Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum Islam yang disepakati dan tidak disepakati, termasuk penjelasan singkat mengenai masing-masing sumber hukum seperti Al-Quran, Hadis, Ijma, Qiyas, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, dasar hukum, rukun, syarat-syarat, dan harta yang dapat diwakafkan, pengelolaan wakaf, prinsip pengelolaan wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, serta hikmah dan manfaat wakaf. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang konsep dan praktik wakaf dalam Islam.
Perbandingan Mazhab membahas perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam berbagai masalah hukum Islam beserta dalil-dalilnya, dengan tujuan menemukan pendapat terkuat berdasarkan analisis dalil. Ilmu ini mencakup bidang ibadah, muamalah, hukum positif, dan perbandingan dengan agama lain.
Unsur-unsur negara telah diwujudkan oleh Rasulullah khususnya setelah hijrah ke Madinah, dengan wilayah kaum muslimin di kota Madinah, rakyatnya kaum muslimin dan Yahudi, serta pemimpinnya Rasulullah dan berdirinya hukum Islam.
Dokumen tersebut membahas sumber-sumber hukum Islam yang disepakati dan tidak disepakati, termasuk penjelasan singkat mengenai masing-masing sumber hukum seperti Al-Quran, Hadis, Ijma, Qiyas, dan lainnya.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, dasar hukum, rukun, syarat-syarat, dan harta yang dapat diwakafkan, pengelolaan wakaf, prinsip pengelolaan wakaf, tujuan dan fungsi wakaf, serta hikmah dan manfaat wakaf. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas tentang konsep dan praktik wakaf dalam Islam.
Perbandingan Mazhab membahas perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam berbagai masalah hukum Islam beserta dalil-dalilnya, dengan tujuan menemukan pendapat terkuat berdasarkan analisis dalil. Ilmu ini mencakup bidang ibadah, muamalah, hukum positif, dan perbandingan dengan agama lain.
Unsur-unsur negara telah diwujudkan oleh Rasulullah khususnya setelah hijrah ke Madinah, dengan wilayah kaum muslimin di kota Madinah, rakyatnya kaum muslimin dan Yahudi, serta pemimpinnya Rasulullah dan berdirinya hukum Islam.
Qiyas merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam yang digunakan untuk menetapkan hukum bagi peristiwa-peristiwa yang tidak terdapat nashnya dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum diatur dengan kasus yang sudah diatur berdasarkan kesamaan alasan hukum (illat). Metode ini diterima oleh kebanyakan mazhab, sedangkan mazhab Zahiri dan Syi'ah Imam
Makalah ini membahas tentang hukum Islam yang merupakan bagian dari agama Islam. Hukum Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia seperti hubungan manusia dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia lain, dan lingkungan. Sumber hukum Islam berasal dari Al-Quran dan hadis yang kemudian dijabarkan lebih lanjut melalui ijtihad. Umat Islam di Indonesia turut serta dalam merumuskan dan menerapkan hukum
Teks tersebut membahas tentang Pengertian Qawaid Fiqhiyyah atau Kaidah-Kaidah Hukum Islam yang bersifat umum. Qawaid Fiqhiyyah dijelaskan sebagai aturan-aturan dasar yang mengatur perbuatan manusia dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum. Lima Qawaid Fiqhiyyah Utama (Qawaid Asasiyyah al-Khams) diuraikan sebagai dasar dari kaidah-kaidah hukum
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi IslamRizqy Putra
Dokumen tersebut membahas tentang hukum, HAM, dan demokrasi dalam perspektif Islam. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa hukum Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadis, mencakup bidang ibadah, muamalah, dan hukum pidana. Dokumen juga menjelaskan konsep HAM dalam Islam yang meliputi hak hidup, hak atas kekayaan, dan hak-hak dasar lainnya. Terakhir, dokumen mendef
Dokumen tersebut membahas pengertian hukum ekonomi syariah. Hukum ekonomi syariah adalah ketentuan hukum yang bersumber dari Al-Quran, Hadis, dan sumber-sumber Islam lainnya dalam mengatur aktivitas ekonomi manusia. Ruang lingkup hukum ekonomi syariah meliputi berbagai lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, dan pembiayaan syariah.
Dokumen tersebut membahas tentang sumber-sumber hukum Islam yaitu Al Qur'an, As Sunnah, dan Ijtihad. Ijtihad dijelaskan sebagai upaya untuk menemukan hukum dari sumber-sumber tersebut. Metode Ijtihad meliputi qiyas, istihsan, istishab, maslahah mursalah dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan tentang syarat-syarat menjadi mujtahid dan jenis-jenis mujtah
Dokumen tersebut membahas tentang batas waktu hak guna usaha dan hak guna bangunan menurut undang-undang, pengertian perjanjian dan perikatan, syarat-syarat sah perjanjian dan unsur-unsur kesepakatan, sebab-sebab berakhirnya perikatan, asas-asas perjanjian, dan pengertian prestasi serta konsekuensi wanprestasi.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembentukan partai politik Islam dengan menggunakan ideologi Hizbut Tahrir.
2. Partai politik ideologis dibentuk melalui beberapa tahapan mulai dari sel awal, halaqoh ula, kutlah hizbiyah, hingga menjadi hizb al-mabda'i.
3. Pembentukan partai politik ideologis Islam bertujuan untuk membangkitkan umat dan membersihkan pengaruh-pengar
Dokumen tersebut membahas tentang prinsip dan praktik ekonomi Islam yang bertujuan untuk memungkinkan manusia melakukan aktivitas ekonomi secara Islami agar mencapai kesejahteraan di dunia dan akhirat serta memberikan manfaat kepada sesama. Ekonomi Islam menolak sistem monopoli dan riba serta mendorong kepemilikan pribadi dan kerjasama.
Agama Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang yang salah kaprah dalam menafsirkannya, sehingga banyak kesalahan dalam memahami praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu aqidah Islam.
Makalah ini membahas tentang istihsan sebagai salah satu metode berijtihad. Istihsan didefinisikan sebagai berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. Makalah ini juga membahas macam-macam istihsan, dasar hukum istihsan menurut al-Qur'an dan hadis, serta pendapat ulama tentang kehujjahan istihs
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, fungsi, dan sistem partai politik. Secara ringkas, partai politik pertama kali muncul di Eropa Barat pada abad ke-19 sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Fungsi utama partai politik adalah sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengaturan konflik.
Qiyas merupakan salah satu metode penggalian hukum Islam yang digunakan untuk menetapkan hukum bagi peristiwa-peristiwa yang tidak terdapat nashnya dalam Alquran dan Hadis. Qiyas dilakukan dengan membandingkan kasus yang belum diatur dengan kasus yang sudah diatur berdasarkan kesamaan alasan hukum (illat). Metode ini diterima oleh kebanyakan mazhab, sedangkan mazhab Zahiri dan Syi'ah Imam
Makalah ini membahas tentang hukum Islam yang merupakan bagian dari agama Islam. Hukum Islam mengatur berbagai aspek kehidupan manusia seperti hubungan manusia dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia lain, dan lingkungan. Sumber hukum Islam berasal dari Al-Quran dan hadis yang kemudian dijabarkan lebih lanjut melalui ijtihad. Umat Islam di Indonesia turut serta dalam merumuskan dan menerapkan hukum
Teks tersebut membahas tentang Pengertian Qawaid Fiqhiyyah atau Kaidah-Kaidah Hukum Islam yang bersifat umum. Qawaid Fiqhiyyah dijelaskan sebagai aturan-aturan dasar yang mengatur perbuatan manusia dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum. Lima Qawaid Fiqhiyyah Utama (Qawaid Asasiyyah al-Khams) diuraikan sebagai dasar dari kaidah-kaidah hukum
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi IslamRizqy Putra
Dokumen tersebut membahas tentang hukum, HAM, dan demokrasi dalam perspektif Islam. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa hukum Islam bersumber dari Al-Quran dan Hadis, mencakup bidang ibadah, muamalah, dan hukum pidana. Dokumen juga menjelaskan konsep HAM dalam Islam yang meliputi hak hidup, hak atas kekayaan, dan hak-hak dasar lainnya. Terakhir, dokumen mendef
Dokumen tersebut membahas pengertian hukum ekonomi syariah. Hukum ekonomi syariah adalah ketentuan hukum yang bersumber dari Al-Quran, Hadis, dan sumber-sumber Islam lainnya dalam mengatur aktivitas ekonomi manusia. Ruang lingkup hukum ekonomi syariah meliputi berbagai lembaga keuangan syariah seperti bank syariah, asuransi syariah, dan pembiayaan syariah.
Dokumen tersebut membahas tentang sumber-sumber hukum Islam yaitu Al Qur'an, As Sunnah, dan Ijtihad. Ijtihad dijelaskan sebagai upaya untuk menemukan hukum dari sumber-sumber tersebut. Metode Ijtihad meliputi qiyas, istihsan, istishab, maslahah mursalah dan lainnya. Dokumen ini juga menjelaskan tentang syarat-syarat menjadi mujtahid dan jenis-jenis mujtah
Dokumen tersebut membahas tentang batas waktu hak guna usaha dan hak guna bangunan menurut undang-undang, pengertian perjanjian dan perikatan, syarat-syarat sah perjanjian dan unsur-unsur kesepakatan, sebab-sebab berakhirnya perikatan, asas-asas perjanjian, dan pengertian prestasi serta konsekuensi wanprestasi.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pembentukan partai politik Islam dengan menggunakan ideologi Hizbut Tahrir.
2. Partai politik ideologis dibentuk melalui beberapa tahapan mulai dari sel awal, halaqoh ula, kutlah hizbiyah, hingga menjadi hizb al-mabda'i.
