SlideShare a Scribd company logo
14
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMBANGUNAN DI PEDESAAN
Telaahan atas tulisan David C. Korten
Badrun Susantyo
Abstract. Participation is like a small coin, one side to assume the shape of participation with their
whole and the other side to show the spirit of participation. Community participation are a
develop paradigm to focusing the involved of community, beginning from planning. Community
participation has an opportunity to influence the policy of development, to answered what the
people needed. Through the participation, people knowing their problem and how to solved.
Besides it, they have resources to improved their live good.
Key words : Participation, local community, rural development.
I. PENDAHULUAN
Dalam tulisannya tentang “Partisipasi
Masyarakat dalam Pembangunan di
Perdesaan”, David C. Korten mengulas
tentang pentingnya partisipasi aktif
yang penuh kesadaran dari masyarakat
dalam setiap program pembangunan
di perdesaan. Korten menunjukkan
3 (tiga) contoh keberhasilan program
pembangunan perdesaan dengan basis
partisipasi masyarakat, yang sebelumnya
didahului kegagalan-kegagalan. Ketiga
contoh kasus keberhasilan program
pembangunan perdesaan dengan basis
partisipasi masyarakat tersebut adalah:
1) Kasus pada Badan Pengembangan
Produk Susu Nasional India (National Dairy
Development Board/NDDB); 2) Komite
Pembangunan Pedesaan Bangladesh
(BRAC) dan; 3) Pelayanan Keluarga
Berencana Berbasis Desa di Thailand.
Keberhasilan yang dicapai oleh ketiga
contoh kasus tersebut merupakan anti
klimaks atas kejenuhan masyarakat akan
penyelenggaraan program pembangunan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Kejenuhan ini bisa
saja berasal dari adanya pelanggaran etis
normatif oleh para pelaksana dalam
“organisasi pembantu”, masyarakat sebagai
sasaran program merasa tidak atau kurang
dilibatkan, sehingga menggores minat
serta adanya ketidaksesuaian dengan
nilai maupun tradisi setempat. Atau
masyarakat merasa program pembangunan
yang dijalankan tidak sesuai dengan
kebutuhannya. Di sini terlihat, bahwa
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program pembangunan merupakan
hal strategis. Dengan demikian, dalam
setiap pembangunan (terlebih pada area
perdesaan), amatlah penting menggali
kembali aspek-aspek strategis dari
partisipasi masyarakat. Karena hal ini
akan semakin mempermudah proses
belajar bagi para perencana dan pelaksana
pembangunan dalam memahami segenap
aspek strategis dari partisipasi masyarakat.
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
15
Ulasan Korten menjadi menarik,
manakala kita mencermati pada program-
program pengentasan kemiskinan yang
dilaksanakan di Indonesia selama ini.
Meskipun belum pernah dilakukan
evaluasi menyeluruh atas semua kegiatan
pemberdayaan masyarakat, boleh jadi
pihak-pihak terkait akan mengklaim
program yang telah dikemas sedemikian
rupa “berhasil mencapai tujuan”.
Namun sejauhmana pengukuran tingkat
keberhasilan program itu dan ketepatan
paramaternya, masih perlu dikaji ulang.
II. PARTISIPASI MASYARAKAT
Dalam mendefinisikan partipasi
masyarakat perlu dilakukan dengan hati-
hati, karena istilah “partisipasi masyarakat”
memiliki pengertian yang relatif dan dapat
dimasuki oleh berbagai kepentingan. Ada
tiga variasi dalam pelaksanaan partisipasi.
Pertama, pendapat bahwa perencanaan
ekonomi harus dilaksanakan oleh para ahli.
Konsumsi pada waktu sekarang perlu
dikorbankan demi penanaman modal di
masa datang, dan karena itu kebijaksanaan
yang paling tepat untuk mencapai
itu haruslah dilaksanakan oleh suatu
pemerintahan yang otoriter tapi progresif,
yang bebas dari tekanan umum. Partisipasi
masyarakat diperlukan disini, tetapi lebih
dalam bentuk mobilisasi untuk mendukung
program pemerintah. Kedua, partisipasi
dibangkitkan oleh pemerintah tetapi secara
terbatas (limited political participation). Untuk
mendukung program perdesaan partisipasi
perlu didorong, tetapi partai politik tetap
tidak diizinkan. Pemerintah membutuhkan
dukungan rakyat, tetapi membatasi
partisipasi mereka. Ketiga, partisipasi
dilaksanakan dalam skala penuh (full scale
participation). Dalam partisipasi skala penuh
ini rakyat diperbolehkan untuk ikut dalam
pembangunan di berbagai tingkatan
(Weiner dalam Rahardjo, 1989). Oleh karena
itu, mereka mempunyai peluang untuk
mempengaruhi jalannya kebijakan
pembangunan dan mengajukan tuntutan
perbaikan nasib.
Selanjutnya, Bintoro Tjokroamidjojo
(Rahardjo, 1986) mengemukakan penger-
tian partisipasi dalam hubungannya dengan
proses pembangunan, bidang ekonomi
khususnya, yaitu : 1) keterlibatan dalam
penentuan arah, strategi dan kebijakan
pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah. Hal ini bukan saja berlangsung
dalam proses politik, tetapi juga dalam
proses sosial yaitu hubungan antara
kelompok-kelompok kepentingan dalam
masyarakat; 2) keterlibatan dalam memikul
beban dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam
bentuk sumbangan dalam mobilisasi
pembiayaan pembangunan, kegiatan
produktif yang serasi, pengawasan sosial
atas jalannya pembangunan, dan lain-lain;
dan 3) keterlibatan dalam memetik hasil dan
manfaat pembangunan secara berkeadilan.
Dari banyak pengertian partisipasi, Bintoro
melihat ada dua cara berpartisipasi
yaitu : 1) mobilisasi kegiatan-kegiatan
masyarakat yang serasi untuk kepentingan-
kepentingan pencapaian tujuan pem-
bangunan; dan 2) peningkatan oto aktivitas,
swadaya, dan swakarsa masyarakat
sendiri, terutama ditujukan kepada sektor
swasta, bidang pertanian dan sebagainya
melalui mekanisme pasar dan harga.
Sehubungan dengan pembangkitan
swadaya dan swakarsa masyarakat,
Sayogyo menjelaskan partisipasi masya-
rakat meliputi arti ikut melaksanakan dan
ikut mengenyam hasil pembangunan, serta
hal penting yang melampaui makna
tersebut, yaitu dengan memberikan
tanggung jawab yang dikerjakan secara
berkelompok atau usaha bersama yang
mereka bentuk sendiri. Agar dengan
kekuatan dan kesadaran yang dibina,
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
16
lapisan yang tertinggal dalam pem-
bangunan dapat mengangkat diri kepada
martabat yang lebih tinggi. Orang lain tak
dapat melakukan proses itu untuk
mereka (Sitorus, dkk, ed, 1996). Terkait
dengan hal tersebut, Uphoff dan Cohen
menyebutkan empat kegiatan dalam
partisipasi, yaitu membuat keputusan,
pelaksanaan, memperoleh hasil (ke-
untungan), dan penilaian terhadap seluruh
kegiatan (Soelaiman, 1998).
Dengan demikian pengertian ini
menunjukan sifat kelembagaan dari
partisipasi itu, atau juga dikenal dengan
istilah pelembagaan teknik sosial (Cernea,
1993). Pelembagaan teknik sosial ini
selanjutnya dijadikan sarana yang berasal
dari kepedulian publik untuk meng-
investasikan sumber daya manusia
(human capital). Termasuk di dalamnya
pengembangan co-manajemen partisipasi
yang mengandung sistem intensif untuk
pengawasan kelembagaan, pengenalan
inovasi, peningkatan kohesi sosial, dan
solidaritas kepercayaan organisasi yang
mandiri, serta nilai-nilai yang menyatukan
kelompok. Sebagai salah satu aspek dari
teknik sosial, partisipasi juga sebagai sarana
untuk memelihara dan meningkatkan
sumberdaya.
Memperhatikan beberapa pengertian
partisipasi masyarakat tersebut, maka
unsur penting yang perlu dipertimbangkan
dalam partisipasi masyarakat ialah inisiatif
dan proses pengambilan keputusan yang
dipusatkan pada masyarakat atau yang
berakar dari bawah; baik komunitas yang
ada di perdesaan maupun perkotaan.
Partisipasi sebagai sarana aktualisasi
budaya, sumberdaya manusia, aspirasi
politik, kegiatan produksi yang digerakkan
secara bersama, aktif dan bertanggung
jawab, dilakukan secara optimal oleh
masyarakat. Sehubungan dengan itu, posisi
masyarakat sebagai faktor kontrol, produk
nilai, memiliki kekuatan untuk memelihara
keseimbangan dalam pemanfaatan sumber
daya. Oleh karena itu, pembangkitan
partisipasi masyarakat akan memberikan
sumbangan bagi keberlanjutan pemba-
ngunan.
III. ASPEK STRATEGIS
PARTISIPASI MASYARAKAT
Salah satu bagian penting dari aspek
strategis partisipasi masyarakat, bahwa
masyarakat memiliki pengalaman tersen-
diri berupa kearifan yang timbul dari
proses interaksi terus menerus dengan
sumber alam dan lingkungannya, merespon
