Peraturan ini mengatur pedoman perizinan usaha perkebunan yang mencakup jenis izin, syarat permohonan, tata cara permohonan, kemitraan, perubahan luas lahan dan jenis tanaman, serta pengawasan.
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
“PERKEMBANGAN TORA YANG BERASAL
DARI KAWASAN HUTAN”
DISAMPAIKAN OLEH:
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PADA RAPAT KERJA NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Yogyakarta, 27- 28 Februrai 2020.
NAWACITA RPJMN 2015-2019 dan Dilanjutkan RPJMN 2020-2024.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset
(teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha) • Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman
rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan seluas 12,7 juta ha.
KETERANGAN
a) Kriteria 1 masih menunggu PP untuk menarik 20% (429.358 ha) di
lokasi pelepasan.
b) Kriteria 2 (938.878 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
c) Kriteria 3 (39.229 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
d) Kriteria 4 sudah dikeluarkan SK Pelepasan (264.578,31 ha) clear
jadi APL, tindak lanjut legalisasi dan reditribusi oleh BPN (Sudah
terbit sertifikat sebanyak 16.340 bidang untuk 6.515 KK pada 41
lokasi)
e) Kriteria 5,6, dan 7 terdiri dari :
1. Data Realisasi Tata Batas 2014 sd 2018 seluas 307.516 ha (clear jadi APL)
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN.
2. Realisasi perubahan kawasan hutan dalam rangka RTRWP Kaltim (16.503
ha), Kepri (207.000 ha), Sulsel (72.558 ha), 296.061 ha. (clear jadi APL),
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN
6 3. Adendum IUPHHK 34.134 ha (clear jadi APL), tindak
lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN. 4. Adendum IUPHHK 16.895 ha (Kawasan Hutan), tindak lanjut
Perhutanan Sosial. 5. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 109.960,4 ha
(perubahan batas) 6. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 69.176,5 ha
(perhutanan sosial) 7. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 94.702 ha
(perubahan batas) 8. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 56.503,5 ha
(perhutanan sosial)
Pendahuluan.
Pada era 1960 sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) , Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek.
Untuk mengetahui perubahan tersebut dibawah ini adalah sejarah kelembagaan Badan Pertanahan Nasional :
Tahun 1960 – 1970 :
– Tahun 1960 – 1963
Pada awal berlakunya UUPA, semua bentuk peraturan tentang pertanahan termasuk Peraturan Pemerintah masih di keluarkan oleh Presiden dan Menteri Muda Kehakiman. kebijakan itu ditempuh oleh pemerintah karena pada saat itu Indonesia masih mengalami masa transisi.
– Tahun 1963
tahun ketiga sejak berlakunya uupa,dibentuklah sebuah departemen pertanian dan agraria yang dipimpin oleh sadjarwo, S.H. pada saat itu pertanian dan agraria masih dalam satu naungan menteri pertanian dan agraria.
– tahun 1965
pada tahun 1965 agraria dipisah dan dijadikan sebagai lembaga yang terpisah dari naungan menteri pertanian dan pada saat itu menteri agraria dipimpin oleh R.Hermanses. S.H
– tahun 1968
Pada tahun 1968 secara kelembagaan mengalami perubahan.pada saat itu dimasukan dalam bagian departemen dalam negeri dengan nama direktorat jenderal agraria. selama periode 1968 – 1990 tetap bertahan tanpa ada perubahan secara kelembagaan begitupula dengan peraturan yang diterbitkan.
Tahun 1990 – 2000
– tahun 1990
pada periode ini kembali mengalami perubahan.agraria dipisah dan dijadikan sebagai lembaga tersendiri dengan nama menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal terbentuknya badan pertanahan nasional.
– tahun 1998
Pada tahun ini masih menggunakan format yang sama dengan nama Menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional.perubahan yang terjadi hanya pada puncuk pimpinan saja yakni Ir.Soni Harsono diganti dengan Hasan Basri Durin.
Tahun 2000 – 2010
– tahun 2002 – 2005
tahun 2002 kemudian mengalami perubahan yang sangat penting.pada saat itu badan pertanahan nasional dijadikan sebagai lembaga Negara.kedudukannya sejajar dengan kementerian.pada awal terbentuknya BPN RI dipimpin oleh Prof.Lutfi I.Nasoetion, MSc.,Ph.D
– tahun 2005 – 2010
pada tahun 2005 sampai saat ini BPN RI yang dipimpin oleh Joyo Winoto, Ph.D. dalam kurun waktu lima tahun tidak terjadi perubahan kelembagaan sehingga tetap pada format yang sebelumnya.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
DRAF PERATURAN PERUSAHAAN:
Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan, Jam Kerja, Gaji/Upah, Lembur, Penerimaan dan Penempatan Karyawan, PHK, Tata Tertib Perusahaan, Sanksi, Larangan Karyawan, Tunjangan Karyawan, dll.
