SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
FARMAKOLOGI
OBAT UNTUK SALURAN
PERNAPASAN
FPPT.com
DWI NINGSIH, M.FARM., APT.
OUTLINE
• Obat-obat yang digunakan untuk mengobati
astma
• Obat-obat yang digunakan untuk mengobati
rinitis alergi
• Obat-obat yang digunakan untuk mengobati
batuk
PENDAHULUAN
• Obat-obat dapat mencapai paru-paru melalui inhalasi,
oral, atau parenteral.
• Inhalasi sering dipilih karena obat langsung disalurkan
ke saluran napas dan efektif dalam dosis yang tidak
menyebabkan efek sistemik yang berarti.
• Obat-obat yang berguna secara klinik pada saluran
napas bekerja dengan berbagai mekanisme, misalnya,
dengan merelaksasi otot polos bronkial, memodulasi
respon peradangan, atau menurunkan sekresi mukus
pada kasus asma dan penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK).
• Selain itu, obat-obat untuk gangguan saluran napas juga
berguna untuk terapi rinitis alergi dan batuk.
OBAT ANTI ASMA
OBAT ASMA
• Agonis β2- adrenergik
• Antagonis kolinergik /
Antagonis muskarinik
• Metil santin
Bronkodilator Kortikosteroid
Penstabil sel mast
Antagonis reseptor leukotrien &
inhibitor sintesis leukotrien
Antibodi monoklonal anti IgE
Inhibitor Fosfodiesterase-4 (PDE-4)
A. AGEN BRONKODILATOR
• Bronkodilator merupakan agen yang memicu
efek bronkodilatasi sehingga memperbaiki aliran
udara di saluran napas.
Agonis β2- adrenergik (bronkodilator-1)
• Agonis β2 merupakan bronkodilator yang paling efektif.
• Mekanisme kerja: stimulasi reseptor β2  aktivasi adenilsiklase (enzim yang memperkuat
pengubahan ATP menjadi cAMP  kadar cAMP meningkat di dalam sel  menghasilkan
beberapa efek melalui enzim fosfokinase  bronkodilatasi dan penghambatan pelepasan
mediator oleh sel mast.
Berdasarkan aksi farmakologisnya, agonis β2-adrenergik dibagi menjadi 2:
• Agonis β2-adrenergik aksi pendek (short acting β2 agonis/SABA): albuterol, terbutalin,
levalbuterol, bitolterol, dan pirbuterol  digunakan untuk meredakan gejala secara akut
dengan durasi aksi 4-6 jam
• Agonis β2-adrenergik aksi panjang (long acting β2 agonis/LABA): formoterol dan
salmeterol  diberikan setiap 12 jam berdasarkan jadwal dan menghasilkan bronkodilatasi
selama interval dosis  …. (cont.)
• LABA  diindikasikan sebagai kontrol tambahan jangka panjang
untuk pasien yang telah mengkonsumsi inhalasi kortikosteroid
dosis rendah - sedang sebelum ditingkatkan menjadi dosis sedang
atau tinggi.
• Agonis β2 aksi pendek harus dilanjutkan jika keadaan memburuk
secara akut. Agonis β2 aksi panjang tidak efektif untuk asma akut
karena memerlukan 20 menit untuk terjadinya onset dan 1 hingga 4
jam untuk terjadinya bronkodilatasi maksimum setelah dihirup.
• Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mual, dan tremor tangan. Jika
overdosis terjadi stimulasi reseptor β1 dengan efek kardiovaskuler:
takikardi, palpitasi, aritmia, dan hipotensi.
Agen
Selektivitas
Potensi
β2
Durasi Aksi
Aktivitas
Oral
β1 β2 Bronkodilatasi
(jam)
Proteksi
(jam)
Isoproterenol +++
+
++++ 1 0,5-2 0,5-1 Tidak
Metaprotere
nol
+++ +++ 15 3-4 1-2 Ya
Isoetarin ++ +++ 6 0,5-2 0,5-1 Tidak
Albuterol + ++++ 2 4-8 2-4 Ya
Bitolterol + ++++ 5 4-8 2-4 Tidak
Pirbuterol + ++++ 5 4-8 2-4 Ya
Terbutalin + ++++ 4 4-8 2-4 Ya
Formoterol + ++++ 0,24 ≥12 6-12 Ya
Salmeterol + ++++ 0,5 ≥12 6 - > 12 Tidak
Interaksi obat
Obat Berinteraksi dengan Efek
Salbutamol (albuterol)
Metildopa Tekanan darah tetap tinggi
β1 bloker adrenergik Bronkospasmus,
mengurangi ventilasi paru-
paru
Ipatropium bromida Glaukoma akut,
peningkatan tekanan
intraokular
Fenelzin (MAOIs) Takikardi, gelisah
Obat yang mengurangi kadar
kalium (kortikosteroid,
diuretik, teofilin)
Meningkatkan
hipokalemia
Antagonis kolinergik / Antagonis muskarinik (bronkodilator-2)
• Mekanisme kerja: memblok reseptor muskarinik dari saraf-
saraf kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf
adrenergik menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
• Golongan obat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada
bronkokonstriksi yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik
merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis β2.