3. Pembentukan partai politik ideologis Islam bertujuan untuk membangkitkan umat dan membersihkan pengaruh-pengar
Dokumen tersebut membahas tentang prinsip dan praktik ekonomi Islam yang bertujuan untuk memungkinkan manusia melakukan aktivitas ekonomi secara Islami agar mencapai kesejahteraan di dunia dan akhirat serta memberikan manfaat kepada sesama. Ekonomi Islam menolak sistem monopoli dan riba serta mendorong kepemilikan pribadi dan kerjasama.
Agama Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang yang salah kaprah dalam menafsirkannya, sehingga banyak kesalahan dalam memahami praktek beragama bahkan dalam hal yang fundamental yaitu aqidah Islam.
Makalah ini membahas tentang istihsan sebagai salah satu metode berijtihad. Istihsan didefinisikan sebagai berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. Makalah ini juga membahas macam-macam istihsan, dasar hukum istihsan menurut al-Qur'an dan hadis, serta pendapat ulama tentang kehujjahan istihs
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, fungsi, dan sistem partai politik. Secara ringkas, partai politik pertama kali muncul di Eropa Barat pada abad ke-19 sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Fungsi utama partai politik adalah sebagai sarana komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengaturan konflik.
Sesungguhnya realitas buruk umat ini perlu diubah. Perubahan itu seharusnya dilakukan secara politis melalui sebuah partai (kutlah) politik yang ditegakkan di atas dasar ideologi (mabda’) Islam. Aktivitas partai politik ideologi Islam berkaitan dengan transformasi sosial atau perubahan masyarakat. Oleh karena itu, ia harus mengadopsi secara rinci semua hal yang berkaitan dengan perubahan masyarakat, yakni berupa berbagai pemikiran dan hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbaikan realitas masyarakat ini.
Kitab ini membahas tentang pembentukan partai politik Islam yang ideal, meliputi 4 tahapannya yaitu sel pertama, halaqah ula, kutlah hizbiyah, dan hizb mabda'i. Kitab ini juga menjelaskan 3 hal penting yaitu faktor kegagalan gerakan Islam, cara pembentukan partai yang benar, dan tahapan kegiatan partai politik Islam.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang peranan guru sebagai motivator untuk membantu siswa memahami potensi diri dan menciptakan hubungan yang serasi di kelas.
2. Juga membahas tentang definisi negara menurut Aristoteles sebagai persekutuan untuk mencapai kehidupan yang baik bersama.
3. Selanjutnya membahas latar belakang pembentukan partai politik dan sistem ke
Dokumen tersebut membahas tentang sistem multipartai di Indonesia. Sistem ini memungkinkan terbentuknya banyak partai politik yang mewakili berbagai kelompok masyarakat. Namun, sistem ini juga berpotensi menimbulkan persaingan yang tidak sehat antarpartai. Dokumen ini menjelaskan sejarah, fungsi, dan jenis sistem kepartaian di Indonesia, termasuk dampak positif dan negatif dari penerapan sistem multipartai.
Buku ini membahas tentang tarbiyah siyasiyah atau pendidikan politik dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa politik dalam Islam berbeda dengan politik sekuler Barat, di mana politik Islam bersumber dari ajaran agama sedangkan politik Barat memisahkan agama dan politik. Buku ini juga membahas tentang prinsip-prinsip kepemimpinan dan pemerintahan dalam Islam serta hubungan antara Islam dan demokrasi modern. Di akhir buku, penulis
Dokumen tersebut membahas tentang partai politik dan pemilu sebagai bagian penting dari demokrasi. Partai politik berperan merekrut dan menempatkan anggota masyarakat ke jabatan publik melalui pemilu. Ada beberapa sistem pemilu yaitu sistem distrik dan sistem proporsional yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Peran partai politik dalam negara khilafahFlamencoRizky
Dokumen tersebut membahas peran partai politik dalam negara khilafah. Menurut dokumen tersebut, partai politik memiliki peran penting dalam negara khilafah untuk melakukan kontrol terhadap penguasa melalui fungsi check and balance. Partai politik dalam negara khilafah bertugas melakukan dakwah dan mengkritik kebijakan pemerintah agar selalu sesuai dengan syariat Islam.
Kepemimpinan, politik dalam perpekstif islamPEMPROP JABAR
Teks tersebut membahas tentang politik dalam perspektif Islam, mulai dari definisi politik dalam bahasa Arab (siyasah), pengertian politik menurut Islam yang mencakup pengurusan urusan umat, contoh politik Nabi Muhammad SAW, hingga perbandingan antara politik berkualitas tinggi dan rendah menurut pandangan Islam. Juga dibahas mengenai ciri-ciri politik Machiavelli dan hubungan antara Islam dengan konsep demokrasi.
Latar belakang berdirinya HMI adalah untuk menjawab tantangan zaman dan mengembalikan ajaran Islam secara utuh. HMI memiliki lima pilar yang menjadi dasar berdirinya yaitu situasi dunia internasional, situasi Indonesia pasca kemerdekaan, kondisi umat Islam, kondisi perguruan tinggi, dan tuntutan modernisasi. Konstitusi HMI mengatur arah organisasi untuk mencapai tujuannya secara independen.
Makalah ini membahas tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menjelaskan pengertian KBK, latar belakang, prinsip, komponen, pelaksanaan, dan evaluasi KBK. KBK bertujuan mengembangkan kompetensi peserta didik berdasarkan standar kinerja dan memberdayakan sumber belajar. KBK memiliki keunggulan seperti memberikan pengalaman belajar berpusat pada peserta didik namun juga memiliki kelemahan
Makalah ini membahas tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pertama, menjelaskan pengertian kurikulum dan kompetensi. Kedua, latar belakang diterapkannya KBK di Indonesia yaitu rendahnya mutu pendidikan dan persaingan global. Ketiga, KBK dirancang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai tuntutan dunia kerja dengan menekankan pada proses pembelajaran berbasis kompetensi
Kurikulum 1994 dan KBK memiliki perbedaan pendekatan. Kurikulum 1994 berfokus pada materi pelajaran sedangkan KBK berfokus pada pencapaian kompetensi siswa. KBK memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam menyusun silabus dan mengevaluasi proses belajar mengajar.
Dokumen ini membahas pentingnya analisis kurikulum pendidikan yang harus selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kurikulum tidak hanya terkait materi pelajaran tetapi juga aspek-aspek lain seperti moral dan karakter. Evaluasi pendidikan tidak hanya menekankan keberhasilan intelektual tetapi juga moral. Kurikulum perlu dirancang untuk tujuan jangka panjang dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti budaya, ideologi
Gaya kepemimpinan Kepala Sekolah SMK Nurul Huda Pringsewu adalah gaya transformasional. Gaya ini menempatkan perhatian pada pengembangan individu dan mampu mengilhami orang lain untuk bekerja ekstra demi mencapai tujuan kelompok melalui kharisma, inspirasi, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual.
Dokumen tersebut membahas pentingnya kurikulum pendidikan yang selalu berkembang sesuai dengan perubahan zaman, serta perlunya evaluasi pendidikan yang tidak hanya menekankan pada aspek intelektual tetapi juga moral. Kurikulum harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti budaya, ideologi, sejarah, dan tujuan pembangunan negara.
Makalah ini membahas tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menjelaskan pengertian KBK, latar belakang, prinsip, komponen, pelaksanaan, dan evaluasi KBK. KBK bertujuan mengembangkan kompetensi peserta didik berdasarkan standar kinerja dan memberdayakan sumber belajar. KBK memiliki keunggulan seperti memberdayakan potensi peserta didik dan kelemahan seperti sering mengalami perubahan.
Kurikulum merupakan komponen penting dalam pendidikan yang memiliki peran strategis sebagai wadah transformasi nilai pendidikan suatu bangsa. Pengembangan kurikulum memerlukan dasar-dasar seperti filsafat, psikologi, sosial budaya, dan teknologi untuk menyesuaikan perubahan sosial. Tujuan pengembangan kurikulum adalah menyesuaikan pendidikan dengan perubahan sosial serta mengembangkan pengetahuan.
Dokumen ini membahas pentingnya analisis kurikulum pendidikan yang harus selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman. Kurikulum tidak hanya terkait materi pelajaran tetapi juga aspek-aspek di luar materi. Evaluasi pendidikan tidak hanya menekankan keberhasilan intelektual tetapi juga moral. Kurikulum perlu dirancang untuk tujuan jangka panjang dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti budaya, ideologi, sejarah,
Korelasi adalah hubungan antara dua variabel. Korelasi dapat berupa positif, negatif, atau nol. Korelasi positif berarti ketika nilai satu variabel meningkat, nilai variabel lain juga meningkat. Korelasi negatif berarti ketika nilai satu variabel meningkat, nilai variabel lain menurun. Korelasi nol berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Korelasi Pearson digunakan untuk mengukur besarnya hubungan ant
Dokumen tersebut membahas tentang analisis regresi yang digunakan untuk menentukan hubungan antara variabel bebas dan terikat. Regresi linier sederhana menggunakan persamaan Y = a + bX, sedangkan regresi linier berganda menggunakan persamaan Y' = a + b1X1+ b2X2+.....+ bnXn. Langkah-langkah penyelesaian regresi linier berganda dijelaskan beserta contoh soalnya.