dan mendinamisasi sekaligus mengen-
dalikan hubungan-hubungan antar
kelompok untuk mewujudkan sistem
jaringan sosial yang kuat dan saling
melindungi serta saling memberi manfaat
(Susantyo, 2002). Sebagaimana sejarah
mencatat, bahwa pengalaman-pengalaman
masyarakat dalam bekerjasama secara
internal maupun eksternal dalam kelom-
pok, kurang mengalami ketegangan-
ketegangan yang berlangsung lama dan
berakibat pada pengurasan sumber
ekonomi, dominasi kekuatan atas sumber-
sumber agraria, tetapi justru sebaliknya,
terlihat adanya penghormatan terhadap
batas-batas teritorial di antara penyebaran
komunitas-komunitas lokal. Sebagaimana
dicontohkan oleh Korten pada ketiga studi
kasusnya tersebut di atas.
Demikian juga Dove (Susantyo, 2002)
telah menggambarkan hal ini. Dimana
terdapat keunikan sekaligus kandungan
nilai-nilai inovatif dari pengalaman-
pengalaman masyarakat yang tercerminkan
pada kebudayaan tradisionalnya. Secara
garis besar, Dove menyebut ada empat
pengalaman dasar yang dimiliki masya-
rakat, yaitu : 1) sistem kepercayaan tradi-
sional mengandung sistem pengetahuan
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
17
yang bersifat empiris tentang dunia nyata;
2) sistem ekonomi tradisional, perladangan
berpindah, berburu dan meramu, pengum-
pul sagu, mengandung pengetahuan
tentang bagaimana mengeksploitasi
lingkungan setempat, juga mengandung
sumbangan kepada ekonomi nasional.
Konsumsi komunal melalui upacara
tradisional memainkan peranan penting
dalam memelihara organisasi sosial; 3) di
bidang lingkungan, sistem kepercayaan
tradisional mengatur suatu keseimbangan
terbaik antara populasi manusia, binatang
dan sumber-sumber tanah; 4) norma
masyarakat tradisional tidak statis,
melainkan merupakan suatu penyesuaian
dan perubahan terus menerus. Masyarakat
tradisional dapat menerima perubahan
yang mendasar dan diprakarsai dari luar,
jika perubahan itu sesuai dengan kepenti-
ngan masyarakat yang bersangkutan.
Pengalaman-pengalaman dasar yang
dimiliki masyarakat tersebut tentu
merupakan sumber-sumber motivasi,
kreatifitas, dan kontrol. Yang kesemuanya
itu secara keseluruhan membentuk potensi
kekuatan gagasan yang berguna bagi proses
identifikasi kebutuhan, perumusan atau
pemilihan kebijakan yang tepat, serta
pelaksanaan kebijakan tersebut dalam
program pembangunan. Segala upaya
pembangunan yang tidak memper-
timbangkan pengalaman-pengalaman dasar
dari masyarakat telah terbukti tidak
menghasilkan suatu kemampuan atau daya
dukung lingkungan dan ketahanan sosial.
Degradasi sumber daya alam dan konflik
sosial yang ditimbulkan oleh proses
pembangunan merupakan contoh dari
kegagalan ini.
Faktor strategis lain yang dimiliki
masyarakat ialah kekuatan politis, dimana
masyarakat sesungguhnya merupakan
realitas politis. Pemerintah mau tidak mau
memerlukan dukungan masyarakat untuk
menguji atau melegitimasi kebijaksanaan
yang mereka jalankan. Aspek ini berkaitan
dengan fungsi organisasi sosial yang
dimiliki masyarakat. Masyarakat memiliki
infrastruktur sosial, termasuk di dalamnya
sistem kepemimpinan tradisional (Ostrom,
1993). Beberapa isyarat yang diberikan oleh
Ostrom dkk, bahwa kelembagaan
tradisional mempunyai suatu sistem
pengambilan keputusan yang dapat
mendistribusikan hak dan tanggung jawab
anggota masyarakat dalam proses
pemeliharaan dan pembagian manfaat yang
lebih adil, dan berkesinambungan terhadap
fasilitas pembangunan. Contoh pengalaman
Korten pada kasus Badan Pengembangan
Produk Susu Nasional di India serta
Pelayanan Keluarga Berencana Berbasis
Desa di Thailand, merupakan sebuah bukti
keniscayaan itu, dimana masyarakat
mengelola suatu institusi yang mandiri
dan cenderung lebih menampakkan
keberlanjutan manfaat dari fasilitas
pembangunan yang ada.
Dari aspek pokok yang diuraikan di
sini ialah pengalaman-pengalaman yang
terwujud dalam kearifan budaya dan
kepemimpinan lokal, merupakan faktor
strategis untuk mengorbitkan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan.
Perlunya kejelasan hal-hal strategis ini,
untuk memberi arah yang jelas terhadap
intervensi kepentingan yang kadang
mengacaukan arti dan pelaksanaan
partisipasi masyarakat.
IV. PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PEMBANGUNAN
DESA
Mitchell (1994) menggunakan salah
satu pendekatan yang disebutnya “stresses
on” , yaitu tekanan dan kemampuan orang-
orang serta lingkungan perdesaan. Disebut
juga dalam tulisan Korten (Syahrir dan
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
18
Korten, 1988), bahwa konsep pem-
bangunan yang berpusat pada rakyat salah
satu bagian pentingnya adalah memberi
perhatian terhadap daerah perdesaan.
Sayogyo (1997) mengatakan, bahwa
keberlanjutan penghidupan keluarga
(keberlanjutan dalam bernafkah) harus
didalami bersama arti pembangunan
masyarakat desa berkelanjutan.
Dengan demikian, pembangunan
perdesaan merupakan bagian dari strategi
pembangunan berkelanjutan. Tentunya hal
ini perlu dipahami bersama, bahwa wilayah
dan komunitas di perdesaan ternyata belum
diletakkan pada prioritas yang tinggi dalam
kebijaksanaan pembangunan dibanding
pembangunan di wilayah perkotaan. Ada
banyak studi yang menerangkan keter-
kaitan antara pertumbuhan ekonomi di kota
dengan masalah-masalah yang muncul di
perdesaan. Misalnya masalah migrasi,
menurunnya daya dukung lahan dan
degradasi sumber alam yang disebabkan
eksploitasi dalam penguasaan dan
pengusahaan tanah, hutan, tambang dan air.
Di lain pihak, populasi penduduk secara
umum terdapat di wilayah perdesaan
vis-a-vis menurunnya distribusi dalam
pemanfaatan sumber daya alam yang
semakin sempit. Kemudian melemahnya
kreativitas budaya disebabkan oleh
pergeseran nilai dalam pola kerja dan
pandangan hidup modern, menjadi satu
aspek tersendiri dari hadirnya masalah-
masalah kemiskinan di perdesaan.
Sesungguhnya, pembangunan per-
desaan bukan upaya yang baru di
Indonesia. Bahkan hal ini telah dicanangkan
dalam berbagai kebijaksanaan pem-
bangunan nasional sejak awal kemer-
dekaan, dengan sasaran yang sama yaitu
berupaya mengentaskan kemiskinan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perdesaan. Suatu hal yang telah
menyadarkan kita, bahwa persoalan
penting yang dihadapi ialah belum tepatnya
strategi pembangunan perdesaan.
Sebagaimana yang telah dikemukakan,
bahwa jalan pemikiran yang dianggap
relevan dengan berbagai kondisi yang
dihadapi saat ini, ialah melaksanakan
strategi pembangunan berkelanjutan. Dalam
hal ini, wilayah dan komunitas perdesaan
menempati prioritas yang tinggi dalam
kebijaksanaan pembangunan nasional,
khususnya dalam upaya menanggulangi
kemiskinan.
Pembangunan perdesaan yang
memberi fokus pada upaya penang-
gulangan kemiskinan, jika diorientasikan
untuk mewujudkan keberlanjutan proses
dan manfaatnya di masa depan, maka
strategi yang penting dilaksanakan ia-
lah menumbuhkan pembangunan yang
berdasarkan kepercayaan diri (self-reliant
development) (Tjokrowinoto, 1996). Strategi
ini sebenarnya sudah tercermin dalam
pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan melalui program IDT (Inpres
Desa Tertinggal). Sebagaimana dike-
mukakan Budi Soeradji dan Mubyarto
(1998), upaya penanggulangan kemiskinan
dilakukan melalui proses penguatan
penduduk miskin yang mencakup lima
aspek yaitu; pengembangan sumber daya
manusia, penyediaan modal kerja,
penciptaan peluang dan kesempatan
berusaha, mengembangkan kelembagaan
penduduk miskin, dan penciptaan sistem
pelayanan kepada penduduk miskin yang
sederhana dan efisien. Melalui jalur
pendekatan tersebut, penduduk miskin
diharapkan mampu dengan kekuatannya
sendiri menanggulangi kemiskinannya,
serta meningkatkan kesejahteraannya
secara memadai dan berkelanjutan.
Namun keberhasilan strategi atau
pendekatan ini tentu saja tidak mudah.
Laporan-laporan program IDT telah
memberikan gambaran tentang banyak hal
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
19
yang sudah dilakukan melalui pelaksanaan
program pemerintah. Misalnya, pemberian
kredit, pembentukan kelompok, pelatihan-
pelatihan usaha kecil, pelestarian
lingkungan melalui pengelolaan hutan
rakyat, dan lain-lain sebagaimana
dilaporkan oleh Budi dan Mubyarto,
(Mubyarto, 1998). Tetapi, dibalik itu kita
tidak pernah mendengar suatu laporan dari
masyarakat yang secara langsung dan
kontinyu menggambarkan perkembangan