• Indikasi: bronkospasmus, terapi penunjang asam bronkial,
asma akut, dan sebagai obat alternatif untuk pasien yang
intoleransi dengan agonis β2-adrenergik.
Berdasarkan aksi farmakologisnya, antagonis muskarinik kolinergik dibagi
menjadi 2:
• Short acting anti muskarinik (SAMA): ipatropium bromida dan oxitropium
bromida  digunakan untuk serangan akut
• Long acting anti muskarinik (LAMA): Tiotropium bromide, aclidinium,
glycopyrronium bromida dan umeclidinium  digunakan untuk terapi
pemeliharaan, memperbaiki nilai FEV1 dan volume paru-paru, dispnea,
status kesehatan dan tingkat eksaserbasi.
Efek samping: takikardia, agitasi, retensi urin.
Metilsantin (bronkodilator-3)
• Mekanisme kerja: menginhibisi enzim fosfodiesterase  menghambat perubahan cAMP
menjadi AMP  meningkatkan kadar cAMP  meningkatkan efek bronkodilatasi.
• Contoh obat: Teofilin dan Aminofilin (teofilin etilendiamin)
• Metilsantin tidak efektif dalam bentuk aerosol dan harus diberikan secara sistemik (oral
atau IV). Teofilin lepas lambat lebih disukai untuk pemberian oral, sedangkan bentuk
kompleksnya dengan etilendiamin (aminofilin) lebih disukai untuk sediaan parenteral
karena peningkatan kelarutannya.
• Efek samping: teofilin: mual dan muntah, baik pada penggunaan oral, rektal maupun
parenteral. Pada overdosis terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi).
• Teofilin mempunyai indeks terapi sempit dan berinteraksi dengan obat lain
Obat Berinteraksi dengan Efek
Teofilin
Asiklovir, simetidin,
kontrasepsi oral, antibiotik
makrolida, siprofloksasin,
zafirlukast, zileuton
Metabolisme teofilin
terhambat sehingga
kadarnya meningkat
Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar teofilin
dalam darah
Antasida Absorpsi teofilin dihambat
Agonis β2 adrenergik Hipokalemia, kerja jantung
meningkat pada
penggunaan dosis tinggi
β1 bloker Antagonis dengan teofilin,
menghambat metabolisme
teofilin
B. KSRTIKOSTEROID
• Mekanisme kerja: memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan
mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat
tidak terjadi. Selain itu, kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan
alergen melalui IgE dan menyebabkan degranulasi sel mast, dan
meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β2-adrenergik diperkuat
 memicu efek penurunan produksi mucus dan hipersekresi, mengurangi
hiperresponsivitas bronkus serta mencegah dan mengembalikan perbaikan
jalur napas.
• Indikasi : inflamasi, mengurangi gejala asma, terapi PPOK
Terdapat 2 jenis :
• Kortikosteroid oral / sistemik: hidrokortison, prednison,
deksametason, metil prednisolon  direkomendasikan untuk
penanganan pasien dengan asma parah akut yang sepenuhnya tidak
merespon pada pemberian agonis β2 inhaler secara agresif (setiap 20
menit untuk tiga atau empat dosis). Kortikosteroid sistemik juga
direkomendasikan untuk penanganan episode asma akut yang tidak
dapat diobati dengan terapi bronkodilator.
• Kortikosteroid inhalasi : beklometason dipropionat, triamsinolon
asetonid, flutikason, budesonide  terapi kontrol jangka panjang
paling efektif untuk asma persisten.
• Efek samping : penurunan sistem imun, moonface, osteoporosis
Obat Berinteraksi dengan Efek
Kortikosteroid
Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar
kortikosteroid
Aminoglutemid, antasid,
barbiturat, ketokonazol,
kontrasepsi oral
Penurunan kadar
kortikosteroid
NSAID Meningkatkan perdarahan
GI & ulcer
Antidiabetes Efek antidiabetes berkurang
Antikoagulan Efek antikoagulan
berkurang
C. Penstabil sel mast (Kromolin dan Nedokromil)
• Kromolin natrium dan nedokromil natrium mempunyai efek-efek menguntungkan yang diyakini
merupakan hasil stabilisasi membran sel mast. Kedua obat tersebut menginhibisi respon terhadap
paparan alergen dan bronkospasmus yang diinduksi latihan, tetapi tidak menyebabkan
bronkodilatasi.