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfZainul Ulum
Sekelumit cerita tentang ekspresi kegelisahan kaum muda desa atas kondisi negara, yang memilih menyalakan lilin-lilin kecil sebisanya daripada mengutuk kegelapan yang memiskinkannya selama beberapa generasi
Keberadaan Nganjuk sebagai kabupaten yang memiliki resiko bencana berskala sedang menjadi fokus pembahasan dalam FGD Lingkungan yang di gelar di Dinas Lingkungan Hidup Kab. Nganjuk.
Dalam kegiatan FGD yang di hadiri seluruh Komunitas, Pemangku Kebijakan (Dinas Kehutanan Jawa Timur, FPRB Nganjuk, BPBD Nganjuk) tersebut menyoroti pentingnya kolaborasi antar pihak untuk melakukan aksi mitigasi pengurangan resiko bencana.
Dalam Paparan ini, Pelestari Kawasan Wilis memaparkan konsep mitigasi yang bertumpu pada perlindungan sumber mata Air. Hal ini selaras dengan aksi & kegiatan yang telah dilakukan sejak 2020, dimana Perkawis mengambil peran konservasi di sekitar lereng Wilis
Disampaikan pada PKN Tingkat II Angkatan XVI, LAN RI
Jakarta, 6 Juni 2024
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH. MA.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN RI
1. Partai Politik dalam Islam
Makna dan Fungsi Partai Politik Kini
Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik
dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka (Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-
Dasar Ilmu Politik, Gramedia). Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur penting yang ada dalam partai
politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai,
cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.
Dalam praktek kekinian, setidaknya ada empat fungsi partai politik, yaitu:
Pertama, partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan
kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap
kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum
yang diterapkan pada masyarakat.
Kedua, partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan orientasi
terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat. Sosialisi politik
mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.
Ketiga, partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak orang untuk
turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
Keempat, partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan
pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk
kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
Belajar dari Realitas Partai
Indonesia adalah negeri Muslim terbesar di dunia. Tapi, sungguh ironis, Islam malah dipinggirkan. Mengapa?
Pertama, partai-partai yang berkuasa lebih bercorak sekular dan kebangsaan. Konsekuensinya, aturan-aturan yang
diterapkan adalah aturan-aturan sisa peninggalan penjajah Belanda. Sistem ekonomi yang dipraktekkan pun
ekonomi Kapitalistik yang secara intrinsik meniscayakan kesenjangan yang hebat antara kaya dengan miskin.
2. Kekayaan alam milik rakyat pun dibiarkan dikuasai asing dan para saudagar dalam negeri. Semuanya legal karena
ditopang oleh perundang-undangan yang dibuat oleh wakil-wakil partai-partai tersebut yang duduk di parlemen.
Kedua, partai-partai Islam yang ada tidak memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas dan tegas. Sebagai contoh, ketika
mensikapi fenomena kepala negara perempuan hanya berkomentar, “Ini masalah fikih. Semua terserah rakyat.”
Pada waktu didesak pendapatnya tentang syariah Islam, menjawab, “Syariah Islam itu kan keadilan, kebebasan,
dan kesetaraan.” Kalau begitu, tidak ada bedanya dengan partai-partai umumnya. Ketika ramai membincangkan
amandemen UUD 1945 tentang dasar negara, sebagian menyatakan, “Partai kami tidak akan mendirikan Negara
Islam”, “Kembali kepada Piagam Jakarta”, dan partai Islam lainnya menyatakan ‘Indonesia ini plural harus kembali
ke Piagam Madinah di mana tiap agama menjalankan hukum masing-masing’. Sikap demikian membuat umat
menyimpulkan tidak ada bedanya antara partai yang menamakan partai Islam dengan partai lainnya.
Ketiga, partai-partai secara umum hanya diperuntukkan bagi pemenangan Pemilu. Kegiatannya terkait persoalan
rakyat hanya digiatkan menjelang Pemilu. Dalam kurun waktu antara dua Pemilu, umumnya partai kurang aktif.
Kalaupun aktif lebih disibukkan dengan aktivitas Pilkada untuk menggoalkan calonnya. Interpelasi masalah beras
atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) hanya panas-panas tahi ayam. Ujungnya, tidak ada penyelesaian.
Keempat, tidak menjalankan metode yang jelas. Untuk melakukan perubahan di tengah masyarakat ditempuh
dengan membuat undang-undang. Namun, jalannya dengan kompromi dan tambal sulam. Bahkan, berkoalisi
antara partai Islam dengan partai nasionalis yang anti Islam, bahkan partai kristen yang jelas-jelas
memproklamirkan dirinya ‘konsisten menentang syariah’. Kalaupun menyatakan ‘partai nasionalis relijius’ tidak jelas
apa maksudnya. Dengan perilaku demikian rakyat tidak melihat ada bedanya antara partai Islam dengan partai
nasionalis, misalnya.
Kelima, tidak adanya ikatan yang kuat di antara para anggotanya. Ikatan yang ada lebih pada kepentingan.
Muncullah perpecahan di dalam tubuh partai-partai Islam atau berbasis massa umat Islam.
Keenam, perilaku sebagian anggota/pengurus tidak mencerminkan partai Islam sesungguhnya. Aliran dana untuk
DPR termasuk yang ‘tidak jelas asalnya’, juga diterima oleh sebagian partai Islam. Alasannya, nanti akan
dikembalikan kepada rakyat yang menjadi konstituennya. Hal ini menambah pemahaman masyarakat tentang
sulitnya membedakan antara partai Islam dengan partai bukan Islam.
Inilah beberapa penyebab kegagalan partai, khususnya partai Islam. Karenanya, siapapun harus belajar dari
kesalahan-kesalahan tersebut.
Memaknai Partai Politik Islam
Pengertian dan fungsi partai politik yang disampaikan di muka sangatlah umum. Visi dan misinya amat terbuka,
bisa berdasarkan Sekular-Kapitalis, Sosialis/Komunis, atau Islam. Lalu, bagaimana cara untuk mewujudkan partai
yang benar?
Terlebih dahulu, penting untuk didudukkan apa hakikat partai politik (hizbun siyasiy) dalam sudut pandang Islam.
Secara bahasa, kata hizb dipakai dalam beberapa ayat al-Quran. Di antaranya, Imam Jalalain dalam memaknai
kata ’hizb (hizbullah)’ dalam surat al-Maidah ayat 56 dan Mujadilah ayat 22 sebagai atba’uhu (pengikutnya) serta
orang-orang yang mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Imam al-Qurthubiy dalam tafsirnya
memaknai kata hizb dalam surat al-Maidah ayat 56, Al-Mukminun ayat, 53 dan Mujadilah ayat 19 sebagai
penolong, sahabat, kelompok (fariq), millah, kumpulan orang (rohth). Sementara itu, dalam kamus Al-Muhit,
disebutkan: “Sesungguhnya partai adalah sekelompok orang. Partai adalah seorang dengan pengikut dan
pendukungnya yang punya satu pandangan dan satu nilai’’. Imam Ar-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib
berkata, “Partai adalah kumpulan orang yang satu tujuan, mereka bersama-sama bersatu dalam kewajiban partai
untuk mewujudkan tujuannya”.
Adapun terkait makna politik (siyasah) disebutkan dalam kamus Al-Muhit bahwa As-Siyasah (politik) berasal dari
kata: Sasa –Yasusu – Siyasatan bi ma’na ra’iyatan (pengurusan). Al-Jauhari berkata: sustu ar-raiyata siyasatan
artinya aku memerintah dan melarang kepadanya atas sesuatu dengan sejumlah perintah dan larangan). Wa as-
siyasah maksudnya: al-qiyamu ‘ala syaiin bima yashluhuhu (siyasah/politik adalah melakukan sesuatu yang
3. memberi mashlahat padanya) (Lisanul Arab, Ibn Mandzur). Dengan demikian, politik/siyasah bermakna mengurusi
urusan berdasarkan suatu aturan tertentu yang tentu berupa perintah dan larangan.
Rasulullah SAW menggunakan kata siyasah (politik) dalam sabdanya:
»
«
Adalah Bani Israil, urusan mereka diatur (tasusuhum) oleh para Nabi. Setiap seorang Nabi wafat, digantikan oleh
Nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada Nabi sesudahku, dan akan ada para khalifah yang banyak (HR. Bukhari).
Di dalam kitab Fath al-Bariy, pada syarah hadits ini , dijelaskan makna siyasah (politik):
(
“(Mereka diurus oleh para Nabi), maksudnya, tatkala tampak kerusakan di tengah-tengah mereka, Allah pasti
mengutus kepada mereka seorang Nabi yang menegakkan urusan mereka dan menghilangkan hukum-hukum
Taurat yang mereka rubah. Di dalamnya juga terdapat isyarat, bahwa harus ada orang yang menjalankan urusan di
tengah-tengah rakyat yang membawa rakyat melewati jalan kebaikan, dan membebaskan orang yang terzalimi dari
pihak yang zhalim”
Berdasarkan makna hizbun (partai) dan siyasah (politik) tadi, maka dapat disebutkan bahwa partai politik (hizbun
siyasiy) merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai,
cita-cita dan tujuan yang sama dalam rangka mengurusi urusan rakyat. Dengan kata lain, partai politik adalah
kelompok yang berdiri di atas sebuah landasan ideologi yang diyakini oleh anggota-anggotanya, yang ingin
mewujudkannya di tengah masyarakat.
Karakteristik Partai Politik Islam
Allah SWT mengisyaratkan hal ini didalam firman-Nya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (TQS. Ali ’Imran[3]: 104).
