Peristiwa Israk Mikraj memberikan tiga hikmah utama. Pertama, ia membuktikan kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW dan kekuasaan Allah SWT. Kedua, melalui peristiwa ini Allah mewahyukan perintah mengerjakan solat lima waktu kepada Nabi. Ketiga, peristiwa ini menguatkan iman Nabi SAW setelah mengalami musibah pada tahun itu.
Akhlak merujuk kepada tingkah laku dan sifat keperibadian seseorang. Ia perlu dibentuk berdasarkan ajaran agama untuk memastikan kelakuan seseorang selaras dengan nilai-nilai murni. Sifat-sifat seperti keadilan, kebijaksanaan, keberanian, redha dan syukur perlu dimiliki untuk membentuk akhlak yang mulia. Pembentukan akhlak merupakan asas penting dalam masyarakat Islam.
Mukjizat Nabi Muhammad SAW dan Penafian Terhadap Dakwaan OrientalisEzad Azraai Jamsari
Nota perkuliahan PBJJ bagi kursus PPPY1272 Fiqh Sirah, kursus WAJIB dari Jabatan Pengajian Arab dan Tamadun Islam, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Dokumen ini membahas tentang definisi, jenis, dan cara menyucikan berbagai jenis najis menurut agama Islam. Terdapat tiga jenis najis yakni najis mughallazah (najis berat seperti anjing dan babi), najis mutawassitah (najis sedang seperti darah), dan najis mukhaffafah (najis ringan seperti air kencing kanak-kanak). Untuk membersihkan, najis mughallazah harus dibuang dan dicuci minimal en
Takhrij al-Hadith merupakan ilmu yang membahas metodologi untuk menelusuri sumber asli hadis, menentukan statusnya, dan mengetahui rantai perawinya. Terdapat beberapa kaedah takhrij seperti menurut perawi pertama, tema, lafaz awal, dan lafaz langka dengan bantuan kitab-kitab khusus. Takhrij penting untuk memverifikasi keaslian dan kredibilitas suatu hadis.
Kerajaan Bani Ummayah didirikan setelah kematian Khalifah Ali bin Abu Talib pada tahun 661 M, dan berkuasa di wilayah yang meliputi Syam, Irak, dan Al-Andalus. Kerajaan ini memberikan kontribusi besar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan seni bina, namun jatuh pada tahun 750 M akibat faktor internal seperti ketidakpuasan rakyat dan munculnya gerakan oposisi.
Peristiwa Israk Mikraj memberikan tiga hikmah utama. Pertama, ia membuktikan kebenaran kenabian Nabi Muhammad SAW dan kekuasaan Allah SWT. Kedua, melalui peristiwa ini Allah mewahyukan perintah mengerjakan solat lima waktu kepada Nabi. Ketiga, peristiwa ini menguatkan iman Nabi SAW setelah mengalami musibah pada tahun itu.
Akhlak merujuk kepada tingkah laku dan sifat keperibadian seseorang. Ia perlu dibentuk berdasarkan ajaran agama untuk memastikan kelakuan seseorang selaras dengan nilai-nilai murni. Sifat-sifat seperti keadilan, kebijaksanaan, keberanian, redha dan syukur perlu dimiliki untuk membentuk akhlak yang mulia. Pembentukan akhlak merupakan asas penting dalam masyarakat Islam.
Mukjizat Nabi Muhammad SAW dan Penafian Terhadap Dakwaan OrientalisEzad Azraai Jamsari
Nota perkuliahan PBJJ bagi kursus PPPY1272 Fiqh Sirah, kursus WAJIB dari Jabatan Pengajian Arab dan Tamadun Islam, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Dokumen ini membahas tentang definisi, jenis, dan cara menyucikan berbagai jenis najis menurut agama Islam. Terdapat tiga jenis najis yakni najis mughallazah (najis berat seperti anjing dan babi), najis mutawassitah (najis sedang seperti darah), dan najis mukhaffafah (najis ringan seperti air kencing kanak-kanak). Untuk membersihkan, najis mughallazah harus dibuang dan dicuci minimal en
Takhrij al-Hadith merupakan ilmu yang membahas metodologi untuk menelusuri sumber asli hadis, menentukan statusnya, dan mengetahui rantai perawinya. Terdapat beberapa kaedah takhrij seperti menurut perawi pertama, tema, lafaz awal, dan lafaz langka dengan bantuan kitab-kitab khusus. Takhrij penting untuk memverifikasi keaslian dan kredibilitas suatu hadis.
Kerajaan Bani Ummayah didirikan setelah kematian Khalifah Ali bin Abu Talib pada tahun 661 M, dan berkuasa di wilayah yang meliputi Syam, Irak, dan Al-Andalus. Kerajaan ini memberikan kontribusi besar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan seni bina, namun jatuh pada tahun 750 M akibat faktor internal seperti ketidakpuasan rakyat dan munculnya gerakan oposisi.
Al Farabi adalah seorang filsuf besar asal Turki abad ke-10 Masehi. Ia mendapat pendidikan klasik di Baghdad dan menguasai berbagai bidang ilmu seperti filsafat, logika, fisika, dan lainnya. Pemikirannya dipengaruhi Aristoteles. Pokok pemikirannya meliputi filsafat, politik, jiwa, dan metafisika. Ia menulis banyak karya filsafat dan ilmu-ilmu lain.