mereka dari tahun ke tahun. Sehingga
semua pihak dapat menjadi yakin bahwa
keberhasilan masyarakat bukan hanya
bertepatan dengan saat-saat dimana
peneliti, LSM, penyuluh pertanian tinggal
di desa. Setelah itu kemajuan mereka atau
bahkan kegagalan mereka tidak terpantau
lagi ketika para peneliti dan fasilitator-
fasilitator itu telah habis jangka waktu
kontraknya dan pulang ke kota. Banyak
informasi yang kita terima secara
meyakinkan adanya sengketa pertanahan
antara petani dan pengusaha perkebunan,
kegagalan panen, raibnya bantuan
dana kelompok, dan sebagainya.
Secara konsepsional pendekatan yang
dicanangkan sudah mengarah pada jalan
yang tepat, tetapi salah satu hal yang perlu
disadari bahwa hasil dari pendekatan yang
digunakan itu secara umum belum mencapai
kondisi yang diinginkan, yaitu kemandirian
masyarakat perdesaan.
Aspek yang ingin dikemukakan di sini
ialah pelaksanaan partisipasi masyarakat.
Kita telah memiliki konsep yang standar
mengenai model partisipasi, tentunya telah
dapat memenuhi pertimbangan logika
ilmiah, karena digali berdasarkan
pengalaman-pengalaman dalam pemba-
ngunan di perdesaan. Namun ada yang
perlu dipertimbangkan secara serius, yaitu
apakah pelaksanaan partisipasi masyarakat
itu telah sesuai dengan aspek-aspek yang
strategis yang terkandung dalam sistem
komunitas lokal. Yang dimaksudkan
dengan aspek strategis tersebut ialah
pembangkitan partisipasi masyarakat
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
terwujud dalam kearifan budaya dan
kepemimpinan lokal. Di sini hendak
dikatakan, bahwa aspek strategis
partisipasi harus diletakkan dalam konteks
yang berbeda dengan konsep-konsep ilmiah
yang kita miliki, khususnya bila diterapkan
pada tingkat lapangan. Karena banyak
kasus menunjukkan, bahwa implementasi
konsep-konsep partisipasi inipun masih
mengalami kegagalan. Terutama bila dilihat
dari gambaran berkelanjutan suatu program
yang dilak-sanakan.
Untuk mewujudkan sistem pertanian
yang baik, dalam teknik pengelolaan
maupun pemeliharaan, tidak cukup hanya
dengan memperagakannya melalui unit
percontohan agar masyarakat secara
bersama-sama mempelajarinya, atau
sekedar memfasilitasi mereka untuk
merumuskan sendiri cara-cara meng-
organisasikan suatu proses pembelajaran.
Faktor strategis yang perlu diper-
timbangkan ialah kearifan budaya dalam
praktek-praktek bertani. Mereka perlu
terlibat untuk membuat keputusan dalam
hal penggunaan waktu, memperhitungkan;
bahaya, ancaman, dan tekanan, mem-
pertimbangkan benda-benda apa atau
tindakan bagaimana yang boleh atau tidak
digunakan, kapan dan di mana suatu
kegiatan dapat dilaksanakan. Secara ekstrim
dapat dikatakan jika bentuk inovasi
pertanian yang datang dari luar, kemudian
ditolak oleh masyarakat, hal ini merupakan
bentuk partisipasi dipandang dari sudut
kearifan budaya. Sebab mereka telah
menyumbangkan suatu upaya menghindari
malapetaka jika dikemudian hari hasil dari
inovasi tersebut ternyata mendatangkan
kerugian bagi masyarakat, baik secara fisik
maupun mental.
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
20
Kepemimpinan lokal juga merupakan
faktor strategis dari partisipasi masyarakat.
Hal ini berkaitan dengan partisipasi
masyarakat dalam pembentukan suatu
kelembagaan ekonomi dan saluran
pendapat publik terhadap kebijaksanaan
pembangunan. Kita tidak hanya cukup
meyakinkan diri, bahwa pemimpin lokal
lebih mempunyai pengaruh secara informal
dari pada pemimpin formal terhadap
anggota masyarakat. Oleh karena itu,
dengan menggunakan pengaruh ini
masyarakat dapat dilibatkan dalam
program ekonomi dan memberi dukungan
terhadap suatu kebijakan. Hal yang paling
mendasar di sini ialah ketaatan masyarakat
terhadap adat yang menyatukan mereka,
dimana pemimpin sebagai simbol adat dan
memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam
memutuskan masalah-masalah yang
dihadapi anggota masyarakat. Pengalaman-
pengalaman yang berbeda di masyarakat
dilihat dari kesatuan-kesatuan adat, perlu
mengilhami cara-cara pelibatan masyarakat
dalam pembentukan kelompok, atau dalam
proses penggalian pendapat umum.
Pelibatan masyarakat dalam proses
pembentukan kelembagaan apapun harus
mempertimbangkan cara-cara di mana
mereka menunjukkan ketaatan terhadap
adat. Dengan demikian mereka dapat lebih
meyakini manfaat-manfaat yang timbul dari
tugas dan kewajiban dalam memelihara,
melindungi, dan mengembangkan hal-hal
yang dimiliki oleh kesatuan adatnya. Makna
yang penting ditarik dari sini
ialah pelibatan mereka dalam proses
pembangunan perdesaan didasarkan pada
komitmen adat untuk mengatur suatu
organisasi sosial yang mandiri.
V. PENUTUP
Pembangunan perdesaan merupakan
salah satu bagian dari strategi pem-
bangunan berkelanjutan, terutama untuk
menciptakan ketahanan sosial. Oleh karena
itu peranan masyarakat menjadi sangat
sentral dalam pelaksanaan strategi ini. Salah
satu aspek penting dari usaha untuk
menciptakan ketahanan sosial itu ialah
menumbuhkan partisipasi masyarakat.
Perkembangan pemikiran mengenai
partisipasi telah melahirkan konsep standar
karena telah digali dari pengalaman-
pengalaman kegagalan pembangunan
perdesaan di masa lalu. Secara konseptual
partisipasi telah diletakkan pada peranan
komunitas lokal dalam seluruh proses
pembangunan.
Untuk memberi arah yang jelas pada
pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan perdesaan, maka perlu
mempertimbangkan faktor strategis
partisipasi masyarakat dalam sistem
komunitas lokal. Di antara faktor strategis
tersebut ialah pengalaman-pengalaman
masyarakat yang terwujud dalam kearifan
budaya dan kepemimpinan lokal. Dengan
mempertimbangkan faktor strategis dalam
sistem komunitas lokal itu, diharapkan
pelaksanaan partisipasi masyarakat akan
menyumbang pada usaha mencapai
kemandirian masyarakat.
Dalam program pembangunan
perdesaan, pengetahuan tentang apa yang
dibutuhkan masyarakat serta kemampuan
kelembagaan (“organisasi pembantu”) juga
sangat terbatas. Untuk itu, upaya pendekat-
an untuk senantiasa selalu belajar kepada
masyarakat melalui pendekatan “proses
belajar” dalam proses pembangunan yang
terjadi, merupakan sebuah keharusan.
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
21
DAFTAR PUSTAKA
Cernea, Michel M. 1993, “The Sociologis
Approach to Sustainable Development” in
Marking Development Sustainable: From
Concept to Action. Ismail Serageldin dan
Andrew Steer (ed). Papare Series No.
2 World Bank.
Korten, D.C. dan Syahrir (ed). 1988,
Pembangunan Berdimensi Kerakyatan.
Jakarta; Yayasan Obor Indonesia.
Mitchel, Bruce. 1994, Sustainable Develop-
ment at Village Level in Bali, Indonesia
Human Ecology an Interdiciplinary
Journal. Vol. 22 (3) pp. 189-211.
Ostrom, Elinor, Larry Schroode dan Susan
Wynne. 1993, Institutional Incentive and
Sustainable Development: Infrastructure
Policies in Perspective. Oxford; Westview
Press.
Rahardjo, Dawam. 1983, Esei-esei Ekonomi
Politik. Jakarta; LP3ES.
Sayogyo. 1997, Pembangunan Masyarakat Desa
Berkelanjutan, Makalah pada Semiloka
Gerakan Mandiri Mem-bangun Desa
di Palu Sulawesi Tengah.
Sayogyo dalam Sitorus Dkk. ed. 1996,
Memahami dan Menanggulangi
Kemiskinan di Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia.
Soelaiman, Munandar. Dinamika Masyarakat
Transisi, Mencari Alternatif Sosiologi dan
Arah Perubahan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Soeradji, Budi dan Mubyarto. 1998, Gerakan
Penanggulangan Kemiskinan. Laporan
Penelitian di Derah-daerah. Jakarta:
Aditya Media.
Susantyo, Badrun. 2002, Aspek Strategis
Partisipasi Masyarakat Dalam
Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal
Ilmiah pekerjaan Sosial “PEKSOS”. Vol
1 No. 1, Mei 2002. Bandung: STKS.
————————. 2003, Mencoba Memahami
Partisipasi “Gaya Lain” Dalam Komunitas
Adat Terpenil (KAT). Jurnal SIKAT.
Edisi I Tahun 2003. Jakarta. Direktorat
Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil (PKAT). Departemen Sosial
RI.
Tjokrowinoto. 1996, Pembangunan, Dilema
dan Tantangan. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Drs. Badrun Susantyo, M.Si.
Menyelesaikan S2 dari Institute
Perstanian Bogor. Staf pada Puslitbang
Kesejahteraan Sosial. Saat ini sebagai
kandidat Doktor bidang Ilmu
Pekerjaan Sosial di Penang Malaysia.
Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007