Imam Al-Qurthubi mendefinisikan kata () dalam tafsir al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, sebagai sekumpulan orang yang
terikat dalam satu akidah. Tetapi, menurutnya, umat dalam surat Ali ‘Imran ayat 104 ini juga bermakna kelompok
karena adanya lafadz “minkum” (di antara kalian). Imam Ath-Thabari, seorang faqih dalam tafsir dan fiqh, berkata
dalam kitabnya Jami’ Al-bayan tentang arti ayat ini yakni: ‘’(Wal takun minkum) Ayuhal mu’minun (ummatun)
jama’atun‘’, artinya: “Hendaknya ada di antaramu (wahai orang-orang beriman) umat )jama’ah yang mengajak pada
hukum-hukum Islam(”. Al-Qadhi Al-Baydhawi dalam kitabnya, Tafsir al-Baidhawi tentang arti ayat ini menyatakan:
Lafadz Min —dalam ayat tersebut— mempunyai konotasi li at-tab’idh (menujukkan makna sebagian). Karena amar
makruf dan nahi munkar merupakan fardhu kifayah.
4. Disamping karena aktivitas tersebut tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, ketika orang yang diperintah oleh nash
tersebut harus mempunyai sejumlah syarat, yang tidak bisa dipenuhi oleh semua orang. Seperti pengetahuan
tentang hukum, tingkat kecakapan, tatacara menunaikannya dan kemampuan melaksanakannya. Perintah tersebut
memang menyerukan kepada seluruhnya (umat Islam), namun yang diminta mengerjakannya hanya sebagian dari
mereka. Itu membuktikan, bahwa perintah tersebut wajib untuk seluruhnya, sehingga ketika mereka meninggalkan
pokok kewajiban tersebut, semuanya berdosa. Namun, kewajiban tersebut dinyatakan gugur dengan dikerjakan
oleh sebagian di antara mereka. (Al-Baidhawi, Tafsir al-Baidhawi, juz I, hal. 374).
Pada titik terakhir ini, Imam as-Syathibi memberikan penegasan, “Pada dasarnya mereka (kaum Muslim) dituntut
untuk menunaikannya secara keseluruhan. Namun, mereka ada yang mampu melaksanakannya secara langsung.
Mereka inilah orang-orang berkompeten untuk melaksanakannya. Sedangkan yang lain, meski mereka tidak
mampu, tetapi tetap mampu menghadirkan orang-orang yang berkemampuan. Jadi, siapa saja yang mampu
menjalankan pemerintahan (wilayah), dia dituntut untuk melaksanakannya. Bagi yang tidak mampu, dituntut untuk
melakukan perkara lain, yaitu menghadirkan orang yang mampu dan memaksanya untuk melaksanakannya.
Kesimpulannya, yang mampu dituntut untuk menjalankan kewajiban tersebut, sementara yang tidak mampu dituntut
untuk menghadirkan orang yang mampu. Alasannya, karena orang yang mampu tersebut tidak akan ada, kecuali
dengan dihadirkan. Ini merupakan bagian dari Ma la yatimmu al-wajib illa bihi, yaitu kewajiban yang hanya bisa
dijalankan dengan sempurna dengan adanya perkara tadi.” (as-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, juz I,
hal. 128-129)
Ringkasnya, di dalam ayat itu disebutkan ‘Hendaknya ada di antara kamu segolongan umat …’, artinya, hendaknya
ada sekelompok/segolongan orang dari kaum Muslim (ummatan minal muslimin atau jama’atan minal muslimin).
Ayat ini menegaskan perintah kepada kaum Muslim tentang keharusan adanya kelompok/jama’ah. Kelompok untuk
apa? Untuk menjalankan dua fungsi: pertama, da’wah ilal khair (menyeru kepada al-khoir) dan kedua, amar ma’ruf
nahi munkar (memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari perkara munkar).
Kata al-khair dalam frase da’wah ilal khair menurut tafsir Jalalain berarti al-Islam (Tafsir al-Quran al-’Azhim li al-
imamain Jalalain, hal. 58), sehingga makna da’wah ilal khair adalah mendakwahkan/menyeru manusia kepada
Islam. Sementara itu, Imam Ibnu Katsir menyebutkan bahwa al-khair adalah mengikuti al-Quran dan as-Sunnah.
Maksud ayat tersebut, lanjutnya adalah hendaknya ada dari umat ini suatu kelompok yang solid dalam menjalankan
tugas tersebut sekalipun hal itu juga merupakan kewajiban atas setiap individu umat ini (Ibn Katsir, Tafsir al-Quran
al-’Azhim, Juz I, hal. 478). Berdasarkan hal ini, jelaslah kelompok yang dikehendaki Allah adalah kelompok yang
secara penuh berjuang untuk menyerukan Islam.
Pada sisi lain, kelompok tersebut berbentuk partai politik. Hal ini dipahami dari fungsi kedua dari kelompok itu, yaitu
amar ma’ruf nahi munkar. Cakupan amar ma’ruf nahi munkar amat luas, termasuk di dalamnya menyeru para
penguasa agar mereka berbuat ma’ruf (melaksanakan syariah Islam) dan melarangnya berbuat munkar
(menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan syariah Islam). Bahkan, mengawasi para penguasa dan
menyampaikan nasihat kepadanya merupakan bagian terpenting dari aktivitas amar ma’ruf nahi munkar.
Padahal, aktivitas demikian merupakan aktivitas politik sekaligus termasuk kegiatan politik yang amat penting, yang
menjadi ciri utama kegiatan sebuah partai politik. Jadi, ayat tersebut mengisyaratkan tentang kewajiban mendirikan
partai-partai politik yang berdasarkan Islam. Dengan kata lain, partai politik yang harus ada adalah partai politik
yang tegak di atas ideologi (mabda) Islam atau partai Islam ideologis.
Berdasarkan hal tersebut, partai politik Islam adalah partai yang berideologi Islam, mengambil dan menetapkan ide-
ide, hukum-hukum dan pemecahan problematika dari syariah Islam, serta metode operasionalnya mencontoh
metode (thariqah) Rasulullah SAW.
Partai politik Islam adalah partai yang berupaya menyadarkan masyarakat dan berjuang bersamanya untuk
melanjutkan kehidupan Islam. Partai politik Islam tidak ditujukan untuk meraih suara dalam Pemilu atau berjuang
meraih kepentingan sesaat, melainkan partai yang berjuang untuk merubah sistem Sekular menjadi sistem yang
diatur oleh syariah Islam. Orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir menjadi satu kesatuan, serta
orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama semuanya haruslah didasarkan dan bersumber dari
Islam. Karenanya, partai Islam yang ideologis memiliki beberapa karakter, di antaranya:
1. Dasarnya adalah Islam. Hidup matinya adalah untuk Islam.
5. 2. Orang-orangnya adalah orang-orang yang berkepribadian Islam. Mereka berpikir berdasarkan Islam dan berbuat
berdasarkan Islam. Partai politik Islam terus menerus melakukan pembinaan kepada para anggotanya hingga
mereka memiliki kepribadian Islam sekaligus memiliki pemikiran, perasaan, pendapat dan keyakinan yang
sama, sehingga orientasi, nilai, cita-cita dan tujuannya pun sama. Merekapun menjadi sumberdaya manusia
(SDM) yang siap untuk menerapkan syariah Islam. Pada saat yang sama, ikatan yang menyatukan mereka
bukan kepentingan atau uang melainkan akidah Islamiyah.
3. Memiliki amir/pemimpin partai yang menyatu dengan pemikiran Islam dan dipatuhi selama sesuai dengan Al-
Quran dan Sunnah. Nabi SAW bersabda, “Jika kalian bertiga dalam satu safar, tunjuklah amir satu di
antaramu” (HR Muslim).
4. Memiliki konsepsi (fikrah) yang jelas terkait berbagai hal. Partai Islam haruslah memiliki konsepsi (fikrah) yang
jelas tentang sistem ekonomi, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem pendidikan, politik luar
negeri, dll. Semuanya harus tersedia dan siap untuk disampaikan. Konsepsi inilah yang disosialisasikan kepada
masyarakat hingga mereka menjadikan penerapan semua sistem Islam tersebut sebagai kebutuhan bersama.
Syariah Islam inilah yang diperjuangkan untuk ditegakkan. Pada sisi lain, konsepsi tidak akan dapat dilakukan
kecuali adanya metode pelaksanaan (thariqah). Dan metode pelaksanaan hukum Islam tersebut adalah melalui
pemerintah yang menerapkan Islam. Upaya mewujudkan pemerintahan yang menerapkan hukum Islam
(khilafah) tersebut merupakan arah yang dituju partai Islam.
5. Mengikuti metode yang jelas dalam perjuangannya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Pertama,
melakukan pembinaan dan pengkaderan. Kedua, bergerak dan bergaul bersama dengan masyarakat. Ketiga,
menegakkan syariah secara total dengan dukungan dan bersama dengan rakyat.
6. Melakukan aktivitas:
a. Membangun tubuh partai dengan melakukan pembinaan secara intensif sehingga menyakini ide-ide yang
diadopsi oleh partai.
b. Membina umat dengan Islam dan pemikiran, ide serta hukum syara’ yang diadopsi oleh partai, sehingga
tercipta opini tentang syari’at Islam sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah umat dan keharusan
menerapkan syariah Islam dalam wadah Khilafah.
c. Melakukan perang pemikiran dengan semua ide, pemikiran, aturan yang bertentangan dengan Islam.
d. Melakukan koreksi terhadap penguasa yang tidak menerapkan Islam atau menzhalimi rakyat.
e. Perjuangan politik melawan negara kafir penjajah dan para penguasa yang zhalim.