Dokumen tersebut membahasakan tentang fahaman Wahabi, meliputi pengenalan Wahabi, sejarahnya, faktor-faktor berlakunya perkembangannya, kesan ancamannya, penyelewengan fahamannya, pandangan ulama dan ahli sarjana mengenainya, serta mengiktiraf perkara yang diperselisihkan dan disepakati dalam memahami bid'ah.
Menyebarkan hadis palsu membawa beberapa akibat buruk, termasuk: (1) merosakkan aqidah, (2) menyebabkan perkembangan ilmu yang sesat, dan (3) menyebabkan umat Islam tertipu dan mengamalkan perkara yang bukan dari nabi.
1. Hadith Nabawi merujuk kepada ucapan, perbuatan, dan kelakuan Nabi Muhammad SAW. Hadith Qudsi pula merujuk kepada percakapan Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi SAW.
2. Perbezaan utama antara keduanya ialah sumber makna: Hadith Nabawi bersumberkan Nabi SAW manakala Hadith Qudsi bersumberkan Allah SWT walaupun disampaikan oleh Nabi SAW.
3. Hadith Nabawi membincangkan hal-hal berk
Kurikulum pendidikan Islam zaman Rasulullah meliputi ajaran akidah, syariat, dan akhlak. Di Mekah, pendidikan dilakukan secara rahsia kepada keluarga dan sahabat. Di Madinah, pendidikan diperluas melalui Masjid Nabawi dan mengajar membaca, menulis, olahraga, dan menulis surat ke negara lain. Kurikulum ini bertujuan melahirkan insan sempurna secara fizikal dan spiritual.
Tahsin al-sout adalah seni membaca Al-Quran dengan suara yang lembut. Seni suara penting dalam Islam karena dapat memberi kesan kepada pembaca dan pendengar. Membaca Al-Quran dengan suara yang indah diijinkan asalkan tidak mengubah makna atau melakukan kesalahan tajwid.
Bab pertama membahas pengertian ilmu tajwid, yang merupakan ilmu untuk membaca Al-Quran dengan benar dengan memperhatikan cara melafaz huruf-huruf dan sifatnya. Mempelajari tajwid wajib secara kifayah, sedangkan mempraktikkannya dalam membaca Al-Quran wajib secara ain. Dalil-dalilnya tercantum dalam Al-Quran, sunnah Nabi saw, dan ijma ulama.
Bab 1 membahaskan pengertian Sejarah dan Fiqh Sirah, faedah mempelajari Fiqh Sirah, serta sumber-sumber utama Fiqh Sirah seperti al-Quran, al-Sunnah, kitab-kitab al-Shama'il dan Sirah. Bab ini juga memperkenalkan beberapa karya klasik dan modern yang mengangkat topik Fiqh Sirah.
Pengajian islam zaman umawiyyah dan abbasiyyahmzaidin
Perkembangan pengajian Islam di zaman Umawiyyah dan Abbasiyah ditandai dengan berkembangnya empat institusi pendidikan utama yaitu masjid, istana, madrasah dan perpustakaan. Zaman Abbasiyah menyaksikan puncak kegemilangan ilmu pengetahuan dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti Imam Bukhari, Muslim, dan Ghazali. Faktor utama perkembangan ilmu antaranya adalah dukungan khalifah dan kreativitas cendek
Ringkasan dokumen tersebut adalah tentang batasan aurat menurut Islam. Islam menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusat hingga lutut, sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Wanita diwajibkan menutup auratnya dengan pakaian yang longgar di hadapan siapa saja kecuali mahramnya. Menjaga aurat dianggap penting dalam Islam karena aurat melambangkan mart
Teks tersebut membahas tentang solat berjemaah, termasuk definisi, dalil, syarat sah, dan pengaturan makmum dan imam dalam berbagai situasi. Konsep masbuq dan muwafiq juga dijelaskan, di mana masbuq adalah makmum yang terlambat dan tidak sempat mengikuti imam, sementara muwafiq sempat mengikuti imam minimal untuk membaca Al-Fatihah.
Al Farabi adalah seorang filsuf besar asal Turki abad ke-10 Masehi. Ia mendapat pendidikan klasik di Baghdad dan menguasai berbagai bidang ilmu seperti filsafat, logika, fisika, dan lainnya. Pemikirannya dipengaruhi Aristoteles. Pokok pemikirannya meliputi filsafat, politik, jiwa, dan metafisika. Ia menulis banyak karya filsafat dan ilmu-ilmu lain.
Dokumen tersebut membahasakan tentang fahaman Wahabi, meliputi pengenalan Wahabi, sejarahnya, faktor-faktor berlakunya perkembangannya, kesan ancamannya, penyelewengan fahamannya, pandangan ulama dan ahli sarjana mengenainya, serta mengiktiraf perkara yang diperselisihkan dan disepakati dalam memahami bid'ah.
Menyebarkan hadis palsu membawa beberapa akibat buruk, termasuk: (1) merosakkan aqidah, (2) menyebabkan perkembangan ilmu yang sesat, dan (3) menyebabkan umat Islam tertipu dan mengamalkan perkara yang bukan dari nabi.
1. Hadith Nabawi merujuk kepada ucapan, perbuatan, dan kelakuan Nabi Muhammad SAW. Hadith Qudsi pula merujuk kepada percakapan Allah SWT yang disampaikan oleh Nabi SAW.