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur
penguasaan, pemilikian, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui
Penataan Aset dan disertai dengan Penataan Akses
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Perkembangan tora yang berasal dari kawasan hutanAdi Pujakesuma
“PERKEMBANGAN TORA YANG BERASAL
DARI KAWASAN HUTAN”
DISAMPAIKAN OLEH:
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PADA RAPAT KERJA NASIONAL LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Yogyakarta, 27- 28 Februrai 2020.
NAWACITA RPJMN 2015-2019 dan Dilanjutkan RPJMN 2020-2024.
Tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset
(teridentifikasi kawasan hutan yang akan dilepaskan sedikitnya sebanyak 4,1 juta ha) • Meningkatnya akses masyarakat untuk mengelola hutan melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman
rakyat, hutan adat dan hutan rakyat serta kemitraan seluas 12,7 juta ha.
KETERANGAN
a) Kriteria 1 masih menunggu PP untuk menarik 20% (429.358 ha) di
lokasi pelepasan.
b) Kriteria 2 (938.878 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
c) Kriteria 3 (39.229 ha) masih perlu ditindaklanjut dengan
permohonan daerah sesuai Permenko.
d) Kriteria 4 sudah dikeluarkan SK Pelepasan (264.578,31 ha) clear
jadi APL, tindak lanjut legalisasi dan reditribusi oleh BPN (Sudah
terbit sertifikat sebanyak 16.340 bidang untuk 6.515 KK pada 41
lokasi)
e) Kriteria 5,6, dan 7 terdiri dari :
1. Data Realisasi Tata Batas 2014 sd 2018 seluas 307.516 ha (clear jadi APL)
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN.
2. Realisasi perubahan kawasan hutan dalam rangka RTRWP Kaltim (16.503
ha), Kepri (207.000 ha), Sulsel (72.558 ha), 296.061 ha. (clear jadi APL),
tindak lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN
6 3. Adendum IUPHHK 34.134 ha (clear jadi APL), tindak
lanjut legalisasi dan redistribusi oleh BPN. 4. Adendum IUPHHK 16.895 ha (Kawasan Hutan), tindak lanjut
Perhutanan Sosial. 5. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 109.960,4 ha
(perubahan batas) 6. SK Penyelesaian Pola PPTKH 74 Kabupaten 69.176,5 ha
(perhutanan sosial) 7. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 94.702 ha
(perubahan batas) 8. SK Penyelesaian Pola PPTKH 56 Kabupaten 56.503,5 ha
(perhutanan sosial)
Pendahuluan.
Pada era 1960 sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) , Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek.
Untuk mengetahui perubahan tersebut dibawah ini adalah sejarah kelembagaan Badan Pertanahan Nasional :
Tahun 1960 – 1970 :
– Tahun 1960 – 1963
Pada awal berlakunya UUPA, semua bentuk peraturan tentang pertanahan termasuk Peraturan Pemerintah masih di keluarkan oleh Presiden dan Menteri Muda Kehakiman. kebijakan itu ditempuh oleh pemerintah karena pada saat itu Indonesia masih mengalami masa transisi.
– Tahun 1963
tahun ketiga sejak berlakunya uupa,dibentuklah sebuah departemen pertanian dan agraria yang dipimpin oleh sadjarwo, S.H. pada saat itu pertanian dan agraria masih dalam satu naungan menteri pertanian dan agraria.
– tahun 1965
pada tahun 1965 agraria dipisah dan dijadikan sebagai lembaga yang terpisah dari naungan menteri pertanian dan pada saat itu menteri agraria dipimpin oleh R.Hermanses. S.H
– tahun 1968
Pada tahun 1968 secara kelembagaan mengalami perubahan.pada saat itu dimasukan dalam bagian departemen dalam negeri dengan nama direktorat jenderal agraria. selama periode 1968 – 1990 tetap bertahan tanpa ada perubahan secara kelembagaan begitupula dengan peraturan yang diterbitkan.
Tahun 1990 – 2000
– tahun 1990
pada periode ini kembali mengalami perubahan.agraria dipisah dan dijadikan sebagai lembaga tersendiri dengan nama menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional yang kemudian dipimpin oleh Ir.Soni Harsono. pada saat itu terjadi perubahan yang signifikan karena merupakan awal terbentuknya badan pertanahan nasional.
– tahun 1998
Pada tahun ini masih menggunakan format yang sama dengan nama Menteri Negara agraria/badan pertanahan nasional.perubahan yang terjadi hanya pada puncuk pimpinan saja yakni Ir.Soni Harsono diganti dengan Hasan Basri Durin.