More Related Content

What's hot

Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1
Lintang Suryono
 
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakatPemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat
samiaji
 
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 201686169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
Bekti Susanti
 
pengemas
pengemaspengemas
pengemas
Wiwik Agustina
 
Model Pembangunan Masyarakat
Model Pembangunan MasyarakatModel Pembangunan Masyarakat
Model Pembangunan Masyarakat
Siti Sahati
 
community Development
community Development community Development
community Development
Ismail Ahmad
 
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desaModul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Safa'at Muhtar
 
Tugas promosi kesehatan
Tugas promosi kesehatanTugas promosi kesehatan
Tugas promosi kesehatan
NurSabillaMony
 
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUN...
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM  PEMBANGUN...HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM  PEMBANGUN...
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUN...harmiati
 
Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakatPartisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat
abu hanafie
 
LOKAKARYA PEMBANGUNAN
LOKAKARYA PEMBANGUNANLOKAKARYA PEMBANGUNAN
LOKAKARYA PEMBANGUNAN
Guritno Soerjodibroto
 
Metode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiMetode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiadinasa
 
Ekdes 12 & 13 a
Ekdes 12 & 13 aEkdes 12 & 13 a
Ekdes 12 & 13 a
Nandya Guvita
 
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosial
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosialBrief Note-19-2016-mobilisasi sosial
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosial
primahendra
 
Peran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peldPeran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peld
Sugeng Budiharsono
 
Samiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibilitySamiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibility
Researcher Syndicate68
 
Tugas pemberdayaan masyarakat
Tugas pemberdayaan masyarakatTugas pemberdayaan masyarakat
Tugas pemberdayaan masyarakat
bambangpoenya
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca BrrPenguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
Arifin Purwakananta
 

What's hot (20)

Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1Amerashinghe part 1
Amerashinghe part 1
 
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakatPemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat
 
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 201686169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
86169 pemberdayaan masyarakat pkmn 2016
 
pengemas
pengemaspengemas
pengemas
 
Model Pembangunan Masyarakat
Model Pembangunan MasyarakatModel Pembangunan Masyarakat
Model Pembangunan Masyarakat
 
community Development
community Development community Development
community Development
 
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desaModul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
Modul 5 2 strategi pemberdayaan masyarakat desa
 
Tugas promosi kesehatan
Tugas promosi kesehatanTugas promosi kesehatan
Tugas promosi kesehatan
 
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUN...
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM  PEMBANGUN...HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM  PEMBANGUN...
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUN...
 
Partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakatPartisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat
 
LOKAKARYA PEMBANGUNAN
LOKAKARYA PEMBANGUNANLOKAKARYA PEMBANGUNAN
LOKAKARYA PEMBANGUNAN
 
Metode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiMetode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasi
 
Ekdes 12 & 13 a
Ekdes 12 & 13 aEkdes 12 & 13 a
Ekdes 12 & 13 a
 
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosial
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosialBrief Note-19-2016-mobilisasi sosial
Brief Note-19-2016-mobilisasi sosial
 
Peran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peldPeran fasilitator dalam peld
Peran fasilitator dalam peld
 
Samiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibilitySamiaji corporate social responsibility
Samiaji corporate social responsibility
 
Metode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiMetode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasi
 
Tugas pemberdayaan masyarakat
Tugas pemberdayaan masyarakatTugas pemberdayaan masyarakat
Tugas pemberdayaan masyarakat
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca BrrPenguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
Penguatan Peranserta Masyarakat Dalam Pembangunan Aceh Pasca Brr
 

Similar to Partisipasi masy dlm pemb di pedesaan

Partisipasi dalam pembangunan Masyarakat
Partisipasi dalam pembangunan MasyarakatPartisipasi dalam pembangunan Masyarakat
Partisipasi dalam pembangunan Masyarakat
Siti Sahati
 
PNPM-MP dari perspektif Akademisi
PNPM-MP dari perspektif AkademisiPNPM-MP dari perspektif Akademisi
PNPM-MP dari perspektif Akademisi
Ardi Novra
 
Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
Partisipasi masyarakat  dalam  penataan ruangPartisipasi masyarakat  dalam  penataan ruang
Partisipasi masyarakat dalam penataan ruangYayasan CAPPA
 
PNPM-MP dari perspektif akademisi
PNPM-MP dari perspektif akademisiPNPM-MP dari perspektif akademisi
PNPM-MP dari perspektif akademisi
Ardi Novra
 
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan ManusiaPartisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
Munawwarah Nasir
 
Kapital sosial dan kemiskinan
Kapital sosial dan kemiskinanKapital sosial dan kemiskinan
Kapital sosial dan kemiskinan
Sidi Rana Menggala
 
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Tri Widodo W. UTOMO
 
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptxMahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
mahfudzathulmaulidia1
 
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...Retnols
 
Tugas individu
Tugas individuTugas individu
Tugas individu
STKIP PGRI PONTIANAK
 
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunanJurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
RizalSeptian4
 
Ppt teori pemba.kl6
Ppt teori pemba.kl6Ppt teori pemba.kl6
Ppt teori pemba.kl6
AbdulAzizm5
 