2. Perbezaan utama antara keduanya ialah sumber makna: Hadith Nabawi bersumberkan Nabi SAW manakala Hadith Qudsi bersumberkan Allah SWT walaupun disampaikan oleh Nabi SAW.
3. Hadith Nabawi membincangkan hal-hal berk
Kurikulum pendidikan Islam zaman Rasulullah meliputi ajaran akidah, syariat, dan akhlak. Di Mekah, pendidikan dilakukan secara rahsia kepada keluarga dan sahabat. Di Madinah, pendidikan diperluas melalui Masjid Nabawi dan mengajar membaca, menulis, olahraga, dan menulis surat ke negara lain. Kurikulum ini bertujuan melahirkan insan sempurna secara fizikal dan spiritual.
Tahsin al-sout adalah seni membaca Al-Quran dengan suara yang lembut. Seni suara penting dalam Islam karena dapat memberi kesan kepada pembaca dan pendengar. Membaca Al-Quran dengan suara yang indah diijinkan asalkan tidak mengubah makna atau melakukan kesalahan tajwid.
Bab pertama membahas pengertian ilmu tajwid, yang merupakan ilmu untuk membaca Al-Quran dengan benar dengan memperhatikan cara melafaz huruf-huruf dan sifatnya. Mempelajari tajwid wajib secara kifayah, sedangkan mempraktikkannya dalam membaca Al-Quran wajib secara ain. Dalil-dalilnya tercantum dalam Al-Quran, sunnah Nabi saw, dan ijma ulama.
Bab 1 membahaskan pengertian Sejarah dan Fiqh Sirah, faedah mempelajari Fiqh Sirah, serta sumber-sumber utama Fiqh Sirah seperti al-Quran, al-Sunnah, kitab-kitab al-Shama'il dan Sirah. Bab ini juga memperkenalkan beberapa karya klasik dan modern yang mengangkat topik Fiqh Sirah.
Pengajian islam zaman umawiyyah dan abbasiyyahmzaidin
Perkembangan pengajian Islam di zaman Umawiyyah dan Abbasiyah ditandai dengan berkembangnya empat institusi pendidikan utama yaitu masjid, istana, madrasah dan perpustakaan. Zaman Abbasiyah menyaksikan puncak kegemilangan ilmu pengetahuan dengan munculnya tokoh-tokoh besar seperti Imam Bukhari, Muslim, dan Ghazali. Faktor utama perkembangan ilmu antaranya adalah dukungan khalifah dan kreativitas cendek
Ringkasan dokumen tersebut adalah tentang batasan aurat menurut Islam. Islam menetapkan bahwa aurat lelaki adalah antara pusat hingga lutut, sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Wanita diwajibkan menutup auratnya dengan pakaian yang longgar di hadapan siapa saja kecuali mahramnya. Menjaga aurat dianggap penting dalam Islam karena aurat melambangkan mart
Teks tersebut membahas tentang solat berjemaah, termasuk definisi, dalil, syarat sah, dan pengaturan makmum dan imam dalam berbagai situasi. Konsep masbuq dan muwafiq juga dijelaskan, di mana masbuq adalah makmum yang terlambat dan tidak sempat mengikuti imam, sementara muwafiq sempat mengikuti imam minimal untuk membaca Al-Fatihah.
Etika berdasarkan konsep nilai baik, tidak baik, benar dan salah menurut kajian Yunani kuno. Ada 9 prinsip etika dalam penyelidikan termasuk kesediaan sukarela responden, privasi maklumat, dan menghormati hak cipta orang lain. Boncengan akademik semakin meluas di Malaysia tetapi perlu ada sumbangan nyata dalam penulisan artikel. Etika Islam berasaskan al-Quran dan Hadis serta melibatkan nilai rohan
Analisis data kualitatif melibatkan proses mengurus dan menganalisis data secara sistematik untuk memahami fenomena. Ia terdiri daripada tiga peringkat utama: penyaringan data, persembahan data, dan penulisan kesimpulan. Proses ini dilakukan secara berterusan sepanjang penyelidikan dan boleh dibantu oleh perisian seperti NVivo untuk mengurus data secara lebih teratur.
Pedoman ini memberikan panduan transliterasi huruf Arab ke huruf Rumi dengan menjelaskan transliterasi konsonan, vokal, dan beberapa huruf tertentu seperti hamzah, alif maaddah, dan syaddah. Aturan-aturan transliterasi ini memastikan penulisan kata dan frasa Arab dalam bahasa Melayu tetap konsisten.
Dokumen tersebut memberikan penjelasan tentang metodologi penyelidikan kualitatif termasuk definisi, jenis-jenis data kualitatif, persampelan dan populasi. Ia juga membincangkan prosedur persampelan seperti persampelan mudah, persampelan tujuan dan persampelan bola salji.
Etnografi secara ringkasnya merupakan kaedah kerja lapangan untuk memahami budaya manusia melalui pemerhatian dan interaksi dengan masyarakat yang dikaji selama tempoh yang panjang guna mendapatkan maklumat secara terperinci.