Tahun 2000 – 2010
– tahun 2002 – 2005
tahun 2002 kemudian mengalami perubahan yang sangat penting.pada saat itu badan pertanahan nasional dijadikan sebagai lembaga Negara.kedudukannya sejajar dengan kementerian.pada awal terbentuknya BPN RI dipimpin oleh Prof.Lutfi I.Nasoetion, MSc.,Ph.D
– tahun 2005 – 2010
pada tahun 2005 sampai saat ini BPN RI yang dipimpin oleh Joyo Winoto, Ph.D. dalam kurun waktu lima tahun tidak terjadi perubahan kelembagaan sehingga tetap pada format yang sebelumnya.
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No 18 Tahun 2021Leks&Co
Hukum Pertanahan Pasca UU Cipta Kerja PP No. 18/2021
Outline
Hak Pengelolaan
Tanah Reklamasi
Hak Atas Tanah
Hak Guna Usaha
Hak Guna Bangunan
Hak Pakai
Pembatalan Hak atas Tanah
Satuan Rumah Susun
Properti untuk Orang Asing
Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pendaftaran Tanah secara Elektronik
Kawasan dan Tanah Telantar
HPL
Ketentuan mengenai HPL diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (“PP No. 18/2021”)
Sejarah Pengaturan HPL
Sebelum ditetapkannya PP No. 18/2021, ketentuan mengenai HPL disinggung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah (“PP No. 40/1996”) dan berbagai aturan lain
HPL didefinisikan PP No. 40/1996 sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.
Ketentuan mengenai subjek HPL serta tata cara permohonan dan pemberiannya diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999 Tentang Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan (“Permenag No. 9/1999”)
PP No. 18/2021 juga memberikan definisi HPL sebagai hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL dapat berasal dari (i) tanah negara dan (i) tanah ulayat.
HPL di atas tanah negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan tanah
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
DRAF PERATURAN PERUSAHAAN:
Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan, Jam Kerja, Gaji/Upah, Lembur, Penerimaan dan Penempatan Karyawan, PHK, Tata Tertib Perusahaan, Sanksi, Larangan Karyawan, Tunjangan Karyawan, dll.
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Perjanjian Usaha Bersama ini berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hubungan kerja sama untuk mendirikan dan menjalankan suatu usaha bersama dalam bentuk persekutuan perdata, yaitu dengan cara memasukan modal (inbreng) dan membagi keuntungan yang terjadi karenanya.
Download Full Version (Format MS Word DOC.): http://www.legalakses.com/contoh-contoh-surat-perjanjian-2/
Draf Perjanjian Kerja ini berisi ketentuan yang mengatur tentang hubungan kerja antara Perusahaan dan Karyawan. Di dalamnya mengatur tentang:
- Hak dan Kewajiban Perusahaan dan Karyawan
- Waktu Kerja
- Istirahat Kerja, Libur Kerja dan Cuti
- Upah dan Tunjangan
- Kerja Lembur
- Jaminan Kesejahteraan Karyawan
- PHK dan kompensasinya
- Pengunduran Diri Karyawan
- Tata Tertib dan Sanksi
- Dll
File Draf Perjanjian Kerja ini disusun dalam format MS Word Document dan dapat dimodifikasi serta digunakan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan hukum pengguna.
Download selengkapnya draf Perjanjian Kerja ini di:
http://legalakses.com/contoh-surat-perjanjian-kerja-untuk-waktu-tidak-tertentu-pkwt/
Izin lokasi dan izin pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau pulau ...Didi Sadili
Saat ini, baik masyarakat maupun korporasi banyak yang berminat untuk memanfaatkan ruang perairan di wilayah pesisir dan pulau pulau kecil. baik untuk tujuan ekonomi, reklamasi, edukasi dll. Slide ini berusaha untuk menerangkan bagaimana perizinannya yang harus ditempuh.
Syarat perpanjangan jangka waktu hak guna usahaadiputrafauzi
Syarat perpanjangan jangka waktu hak guna usaha sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha jo. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2017 tentang Standar Pelayanan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor.PDFRajaclean
Jasa Cuci Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Jakarta Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Kulit Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Panggilan Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Di Rumah Bogor Barat Bogor, Jasa Cuci Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor, Cuci Sofa Fabric Bogor Barat Bogor, Laundry Sofa Terdekat Bogor Barat Bogor,
Jasa cuci sofa kini semakin diminati karena kepraktisannya. Dengan menggunakan jasa ini, Anda tidak perlu repot mencuci sofa sendiri. Profesional dalam bidang ini dilengkapi dengan peralatan modern yang mampu membersihkan sofa hingga ke serat terdalam, menghilangkan kotoran dan bakteri yang tidak terlihat.