Metode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiMetode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasi
Operator Warnet Vast Raha
 
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...Akademi Desa 4.0
 
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
ricky04
 
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
ricky04
 
Chapter ii 2
Chapter ii 2Chapter ii 2
Chapter ii 2
Kurniawan Kurniawan
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Septian Muna Barakati
 

Similar to Partisipasi masy dlm pemb di pedesaan (20)

Partisipasi dalam pembangunan Masyarakat
Partisipasi dalam pembangunan MasyarakatPartisipasi dalam pembangunan Masyarakat
Partisipasi dalam pembangunan Masyarakat
 
PNPM-MP dari perspektif Akademisi
PNPM-MP dari perspektif AkademisiPNPM-MP dari perspektif Akademisi
PNPM-MP dari perspektif Akademisi
 
Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
Partisipasi masyarakat  dalam  penataan ruangPartisipasi masyarakat  dalam  penataan ruang
Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
 
PNPM-MP dari perspektif akademisi
PNPM-MP dari perspektif akademisiPNPM-MP dari perspektif akademisi
PNPM-MP dari perspektif akademisi
 
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan ManusiaPartisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Manusia
 
Kapital sosial dan kemiskinan
Kapital sosial dan kemiskinanKapital sosial dan kemiskinan
Kapital sosial dan kemiskinan
 
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
Penguatan Partisipasi Masyarakat Adat Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah di...
 
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptxMahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
Mahfudzathul M ( Perencanaan Pembangunan ).pptx
 
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...
“PERSEPSI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM KELUARGA BERENCANA (Stu...
 
Tugas individu
Tugas individuTugas individu
Tugas individu
 
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunanJurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
Jurnal perencanaan partisipatif dalam proses pembangunan
 
Ppt teori pemba.kl6
Ppt teori pemba.kl6Ppt teori pemba.kl6
Ppt teori pemba.kl6
 
Metode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasiMetode pengembangan partisipasi
Metode pengembangan partisipasi
 
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...
Materi Ngopi 14 - Community Development (Pengembangan Masyarakat) pada Kompet...
 
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
 
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
Tugas praktikum 2013 stpmd yogyakarta (ilmu pemerintahan)
 
Chapter ii 2
Chapter ii 2Chapter ii 2
Chapter ii 2
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Modul 13 kel 2
Modul 13 kel 2Modul 13 kel 2
Modul 13 kel 2
 
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskinMakalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
Makalah pemberdayaan masyarakat pesisir miskin
 

More from Be Susantyo

Buku cd 2007
Buku cd 2007Buku cd 2007
Buku cd 2007
Be Susantyo
 
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjauaMemahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
Be Susantyo
 
Prevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anakPrevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anak
Be Susantyo
 
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the PhilippinesA Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
Be Susantyo
 
Konsumsi rokok peserta pkh
Konsumsi rokok peserta pkhKonsumsi rokok peserta pkh
Konsumsi rokok peserta pkh
Be Susantyo
 
Tantangan kesetaraan gender dalam pkh
Tantangan kesetaraan gender dalam pkhTantangan kesetaraan gender dalam pkh
Tantangan kesetaraan gender dalam pkh
Be Susantyo
 
Policy brief pkh
Policy brief pkhPolicy brief pkh
Policy brief pkh
Be Susantyo
 
Policy brief genk motor
Policy brief genk motorPolicy brief genk motor
Policy brief genk motor
Be Susantyo
 
Policy brief abh
Policy brief abhPolicy brief abh
Policy brief abh
Be Susantyo
 
Expose badiklit lkp
Expose badiklit lkpExpose badiklit lkp
Expose badiklit lkp
Be Susantyo
 
Model pembelajaran komunitas
Model pembelajaran komunitasModel pembelajaran komunitas
Model pembelajaran komunitas
Be Susantyo
 
Memperkasakan orang asli
Memperkasakan orang asliMemperkasakan orang asli
Memperkasakan orang asli
Be Susantyo
 
Konsepsia des 2016
Konsepsia des 2016Konsepsia des 2016
Konsepsia des 2016
Be Susantyo
 
Konsepsia agust 2016
Konsepsia agust 2016Konsepsia agust 2016
Konsepsia agust 2016
Be Susantyo
 
Informa april 2017
Informa april 2017Informa april 2017
Informa april 2017
Be Susantyo
 
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesiaoptimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
Be Susantyo
 
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 20181 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
Be Susantyo
 
171 435-1-pb
171 435-1-pb171 435-1-pb
171 435-1-pb
Be Susantyo
 

More from Be Susantyo (18)

Buku cd 2007
Buku cd 2007Buku cd 2007
Buku cd 2007
 
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjauaMemahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
Memahami perilaku-agresif-sebuah-tinjaua
 
Prevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anakPrevalensi kekerasan anak
Prevalensi kekerasan anak
 
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the PhilippinesA Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
A Social Norms Manual for Viet Nam, Indonesia and the Philippines
 
Konsumsi rokok peserta pkh
Konsumsi rokok peserta pkhKonsumsi rokok peserta pkh
Konsumsi rokok peserta pkh
 
Tantangan kesetaraan gender dalam pkh
Tantangan kesetaraan gender dalam pkhTantangan kesetaraan gender dalam pkh
Tantangan kesetaraan gender dalam pkh
 
Policy brief pkh
Policy brief pkhPolicy brief pkh
Policy brief pkh
 
Policy brief genk motor
Policy brief genk motorPolicy brief genk motor
Policy brief genk motor
 
Policy brief abh
Policy brief abhPolicy brief abh
Policy brief abh
 
Expose badiklit lkp
Expose badiklit lkpExpose badiklit lkp
Expose badiklit lkp
 
Model pembelajaran komunitas
Model pembelajaran komunitasModel pembelajaran komunitas
Model pembelajaran komunitas
 
Memperkasakan orang asli
Memperkasakan orang asliMemperkasakan orang asli
Memperkasakan orang asli
 
Konsepsia des 2016
Konsepsia des 2016Konsepsia des 2016
Konsepsia des 2016
 
Konsepsia agust 2016
Konsepsia agust 2016Konsepsia agust 2016
Konsepsia agust 2016
 
Informa april 2017
Informa april 2017Informa april 2017
Informa april 2017
 
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesiaoptimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
optimalisasi peran dan fungsi pendamping sosial studi di empat kota di indonesia
 
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 20181 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
1 integrasi penanggulangan kemiskinan jurnal quantum vol xiv no 26 jul-des 2018
 
171 435-1-pb
171 435-1-pb171 435-1-pb
171 435-1-pb
 

Recently uploaded

Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptxPendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
AmandaJesica
 
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptxMATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
DidiKomarudin1
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
Zainul Ulum
 
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdfMitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
pelestarikawasanwili
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
ApriyandiIyan1
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
DwiSuprianto2
 
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
heri purwanto
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
adminguntur
 
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdfMateri Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
pelestarikawasanwili
 
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdfRegulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
MuhaiminMuha
 

Recently uploaded (10)

Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptxPendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
Pendanaan Kegiatan Pemilihan dari Dana Hibah (1).pptx
 
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptxMATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
MATERI FASILITASI PEMBINAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA PEMILIHAN UMUM.pptx
 
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfCERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdf
 
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdfMitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
Mitigasi Penyelamatan Mata Air Nganjuk.pdf
 
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptxRapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
Rapat koordinasi penguatan kolaborasi_7 Juni 2024sent.pptx
 
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakkRencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
Rencana Moderasi Lokakarya dua prgram guru penggerakk
 
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
Bahan Paparan SPI Gratifikasi Riau Tahun 2024
 
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdfPPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
PPT SOSIALISASI DBHCHT Gempur Rokok Ilegal.pdf
 
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdfMateri Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
Materi Edukasi Penyelamatan Mata Air.pdf
 
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdfRegulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
Regulasi Wakaf di Indonesia Tahun 021.pdf
 