Bab 10 prosedur_pengeluaran_dan_penguatkuasaan_fatwa_di_peringkatwmkfirdaus
- Setiap negeri mempunyai kaedah tersendiri dalam mengeluarkan fatwa melalui jawatankuasa fatwa dan mufti, tetapi proses asasnya sama di seluruh Malaysia
- Fatwa boleh ditarik balik atau dipinda jika perlu, dan perlu diwartakan bagi mengikat masyarakat Islam
- Ingkaran terhadap fatwa yang diwartakan boleh dikenakan hukuman mengikut undang-undang negeri masing-masing
1. Fatwa sering berbeza antara negeri di Malaysia disebabkan pelbagai faktor seperti perlembagaan, struktur jawatankuasa, dan latar belakang akademik.
2. Perbezaan fatwa boleh menyebabkan kekeliruan masyarakat dan melemahkan autoriti fatwa.
3. Ia juga boleh mencetuskan konflik perundangan jika satu negeri mengharamkan sesuatu yang dihalalkan negeri lain.
MFID dan MFI adalah dua badan penting yang mengeluarkan fatwa dan resolusi berkaitan isu-isu fiqh kontemporari umat Islam. MFID ditubuhkan oleh OIC manakala MFI ditubuhkan oleh Kesatuan Dunia Islam. Kedua-dua badan berperanan menyelesaikan masalah umat Islam berpandukan al-Quran dan Sunnah.
Dokumen tersebut membahas konsep fatwa dalam Islam, meliputi definisi fatwa dari sudut bahasa dan istilah, sejarah pengeluaran fatwa sejak zaman Nabi Muhammad hingga zaman modern, perbandingan antara fatwa dan ijtihad, serta peranan fatwa dalam masyarakat.
Dokumen tersebut membahas tentang pendefinisian masalah penelitian dan elemen-elemen penting dalam pernyataan masalah penelitian. Terdapat empat sumber utama masalah penelitian, yaitu pengalaman, literatur, teori, dan isu-isu praktikal. Prinsip pemilihan masalah penelitian adalah masalah harus jelas dan konkret serta memerlukan solusi, serta bermanfaat bagi diri atau negara.
1. PANDUAN TAHQIQ
MANUSKRIP
OLEH ;
Dr. Jamalluddin Bin Hashim
Fakulti Pengajian Kontemporari Islam,
Universiti Sultan Zainal Abidin
INTERNATIONAL SEMINAR ON ISLAMIC MANUSCRIPTS,
JABATAN AL-QURAN DAN AL-HADITH, APIUM
1-2 JULAI 2013
12. Langkah pertama :
1- Mengenalpasti manuskrip
yang ingin dikaji.
2- Mengesan lokasi
manuskrip dan berusaha
mengumpulnya.
13. Langkah kedua :
Kerja-kerja suntingan teks.
1- Memilih satu naskhah sebagai
teks induk.
2- Berikan sesuatu kod pengenal
bagi setiap naskhah yang
digunakan.
18. • Dan telah dinyatakannya akan /A3/ kami daripada segala jalan [dengan
anugeraha-Nya dan dijadikannya kami daripada segala orang] yang menuntut
/D3/.
•ِبْاَّهَالو ِحْتَفِب ْاَنَر ُْودُص َحََرش ِهِفْطُلِب َو.
• Dan dengan karunia-Nya dibukakannya hati kami dengan buka yang amat
mengurniai.
•ْاَنَب ْوُلُق ِه ِضْيَفِب َرَّوَن َو/B3/ِرْاَوْنَألا ِقْاَْرشِإِب.
• Dan diterangkannya dengan limpah anugeraha-Nya hati kami dengan
cemerlang segala cahayanya /C2/.
•َّتَّسال ُمْي َِركال اًنِطْاَب َو اًرِهْاَظ َو اًر ِآخ َو ًالَّوَأ ُدْمَحال ُهَلَوُرْا.
• Dan bagi-Nya jua segala puji, pada awal dan pada akhir, dan pada zahir dan
pada batin, ialah Tuhan yang mengasihani, lagi yang amat menutup dosya
hamba-Nya.
•ِكِسْاَنَمال َةَدُْمع ْاَنَل َرَّسَي ْنَأ ىَلَع ُهُرُكْشَن َو.
• Dan mengucap syukurlah kami akan dia bahawa dimudahkannya akan kami
pada perpegangan segala perintah agama /E3/.
•كِلْاَس ُِلكِلَو ْيِل ِهللا َنِم ٌلْضَف اَذَهَو.
20. Dan telah dinyatakannya[1] akan
/A3/ kami daripada[2] segala jalan
[dengan anugeraha-Nya dan
dijadikannya kami daripada segala
orang[3]][4] yang menuntut /D3/.
[1] Pada B : [dinyatakan]
[2] Tiada pada B, C, D dan E.
[3] Tiada pada C.
[4] Tiada pada A.
21. Sungguhnya[1] telah meminta[2] [daripada
aku][3] oleh[4] [setengah daripada segala
sahabatku yang besar-besar][5] pada
menghimpunkan suatu kitab pada
menyatakan ilmu fiqh atas mazhab......
[1] Pada A dan B : [sanya]
[2] Pada A : [minta]. Pada B : [menuntut]
[3] Pada A, B dan E : [padaku]. Pada C : [pada aku]
[4] Tiada pada A, B dan C.