ORDER https://wa.me/6282186148884 , Pelita Mas adalah perusahaan yang bergerak di bidang Industri Beton dan Paving Block. Paving Untuk Taman, Pelita Mas Paving Block, Pengunci Paving, Pengunci Paving Block, Pinggiran Paving.
Temukan keindahan luar biasa dalam taman paving kami yang eksklusif. Dengan desain yang elegan dan tahan lama, taman paving kami menciptakan ruang luar yang memikat. Pilihlah kualitas terbaik untuk keindahan yang abadi. Jual taman paving, wujudkan taman impian Anda hari ini!
Kami melayani pengiriman ke area Kota Malang dan Kota Batu. Kami Juga melayani Berbagai Macam Pemesanan Genteng Beton dan Paving Block dalam jumlah Besar untuk keperluan Perumahan, Perkantoran, Villa, Gedung, Pembangunan Kampus, Masjid, dan lainnya.
Produk yang kami produksi terdiri dari :
1. Genteng Beton Multiline
2. Genteng Beton Urat Batu
3. Genteng Beton Royal
4. Genteng Beton Vertical
5. Wuwung Genteng
6. Paving ukuran 20x20, 10,5x21, Diagonal
7. Kanstin dan Topi Uskup
8. Pagar Panel
9. Paving Corso 50x50
10. Paving Grass Block Lubang
Untuk informasi lebih lanjut serta pemesanan, hubungi :
Pabrik Genteng Beton dan Paving Pelita Mas
Jl Raya Tlogowaru No 41, Tajinan, Kedungkandang, Malang
Hub kami via whatsapp
https://wa.me/6282186148884
Hub kami via whatsapp
https://wa.me/6282186148884
Lokasi Pabrik kami
https://maps.app.goo.gl/bmDrQ87yF6gQvHnf8
ppt metodologi penelitian bisnis digital Al faizAlfaiz21
Perkembangan teknologi saat ini telah memasuki segala bidang atau aspek, kita diperhadapkan dengan berbagai teknologi salah satunya pada investasi atau trading secara real-time. Salah satu bidang investasi yang cukup populer saat ini adalah perdagangan valuta asing atau Foreign Exchange (Forex). Pasar Foreign Exchange (forex) adalah inter-bank atau inter-dealer yang didirikan pada tahun 4971 ketika nilai tukar mengambang (floating rate) mulai diberlakukan. Tingginya minat dan ketertarikan masyarakat dunia terhadap dunia valuta asing atau forex (foreign exchange) meningkat cukup drastis dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat kita lihat dari data statistik yang diolah oleh BIS (Bank for International Settlement), yang mana menunjukkan data turnover foreign exchange market dari tahun 2001 yang hanya berkisar 1.239 billion menjadi 5.067 billion di tahun 2016 (Bank of International Settlement, 2016).
Forex merupakan sebuah investasi yang tergolong high risk dan high return investment program. Sebuah investasi yang memiliki risiko tinggi, tentu timbal baliknya juga profit yang tinggi, jadi kedua sisi, baik itu profit maupun risiko ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Investasi menempatkan modal pada suatu perusahaan atau aset dengan harapan menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Dalam berinvestasi, harapan utama investor adalah memperoleh keuntungan dari transaksi yang dilakukannya. Transaksi yang dilakukan di Pasar Forex adalah antara dua pihak yang sepakat untuk melakukan perdagangan melalui fasilitas telepon atau electronic network sehingga investor dan pihak perusahaan tidak harus bertemu secara langsung untuk bertransaksi kecuali ketika penyerahan modal. Dalam melakukan investasi tersebut setiap perusahaan umumnya akan berusaha agar perluasannya dapat berkembang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Forex, atau Foreign Exchange, adalah pasar global untuk perdagangan mata uang yang merupakan yang terbesar dan paling likuid di dunia, dengan volume perdagangan harian mencapai triliunan dolar. Pasar ini beroperasi 24 jam sehari melalui jaringan komputer global yang melibatkan bank, pialang, institusi, dan individu. Di forex, mata uang diperdagangkan berpasangan, seperti EUR/USD, dan nilai tukar mata uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar bebas. Trader forex menggunakan analisis teknis dan fundamental untuk membuat keputusan perdagangan, serta berbagai strategi seperti day trading, swing trading, dan scalping untuk memaksimalkan keuntungan. Manajemen risiko, termasuk penggunaan stop-loss order dan diversifikasi, sangat penting dalam trading forex. Broker forex berperan sebagai perantara dan menawarkan berbagai platform trading seperti MetaTrader dan TradingView. Meskipun menawarkan peluang besar, trading forex juga memiliki risiko yang signifikan dan memerlukan edukasi serta disiplin yang baik.