Partisipasi masy dlm pemb di pedesaan

  • 1. 14 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DI PEDESAAN Telaahan atas tulisan David C. Korten Badrun Susantyo Abstract. Participation is like a small coin, one side to assume the shape of participation with their whole and the other side to show the spirit of participation. Community participation are a develop paradigm to focusing the involved of community, beginning from planning. Community participation has an opportunity to influence the policy of development, to answered what the people needed. Through the participation, people knowing their problem and how to solved. Besides it, they have resources to improved their live good. Key words : Participation, local community, rural development. I. PENDAHULUAN Dalam tulisannya tentang “Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Perdesaan”, David C. Korten mengulas tentang pentingnya partisipasi aktif yang penuh kesadaran dari masyarakat dalam setiap program pembangunan di perdesaan. Korten menunjukkan 3 (tiga) contoh keberhasilan program pembangunan perdesaan dengan basis partisipasi masyarakat, yang sebelumnya didahului kegagalan-kegagalan. Ketiga contoh kasus keberhasilan program pembangunan perdesaan dengan basis partisipasi masyarakat tersebut adalah: 1) Kasus pada Badan Pengembangan Produk Susu Nasional India (National Dairy Development Board/NDDB); 2) Komite Pembangunan Pedesaan Bangladesh (BRAC) dan; 3) Pelayanan Keluarga Berencana Berbasis Desa di Thailand. Keberhasilan yang dicapai oleh ketiga contoh kasus tersebut merupakan anti klimaks atas kejenuhan masyarakat akan penyelenggaraan program pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Kejenuhan ini bisa saja berasal dari adanya pelanggaran etis normatif oleh para pelaksana dalam “organisasi pembantu”, masyarakat sebagai sasaran program merasa tidak atau kurang dilibatkan, sehingga menggores minat serta adanya ketidaksesuaian dengan nilai maupun tradisi setempat. Atau masyarakat merasa program pembangunan yang dijalankan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Di sini terlihat, bahwa partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan merupakan hal strategis. Dengan demikian, dalam setiap pembangunan (terlebih pada area perdesaan), amatlah penting menggali kembali aspek-aspek strategis dari partisipasi masyarakat. Karena hal ini akan semakin mempermudah proses belajar bagi para perencana dan pelaksana pembangunan dalam memahami segenap aspek strategis dari partisipasi masyarakat. Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 2. 15 Ulasan Korten menjadi menarik, manakala kita mencermati pada program- program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan di Indonesia selama ini. Meskipun belum pernah dilakukan evaluasi menyeluruh atas semua kegiatan pemberdayaan masyarakat, boleh jadi pihak-pihak terkait akan mengklaim program yang telah dikemas sedemikian rupa “berhasil mencapai tujuan”. Namun sejauhmana pengukuran tingkat keberhasilan program itu dan ketepatan paramaternya, masih perlu dikaji ulang. II. PARTISIPASI MASYARAKAT Dalam mendefinisikan partipasi masyarakat perlu dilakukan dengan hati- hati, karena istilah “partisipasi masyarakat” memiliki pengertian yang relatif dan dapat dimasuki oleh berbagai kepentingan. Ada tiga variasi dalam pelaksanaan partisipasi. Pertama, pendapat bahwa perencanaan ekonomi harus dilaksanakan oleh para ahli. Konsumsi pada waktu sekarang perlu dikorbankan demi penanaman modal di masa datang, dan karena itu kebijaksanaan yang paling tepat untuk mencapai itu haruslah dilaksanakan oleh suatu pemerintahan yang otoriter tapi progresif, yang bebas dari tekanan umum. Partisipasi masyarakat diperlukan disini, tetapi lebih dalam bentuk mobilisasi untuk mendukung program pemerintah. Kedua, partisipasi dibangkitkan oleh pemerintah tetapi secara terbatas (limited political participation). Untuk mendukung program perdesaan partisipasi perlu didorong, tetapi partai politik tetap tidak diizinkan. Pemerintah membutuhkan dukungan rakyat, tetapi membatasi partisipasi mereka. Ketiga, partisipasi dilaksanakan dalam skala penuh (full scale participation). Dalam partisipasi skala penuh ini rakyat diperbolehkan untuk ikut dalam pembangunan di berbagai tingkatan (Weiner dalam Rahardjo, 1989). Oleh karena itu, mereka mempunyai peluang untuk mempengaruhi jalannya kebijakan pembangunan dan mengajukan tuntutan perbaikan nasib. Selanjutnya, Bintoro Tjokroamidjojo (Rahardjo, 1986) mengemukakan penger- tian partisipasi dalam hubungannya dengan proses pembangunan, bidang ekonomi khususnya, yaitu : 1) keterlibatan dalam penentuan arah, strategi dan kebijakan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bukan saja berlangsung dalam proses politik, tetapi juga dalam proses sosial yaitu hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat; 2) keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam bentuk sumbangan dalam mobilisasi pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan, dan lain-lain; dan 3) keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Dari banyak pengertian partisipasi, Bintoro melihat ada dua cara berpartisipasi yaitu : 1) mobilisasi kegiatan-kegiatan masyarakat yang serasi untuk kepentingan- kepentingan pencapaian tujuan pem- bangunan; dan 2) peningkatan oto aktivitas, swadaya, dan swakarsa masyarakat sendiri, terutama ditujukan kepada sektor swasta, bidang pertanian dan sebagainya melalui mekanisme pasar dan harga. Sehubungan dengan pembangkitan swadaya dan swakarsa masyarakat, Sayogyo menjelaskan partisipasi masya- rakat meliputi arti ikut melaksanakan dan ikut mengenyam hasil pembangunan, serta hal penting yang melampaui makna tersebut, yaitu dengan memberikan tanggung jawab yang dikerjakan secara berkelompok atau usaha bersama yang mereka bentuk sendiri. Agar dengan kekuatan dan kesadaran yang dibina, Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 3. 16 lapisan yang tertinggal dalam pem- bangunan dapat mengangkat diri kepada martabat yang lebih tinggi. Orang lain tak dapat melakukan proses itu untuk mereka (Sitorus, dkk, ed, 1996). Terkait dengan hal tersebut, Uphoff dan Cohen menyebutkan empat kegiatan dalam partisipasi, yaitu membuat keputusan, pelaksanaan, memperoleh hasil (ke- untungan), dan penilaian terhadap seluruh kegiatan (Soelaiman, 1998). Dengan demikian pengertian ini menunjukan sifat kelembagaan dari partisipasi itu, atau juga dikenal dengan istilah pelembagaan teknik sosial (Cernea, 1993). Pelembagaan teknik sosial ini selanjutnya dijadikan sarana yang berasal dari kepedulian publik untuk meng- investasikan sumber daya manusia (human capital). Termasuk di dalamnya pengembangan co-manajemen partisipasi yang mengandung sistem intensif untuk pengawasan kelembagaan, pengenalan inovasi, peningkatan kohesi sosial, dan solidaritas kepercayaan organisasi yang mandiri, serta nilai-nilai yang menyatukan kelompok. Sebagai salah satu aspek dari teknik sosial, partisipasi juga sebagai sarana untuk memelihara dan meningkatkan sumberdaya. Memperhatikan beberapa pengertian partisipasi masyarakat tersebut, maka unsur penting yang perlu dipertimbangkan dalam partisipasi masyarakat ialah inisiatif dan proses pengambilan keputusan yang dipusatkan pada masyarakat atau yang berakar dari bawah; baik komunitas yang ada di perdesaan maupun perkotaan. Partisipasi sebagai sarana aktualisasi budaya, sumberdaya manusia, aspirasi politik, kegiatan produksi yang digerakkan secara bersama, aktif dan bertanggung jawab, dilakukan secara optimal oleh masyarakat. Sehubungan dengan itu, posisi masyarakat sebagai faktor kontrol, produk nilai, memiliki kekuatan untuk memelihara keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya. Oleh karena itu, pembangkitan partisipasi masyarakat akan memberikan sumbangan bagi keberlanjutan pemba- ngunan. III. ASPEK STRATEGIS PARTISIPASI MASYARAKAT Salah satu bagian penting dari aspek strategis partisipasi masyarakat, bahwa masyarakat memiliki pengalaman tersen- diri berupa kearifan yang timbul dari proses interaksi terus menerus dengan sumber alam dan lingkungannya, merespon dan mendinamisasi sekaligus mengen- dalikan hubungan-hubungan antar kelompok untuk mewujudkan sistem jaringan sosial yang kuat dan saling melindungi serta saling memberi manfaat (Susantyo, 2002). Sebagaimana sejarah mencatat, bahwa pengalaman-pengalaman masyarakat dalam bekerjasama secara internal maupun eksternal dalam kelom- pok, kurang mengalami ketegangan- ketegangan yang berlangsung lama dan berakibat pada pengurasan sumber ekonomi, dominasi kekuatan atas sumber- sumber agraria, tetapi justru sebaliknya, terlihat adanya penghormatan terhadap batas-batas teritorial di antara penyebaran komunitas-komunitas lokal. Sebagaimana dicontohkan oleh Korten pada ketiga studi kasusnya tersebut di atas. Demikian juga Dove (Susantyo, 2002) telah menggambarkan hal ini. Dimana terdapat keunikan sekaligus kandungan nilai-nilai inovatif dari pengalaman- pengalaman masyarakat yang tercerminkan pada kebudayaan tradisionalnya. Secara garis besar, Dove menyebut ada empat pengalaman dasar yang dimiliki masya- rakat, yaitu : 1) sistem kepercayaan tradi- sional mengandung sistem pengetahuan Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 4. 