Arah Jalan
Secara umum ada dua jalan yang ditempuh dalam perjuangan merubah sistem Sekular menjadi Islam. Pertama,
jalan parlemen. Jalan ini menggunakan logika linier, yaitu partai politik ikut dalam parlemen untuk merumuskan
perundang-undangan yang sesuai dengan syariah. Dengan demikian, sistem akan berubah.
Fakta menunjukkan perubahan total tidak pernah terjadi melalui jalan parlemen. Kalaupun bisa terjadi bersifat
parsial. Karenanya, perjuangan melalui parlemen bukanlah metode untuk melakukan perubahan total.
Parlemen tidak dapat dijadikan sebagai metode perubahan. Sebab, metode perubahan melalui parlemen hanya
bersifat teoritis belaka bukan praktis. Selain itu, pemilu bukanlah metode perubahan yang telah ditempuh oleh
Rasul saw. ketika mendirikan pemerintahan Islam. Selain itu, fakta di Indonesia juga menunjukkan bahwa partai-
partai politik dan anggota parlemen sejak awal telah melihat keharusan mereka untuk terikat dengan Sekularisme
Kapitalisme beserta produk perundangan-undangannya. Ini artinya, pemilu di Indonesia tidak diadakan dalam
rangka melakukan perubahan mendasar apapun.
Pada sisi lain dilihat dari faktanya, parlemen itu memiliki tiga fungsi, yaitu:
6. 1. Membuat undang-undang dasar dan undang-undang serta mengesahkan berbagai kesepakatan, rancangan
undang-undang, dan berbagai perjanjian yang lain.
2. Mengangkat kepala negara –di beberapa negara, dia dipilih secara langsung oleh rakyat– dan memberikan
mandat kepadanya untuk menjalankan pemerintahan.
3. Melakukan pengawasan, koreksi, dan kontrol kepada pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintahan.
Partai Islam ditujukan untuk menerapkan Islam secara kaffah, karenanya partai yang membuat undang-undang
sekular, melalui wakilnya yang duduk di parlemen, bertentangan dengan fakta partai Islam itu sendiri. Lebih dari
itu, dalam pandangan Islam, manusia tidak berhak membuat hukum dan undang-undang. Yang berhak membuat
hukum perundang-undangan itu hanyalah Allah SWT. Allah berfirman:
Kuputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. (TQS. Yûsuf [12]: 40)
Begitu juga pemberian mandat kepada pemerintah yang tidak berhukum dengan hukum Allah, jelas hukumnya
haram, tidak boleh dilakukan oleh partai Islam. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firmanNya:
Barang siapa tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah (syariah Islam), maka mereka termasuk orang-
orang kafir. (TQS. al-Mâidah [5]: 44)
Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang zalim. (TQS.
al-Mâ’idah [5]: 45)
Barang siapa tidak berhukum kepada apa yang diturunkan Allah (syariah Islam), maka mereka termasuk orang-
orang fasiq” (TQS. al-Mâidah [5]: 47)
Adapun aktivitas pengawasan, koreksi, dan kontrol kepada pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintahan
merupakan kewajiban yang harus dilakukan, termasuk oleh partai politik. Caranya, bisa dari luar parlemen, bisa
juga dari dalam parlemen. Karena itu, siapapun yang ada di dalam parlemen harus menjadikannya sebagai mimbar
dakwah dalam rangka melakukan koreksi (muhasabah) bagi penguasa. Satu hal yang penting dicatat adalah
parlemen sebagai mimbar dakwah hanyalah salah satu teknik (uslub) saja dalam melakukan koreksi pada
penguasa.
Jalan kedua adalah jalan yang merupakan metode perubahan. Metode ini adalah metode yang ditempuh oleh
Rasulullah SAW. Metode tersebut berupa pembinaan umat Islam dan berinteraksi dengan mereka hingga terbentuk
kesadaran umum pada diri mereka. Bukan sembarang kesadaran melainkan kesadaran bahwa mereka adalah
umat terbaik yang dilahirkan untuk seluruh umat manusia, dan kesadaran bahwa agama Islam yang telah
diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah risalah paripurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
Umat pun menjadi sadar bahwa Allah akan memenangkannya atas semua agama dan ideologi, termasuk atas
demokrasi Barat.
Agama inilah satu-satunya yang akan membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam. Tidak berhenti
sampai di situ, muncul pula kesadaran bahwa masalah utama umat Islam saat ini adalah mengembalikan Khilafah
Islam yang akan menerapkan syariah Allah di dalam negeri, mengemban risalah ke seluruh dunia, serta
menyatukan kaum Muslim di bawah panji La ilaha illallah. Umat juga sadar bahwa mengembalikan Khilafah itu
harus dilakukan melalui thalab an-nushrah (aktivitas mencari pertolongan) dari para pemilik kekuatan (ahlul
7. quwwah), bukan melalui pemilihan umum. Partai politik Islam melakukan proses penyadaran pada semua lini
masyarakat.
Dalam prakteknya, partai Islam tidak lepas dari langkah-langkah berikut:
1. Dimulai dengan pembentukan kader yang berkepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah), melalui pembinaan
intensif (halqah murakkazah) dengan materi dan metode tertentu. Proses ini akan menjadikan rekrutmen kader
politik tidak pernah surut. Bukan kader yang berambisi untuk mendapatkan kursi melainkan kader perjuangan
dalam menegakkan Islam demi kemaslahatan manusia.
2. Pembinaan umat (tatsqif jamaiy) untuk terbentuknya kesadaran masyarakat (al-wa’yu al-am) tentang Islam.
Pembinaan ini harus menghubungkan realitas yang terjadi dengan pandangan dan sikap Islam terhadap
realitas tersebut. Misalnya, memperbincangkan dengan masyarakat persoalan kenaikan harga listrik, BBM,
penjualan kekayaan rakyat kepada asing, tekanan Dana Moneter Internasional (IMF), penghinaan terhadap
Nabi/al-Quran/Islam, dll, disertai penjelasan hukum Islam tentang masalah tersebut. Partai membuat komentar,
analisis, dan sikap politik terkait hal-hal tersebut lalu disampaikan kepada rakyat. Juga, dilakukan koreksi
terhadap kebijakan penguasa serta membongkar rencana jahat negara asing. Dengan cara seperti ini rakyat
akan memiliki sikap politik sesuai dengan pandangan Islam terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Dengan
pembinaan ini pula terjadi transfer nilai-nilai dan hukum Islam dari generasi ke generasi. Partai Islam sehari-hari
berada di tengah rakyat.
3. Pembentukan kekuatan politik melalui pembesaran tubuh partai (tanmiyatu jismi al-hizb) agar kegiatan
pengkaderan dan pembinaan umum dapat dilakukan dengan lebih intensif, hingga terbentuk kekuatan politik
(al-quwwatu al-siyasiya). Kekuatan politik adalah kekuatan umat yang memilliki kesadaran politik Islam (al-
wa’yu al-siyasiy al-islamy), yakni kesadaran bahwa kehidupan bermasyarakat dan bernegara harus diatur
dengan syariah Islam. Maka harus ada upaya terus menerus penyadaran politik Islam kepada masyarakat,
yang dilakukan oleh kader. Makin banyak kader, makin cepat kesadaran terbentuk sehingga kekuatan politik
juga makin cepat terwujud. Di sinilah agregasi dan artikulasi kepentingan rakyat terjadi. Apa yang menjadi
kepentingan rakyat tersebut tidak lepas dari tuntutan dan tuntunan aturan Islam. Dengan cara seperti ini terjadi
komunikasi politik dan sosialisi politik antara partai dengan rakyat hingga massa umat memiliki kesadaran
politik.
Pemikiran partai Islam tentu berbeda dengan partai Sekular-Kapitalis-Liberal maupun Sosialis-Komunis.
Sebagai contoh, dalam masalah ekonomi, partai sekular menjadikan seluruh aset produksi, termasuk sumber
daya alam (SDA) dibiarkan dikuasai oleh individu atau swasta berdasarkan mekanisme pasar. Sementara
partai Sosialis menjadikan negara sebagai aktor tunggal aktivitas ekonomi, sehingga semua aset produksi,
termasuk sumber daya alam (SDA) dimonopoli oleh negara. Rakyat pun tidak boleh memiliki aset produksi
apapun. Adapun partai Islam, menjadikan aset produksi, termasuk sumber daya alam (SDA), sesuai dengan
mekanisme hukum syara’, yang terbagi dalam tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, umum dan
negara. Ada juga partai yang tidak memiliki konsep apapun tentang masalah tersebut, maka senyatanya ia
bukanlah partai, atau sekadar partai papan nama.
4. Massa umat yang memiliki kesadaran politik menuntut perubahan ke arah Islam. Di sinilah penggabungan
kepentingan (interest aggregation) dan perumusan kepentingan (interest articulation) dilandaskan pada Islam
dan diperjuangkan bersama antara partai dengan rakyat.
5. Penyampaian Islam pun ditujukan kepada ahl-quwwah dan pihak-pihak yang berpengaruh seperti politisi, orang
kaya, tokoh masyarakat, media massa dan sebagainya. Melalui pendekatan intensif ahl-quwwah setuju dan
mendukung perjuangan partai bersama rakyat. Kekuatan politik yang didukung oleh berbagai pihak semacam
ini tidak akan terbendung.
6. Sistem (syariah) dan kekuasaan (khilafah atau penyatuan ke dalam khilafah) Islam tegak melalui jalan umat.
Jalan tersebut merupakan jalan yang didasarkan pada kesadaran masyarakat dan perjuangan bersama antara
partai dengan umat sehingga dikenal dengan jalan ‘an thariq al-ummah (melalui jalan umat). Tampak, jalan tersebut
merupakan jalan damai dan alami. Tidak ada sesuatu yang perlu ditakutkan atau dikhawatirkan. Sebab, inti dari
metode itu adalah kesadaran umat dan tuntutan umat demi kemaslahatan umat.