2. Landasan Filosofis
I. Adanya perkembangan usaha perkebunan.
II. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
357/Kpts/HK.350 /5/2002 tidak sesuai lagi.
III. Menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2004 tentang Perkebunan:
1. Pasal 10 ayat (1) → penggunaan tanah untuk perkebunan
2. Pasal 17 ayat (3) → luasan tanah tertentu
3. Pasal 17 ayat (7) → izin usaha perkebunan
4. Pasal 22 ayat (3) → pola kemitraan
4. Ruang Lingkup
vjenis & perizinan usaha perkebunan;
vsyarat & tata cara permohonan izin usaha
perkebunan;
vkemitraan;
vperubahan luas lahan, jenis tanaman,
dan/atau perubahan kapasitas
pengolahan, serta diversifikasi usaha;
vpembinaan & pengawasan;
vsanksi administrasi.
5. JENIS USAHA PERKEBUNAN
vJenis usaha perkebunan terdiri atas usaha
budidaya tanaman perkebunan dan usaha
industri pengolahan hasil perkebunan.
vBadan hukum asing/perorangan warga
negara asing yang melakukan usaha
perkebunan wajib bekerjasama dengan
pelaku usaha perkebunan dalam negeri
dengan membentuk badan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
6. JENIS PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN
v Izin Usaha Perkebunan (IUP) wajib untuk usaha
budidaya tanaman perkebunan yang luasnya 25
hektar/lebih dan memiliki unit pengolahan hasil
perkebunan yang kapasitas olahnya sama atau
melebihi kapasitas paling rendah.
v Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B)
wajib untuk usaha budidaya tanaman perkebunan
yang luasnya 25 hektar/lebih dan tidak memiliki
unit pengolahan hasil perkebunan sampai dengan
kapasitas paling rendah.
v Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan (IUP-P)
wajib untuk usaha industri pengolahan hasil
perkebunan dengan kapasitas olah sama atau
melebihi kapasitas paling rendah.
7. PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN (Lanjutan)
v IUP, IUP-B, atau IUP-P diberikan oleh
bupati/walikota untuk lokasi areal budidaya
dan/atau sumber bahan bakunya berada dalam 1
wilayah kabupaten/kota dengan memperhatikan
rencana makro pembangunan perkebunan
provinsi.
v IUP, IUP-B, atau IUP-P diberikan oleh
gubernur untuk lokasi areal budidaya dan/atau
sumber bahan bakunya berada pada lintas
wilayah kabupaten/kota, dengan memperhatikan
rekomendasi dari bupati/walikota berkaitan
dengan RTRW kabupaten/kota.
8. PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN (Lanjutan)
v Perusahaan perkebunan yang memiliki IUP
atau IUP-B, wajib membangun kebun untuk
masyarakat sekitar paling rendah seluas 20%
dari total luas areal kebun yang diusahakan
oleh perusahaan.
v Pembangunan kebun untuk masyarakat:
- dapat dilakukan a.l. melalui pola kredit,
hibah, atau bagi hasil.
- dilakukan bersamaan dengan pembangunan
kebun yang diusahakan oleh perusahaan.
- rencana pembangunan kebun untuk
masyarakat harus diketahui oleh
Bupati/Walikota.
9. PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN (Lanjutan)
v Khusus usaha industri pengolahan hasil
kelapa sawit, untuk mendapatkan IUP-P:
- harus memenuhi paling rendah 20%
kebutuhan bahan bakunya dari kebun
yang diusahakan sendiri.
- melengkapi permohonan dengan
pertimbangan teknis ketersediaan
lahan dari instansi Kehutanan (apabila
areal budidaya tanaman berasal dari kawasan
hutan) dan rencana kerja budidaya
tanaman perkebunan.
10. BATASAN PENGGUNAAN LAHAN PERKEBUNAN
v IUP untuk 1 perusahaan diberikan dengan batas
paling luas berdasarkan jenis komoditas (Lampiran
3).
v Batasan paling luas tidak berlaku untuk:
- Perusahaan Perkebunan yang pemegang saham
mayoritasnya Koperasi Usaha Perkebunan;
- Perusahaan Perkebunan yang sebagian
besar/seluruh saham dimiliki oleh Negara baik
Pemerintah, Provinsi atau Kabupaten/Kota; atau
- Perusahaan Perkebunan yang sebagian besar
sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangka
go public.
v Batas luasan areal usaha budidaya perkebunan di
Provinsi Papua paling luas 2 kali dari batasan paling
luas.