17 yang bersifat empiris tentang dunia nyata; 2) sistem ekonomi tradisional, perladangan berpindah, berburu dan meramu, pengum- pul sagu, mengandung pengetahuan tentang bagaimana mengeksploitasi lingkungan setempat, juga mengandung sumbangan kepada ekonomi nasional. Konsumsi komunal melalui upacara tradisional memainkan peranan penting dalam memelihara organisasi sosial; 3) di bidang lingkungan, sistem kepercayaan tradisional mengatur suatu keseimbangan terbaik antara populasi manusia, binatang dan sumber-sumber tanah; 4) norma masyarakat tradisional tidak statis, melainkan merupakan suatu penyesuaian dan perubahan terus menerus. Masyarakat tradisional dapat menerima perubahan yang mendasar dan diprakarsai dari luar, jika perubahan itu sesuai dengan kepenti- ngan masyarakat yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman dasar yang dimiliki masyarakat tersebut tentu merupakan sumber-sumber motivasi, kreatifitas, dan kontrol. Yang kesemuanya itu secara keseluruhan membentuk potensi kekuatan gagasan yang berguna bagi proses identifikasi kebutuhan, perumusan atau pemilihan kebijakan yang tepat, serta pelaksanaan kebijakan tersebut dalam program pembangunan. Segala upaya pembangunan yang tidak memper- timbangkan pengalaman-pengalaman dasar dari masyarakat telah terbukti tidak menghasilkan suatu kemampuan atau daya dukung lingkungan dan ketahanan sosial. Degradasi sumber daya alam dan konflik sosial yang ditimbulkan oleh proses pembangunan merupakan contoh dari kegagalan ini. Faktor strategis lain yang dimiliki masyarakat ialah kekuatan politis, dimana masyarakat sesungguhnya merupakan realitas politis. Pemerintah mau tidak mau memerlukan dukungan masyarakat untuk menguji atau melegitimasi kebijaksanaan yang mereka jalankan. Aspek ini berkaitan dengan fungsi organisasi sosial yang dimiliki masyarakat. Masyarakat memiliki infrastruktur sosial, termasuk di dalamnya sistem kepemimpinan tradisional (Ostrom, 1993). Beberapa isyarat yang diberikan oleh Ostrom dkk, bahwa kelembagaan tradisional mempunyai suatu sistem pengambilan keputusan yang dapat mendistribusikan hak dan tanggung jawab anggota masyarakat dalam proses pemeliharaan dan pembagian manfaat yang lebih adil, dan berkesinambungan terhadap fasilitas pembangunan. Contoh pengalaman Korten pada kasus Badan Pengembangan Produk Susu Nasional di India serta Pelayanan Keluarga Berencana Berbasis Desa di Thailand, merupakan sebuah bukti keniscayaan itu, dimana masyarakat mengelola suatu institusi yang mandiri dan cenderung lebih menampakkan keberlanjutan manfaat dari fasilitas pembangunan yang ada. Dari aspek pokok yang diuraikan di sini ialah pengalaman-pengalaman yang terwujud dalam kearifan budaya dan kepemimpinan lokal, merupakan faktor strategis untuk mengorbitkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Perlunya kejelasan hal-hal strategis ini, untuk memberi arah yang jelas terhadap intervensi kepentingan yang kadang mengacaukan arti dan pelaksanaan partisipasi masyarakat. IV. PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA Mitchell (1994) menggunakan salah satu pendekatan yang disebutnya “stresses on” , yaitu tekanan dan kemampuan orang- orang serta lingkungan perdesaan. Disebut juga dalam tulisan Korten (Syahrir dan Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 5. 18 Korten, 1988), bahwa konsep pem- bangunan yang berpusat pada rakyat salah satu bagian pentingnya adalah memberi perhatian terhadap daerah perdesaan. Sayogyo (1997) mengatakan, bahwa keberlanjutan penghidupan keluarga (keberlanjutan dalam bernafkah) harus didalami bersama arti pembangunan masyarakat desa berkelanjutan. Dengan demikian, pembangunan perdesaan merupakan bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan. Tentunya hal ini perlu dipahami bersama, bahwa wilayah dan komunitas di perdesaan ternyata belum diletakkan pada prioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan dibanding pembangunan di wilayah perkotaan. Ada banyak studi yang menerangkan keter- kaitan antara pertumbuhan ekonomi di kota dengan masalah-masalah yang muncul di perdesaan. Misalnya masalah migrasi, menurunnya daya dukung lahan dan degradasi sumber alam yang disebabkan eksploitasi dalam penguasaan dan pengusahaan tanah, hutan, tambang dan air. Di lain pihak, populasi penduduk secara umum terdapat di wilayah perdesaan vis-a-vis menurunnya distribusi dalam pemanfaatan sumber daya alam yang semakin sempit. Kemudian melemahnya kreativitas budaya disebabkan oleh pergeseran nilai dalam pola kerja dan pandangan hidup modern, menjadi satu aspek tersendiri dari hadirnya masalah- masalah kemiskinan di perdesaan. Sesungguhnya, pembangunan per- desaan bukan upaya yang baru di Indonesia. Bahkan hal ini telah dicanangkan dalam berbagai kebijaksanaan pem- bangunan nasional sejak awal kemer- dekaan, dengan sasaran yang sama yaitu berupaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan. Suatu hal yang telah menyadarkan kita, bahwa persoalan penting yang dihadapi ialah belum tepatnya strategi pembangunan perdesaan. Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa jalan pemikiran yang dianggap relevan dengan berbagai kondisi yang dihadapi saat ini, ialah melaksanakan strategi pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini, wilayah dan komunitas perdesaan menempati prioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Pembangunan perdesaan yang memberi fokus pada upaya penang- gulangan kemiskinan, jika diorientasikan untuk mewujudkan keberlanjutan proses dan manfaatnya di masa depan, maka strategi yang penting dilaksanakan ia- lah menumbuhkan pembangunan yang berdasarkan kepercayaan diri (self-reliant development) (Tjokrowinoto, 1996). Strategi ini sebenarnya sudah tercermin dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan melalui program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Sebagaimana dike- mukakan Budi Soeradji dan Mubyarto (1998), upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui proses penguatan penduduk miskin yang mencakup lima aspek yaitu; pengembangan sumber daya manusia, penyediaan modal kerja, penciptaan peluang dan kesempatan berusaha, mengembangkan kelembagaan penduduk miskin, dan penciptaan sistem pelayanan kepada penduduk miskin yang sederhana dan efisien. Melalui jalur pendekatan tersebut, penduduk miskin diharapkan mampu dengan kekuatannya sendiri menanggulangi kemiskinannya, serta meningkatkan kesejahteraannya secara memadai dan berkelanjutan. Namun keberhasilan strategi atau pendekatan ini tentu saja tidak mudah. Laporan-laporan program IDT telah memberikan gambaran tentang banyak hal Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 6. 