8. Kemasalahatan umat itu bukanlah sekadar persoalan moralitas dan sentimen keagamaan. Namun, Partai politik
Islam juga memiliki solusi syariah yang cerdas, dan bisa diterapkan oleh negara, seperti menjamin kebutuhan
pokok (sandang, pangan, dan papan) tiap individu masyarakat. Mekanisme ini dilakukan setelah secara individu,
seseorang tidak mampu memenuhinya, dan keluarga dekatnya tidak mampu memenuhinya. Selain itu, Islam juga
menjamin kebutuhan kolektif, seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan gratis sebagaimana yang banyak
dinyatakan dalam al-Quran dan hadits Nabi.
Demikianlah seharusnya partai politik Islam. Kehadirannya didambakan oleh rakyat yang menginginkan hidup
sejahtera di dunia dan akhirat. []
Mengupas Ideologi Politik Partai-partai ISLAM yang Memudar
Dalam massa reformasi sekarang ini mengapa ideologi politik dari partai politik Islam atau berbasis massa Islam
cenderungmemudar? Disini perlu diperjelas apa yang dinamakan dengan ideologi yang dipahami dan politik apa
yangdijalankanolehpartaipolitiktersebut.
Nah, ketika kita berbicara ideologi berarti kita berbicara kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Kemudian kalau kita menghubungkan dengan politik
sebagai ilmu, maka kita akan menemukan pengetahuan tentang ketatanegaraan atau kenegaraan.
Adapun kalau kita menghubungkan dengan politik praktis, artinya penerapan politik dalam kehidupan, maka kita
akan membicarakan segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain.
Sekarang, kalau kita berbicara ideologi politik yang dipahami dan dijalankan oleh partai Islam, maka kita berbicara
segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara yang diacukan pada asas yang mendasari kumpulan
konsep bersistem yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan partai politik Islam tersebut.
Nah sekarang timbul pertanyaan, apakah ideologi yang dipahami oleh partai Islam?
Ideologi yang dipahami adalah kumpulan konsep bersistem yang ada dalam Islam yang dijadikan asas pendapat
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai Islam tersebut.
Kemudian, apakah ideologi yang dipahami oleh partai Islam di Indonesia?
Ideologi yang dipahami oleh partai Islam di Indonesia adalah kumpulan konsep bersistem yang ada dalam
pancasila yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai Islam
tersebut.
Jadi, jelas berbeda antara ideologi yang dipahami oleh partai Islam dengan ideologi yang dipahami oleh partai
Islam di Indonesia.
Nah, karena ideologi yang dipahami oleh partai Islam di Indonesia didasarkan pada pancasila yang dijadikan
asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai Islam tersebut, maka
ideologi partai-partai Islam dan ideologi partai-partai yang berbasis masa Islam adalah tidak jauh berbeda dengan
ideologi partai-partai non Islam atau ideolopgi partai-partai yang berbasis bukan pada massa Islam. Mengapa ?
Karena ideologi partai-partai non Islam atau ideologi partai-partai yang berbasis bukan pada masa Islam
mendasarkan kumpulan konsep bersistem-nya pada pancasila yang dijadikan asas pendapat yang memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai-partai non-Islam atau partai-partai yang berbasis pada massa
non-Islam tersebut.
Jadi sekarang sudah bisa diambil garis lurus dari apa yang diuraikan diatas yaitu ideologi politik dari partai politik
Islam atau berbasis massa Islam yang ada di Indonesia makin memudar. Pemudaran tersebut disebabkan karena
kumpulan konsep bersistem yang ada dalam Islam yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan hidup partai Islam tersebut telah dirobah dan diacukan pada pancasila yang dijadikan
asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai politik Islam.
Karena itu ideologi politik yang dipahami dan dijalankan oleh partai Islam di Indonesia makin memudar disebabkan
oleh adanya kebijaksanaan politik yang menyangkut segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara
9. yang bukan diacukan pada asas Islam yang mendasari kumpulan konsep bersistem yang memberikan arah dan
tujuan untuk kelangsungan partai Islam tersebut, melainkan diacukan pada asas pancasila yang merupakan juga
dasar ideologi negara.
Seterusnya tentang pertanyaan: ”Faktor-faktor apa yang menyebabkan memudarnya ideologi politik dari
partai politik Islam atau berbasis massa Islam?”
Nah, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas yaitu salah satu faktor penyebab memudarnya ideologi politik dari
partai politik Islam adalah Islam yang tidak dijadikan sebagai acuan untuk membangun kumpulan konsep bersistem
yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan partai politik Islam tersebut.
Sekarang, karena memang Islam adalah bukan acuan untuk pembangunan kumpulan konsep bersistem yang
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan partai politik Islam di Indonesia tersebut, maka lambat laut
konsepsi yang dijadikan sebagai sistem untuk memberikan arah dan tujuan partai politik Islam makin jauh dari
sumber-nya, yaitu Islam.
Selanjutnya, faktor lain yang sangat mempengaruhi memudarnya ideologi politik partai Islam ini adalah karena
dalam UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu"
adalah sama dengan penetapan yang ada di negara-negara sekuler. Artinya, bebas bagi setiap warga untuk
beragama atau tidak, agama tidak ada sangkut pautnya dengan negara.
Mengapa agama tidak ada sangkut pautnya dengan negara? Karena tidak ada satu ayatpun dalam UUD'45 yang
mengatakan bahwa
"Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya
pada (hukum) Tuhan dan (Sunnah) Muhammad SAW"
Kemudian lagi pertanyaan: ”Mengapa dalam pemilu 1999 dan 2004, partai-partai politik Islam baik itu yang
berideologi Islam atau berbasis massa Islam kalah dari partai politik yang berideologi non-Islam?”
Nah, kalau kita kembali memperhatikan hasil pemilihan umum tahun 2004, maka akan terlihat dan terbaca bahwa
Golkar dan PDI-P adalah memang partai politik sekuler yang mempunyai jumlah kursi terbanyak di DPR, misalnya
Golkar mendapat 128 kursi dan PDI-P mendapatkan 109 ditambah dengan PD yang memperoleh 55 kursi.
Adapun partai politik yang berbasis massa ummat Islam seperti PPP yang mendapat 58 kursi, PAN mendapat 53
kursi, PKB mendapat 52 dan PKS mendapat 45 adalah sebenarnya pada dasarnya sama juga dengan partai politik
sekuler seperti Golkar dan PDI-P, karena memang bukan Islam yang dijadikan sebagai acuan untuk membangun
kumpulan konsep bersistem yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan partai-partai politik yang
berbasis massa ummat Islam tersebut, melainkan pancasila.
Disamping partai-partai politik yang berbasis massa ummat Islam adalah pancasila yang dijadikan acuan
pembuatan kumpulan konsep bersistem yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan partai-partai politik
ini, juga partai-partai politik ini terpecah kedalam bebagai pemahaman dan kebijaksanaan politik masing-masing.
Misalnya, PKB dengan NU-nya jelas tidak mungkin bisa bersatu dengan PAN bersama Muhammadiyah-nya. Begitu
juga partai PKS sampai kiamat tidak mungkin bisa bersatu dengan PKB bersama NU-nya Abdurrahman Wahid.
Juga dengan PPP yang merupakan hasil fusi sejumlah partai politik Islam yang berasaskan Pancasila sampai
kiamat tidak mungkin bersatu dengan PKB-nya Abdurrahman Wahid dan PAN bersama Muhammadiyah-nya.
Begitu pula dengan Partai Bulan Bintang (PBB) yang ada dipengaruhi oleh Masyumi sampai kiamat tidak akan
bersatu dengan PKB-NU-nya Abdurrahman Wahid.
Nah, karena memang partai-partai politik yang berbasis ummat Islam ini lahir karena organisasi massa-nya, maka
akan sulit untuk dipersatukan.
Jadi, selama partai-partai politik Islam yang berbasis ummat Islam membawakan suara kelompoknya masing-
masing, maka selama itu partai politik sekuler seperti Golkar dan PDI-P akan terus mendominasi dalam DPR RI.
10. Hanya, yang bisa dilakukan oleh partai-partai politik Islam yang berbasis massa ummat Islam adalah melakukan
kerjasama di DPR atau boleh dinamakan membentuk pakta kerjasama ketika menghadapi persoalan-persoalan
yang dianggap penting.
Contohnya, ketika Panitia khusus DPR RI membuat RUU Pemerintahan Acheh, maka fraksi DPR RI dari PKB
bergandengan tangan dengan fraksi DPR RI dari PDI-P untuk memotong dan memangkas isi MoU Helsinki. Tetapi,
misalnya kalau ada suara untuk melakukan amandemen pasal 29 ayat 1 UUD 1945 agar dikembalikan lagi kepada
Piagam Jakarta, maka serentak hampir seluruh anggota DPR RI menentangnya.
Selanjutnya, pertanyaan : “Apa implikasi dari kekalahan partai Islam dan pemudaran ideologi politik tersebut
pada massa yang akan datang?”
Akibat dari pemudaran ideologi politik partai Islam yang bermassa ummat Islam di Indonesia dan bercerai-berainya
partai-partai politik Islam ini akan menyulitkan tegaknya Islam secara kaffah. Selanjutnya, pengaruh sekularisme
makin kuat dalam kehidupan di RI, sehingga menjadi awan mendung hitam bagi hidup dan berkembangnya Islam.