11. SYARAT PERMOHONAN IUP-B
Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:
n Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;
n Nomor Pokok Wajib Pajak;
n Surat keterangan domisili;
n Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
dari bupati/walikota (untuk IUP-B yang diterbitkan oleh gubernur);
n Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan
provinsi dari gubernur (untuk IUP-B yang diterbitkan oleh bupati/walikota);
n Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi
dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000;
n Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari instansi Kehutanan (apabila
areal berasal dari kawasan hutan);
n Rencana kerja pembangunan perkebunan;
n Hasil AMDAL, UKL, dan UPL sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
n Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk
melakukan pengendalian OPT;
n Pernyataan kesanggupan memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk
melakukan pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian
kebakaran;
n Pernyataan kesediaan membangun kebun untuk masyarakat yang dilengkapi
dengan rencana kerjanya; dan
n Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan.
12. SYARAT PERMOHONAN IUP-P
Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:
n Akte pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;
n Nomor Pokok Wajib Pajak;
n Surat keterangan domisili;
n Rekomendasi kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
dari bupati/walikota untuk IUP-P yang diterbitkan oleh gubernur;
n Rekomendasi kesesuaian dengan rencana makro pembangunan perkebunan
provinsi dari gubernur untuk IUP-P yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota;
n Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi dengan peta calon lokasi
dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 50.000;
n Rekomendasi lokasi dari pemerintah daerah lokasi unit pengolahan;
n Jaminan pasokan bahan baku yang diketahui oleh Bupati/Walikota;
n Rencana kerja pembangunan unit pengolahan hasil perkebunan;
n Hasil AMDAL, atau UKL dan UPL sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku; dan
n Pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan.
13. Permohonan secara tertulis dilengkapi persyaratan:
n Akte pendirian perusahaan n Pertimbangan teknis n Pernyataan kesanggupan
dan perubahannya yang ketersediaan lahan dari memiliki sarana,
terakhir; instansi Kehutanan prasarana dan sistem
n Nomor Pokok Wajib Pajak; (apabila areal berasal dari untuk melakukan
n Surat keterangan domisili; kawasan hutan); pengendalian OPT;
n Rekomendasi kesesuaian n Jaminan pasokan bahan n Pernyataan kesanggupan
dengan RTRW baku yang diketahui oleh memiliki sarana,
kabupaten/kota dari bupati/walikota; prasarana dan sistem
bupati/walikota untuk IUP n Rencana kerja untuk melakukan
yang diterbitkan oleh pembangunan kebun dan pembukaan lahan tanpa
gubernur; unit pengolahan hasil pembakaran serta
n Rekomendasi kesesuaian perkebunan; pengendalian kebakaran;
dengan rencana makro n Hasil AMDAL, atau n Pernyataan kesediaan dan
pembangunan perkebunan UKL dan UPL sesuai rencana kerja
provinsi dari gubernur peraturan perundang- pembangunan kebun
untuk IUP yang diterbitkan undangan yang berlaku; untuk masyarakat; dan
oleh bupati/walikota; n Pernyataan perusahaan n Pernyataan kesediaan dan
n Izin lokasi dari belum menguasai lahan rencana kerja kemitraan.
bupati/walikota yang melebihi batas luas
dilengkapi dengan peta maksimum;
calon lokasi dengan skala 1:
100.000 atau 1:50.000;
14. TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PERKEBUNAN
v Bupati/walikota atau gubernur dalam jangka waktu paling
lama 30 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan
diterima, harus memberikan jawaban menunda, menolak
atau menerima.
v Permohonan dianggap telah lengkap apabila dalam
jangka waktu 30 hari kerja bupati/walikota atau gubernur
belum memberikan jawaban, kemudian dapat diterbitkan
IUP, IUP-B atau IUP-P.
v Permohonan ditunda apabila setelah dilakukan
pemeriksaan dokumen masih ada kekurangan persyaratan
yang harus dipenuhi.
v Permohonan ditolak apabila setelah dilakukan
pemeriksaan dokumen ternyata persyaratannya tidak
benar, usaha yang akan dilakukan bertentangan dengan
ketertiban umum, dan/atau perencanaan makro
pembangunan perkebunan
15. KEMITRAAN
v Dapat dilakukan melalui kemitraan pengolahan
dan/atau kemitraan usaha.
vKemitraan pengolahan dilakukan
untuk menjamin ketersediaan bahan baku,
terbentuknya harga pasar yang wajar, dan
terwujudnya peningkatan nilai tambah kepada
pekebun sebagai upaya pemberdayaan
pekebun.
vKemitraan usaha dilakukan antara
perusahaan dengan pekebun, karyawan
dan/atau masyarakat sekitar perkebunan.
16. KEMITRAAN (Lanjutan)
Kemitraan usaha dapat dilakukan melalui
pola:
n penyediaan sarana produksi;
n kerjasama produksi;
n pengolahan dan pemasaran;
n transportasi;
n kerjasama operasional;
n kepemilikan saham; dan/atau
n kerjasama penyediaan jasa pendukung lainnya.