[5] Pada A, B, D dan E : [seorang sahabatku yang besar]
23. Bermula, /B6/ tiada sah mengambil[1]
wuduk, dan mandi junub, dan memasuh[2]
sesuatu[3] yang kena[4] najis, melainkan
dengan air yang mutlaq, yakni air yang[5]
semata-mata /A7/, yaitu air hujan, atau air
sungai, atau air[6] mata air[7], [atau air
embun, atau air beku[8],][9] atau air peluh[10]
yang diambil daripada huwab[11] air yang
suci lagi[12] menyucikan jikalau daripada air
laut sekalipun.[13]
24. Maka adalah[1] air[2] itu terbahagi
[kepada empat bahagi][3] :
Pertama : Air mutlaq .
Kedua : Air makruh /D7/ .
Ketiga : Air musta’mal.
Keempat : Air mutannajis[4].
[1] Tiada pada A, B, D dan E.
[2] Tiada pada A.
[3] Tiada pada D. Pada B, C dan E : [atas empat bahagi]
[4] Pada A, B, C dan E : [najis]. Lihat Ibn Hajar al-
Haytami (1987), op. cit., h. 15-21.
26. Dan demikian lagi, jika berubah air itu
sebab masuk daun kayu, jika luluh-
lantaklah[1] daun[2] kayu itu, jikalau[3]
tiada musimnya luruh sekalipun, tiada
ngapa.[4]
[1] Luluh-lantak : hancur sama sekali. Lihat R. J. Wilkinson (1953), A Malay-
English Dictionary (Romanised), j. 2. London : MacMillan & Co. Ltd, h. 709.
Kamus Dewan, Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007, h. 964.
[2] Pada E : [داون ]دار
[3] Pada A : [jika]
[4] Lihat Ibn al-Naqib (1985), op. cit., h. 20. Ibn Hajar al-Haytami (1987), op.
cit., h. 18. al-Khatib al-Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 118. Ibn Hajar al-
Haytami (2005), op. cit., j. 1. h. 21. al-Ardabili (2006), op. cit., j. 1. h. 15.
27. Fa'idah : Air zam-zam itu[1] terlebih
utama daripada air Hawd al-Kawthar[2]
karena dada[3] Nabi [salla Allah ‘alayh
wa sallam][4] dibasuh dengan air itu[5].[6]
[1] Tiada pada A, C, D dan E.
[2] Pada A dan C : [Kawthar]. Pada B dan D : [Ka al-Kawthar]. Hawd al-Kawthar
: Kolam daripada sungai di dalam syurga. Lihat R. O. Winsteadt et al. (1921),
op. cit., h. 112. al-Marbawi (t.th), op. cit., j. 2. h. 201.
[3] Pada A, D dan E : [ada]. Dada : hati. Lihat R. J. Wilkinson (1985), Manuskrip
Klasik Kamus Jawi Melayu Inggeris (A Classic Jawi Malay- English Dictionary,
Melaka : Penerbit Baharudinjoha, h. 283.
[4] Pada C : [‘alayh al-Salam]
[5] Pada A : [itu pada bukit Jabal Nur]
[6] Lihat al-Khatib al-Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 120. Ibn Hajar al-Haytami
(1996), op. cit., j. 1. h. 128.
28.
29. Adapun, jika ada bau najis itu pada
tangannya, maka [tangan jua najis][1],
bukan pada[2] tempat farjnya. Tetapi
[tiada sunat][3] mencium tangannya[4].[5]
[1] Pada A, B dan C : [yaitu najis jua]. Pada D : [dapat jua najis
pada tangan]
[2] Tiada pada A, B, C dan E.
[3] Pada A : [sunat]. Pada D : [tiada wajib]
[4] Pada B dan D : [tangan]
[5] Lihat Ibn Hajar al-Haytami (1987), op. cit., h. 74. al-Khatib al-
Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 165. Ibn Hajar al-Haytami (1996),
op. cit., j. 1. h. 284. Ibn Hajar al-Haytami (2005), op. cit., j. 1. h.
75. al-Ardabili (2006), op. cit., j. 1. h. 39.
30. Tetapi, jika[1] ada air itu terjemur dalam bajana emas,
atau[2] perak, atau kayu, atau tanah, jika di benua
Makkah sekalipun, tiada makruh memakai dia. Dan jika
ada air itu terjemur pada benua yang /E8/ [ugahari
panas][3], atau karena memasuh[4] kain, tiada makruh.
Dan apabila /D11/ sejuk air itu, maka[5] hilanglah
karahiyahnya[6].[7]
[1] Pada B : [jikalau]
[2] Pada B : [dan]
[3] Pada B, C, D dan E: [panas ugahari]
[4] Pada C, D dan E : [membasuh]
[5] Tiada pada A, B dan C.
[6] Karahiyahnya : iaitu hukum makruhnya.
[7] Lihat Ibn al-Naqib (1985), op. cit., h. 19-20. Ibn Hajar al-Haytami (1987), op.
cit., h. 19. al-Khatib al-Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 119. al-Ansari (1998), op.
cit., j. 1. h. 11. Ibn Hajar al-Haytami (2005), op. cit., j. 1. h. 23.
31. Dan [demikian lagi][1], jikalau jatuh najis ke dalam air[2]
dua qullah yang berubah dengan suatu[3] benda yang
suci, /A15/ maka ditaqdirkan dan dibandingkan[4] [pada
air yang][5] tiada berubah [sebab benda yang suci itu.