Islam adalah hanya merupakan agama pribadi dan tidak diterima sebagai acuan hukum dalam kehidupan
berpemerintahan dan bernegara. Inilah suatu tanda tumbuh dengan suburnya sekulerisme di RI.
Kemudian lagi pertanyaan: ”Upaya-upaya apa yang harus dilakukan oleh partai politik Islam agar ideologi politiknya
berjalan dengan baik?”
Selama yang dijadikan dasar bangunan dan kumpulan konsep bersistem mengacu pada pancasila yang akan
menjadi arahan dan tujuan untuk kelangsungan hidup partai-partai Islam yang berbasis massa ummat Islam
ditambah partai-partai politik Islam ini tetap membawa masing-masing kebijaksanaan politik kelompoknya, maka
selama itu tidak mungkin berjalan ideologi politik partai politik Islam yang berbasis massa ummat Islam berjalan
dengan baik.
Disamping itu, kalau kita ingin membangun dan menegakkan Islam melalui jalur sistem dan konstitusi yang ada
sekarang, maka sulit terwujud. Dikarenakan berdiri dan tegaknya Islam bukan melalui cara demokrasi yang berlaku
sekarang, melainkan harus mencontoh kepada apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Artinya, membangun
dan menegakkan Islam dan negara Islam harus diluar sistem yang ada sekarang. Contohnya, tegaknya Islam dan
negara Islam pada mulanya bukan di Mekkah, tetapi setelah hijrah ke Yatsrib atau Madinah sekarang. Kemudian,
setelah berdiri negara Islam di Yatsrib, baru Mekkah dapat ditundukkan.
Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
http://pudarnya-idiologi-partai-islam.blogspot.com/
Prospek Partai Politik Islam
Tak lama lagi, tepatnya 13 bulan ke depan, Indonesia akan menggelar pemilu secara langsung kali kedua. Sudah
tentu, suhu politik kian memanas dan euforia mendirikan partai-partai baru kian bermunculan. Hingga kini, kurang
lebih ada sekitar 112-an partai politik baru yang telah mendaftar di Departemen Hukum dan HAM saat ini. Dari
sekian banyak partai baru tersebut, setidaknya terdapat sepuluh parpol Islam ataupun parpol yang berbasiskan
ormas Islam. Untuk itu, pesta demokrasi 2009 masih akan tetap diwarnai pertarungan parpol Islam.
Pertarungan antarparpol Islam tersebut dapat berimplikasi terhadap parpol Islam itu sendiri, terutama pada parpol
Islam lama yang pernah mengikuti pemilu 2004 seperti PPP, PKS, PBB, PBR, PAN maupun PKB. Pertanyaannya,
bagaimana pertarungan parpol Islam pada 2009? Pengamat politik Prof. Dr. Azyumardi Azra, menilai bahwa
peluang parpol berbasis Islam seperti PPP, PKB, PBB, PAN dan PKS pada Pemilu 2009 masih sangat kecil.
Pernyataan di atas diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) oktober 2007,
bahwa ditemukan tidak adanya pergeseran yang signifikan dalam area Islam politik pada tingkat elektoral.
11. Survei LSI menunjukkan bahwa partai Islam dan partai berbasis Ormas Islam masih berada pada level di bawah
ketiga partai nasionalis atau sekuler yakni: PDI Perjuangan 20%, Golkar (17,5%) dan PD 14%. Sementara parpol
Islam hanya menempati: PKB 4%, PAN 3%, PPP 4% dan PKS 4% dari 1300 jumlah sampel di 33 propinsi dengan
margin of error +/- 2,8% pada tingkat kepercayaan 95%.
Temuan survei di atas tentunya tidak dimaksudkan untuk menggambarkan seluruh perilaku pemilih. Namun
setidaknya hal tersebut dapat menjadi tantangan dan intropeksi bagi partai Islam maupun partai berbasis Ormas
Islam untuk berbenah diri dan bekerja lebih keras dalam menghadapi pertarungan politik pada pemilu 2009.
Konflik Intern Partai
Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, partai-partai Islam telah banyak terbentuk dan ikut dalam pemilu. Saat ini
kehidupan partai-partai Islam kondisinya masih buruk. Secara umum, gambaran partai-partai Islam dalam 10 tahun
terakhir diwarnai koflik internal yang berujung pada perpecahan partai sehingga terbentuklah partai Islam baru.
PKB, misalnya, sebagian pendukungnya kini telah mendirikan dan bergabung ke dalam Partai Kebangkitan
Nasional Ulama (PKNU). Partai ini dipelopori oleh sejumlah politisi dan kiai khos yang tidak sepaham dengan PKB.
Karena itu, PKNU dapat membuat warga Nahdliyin terbelah, bahkan PKNU dapat mengurangi konstituen PKB
secara signifikan pada 2009.
Tidak hanya dikalangan Nahdliyin, PAN pun mengalami perpecahan. Hal ini ditandai dengan terbentuknya Partai
Matahari Bangsa (PMB). Berdirinya PMB dilatarbelakangi oleh kekecewaan kalangan Muhammadiyah terhadap
PAN, yang gagal memperjuangkan aspirasi politik warga Muhammadiyah. Karena itu juga, konstituen
Muhammadiyah akan menjadi terbelah.
Potret di atas menunjukkan, konflik internal parpol Islam tampaknya akan menjadi masalah utama yang akan
menjebak mereka dalam titik nadir berpolitik pada pesta demokrasi 2009. Pecahan partai tersebut dapat diprediksi
akan terjadi penggembosan politik pada induk pecahan partai tadi. Jika itu yang terjadi, maka suara partai Islam
dan partai berbasis ormas Islam sulit diprediksi untuk memperoleh suara melampaui batas angka 30 % jika ditotal
dari angka keseluruhan parpol Islam.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa parpol yang berdasarkan Islam atau menjadikan umat Islam sebagai basisnya,
sejauh ini belum menunjukkan tanda-tanda menguat dan terkonsolidasi; masih tetap bergumul dengan pelbagai
masalah internal, yang membuat hampir tidak mungkin bagi mereka dapat berkembang menjadi parpol yang kuat,
modern, mampu menarik massa pemilih sehingga memiliki peluang yang kuat pada 2009.
Peluang Parpol Islam
Dinamika politik Islam di Indonesia menarik dan unik dibandingkan dengan negara Islam lainnya. Secara sosiologis,
masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam, tetapi setiap kali Pemilu digelar parpol yang berbasiskan Islam
tetap saja mendapatkan dukungan minoritas. Kondisi seperti itu diyakini masih akan terjadi pada Pemilu 2009
mendatang. Pertanyaannya, bagaimana sebetulnya peluang dan seharusnya partai Islam menghadapi pemilu
2009?
Meminjam perspektif Syamsuddin Harris, peluang parpol Islam maupun berbasis massa Islam tidak akan besar
pada 2009. Menurutnya, ada pelbagai faktor yang dapat menyebabkan masih minimnya dukungan terhadap parpol
Islam pada 2009. Salah satunya, parpol Islam masih kurang responsif terhadap kondisi masyarakat, ideologi
partainya cenderung eksklusif serta krisis kepemimpinan dalam tubuh partai.
Dari bermacam faktor di atas, hendaknya parpol Islam melakukan pembenahan intra maupun ekstra untuk
meningkatkan dan paling tidak mempertahankan suara pemilihnya. Untuk itu, dalam memperkuat titik lemahnya,
setidaknya beberapa hal bisa dilakukan oleh parpol Islam. Pertama, parpol Islam hendaknya responsif terhadap
kondisi yang terjadi di masyarakat dengan harus menjalankan program yang dapat menyelesaikan masalah riil
masyarakat, baik bidang pendidikan, pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, parpol Islam harus merevitalisasi
politik yang simbolik menjadi politik yang substantif, dalam arti menjabarkan secara jelas visi dan misi keislaman ke
dalam program dan kerja politik yang relevan di masa kini.
12. Kedua, partai Islam harus lebih mengedepankan kepentingan jangka panjang daripada jangka pendek partai.
Kepentingan jangka panjang dalam arti tidak terjebak pada kekuasaan. Karena kekuasaan akan menjadikan partai-
partai Islam melupakan tujuan jangka panjangnya. Dan sejauh ini, sindrom itulah yang masih menjangkiti parpol
Islam.
Ketiga, parpol Islam hendaknya bisa menjaga fatsoen politiknya. Melakukan hal ini perlu hati-hati karena kerakusan
dalam berpolitik akan menjadikan boomerang yang siap menghantam bangunan karakter partai yang telah
terbentuk secara mapan.
Terakhir, parpol Islam hendaknya menggunakan manajemen modern dalam mengelola partai. Saat ini, manajemen
keuangan parpol Islam belum memiliki sumber dan pengelolaan keuangan yang baik. Ini disebabkan oleh tidak
adanya manajemen dan sumber keuangan yang jelas dalam partai. Selama ini, dapat disinyalir terjadinya
konglemerasi dalam partai Islam. Konglemerasi dalam arti para konglemerat berada di belakang sumber keuangan
partai-partai Islam yang pemasukan dan pengelolaan dananya dilakukan secara rahasia dan tertutup.