17. PERUBAHAN LUAS LAHAN
n Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki izin dan akan
melakukan perluasan lahan, harus mendapat persetujuan dari
pemberi izin.
n Untuk mendapat persetujuan perluasan lahan, pemohon
mengajukan permohonan secara tertulis kepada pemberi izin
dengan dilengkapi persyaratan Pasal 15 & Pasal 17, serta
laporan kemajuan fisik dan keuangan perusahaan perkebunan.
n Persetujuan perluasan lahan diberikan kepada perusahaan
perkebunan yang memiliki penilaian kelas 1 atau kelas 2.
n Bupati/walikota atau gubernur dalam memberikan persetujuan
perluasan berpedoman pada perencanaan makro pembangunan
perkebunan.
18. PERUBAHAN JENIS TANAMAN
n Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki izin dan akan
melakukan perubahan jenis tanaman, harus mendapat
persetujuan dari pemberi izin.
n Untuk mendapat persetujuan, pemohon mengajukan
permohonan secara tertulis kepada pemberi izin dengan
dilengkapi persyaratan:
a. IUP-B atau IUP;
b. Akte pendirian perusahaan dan perubahan yang terakhir;
c. Rekomendasi dari Dinas yang membidangi perkebunan
di provinsi atau kabupaten/kota; dan
d. Rencana kerja (proposal) tentang perubahan jenis
tanaman.
n Bupati/walikota atau gubernur dalam memberikan persetujuan
perubahan jenis tanaman berpedoman pada perencanaan
makro pembangunan perkebunan.
19. PERUBAHAN KAPASITAS UNIT PENGOLAH
n Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki izin pengolahan
hasil dan akan melakukan penambahan kapasitas, harus
mendapat persetujuan dari pemberi izin.
n Persetujuan diperlukan apabila untuk penambahan kapasitas
lebih dari 30% dari kapasitas yang telah diizinkan.
n Untuk mendapat persetujuan penambahan kapasitas, pemohon
mengajukan permohonan secara tertulis kepada pemberi izin
dengan dilengkapi persyaratan Pasal 16 dan laporan kemajuan
fisik dan keuangan perusahaan perkebunan.
n Bupati/walikota atau gubernur dalam memberikan persetujuan
penambahan kapasitas berpedoman pada perencanaan makro
pembangunan perkebunan.
20. DIVERSIFIKASI USAHA
n Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki izin dan akan
melakukan diversifikasi usaha, harus mendapat persetujuan
dari pemberi izin dengan berpedoman pada perencanaan
makro pembangunan perkebunan.
n Untuk memperoleh persetujuan diversifikasi usaha,
permohonan mengajukan permohonan secara tertulis kepada
pemberi izin dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:
a. IUP-B atau IUP;
b. Akte pendirian perusahaan dan perubahan yang terakhir;
c. Rekomendasi dari Dinas yang membidangi perkebunan di
provinsi atau kabupaten/kota;
d. Rencana kerja (proposal) tentang perubahan jenis tanaman;
dan
e. Surat dukungan diversifikasi usaha dari Instansi terkait.
21. KEWAJIBAN
Kewajiban bagi Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP,
IUP-B atau IUP-P:
v menyelesaikan hak atas tanah selambat-lambatnya 2 tahun sejak
diterbitkannya IUP, IUP-B, atau IUP-P;
v merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan
sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang
berlaku;
v memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian
kebakaran;
v membuka lahan tanpa bakar dan mengelola sumber daya alam
secara lestari;
v memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pengendalian OPT;
v menerapkan AMDAL, atau UKL dan UPL sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
v menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi
setempat; serta
v melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada gubenur
atau bupati/walikota sesuai kewenangan secara berkala setiap 6
(enam) bulan sekali.
22. PEMBINAAN & PENGAWASAN
vPerusahaan perkebunan yang telah mendapat IUP,
IUP-B atau IUP-P dilakukan penilaian dan pembinaan
pelaksanaan pembangunan kebun dan/atau industri
pengolahan hasil perkebunan paling kurang 1 tahun
sekali.
vPenilaian dan pembinaan dilakukan berdasarkan
rencana kerja pembangunan kebun dan/atau industri
pengolahan hasil perkebunan yang diajukan pada saat
permohonan izin usaha perkebunan.
vUntuk kebun dan/atau industri pengolahan hasil
perkebunan yang telah dibangun akan dilakukan
penilaian dan pembinaan kinerja secara periodik 3
tahun sekali.
vPenilaian dan pembinaan pelaksanaan pembangunan
kebun dan/atau industri pengolahan hasil perkebunan
dilakukan sesuai dengan Pedoman Penilaian dan
Pembinaan Perusahaan Perkebunan.