Jika ditaqdirkan dan dibandingkan tiada berubah air itu
sebab jatuh najis itu][6], maka tiadalah air itu najis. Dan
jika ....
[1] Tiada pada A.
[2] Pada A, D dan E : [air yang]
[3] Pada C : [sesuatu]
[4] Pada D : [bandingkan]
[5] Tiada pada C.
[6] Pada A : [sebab benda yang suci itu jika ditaqdirkan dan dibandingkan tiada
berubah sebab jatuh najis itu]. Pada B : [sebab jatuh benda yang suci itu]. Pada
C : [sebab jatuh najis]. Pada E : [sebab jatuh najis itu].
32.
33. [1] Pada B : [Minhaj]
[2] Pada C : [Sharh]
[3] Pada C : [Imam Shaykh]
[4] Pada semua naskhah dicatat dengan [Abi Zakariyya Yahya]. Setelah
semakan dilakukan didapati bahawa kunyah dan nama sebenar beliau
ialah Abi Yahya Zakariyya…….. Lihat Muhy al-Din ‘Abd al-Qadir al-
‘Aydarusi (1985), Tarikh al-Nur al-Safir ‘An Akhbar al-Qarn al-‘Ashir,
Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 258. Najm al-Din Muhammad b.
Muhammad al-Ghazzi (1997), al-Kawakib al-Sa'irah Bi A'yan al-Mi'ah al-
‘Ashirah, j. 1. Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 198.
[5] Tiada pada A.
.....dan seperti kitab Manhaj[1] al-Tullab dengan
Sharhnya[2] Fath al-Wahhab bagi Shaykh[3] /C4/
al-Islam Imam {Abi Yahya Zakariyya}[4] Ansari radiy
Allah /B5/ ‘anhu[5], ........
35. Bermula, {sembahyang}[1] itu terafdal daripada /E120/ segala
ibadat badan kemudian daripada mengucap dua kalimah
syahadah. [Maka, sembahyang fardu terlebih afdal daripada
segala fardu yang lain. Dan sembahyang sunat itu terlebih afdal
daripada segala sunat yang lain][2]. Tetapi, menuntut[3] ilmu dan
menghafazkan Qur'an itu terafdal lagi fardu kifayah jua.[4]
[1] Semua naskhah mencatatkan perkataan “sembahyang sunat”. Menurut
penulis, perkataan yang lebih tepat adalah “sembahyang” sahaja tanpa “sunat”
supaya makna teks lebih sempurna dan juga untuk disesuaikan dengan
maksud asal rujukan-rujukan pengarang :
]الشهادتين بعد البدن عبادات أفضلالصالةير و التورو أفضرل وتووعهرا الفررو أفضل ففرضهاشرتاال ا رد
كفاية فر ألنهما القرآن وحفظ بالعلم[
Lihat Ibn Hajar al-Haytami (1987), op. cit., h. 212.
[2] Tiada pada A, C, D dan E.
[3] Pada E : [menuntup]
[4] Lihat Ibn al-Naqib (1985), op. cit., h. 90. Ibn Hajar al-Haytami (1987), op. cit.,
h. 212. al-Khatib al-Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 449. Ibn Hajar al-Haytami
(1996), op. cit., j. 2. h. 512. Ibn Hajar al-Haytami (2005), op. cit., j. 1. h. 244.
37. Firman Allah Ta‘ala :
“Kami turunkan air dari[3] langit yang suci lagi menyucikan”.
[Kegunaan air mutlaq dan jenis-jenisnya]
Bermula, /B6/ tiada sah mengambil[4] wuduk, dan mandi junub,
dan memasuh[5] sesuatu[6] yang kena[7] najis, melainkan
dengan air yang mutlaq, yakni air yang[8] semata-mata /A7/,
yaitu air hujan, atau air sungai, atau air[9] mata air[10], [atau air
embun, atau air beku[11],][12] atau air peluh[13] yang diambil
daripada huwab[14] air yang suci lagi[15] menyucikan jikalau
daripada air laut sekalipun.[16]
[Pembahagian air]
Maka adalah[17] air[18] itu terbahagi [kepada empat bahagi][19] :
Pertama : Air mutlaq .
Kedua : Air makruh /D7/ .
Ketiga : Air musta’mal.
Keempat : Air mutannajis[20].
39. Kitab al-Taharah
Ini suatu[1] kitab pada menyatakan taharah.
تعاىل هللا قال:﴿
﴾[2]
Firman Allah Ta‘ala :
“Kami turunkan air dari[3] langit yang suci lagi
menyucikan”.
[1] Tiada pada A, B, D dan E.
[2] Surah al-Furqan : 48
[3] Pada A : [daripada]. Pada D : [di]
41. ….dan masyhurkan[1] kiranya[2] kitab ini kepada segala negeri
Islam supaya beroleh pahala, seperti sabda Nabi salla Allah ‘alayh
wa sallam :
(ِهِلِاعَفَكِخْيَخاْل ىَلَع ُّالَّالد)[3]
Yakni :
“Barang siapa[4] yang menunjukkan atas kebajikan itu serasa[5] ia
berbuat dia”.
[1] Pada A : [masyhur]
[2] Tiada pada C.
