pada praktikum ini tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah tajuk, bobot akar, dan
panjang akar. Hal tersebut diduga adanya faktor lingkungan yang
mempengaruhinya, seperti atap Green House yang rusak.
B. Saran
Fasilitas yang digunakan harus dalam keadaan yang baik dan mendukung
praktikum agar tidak terjadi penyimpangan data hasil praktikum.
57. 86
DAFTAR PUSTAKA
Gusmailina et al. 2015. Membangun Kesuburan Lahan dengan Arang. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor.
Indranada, H.K. 1989. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara, Jakarta.
Iqbal et al. 2012. Aspek teknologi dan analisis kelayakan pengelolaan serasah tebu
pada perkebunan tebu lahan kering. J. Keteknikan Pertanian. 26(1): 18-23.
Jamilah, S. 2003. Pengaruh pemberian pupuk kandang dan kelengasan terhadap
perubahan bahan organik dan nitrogen total entisol. Jurnal Universitas
Sumatera Utara.
Komarayati S., et al. 2003. Pengembangan Penggunaan Arang untuk Rehabilitasi
Lahan. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 4(1).
Kusuma, A.D. et al. .2013. Pengaruh penambahan arang dan abu sekam dengan
proporsi yang berbeda terhadap permeabilitas dan porositas tanah liat serta
pertumbuhan kacang hijau (Vigna radiata L). Buletin Anatomi dan Fisiologi.
21(1): 1-9.
Major, J. et al. 2009. Biochar effects on nutrient leaching. In: J. Lehmann and S.
Joseph (eds), Biochar for environmental management. Earthscan publisher.
Mukhid, S. 2005. Pengaruh pemberian lapisan lempung terhadap peningkatan
lengas tanah pada lahan berpasir. J.Trop. 2(1): 13-18.
Riadi, Y.A. et al. 2013. Pengaruh Komposisi Media Tanam dan Pupuk Organik
Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Hijau. Artikel Ilmiah.
Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Saputro, T.E. 2015. Agriculture Research Center di lahan pasir pantai baru
Yogyakarta (dengan pendekatan Green Architecture). J. Pertanian. 2(2): 214-
220.
Setiawan, A.N. et al. 2015. Sistem pengelolaan lahan pasir pantai untuk
pengembangan pertanian. Jurnal Ilmu Pertanian. 3(4): 24-31.
Setyorini et al. 2003. Penelitian Peningkatan Produktivitas Lahan melalui
Teknologi Pertanian Organik. Laporan Bagian Proyek Penelitian
Sumberdaya Tanah dan Pengkajian Teknologi Pertanian partisipatif
Supriyanto dan Fiona. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki
pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba(Roxb.) Miq) pada media
subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. 1(1): 24–28.
58. 87
LAMPIRAN
Lampiran 3.1. Dokumentasi praktikum Acara III
Gambar 3.1 Persiapan media tanam
Gambar 3.2 Pencampuran arang dengan media tanam
Gambar 3.3 Penanaman benih jagung
Gambar 3.4 Destruksi