19 yang sudah dilakukan melalui pelaksanaan program pemerintah. Misalnya, pemberian kredit, pembentukan kelompok, pelatihan- pelatihan usaha kecil, pelestarian lingkungan melalui pengelolaan hutan rakyat, dan lain-lain sebagaimana dilaporkan oleh Budi dan Mubyarto, (Mubyarto, 1998). Tetapi, dibalik itu kita tidak pernah mendengar suatu laporan dari masyarakat yang secara langsung dan kontinyu menggambarkan perkembangan mereka dari tahun ke tahun. Sehingga semua pihak dapat menjadi yakin bahwa keberhasilan masyarakat bukan hanya bertepatan dengan saat-saat dimana peneliti, LSM, penyuluh pertanian tinggal di desa. Setelah itu kemajuan mereka atau bahkan kegagalan mereka tidak terpantau lagi ketika para peneliti dan fasilitator- fasilitator itu telah habis jangka waktu kontraknya dan pulang ke kota. Banyak informasi yang kita terima secara meyakinkan adanya sengketa pertanahan antara petani dan pengusaha perkebunan, kegagalan panen, raibnya bantuan dana kelompok, dan sebagainya. Secara konsepsional pendekatan yang dicanangkan sudah mengarah pada jalan yang tepat, tetapi salah satu hal yang perlu disadari bahwa hasil dari pendekatan yang digunakan itu secara umum belum mencapai kondisi yang diinginkan, yaitu kemandirian masyarakat perdesaan. Aspek yang ingin dikemukakan di sini ialah pelaksanaan partisipasi masyarakat. Kita telah memiliki konsep yang standar mengenai model partisipasi, tentunya telah dapat memenuhi pertimbangan logika ilmiah, karena digali berdasarkan pengalaman-pengalaman dalam pemba- ngunan di perdesaan. Namun ada yang perlu dipertimbangkan secara serius, yaitu apakah pelaksanaan partisipasi masyarakat itu telah sesuai dengan aspek-aspek yang strategis yang terkandung dalam sistem komunitas lokal. Yang dimaksudkan dengan aspek strategis tersebut ialah pembangkitan partisipasi masyarakat berdasarkan pengalaman-pengalaman yang terwujud dalam kearifan budaya dan kepemimpinan lokal. Di sini hendak dikatakan, bahwa aspek strategis partisipasi harus diletakkan dalam konteks yang berbeda dengan konsep-konsep ilmiah yang kita miliki, khususnya bila diterapkan pada tingkat lapangan. Karena banyak kasus menunjukkan, bahwa implementasi konsep-konsep partisipasi inipun masih mengalami kegagalan. Terutama bila dilihat dari gambaran berkelanjutan suatu program yang dilak-sanakan. Untuk mewujudkan sistem pertanian yang baik, dalam teknik pengelolaan maupun pemeliharaan, tidak cukup hanya dengan memperagakannya melalui unit percontohan agar masyarakat secara bersama-sama mempelajarinya, atau sekedar memfasilitasi mereka untuk merumuskan sendiri cara-cara meng- organisasikan suatu proses pembelajaran. Faktor strategis yang perlu diper- timbangkan ialah kearifan budaya dalam praktek-praktek bertani. Mereka perlu terlibat untuk membuat keputusan dalam hal penggunaan waktu, memperhitungkan; bahaya, ancaman, dan tekanan, mem- pertimbangkan benda-benda apa atau tindakan bagaimana yang boleh atau tidak digunakan, kapan dan di mana suatu kegiatan dapat dilaksanakan. Secara ekstrim dapat dikatakan jika bentuk inovasi pertanian yang datang dari luar, kemudian ditolak oleh masyarakat, hal ini merupakan bentuk partisipasi dipandang dari sudut kearifan budaya. Sebab mereka telah menyumbangkan suatu upaya menghindari malapetaka jika dikemudian hari hasil dari inovasi tersebut ternyata mendatangkan kerugian bagi masyarakat, baik secara fisik maupun mental. Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 7. 20 Kepemimpinan lokal juga merupakan faktor strategis dari partisipasi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu kelembagaan ekonomi dan saluran pendapat publik terhadap kebijaksanaan pembangunan. Kita tidak hanya cukup meyakinkan diri, bahwa pemimpin lokal lebih mempunyai pengaruh secara informal dari pada pemimpin formal terhadap anggota masyarakat. Oleh karena itu, dengan menggunakan pengaruh ini masyarakat dapat dilibatkan dalam program ekonomi dan memberi dukungan terhadap suatu kebijakan. Hal yang paling mendasar di sini ialah ketaatan masyarakat terhadap adat yang menyatukan mereka, dimana pemimpin sebagai simbol adat dan memiliki kaidah-kaidah tersendiri dalam memutuskan masalah-masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Pengalaman- pengalaman yang berbeda di masyarakat dilihat dari kesatuan-kesatuan adat, perlu mengilhami cara-cara pelibatan masyarakat dalam pembentukan kelompok, atau dalam proses penggalian pendapat umum. Pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan kelembagaan apapun harus mempertimbangkan cara-cara di mana mereka menunjukkan ketaatan terhadap adat. Dengan demikian mereka dapat lebih meyakini manfaat-manfaat yang timbul dari tugas dan kewajiban dalam memelihara, melindungi, dan mengembangkan hal-hal yang dimiliki oleh kesatuan adatnya. Makna yang penting ditarik dari sini ialah pelibatan mereka dalam proses pembangunan perdesaan didasarkan pada komitmen adat untuk mengatur suatu organisasi sosial yang mandiri. V. PENUTUP Pembangunan perdesaan merupakan salah satu bagian dari strategi pem- bangunan berkelanjutan, terutama untuk menciptakan ketahanan sosial. Oleh karena itu peranan masyarakat menjadi sangat sentral dalam pelaksanaan strategi ini. Salah satu aspek penting dari usaha untuk menciptakan ketahanan sosial itu ialah menumbuhkan partisipasi masyarakat. Perkembangan pemikiran mengenai partisipasi telah melahirkan konsep standar karena telah digali dari pengalaman- pengalaman kegagalan pembangunan perdesaan di masa lalu. Secara konseptual partisipasi telah diletakkan pada peranan komunitas lokal dalam seluruh proses pembangunan. Untuk memberi arah yang jelas pada pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan perdesaan, maka perlu mempertimbangkan faktor strategis partisipasi masyarakat dalam sistem komunitas lokal. Di antara faktor strategis tersebut ialah pengalaman-pengalaman masyarakat yang terwujud dalam kearifan budaya dan kepemimpinan lokal. Dengan mempertimbangkan faktor strategis dalam sistem komunitas lokal itu, diharapkan pelaksanaan partisipasi masyarakat akan menyumbang pada usaha mencapai kemandirian masyarakat. Dalam program pembangunan perdesaan, pengetahuan tentang apa yang dibutuhkan masyarakat serta kemampuan kelembagaan (“organisasi pembantu”) juga sangat terbatas. Untuk itu, upaya pendekat- an untuk senantiasa selalu belajar kepada masyarakat melalui pendekatan “proses belajar” dalam proses pembangunan yang terjadi, merupakan sebuah keharusan. Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007
  • 8. 21 DAFTAR PUSTAKA Cernea, Michel M. 1993, “The Sociologis Approach to Sustainable Development” in Marking Development Sustainable: From Concept to Action. Ismail Serageldin dan Andrew Steer (ed). Papare Series No. 2 World Bank. Korten, D.C. dan Syahrir (ed). 1988, Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia. Mitchel, Bruce. 1994, Sustainable Develop- ment at Village Level in Bali, Indonesia Human Ecology an Interdiciplinary Journal. Vol. 22 (3) pp. 189-211. Ostrom, Elinor, Larry Schroode dan Susan Wynne. 1993, Institutional Incentive and Sustainable Development: Infrastructure Policies in Perspective. Oxford; Westview Press. Rahardjo, Dawam. 1983, Esei-esei Ekonomi Politik. Jakarta; LP3ES. Sayogyo. 1997, Pembangunan Masyarakat Desa Berkelanjutan, Makalah pada Semiloka Gerakan Mandiri Mem-bangun Desa di Palu Sulawesi Tengah. Sayogyo dalam Sitorus Dkk. ed. 1996, Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Soelaiman, Munandar. Dinamika Masyarakat Transisi, Mencari Alternatif Sosiologi dan Arah Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soeradji, Budi dan Mubyarto. 1998, Gerakan Penanggulangan Kemiskinan. Laporan Penelitian di Derah-daerah. Jakarta: Aditya Media. Susantyo, Badrun. 2002, Aspek Strategis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Ilmiah pekerjaan Sosial “PEKSOS”. Vol 1 No. 1, Mei 2002. Bandung: STKS. ————————. 2003, Mencoba Memahami Partisipasi “Gaya Lain” Dalam Komunitas Adat Terpenil (KAT). Jurnal SIKAT. Edisi I Tahun 2003. Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT). Departemen Sosial RI. Tjokrowinoto. 1996, Pembangunan, Dilema dan Tantangan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Drs. Badrun Susantyo, M.Si. Menyelesaikan S2 dari Institute Perstanian Bogor. Staf pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial. Saat ini sebagai kandidat Doktor bidang Ilmu Pekerjaan Sosial di Penang Malaysia. Informasi, Vol. 12, No. 03, tahun 2007