[3] Lihat Abu ‘Isa Muhammad b. ‘Isa Al-Tirmidhi (1996), al-Jami‘ al-Kabir, Bab Ma Ja' al-Dal ‘Ala al-
Khayr Ka Fa‘ilihi, Beirut : Dar al-Gharb al-Islami, no. hadith 2670, j. 4, h. 403-404. Beliau berkata :
Hadith ini gharib. Hadith ini juga terdapat dalam lafaz yang lain tetapi maknanya sama seperti di
atas iaitu : (لىنث دفانلده دلىنادخيرفلهىنثدمأن دل .)من Lihat Muslim b. al-Hajjaj (2006), Sahih Muslim, Bab Fadl al-
Sadaqah Fi Sabil Allah Wa Tad‘ifiha, Riyadh : Dar Taybah, no. hadith 1893, j. 2, h. 914. Abu Dawud,
Sulayman b. al-Ash‘ath (1998), Sunan Abi Dawud, Bab Fi al-Dal ‘Ala al-Khayr, Jeddah : Dar al-
Qiblah Li al-Thaqafah al-Islamiyyah, no. hadith 5088, j. 5, h. 408. Al-Tirmidhi (1996), op. cit., Bab Ma
Ja' al-Dal ‘Ala al-Khayr Ka Fa‘ilihi, no. hadith 2671, j. 4, h. 404-405.
[4] Tiada pada A, B, D dan E.
[5] Pada D dan E : [serasa-rasa]. Serasa : seakan-akan; seolah-olah; seperti. Lihat William Marsden
(1812), op. cit., h. 166. Lihat Kamus Dewan, 1993, h. 1032.
42. Fa'idah : Warid[1] dalam[2] hadith[3] : “Barang siapa kemudian daripada salam
sembahyang Jumaat belumpai[4] /E147/ lagi ia[5] mengubahkan tempat
kedudukannya, maka ia memaca[6] Fatihah dan surah[7] al-Ikhlas[8] dan
mu‘awwizatayn[9] tiap-tiap suatu[10] surah tujuh[11] /D232/ kali, nescaya diampun
Allah Ta‘ala[12] [segala dosyanya[13] yang telah lalu, dan yang[14] lagi akan
datang, dan dianugerahi Allah Ta‘ala[15]][16] [akan dia][17] pahala sebilang-
bilang[18] yang membawa iman akan[19] Allah Ta‘ala dan akan Rasul-Nya, dan
dipeliharakan[20] Allah Ta‘ala akan[21] akhiratnya[22], [dan dunianya][23], dan isi
rumahnya, dan anaknya”.[24]
[24] Lihat Abu Usamah Salim b. ‘Id al-Hilali (1413H), Sahih Kitab al-Adhkar Wa Da‘ifihi Li
al-Imam Abi Zakariyya Muhy al-Din Yahya b. Sharaf al-Nawawi, Bab al-Adhkar al-
Mustahabbah Yawm al-Jumu‘ah Wa Laylatiha Wa al-Du‘a', Madinah : Maktabah al-
Ghuraba' al-Athariyah, no. hadith 501, h. 451. Ahmad b. Muhammad al-Daynuri Ibn al-
Sunni (2004), ‘Amal al-Yawm Wa al-Laylah, Bab Ma Yaqul Ba‘ Salah al-Jumu‘ah, Beirut :
Dar Ibn Hazm, no. hadith 376, h. 137. Muhammad b. ‘Ali b. Muhammad ‘Allan al-Bakri al-
Siddiqi al-Shafi‘i (2004), al-Futuhat al-Rabbaniyyah ‘Ala al-Adhkar al-Nawawiyyah, j. 4.
Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, h. 162-163. Al-Suyuti (1427H), op. cit., no. hadith 8900,
j. 2, h. 636. al-Munawi (t.th), op. cit, j. 6, h. 203-204. Menurut Ibn Hajar al-‘Asqalani,
sanad hadith ini tersangat lemah.
44. ......Demikianlah kata Shaykh
Ibn Ma‘n[1]. ..
[1] Pada D dan E : [Hajar]. Ibn Ma‘n ialah Muhammad b.
Sa‘id b. Ma‘n al-Quraydi al-Lihji al-Yamani al-Shafi‘i.
Tetapi beliau lebih dikenali dengan panggilan Ibn Ma‘n.
Dilahirkan pada tahun 497H dan meninggal dunia pada
tahun 576H. Beliau merupakan seorang ahli fiqh dan
ahli hadith. Antara karangan-karangan beliau ialah al-
Mustasfa Fi Dhikr Sunan al-Mustafa, Mukhtasar Ihya'
‘Ulum al-Din dan lain-lain lagi. Lihat al-Baghdadi (1955),
op. cit., j. 2. h. 99. ‘Umar Rida Kahalah (1993), op. cit., j.
3. h. 325.
46. Diwana : berkelana; bertualang. Pada diwana ini
terdapat ciri-ciri orang yang tidak tahu arah tujuan
perjalanannya. Lihat Kamus Dewan, 1993, h.
1390. Aboe Bakar et al. (2001), op. cit., h. 173-
174.
فال(ُرُصْقَيمِئاَه)و يتوجه أين يدري من وهوتردده وال إن
حرام غر لاير النفس إتعاب إذ معصية سفره ألن(المنهاج
ص القويم263)
47.
48. Pada D : []بوجرور dan E : [ ووخ.]بو Cuwar :
perbuatan mengikat sesuatu supaya
tidak bergerak dengan menganjur ke
atas atau memanjang ke depan.
