Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
Suksesi = Succesion
Susesi dalam Hukum Internasional adalah
Peralihan hak dan kewajiban intenasional, baik dari negaraatau pemerintah lama ke pemerintah baru. Contoh perubahan kekuasaan territorial Uni Soviet yang dibagi atasbeberapa Negara lain seperti Rusia, Estonia,Ukraina dan yang lainnya. Atau bias juga tidak jauh dari Indonesiayakni suksesi Negara Timor Leste. Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa suksesi atau seccesion yakni membahas mengenai kedaulatan yang sebelumnya dimiliki, dan hak serta kewajiban baru Negara tersebut. Serta sejauh manahal tersebut dimiliki suatu Negara yang digantikan dan yang tergantikan.
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Tugas Suksesi Negara dan Kapasitas Internasional Fenti Anita SariFenti Anita Sari
Suksesi = Succesion
Susesi dalam Hukum Internasional adalah
Peralihan hak dan kewajiban intenasional, baik dari negaraatau pemerintah lama ke pemerintah baru. Contoh perubahan kekuasaan territorial Uni Soviet yang dibagi atasbeberapa Negara lain seperti Rusia, Estonia,Ukraina dan yang lainnya. Atau bias juga tidak jauh dari Indonesiayakni suksesi Negara Timor Leste. Dari kasus tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa suksesi atau seccesion yakni membahas mengenai kedaulatan yang sebelumnya dimiliki, dan hak serta kewajiban baru Negara tersebut. Serta sejauh manahal tersebut dimiliki suatu Negara yang digantikan dan yang tergantikan.
Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
Hukum Kelurga Mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga . Yang termasuk dalam hukum keluarga adalah peraturan perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua dan peraturan perwalian
Hukum Kelurga Mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga . Yang termasuk dalam hukum keluarga adalah peraturan perkawinan, peraturan kekuasaan orang tua dan peraturan perwalian
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Pencegahan perkawinan
1. Pencegahan Perkawinan
1. Tujuan
Untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang oleh hukum Islam dan peraturan
perundang-undangan
2. Syarat
a. Apabila calon suami atau isteri tidak memenuhi syarat-syarat hukum Islam dan
perundang-undangan.
b. Apabila calon mempelai tidak sekufu karena perbedaan agama
3. Pihak yang dapat melakukan pencegahan
a. Keluarga garis lurus ke atas dan ke bawah.
b. Saudara.
c. Wali nikah.
d. Wali pengampu.
e. Suami atau isteri (lain) yang masih terikat perkawinan dengan calon suami atau isteri
tersebut.
f. Pejabat pengawas perkawinan.
4. Prosedur pencegahan.
a. Pemberitahuan kepada PPN setempat.
b. Mengajukan permohonan pencegahan ke Pengadilan Agama setempat.
c. PPN memberitahukan hal tersebut kepada calon mempelai.
1. Akibat hukum: perkawinan tidak dapat dilangsungkan, selama belum ada pencabutan
pencegahan perkawinan.
2. Cara pencabutan dengan menarik kembali permohonan pencegahan perkawinan pada
Pengadilan Agama oleh yang mencegah dan dengan putusan Pengadilan Agama.
3. PPN tidak boleh melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan walaupun
tidak ada pencegahan perkawinan, jika ia mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan
Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, 9,10 atau 12 UUP.
2. � Penolakan Perkawinan
a. Penolakan dilakukan oleh PPN, apabila PPN berpendapat bahwa terhadap perkawinan
tersebut terdapat larangan menurut UUP.
b. Acara :
1) Atas permintaan calon mempelai, PPN mengeluarkan surat keterangan tertulis tentang
penolakan tersebut disertai dengan alasannya.
2) Calon mempelai tersebut berhak mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (wilayah
PPN tersebut) dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut untuk memberikan.
3) Pengadilan Agama akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan
ketetapan berupa : menguatkan penolakan tersebut atau memerintahkan perkawinan tersebut
dilangsungkan.
