saya tidak mengharapkan apa2 dari saudara, saya hanya minta doa anda untuk mendoakan saya, semoga Allah azza Wa Jalla menggolongkan saya mnjadi orang - orang Mu'min yg diberi Kenikmanatan Iman
saya tidak mengharapkan apa2 dari saudara, saya hanya minta doa anda untuk mendoakan saya, semoga Allah azza Wa Jalla menggolongkan saya mnjadi orang - orang Mu'min yg diberi Kenikmanatan Iman
Disampaikan pada Pembekalan dan Knowledge Sharing bagi Agen Perubahan Kementerian ESDM RI
Jakarta, 21 April 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
Disampaikan pada Pembekalan dan Knowledge Sharing bagi Agen Perubahan Kementerian ESDM RI
Jakarta, 21 April 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
1. Pembantaian Rawagede
Oleh:
Afif Reza Firmanda (XI MIA 4/17)
Aprillia Hasna Dewi K (XI MIA 4/19)
Bagas Prawira Indrajati (XI MIA 4/ 22)
Desti Mentari S L P (XI MIA 4/24)
2. Pembantaian Rawagede
Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk
Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta,
Karawang), di antara Karawang dan Bekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal
9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431
penduduk menjadi korban pembantaian ini.
Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke
arah Karawang. Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang
dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil.
Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan pembersihan.
Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede dibunuh tanpa
alasan jelas. Peristiwa dikira menjadi inspirasi dari sajak terkenal Chairil
Anwar berjudul Antara Karawang dan Bekasi, namun ternyata dugaan
tersebut tidak terbukti.
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan
pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi
bagi korban dan keluarganya
3. Tokoh- Tokoh
1. Lukas Kustaryo
Lahir di Magetan, Jawa Timur, 20 Oktober 1920. Terkenal
sebagai pejuang gagah berani dan banyak akal. Suka menyabotase
kereta api milik pasukan Belanda. Menjadi Komandan Kompi Siliwangi
Karawang-Bekasi saat Peristiwa Rawagede terjadi. Aksinya membajak
kereta bermuatan senjata Belanda membuatnya menjadi sasaran
utama pasukan Belanda
4. Tokoh- Tokoh
2.Mayor Alphonse Jean Henri Fons Wijnen
Lahir di Belgia, 7 Juni 1912. Bergabung bersama KNIL saat
Perang Kemerdekaan Indonesia. Bertanggung jawab atas
Peristiwa Rawagede. “Direkomendasikan” untuk dieksekusi
oleh Jendral Spoor, tetapi dapat lepas dari eksekusi mati
6. Jalannya Peristiwa
Di Jawa Barat, sebelum Perjanjian Renville ditandatangani, tentara Belanda dari Divisi
1 yang juga dikenal sebagai Divisi 7 Desember melancarkan pembersihan unit pasukan TNI dan
laskar-laskar Indonesia yang masih mengadakan perlawanan terhadap Belanda. Pasukan Belanda
yang ikut ambil bagian dalam operasi di daerah Karawang adalah Detasemen 3-9 RI, pasukan para
(1e para compagnie) dan 12 Genie veld compagnie, yaitu brigade cadangan dari pasukan para dan
DST (Depot Speciaale Troepen).
Dalam operasinya di daerah Karawang, tentara Belanda memburu Kapten Lukas
Kustario, komandan kompi Siliwangi - kemudian menjadi Komandan Batalyon Tajimalela/Brigade
II Divisi Siliwangi - yang berkali-kali berhasil menyerang patroli dan pos-pos militer Belanda. Di
wilayah Rawagede juga berkeliaran berbagai laskar, bukan hanya pejuang Indonesia namun juga
gerombolan pengacau dan perampok.
Pada 9 Desember 1947, sehari setelah perundingan Renville dimulai, tentara Belanda
di bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan menggeledah setiap rumah.
Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun. Mereka kemudian memaksa seluruh
penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang. Penduduk
laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang keberadaan para
pejuang Republik.Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat persembunyian para
pejuang tersebut.
7. Lanjutan….
Pemimpin tentara Belanda kemudian memerintahkan untuk menembak mati semua
penduduk laki-laki, termasuk para remaja belasan tahun. Beberapa orang berhasil melarikan diri
ke hutan, walaupun terluka kena tembakan. Saih, kini berusia 83 tahun menuturkan bahwa dia
bersama ayah dan para tetangganya sekitar 20 orang jumlahnya disuruh berdiri berjejer. Ketika
tentara Belanda memberondong dengan senapan mesin –istilah penduduk setempat: "didrèdèt"-
ayahnya yang berdiri di sampingnya tewas kena tembakan, dia juga jatuh kena tembak di tangan,
namun dia pura-pura mati. Ketika ada kesempatan, dia segera melarikan diri. Tanpa ada
pengadilan, tuntutan ataupun pembelaan. Seperti di Sulawesi Selatan, tentara Belanda di
Rawagede juga melakukan eksekusi di tempat (standrechtelijke excecuties), sebuah tindakan yang
jelas merupakan kejahatan perang. Diperkirakan korban pembantaian lebih dari 431 jiwa, karena
banyak yang hanyut dibawa sungai yang banjir karena hujan deras.
Hujan yang mengguyur mengakibatkan genangan darah membasahi desa tersebut.
Yang tersisa hanya wanita dan anak-anak. Keesokan harinya, setelah tentara Belanda
meninggalkan desa tersebut, para wanita menguburkan mayat-mayat dengan peralatan
seadanya. Seorang ibu menguburkan suami dan dua orang putranya yang berusia 12 dan 15
tahun. Mereka tidak dapat menggali lubang terlalu dalam, hanya sekitar 50 cm saja. Untuk
pemakaman secara Islam, yaitu jenazah ditutup dengan potongan kayu, mereka terpaksa
menggunakan daun pintu, dan kemudian diurug tanah seadanya, sehingga bau mayat masih
tercium selama berhari-hari.
Hari itu tentara Belanda membantai 431 penduduk
8. Pemeriksaan Pengadilan
Tujuh janda korban pembantaian, satu anak
perempuan korban, dan seorang lelaki penyintas
(survivor) lantas menggugat pemerintah Belanda atas
kejadian pada tahun 1947 itu. Jaksa pemerintah Belanda
berpendapat tuntutan mereka kadaluwarsa.
Namun, pengadilan Den Haag pada 14 September
2012 menyatakan pemerintah Belanda bersalah dan
harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda
diperintahkan membayar kompensasi bagi korban dan
keluarganya. kompensasi berupa sejumlah uang masing-masing
1 miliar rupiah.