Maksudnya bercuwar di sini ialah
anggota tubuh yang dibelat (.)جبيررة Lihat
R. J. Wilkinson (1985), op. cit., h. 271.
Kamus Dewan, 1993, h. 232. al-
Marbawi (t.th), op. cit., j. 1. h. 90.
50. Pada A, D dan E : [sendirinya
menderas]. Pada B : [menderas
sendirinya]. Menderas : mengaji;
belajar. Lihat R. O. Winsteadt et
al. (1921), op. cit., h. 131. al-
Marbawi (t.th), op. cit., j. 1. h.
200.
51. [1] Pada A : [.]سرامسره Pada D : [sarap]. Pada E :
[sampah]. Serasah : segala jenis kotoran
(sampah, tahi binatang, ikan busuk, ranting daun
dan lain-lain) yang boleh dijadikan baja, pupuk.
Lihat R. O. Winsteadt et al. (1921), op. cit., h. 77.
R. J. Wilkinson (1985), op. cit., h. 377. Kamus
Dewan, 1993, h. 1181. Kamus Bahasa Melayu
Nusantara, 2003, h. 2496.
52. [1] Pada D : [ .]بربنرر Pada E :
[berantai]. Tempat berbantai :
tempat menyembelih (lembu,
kerbau dan sebagainya. Lihat
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1989, h. 78. Kamus Dewan, 1993,
h. 94. Kamus Bahasa Melayu
Nusantara, 2003, h. 230
53. [1] Pada D : [padang]. Pahuk atau pahak ( )فراه : lembah;
tanah rendah. Lihat William Marsden (1812), op. cit., h.
214. Frank A. Sweetenham (1887), op. cit., h. 77. R. J.
Wilkinson (1903), op. cit., h. 452. R. J. Wilkinson (1932),
op. cit., j. 2. h. 195
[1] Pada A : [serokan]. Pada B : [seru-serokan]. Serokan :
teluk kecil; aliran air; parit; terusan. Pahuk yang
berserokan : lembah yang berteluk. Perbuatan ini
makruh kerana menganggu kekhusyukan sembahyang
jika air bah tiba-tiba muncul. Lihat R. O. Winsteadt et al.
(1921), op. cit., h. 87. Kamus Dewan, 1993, h. 1187. Ibn
Hajar al-Haytami (1987), op. cit., h. 197-198. Aboe
Bakar et al. (2001), op. cit., h. 873. Kamus Bahasa
Melayu Nusantara, 2003, h. 2506.
55. Dan makruh sembahyang pada tempat orang[1] membuang
serasah[2], dan pada tempat permandian[3], dan pada tempat
berbantai[4], dan pada[5] jalan raya, dan pada pahuk[6] yang[7]
berserokan[8], dan pada tempat perhentian, atau kandang unta
atau kerbau atau lembu, dan[9] pada[10] rumah berhala, dan
pada[11] tempat /C153/ kubur /A173/ [melainkan pada kubur][12]
segala nabi[13].[14]
Dan makruh sembahyang di atas kaabah.[15]
[3] Perkataan “permandian” ialah terjemahan ()الحمرام yang maksud asalnya ialah
tempat mandi wap. Tetapi dalam kitab-kitab fiqh perkataan (رامر)الحم merujuk
kepada tempat untuk mandi. Dimakruhkan sembahyang di sini kerana ianya
tempat disukai syaitan kerana aurat manusia dibuka padanya. Lihat al-Kaf
(2003), op. cit., h. 254. al-Banjari (t.th), op. cit., j. 1. h. 247.
[15] Kerana perbuatan ini menceroboh kehormatannya. Lihat Ibn al-Naqib
(1985), op. cit., h. 66. Ibn Hajar al-Haytami (1987), op. cit., h. 198. al-Khatib al-
Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 425. Ibn Hajar al-Haytami (2005), op. cit., j. 1. h.
153.
56.
57. [1] Ini bukan lafaz hadith, tetapi
olahan daripada kenyataan
berikut :
فصلفيالمسحعلىالخفين.وأحاديثها
،شهيرةقيلبل،متواترةحتىيكفربها
جاحده.
Lihat Ibn Hajar al-Haytami
(1987), op. cit., h. 54.
58. Dan sunat ia menilik dalam sembahyang[1] itu kepada /E95/
tempat sujudnya jikalau buta, atau[2] yang sembahyang
dalam[3] kelam[4] sekalipun, melainkan pada hampir kaabah,
maka hendaklah ia menilik kepadanya jua.[5]
___________________
[1] Pada B : [sembahyangnya]
[2] Pada C : [dan]. Pada E : []تو
[3] Pada D : [di dalam]
[4] Pada C : [kelam kabut]
[5] Pendapat yang muktamad bagi yang sembahyang di hadapan kaabah
ialah memandang ke arah tempat sujud. Lihat Ibn Hajar al-Haytami
(1987), op. cit., h. 148. al-Khatib al-Sharbini (1994), op. cit., j. 1. h. 390.
Ibn Hajar al-Haytami (1996), op. cit., j. 2. h. 312. al-Ansari (1998), op. cit.,
j. 1. h. 85. Ibn Hajar al-Haytami (2005), op. cit., j. 1. h. 202. al-Ardabili
(2006), op. cit., j. 1. h. 136.