B. Pembatalan Perkawinan
Ketentuan Pasal 22 UUP menyatakan bahwa: �Perkawinan dapat dibatalkan apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan� Dalam
Penjelasan Pasal 22 disebutkan bahwa pengertian �dapat� pada pasal ini diartikan bisa
batal atau bisa tidak batal, bilamana menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing
tidak menentukan lain. Dengan demikian, jenis perkawinan di atas dapat bermakna batal
demi hukum dan bisa dibatalkan.
Lebih lanjut menurut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 3 Tahun 1975
ditentukan bahwa �Apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat
larangan menurut hukum munakahat atau peraturan perundang-undanagan tentang
perkawinan, maka Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan�.
1. Perkawinan dapat dibatalkan (Pasal 71 - 76 KHI), apabila:
a) Suami melakukan poligami tanpa ijin dari Pengadilan Agama.
b) Perempuan yang dinikahi ternyata masih menjadi isteri pria lain yang mafqud.
c) Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.
d) Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan.
e) Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak..
3. f) Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.
2. Perkawinan batal (Pasal 70) apabila:
a) Seorang suami melakukan poligami padahal dia sudah mempunyai 4 orang isteri, sekalipun
salah satu dari keempat isteri tersebut sedang dalam iddah talak raj�i.
b) Menikahi kembali bekas isteri yang telah di li �an.
c) Menikahi bekas isterinya yang telah ditalak tiga kali (kecuali ?).
d) Perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan susuan.
e) Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isterinya.
3. Pembatalan perkawinan karena adanya ancaman, pempuan atau salah sangka. Suami atau
isteri dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila:
a) Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.
b) Pada waktu dilangsungkan perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri
suami atau isterinya.
c) Bila ancaman telah terhenti atau yang bersalah sangka menyadari keadaannya, dan dalam
waktu 6 bulan setelah itu tetap hidup sebagai suami isteri dan tidak menggunakan haknya,
maka haknya menjadi gugur.
4. Pihak yang dapat mengajukan pembatalan:
a) Pihak keluarga suami atau isteri dalam garis lurus ke atas dan ke bawah.
b) Suami atau isteri
c) Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan.
d) Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacad pada rukun dan syarat
perkawinan menurut hukum.
5. Acara pembatalan perkawinan
Permohonan pembatalan diajukan ke Pengadilan Agama dimana suami atau isteri bertempat
tinggal atau di tempat perkawinan dilangsungkan.
6. Akibat hukum
a) Pembatalan perkawinan berarti adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa
perkawinan yang dilaksanakan adalah tidak sah. Akibat hukum dari pembatalan tersebut
4. adalah bahwa perkawinan tersebut menjadi putus dan bagi para pihak yang dibatalkan
perkawinannya kembali ke status semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah
ada dan para pihak tersebut tidak mempunyai hubungan hukum lagi dengan kerabat dan
bekas suami maupun isteri.
b) Batalnya perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan
hukum telap, tetapi berlaku surut sejak saat berlangsungnya perkawinan.
c) Keputusan pembatalan tidak berlaku surut terhadap :
� Perkawinan yang batal karena suami atau isteri murtad;
� Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;
� Pihak ketiga yang mempunyai hak dan beritikad baik.;
� Batalnya perkawinan tidak memutus hubungan hukum anak dengan orang tua.
d) Perbedaan dengan perceraian dalam hal akibat hukum :
(1) Keduanya menjadi penyebab putusnya perkawinan, tetapi dalam perceraian bekas suami atau
isteri tetap memiliki hubungan hukum dengan mertuanya dan seterusnya dalam garis lurus ke
atas, karena hubungan hukum antara mertua dengan menantu bersifat selamanya.
(2) Terhadap harta bersama diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
bermusyawarah mengenai pembagiannya karena dalam praktik tidak pernah diajukan ke
persidangan dan di dalam perundang-undangan hal tersebut tidak diatur.