Melihat berbagai potret di atas, parpol Islam harus segera melakukan rekontruksi dan penataan mendasar agar
posisinya pada 2009 meningkat dan membaik. Di samping itu, partai-partai Islam harus mempersiapkan kader-
kadernya yang mampuni untuk menyuplai penyelenggara negara yang dapat memberikan solusi dan
menyelesaikan persoalan kebangsaan yang multidimensi baik di bidang ekonommi, budaya dan sosial politik.
http://satriajenggala.wordpress.com/2008/07/24/prospek-partai-politik-islam/
http://detikislam.com/2008/07/26/reposisi-partai-politik-menjelang-2009/
Categorized | Analisis
Reposisi Partai Politik Menjelang 2009
Posted on 26 July 2008
Singgih Saptadi (http://singgihs.web.id)
Pengantar
Dengan mengikuti pesta demokrasi daerah-daerah di Indonesia (Pilkada, Pilgub), kita temukan besarnya pemilih
golput. Pergulatan meraih tampuk kursi nomor satu di Jawa Barat ternyata hanya diikuti 65% rakyat. Ini berarti
golput sebesar 35%, mengalahkan pasangan Hade, pemenang pilgub Jabar yang 26%. Menurut Lembaga Survei
Indonesia, jumlah pemilih yang mengambil posisi golput dalam Pilgub Sumatera Utara malah lebih besar lagi,
sekitar 41% rakyat tidak ikut memilih.
Dalam pilgub DKI Jakarta, 39,2% golput. Nilai ini setara dengan 2,25 juta orang pemilih, sementara Fauzi Bowo
dipilih 2 juta orang pemilih (35,1%). Jika kita pernah mengikuti pemilihan kepala desa, mungkin kita akan
tersenyum, bahwa kursi kosonglah yang menjadi pemenang di berbagai pilgub tersebut. Artinya, rakyat tidak
menemukan pilihan dari berbagai calon yang maju dalam pilgub. Bahkan, untuk pilgub Jawa Tengah yang
berlangsung 22 Juni 2008, angka golput sangat tinggi, mendekati 50%.
Tingginya angka golput berarti rendahnya partisipasi rakyat dalam pemilihan kepala daerahnya. Fenomena ini
dikuatirkan berlanjut pada Pemilihan Umum 2009 nanti.
Banyak faktor yang mendorong besarnya angka golput, seperti kurangnya sosialisasi pilgub dan lancar/tidaknya
proses pendaftaran pemilih oleh KPUD, namun citra ideologis partai politik juga harus diperhatikan.
Partai Nir-Ideologi
13. Ketua Komisi Pemilihan Umum, Abdul Hafiz Anshary memperkirakan pada 2009, pemilu akan diikuti oleh parpol
dengan jumlah yang lebih banyak daripada 2004. Munculnya parpol-parpol baru tidak bisa kita pungkiri mengingat
sejak pemilu 2004 kita melihat perpecahan di tubuh berbagai parpol.
Melihat perpecahan di tubuh berbagai parpol, maka akan kita temukan faktor non-ideologislah yang menyebabkan
terpecahnya parpol. Faktor non-ideologis yang dimaksud adalah kepentingan kelompok dan individu.
Faktor non-ideologis ini juga bisa kita lihat dari warna koalisi yang dibangun oleh berbagai parpol ketika
menghadapi pilkada. Para pengamat politik sering menyebutnya koalisi multi-platform atau koalisi nir-ideologi atau
koalisi “bukan-bukan”. Koalisi bukan berbasis Islam, bukan nasionalis, bukan pula Kristen, bukan platform parpol
yang berkoalisi. Di satu daerah, parpol A berplatform Islam berkoalisi dengan parpol B berplatform nasionalis. Di
daerah lain, parpol A malah berhadap-hadapan dengan parpol B.
Terkait dengan koalisi “bukan-bukan”, banyak orang berkomentar. Budiman Sujatmiko mempertanyakan ideologi
parpol-parpol yang ada. Dilihat dari visi, misi dan gerak parpol, tidak ditemukannya perbedaan antar parpol. Isu
yang diusung pun lebih pada mencari popularitas daripada menampilkan karakter parpol yang ideologis.
Pada dasarnya, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Barometer Muhamad Qodari, koalisi “bukan-bukan” ini
dibentuk bukan karena parpol sangat ideologis, sehingga koalisinya tak berwarna tegas. Namun sebaliknya, parpol-
parpol yang berkoalisi tidak ideologis. Akhirnya yang mengemuka kepentingan keuasaan, parpol terkesan
inkonsisten dan tidak memuaskan massa pendukung. Lebih gawat lagi, koalisi seperti ini akan melahirkan
pemerintahan yang tidak efektif, karena banyaknya kepentingan parpol pengusung dan individunya.
Fenomena Partai Mengambang
Koalisi nir-ideologis ini juga disorot oleh Eep Saefulloh Fatah, sebagai parpol mengambang. Jika masa Orba kita
sering mendengar istilah massa mengambang, maka demokratisasi era reformasi ini memunculkan fenomena
partai mengambang. Karakter partai mengambang dijelaskan oleh Eep sebagai pertama, partai yang nir-ideologi,
dimana partai menganut pragmatisme.
Kedua, partai nir-identitas, dimana kita tidak bisa menemukan perbedaan antara parpol satu dan lainnya, kecuali
dari bendera dan nama.
Ketiga, oligarkis, dimana partai sangat terpusat pada figur pimpinan dan elite parpol. Dari berbagai survei beberapa
tahun belakangan diperoleh suara bahwa rakyat merasa parpol tidak bekerja untuk mereka, malah sebaliknya
mereka hanyalah instrumen parpol.
Keempat, nir-konstituten. Meski ada beberapa parpol dengan massa fanatik, namun suara pemilih tetap
dibutuhkan. Uang terjadi parpol mendekat ke rakyat ketika menjelang masa pemilu. Eep mengatakan bahwa
hubungan partai dengan pemilih bersifat ad hoc, sementara dan bubar selepas pemilu.
Masalah Kaderisasi
Masalah ketidak-berhasilan kaderisasi parpol bisa dilihat dari kemenangan wajah-wajah baru atas wajah-wajah
lama dalam pilkada. Namun, kemenangan wajah-wajah baru di pentas pilgub tetap tidak menunjukkan citra
ideologis parpol pengusungnya. Dari visi, misi dan program kerja pasangan calon di berbagai pilgub, sekali lagi kita
tidak menemukan perbedaan yang signifikan.Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita belum sepenuhnya memilih
dengan rasional mereka, tetapi lebih pada citra yang sangat dipengaruhi sisi emosional mereka.
Lebih menyedihkan lagi, ketika parpol “mencomot” public figure khususnya artis. Ini membuktikan dugaan bahwa
parpol gagal melakukan kaderisasi.
Kegagalan kaderisasi juga bisa dibaca dari sebuah survei harian nasional yang diturunkan pada pertengahan April
2008. Survei ini menunjukkan kalangan LSM yang mengetahui masalah dan akademisi yang menguasai teknik
solusi tidak tertarik masuk ke dalam kancah politik. Bisa jadi, keengganan mereka terlibat dalam parpol dirasakan
akan menghambat potensi diri dan memperlemah kontribusi mereka dalam kemajuan Indonesia. Dengan kata lain,
partai politik tidak dilihat sebagai tempat yang tepat untuk membangun negeri ini.
14. Edukasi Parpol untuk Rakyat Pemilih
Ada sebuah pernyataan dari petinggi parpol yang sedang mengalami pertikaian internal, bahwa pertikaian dalam
tubuh partainya adalah sebuah pelajaran politik bagi rakyat. Kita tidak tahu apa makna sesungguhnya pernyataan
tersebut. Namun, sungguh disayangkan jika paradigma pendidikan politik yang seharusnya berpolitik secara baik
dan benar, bergeser dengan tampilan “kekerasan politik”. Padahal, di media massa, sajian pertikaian dan
kekerasan dalam acara televisi ditegur oleh Komisi Penyiaran Independen dan tidak dianggap bagian pendidikan.
Edukasi parpol untuk rakyat membutuhkan kejelasan ideologi parpol. Ideologi parpol akan menentukan arah gerak
dan kerja parpol di tengah masyarakat. Ketika partai kosong dari ideologi, maka kita tidak bisa berharap banyak
dari parpol untuk melakukan edukasi bagi masyarakat.
Banyaknya parpol saat ini juga tidak menjamin edukasi politik bagi masyarakat. Banyaknya parpol, kata Budiman
Sujatmiko, lebih menampakkan berseraknya aktivitas politik. Karena ideologinya kosong, parpol lebih pas dilihat
sebagai kumpulan orang belaka, bukan kumpulan orang dengan ideologi yang sama. Ketika kosong dari ideologi,
parpol hanyalah kendaraan untuk sampai ke kekuasaan.
Dalam isu mutakhir, kenaikan harga BBM, banyak parpol menolaknya. Namun, penolakan mereka tidak
mencerminkan dorongan ideologi parpol, sehingga penolakan hanyalah penolakan belaka tanpa solusi ideologis.
Masyarakat pun tidak melihat penolakan oleh parpol sebagai keberpihakan kepada rakyat.
Penutup
Reposisi Parpol untuk menghadapi 2009 tak lain adalah reideologisasi parpol. Parpol harus memiliki warna tegas
dalam kiprahnya di dunia politik dan masyarakat. Berpegang teguh pada ideologi dalam setiap gerak partai adalah
edukasi terbaik yang bisa dilakukan parpol. Komitmen terhadap ideologilah yang akan menjadikan sebuah partai
tumbuh besar di tengah masyarakat. Dengan ideologi parpol pula, pemerintahan akan berjalan dengan arah dan
program yang jelas, bukan sekedar berkuasa, namun tidak efektif.
Jika parpol sudah ideologis, kita boleh optimis partisipasi rakyat dalam pemilu akan tinggi dan kita tidak malu
kepada dunia bahwa the real winner dalam pemilu Indonesia bukan lagi kursi kosong.