23. SANKSI ADMINISTRASI
Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B, atau IUP-P dan tidak
melaksanakan kewajiban:
v merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahan
sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan ketentuan yang
berlaku;
v memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pembukaan lahan tanpa pembakaran serta pengendalian
kebakaran;
v memiliki sarana, prasarana dan sistem untuk melakukan
pengendalian OPT;
v menerapkan AMDAL, atau UKL dan UPL sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
v menumbuhkan dan memberdayakan masyarakat/koperasi
setempat; atau
v melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada gubenur
atau bupati/walikota sesuai kewenangan secara berkala setiap 6
(enam) bulan sekali,
diberikan peringatan paling banyak 3 kali masing-masing dalam tenggang
waktu 4 bulan.
Apabila dalam 3 kali peringatan tidak di indahkan, maka IUP, IUP-B atau IUP-P
perusahaan bersangkutan dicabut dan diusulkan kepada instansi yang
berwenang untuk mencabut Hak Guna Usaha-nya
24. SANKSI ADMINISTRASI (Lanjutan)
n Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP, IUP-B atau IUP-P
dan tidak melaksanakan kewajiban membuka lahan tanpa bakar dan
mengelola sumber daya alam secara lestari, izin usahanya dicabut,
dan diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mencabut Hak
Guna Usaha-nya.
n Perusahaan perkebunan memperoleh IUP, IUP-B, atau IUP-P dan
mendapat persetujuan diversifikasi usaha tapi tidak menjamin
kelangsungan usaha pokok, menjaga kelestarian lingkungan, plasma
nutfah, dan mencegah berjangkitnya organisme pengganggu
tumbuhan, diberikan peringatan paling banyak 3 kali masing-masing
dalam tenggang waktu 4 bulan.
Apabila dalam 3 kali peringatan tidak di indahkan, maka IUP, IUP-B
atau IUP-P perusahaan bersangkutan dicabut dan diusulkan kepada
instansi yang berwenang untuk mencabut HGU.
25. Ketentuan Peralihan
v Izin Usaha Perkebunan (IUP) atau Surat
Pendaftaran Usaha Perkebunan (SPUP)
yang telah diterbitkan sebelum
peraturan ini, dinyatakan masih tetap
berlaku.
v Perusahaan Perkebunan yang telah
memiliki izin atau Surat Pendaftaran
Usaha Perkebunan, dalam pelaksanaan
usaha perkebunan harus tunduk pada
Peraturan ini.
26. Ketentuan Penutup
vPelaksanaan pelayanan perizinan usaha
perkebunan di Provinsi NAD dan Provinsi
Papua dengan otonomi khusus dilakukan
oleh provinsi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
vPemberian izin usaha budidaya
perkebunan dan/atau izin industri
pengolahan hasil perkebunan dalam
rangka PMA atau PMDN, terlebih dahulu
mendapat rekomendasi teknis dari
Direktur Jenderal Perkebunan.
27. (Lampiran 1) KAPASITAS MINIMAL
UNIT PENGOLAHAN PRODUK PERKEBUNAN
YANG MEMERLUKAN IZIN USAHA
No. Komoditas Kapasitas Produk
1 2 3 4
1. Kelapa 5.000 butir kelapa/hari Kopra/Minyak Kelapa dan Serat (fiber), Arang
Tempurung, Debu (dust), Nata de coco
2. Kelapa Sawit 5 ton TBS/jam CPO
3. Teh 1 ton pucuk segar/hari Teh Hijau
10 ton pucuk segar/hari Teh Hitam
4. Karet 600 liter lateks cair/jam Sheet/Lateks pekat
16 ton slab/hari Crumb rubber
5. Tebu 1.000 Ton Cane/Day (TCD) Gula Pasir dan Pucuk tebu, Bagas
6. Kopi 1,5 ton glondong basah/hari Biji kopi kering
7. Kakao 2 ton biji basah/1 kali olah Biji kakao kering
8. Jambu mete 1-2 ton gelondong mete/hari Biji mete kering dan CNSL
9. Lada 4 ton biji lada basah/hari Biji lada hitam kering
4 ton biji lada basah/hari Biji lada putih kering
10. Cengkeh 4 ton bunga cengkeh segar/hari Bunga cengkeh kering
11. Jarak pagar 1 ton biji jarak kering/jam Minyak jarak kasar
12. Kapas 6.000-10.000 ton kapas berbiji/tahun Serat kapas dan Biji kapas
13. Tembakau 35-70 ton daun tembakau basah Daun tembakau kering (krosok)