• Mekanisme kerja: memblok saluran kalsium dalam sel mast.
• Agen-agen ini hanya efektif jika dihirup (inhaler) dan tersedia sebagai obat inhalasi dois terukur;
kromolin juga tersedia dalam larutan nebulizer.
• Kedua obat ini tidak toksik.
• Kromolin dan nedokromil diindikasikan untuk profilaksis asma persisten ringan pada anak-anak dan
dewasa tanpa melihat etiologinya. Needokromil dapat menurunkan dosis steroid inhaler pada
beberapa pasien.
• Kromolin merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan brokospasma yang diinduksi latihan
fisik dan dapat digunakan bersama agonis β2 dalam kasus yang lebih parah.
• Efek samping: iritasi, batuk, dan mual
D. Antagonis reseptor leukotrien & inhibitor sintesis
leukotrien
• Mekanisme kerja: menghambat sintesis leukotrien dengan jalan blokade enzim
lipooksigenase atau berdasarkan penempatan reseptor leukotrien dengan leukotrien
C4/D4- blockers  mengurangi proinflamasi (peningkatan permeabilitas
mikrovaskuler dan edema jalur udara) dan efek bronkokostriksi leukotrien D4.
• Contoh obat: Zafirlukast dan montelukast (antagonis reseptor leukotrien), dan
zileuton (inhibitor sintesis leukotrien).
• Indikasi: Pengobatan jangka panjang simptomatik asma ringan – sedang.
• Efek samping: Efek pada hati dan kulit, infeksi, efek GI
E. Antibodi monoklonal anti IgE
• Mekanisme kerja: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat berikatan dengan reseptor IgE
pada sel mast dan basofil sehingga mencegah reaksi alergi.
• Contoh obat: Omazilumab (diberikan secara subkutan)
• Indikasi: pengobatan asma yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroid
hirup dosis tinggi. Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien atopik bergantung kortiko-
steroid yang memerlukan kortikosteroid oral atau mengkonsumsi kortikosteroid dosis
tinggi dengan berlanjutnya gejala dan kadar IgE tinggi. Dosis ditentukan berdasarkan IgE
serum total dasar (IU/mL) dan berat badan pasien (kg). Dosis berkisar antara 150 mg
hingga 375 mg diberikan secara subkutan dengan interval pemberian 1 atau 4 minggu.
• Digunakan juga untuk dewasa dan remaja lebih dari 12 tahun dengan alergi dan asma
persisten sedang hingga parah
• Efek samping: anafilaksis
F. Inhibitor Fosfodiesterase-4 (PDE-4)
• Mekanisme kerja serupa dengan Teofilin  tidak disarankan untuk digunakan bersamaan
dengan Teofilin.
• Contoh obat: Roflumilast
• Indikasi : untuk mengurangi resiko eksaserbasi pada pasien dengan PPOK berat yang
terkait dengan bronkitis kronis dan riwayat dari eksaserbasi
• Digunakan juga untuk pasien yang tidak dapat dikendalikan dengan bronkodilator
inhalasi atau tidak toleran atau tidak dapat menggunakan bronkodilator inhalasi atau
kortikosteroid
• Dosisnya 500 mcg per oral sekali sehari, dengan atau tanpa makanan.
• Efek samping utama: penurunan berat badan dan efek neuropsikiatrik seperti pikiran
untuk bunuh diri, insomnia, kecemasan dan depresi
• Roflumilast dimetabolisme oleh CYP3A4 dan 1A2  interaksi dengan induktor atau
inhibitor enzim
OBAT RHINITIS ALERGI
Pendahuluan
• Rinitis adalah suatu peradangan pada membran mukosa hidung yang
dikarakterisasi dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rinore anterior
atau posterior, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan/atau hidung gatal.
• Alergi adalah keadaan hipersensitivitas yg diinduksi oleh paparan
suatu antigen (alergen) tertentu yg menimbulkan reaksi imunologik
pada paparan berikutnya.
• Jadi, rinitis alergi adalah inflamasi pada membran mukosa hidung yang
disebabkan oleh paparan materi alergenik yang terhirup kemudian
mengawali respon imunologik spesifik, diperantarai oleh IgE.
A. Antihistamin
• Mekanisme kerja: Antagonis reseptor histamin H1 berikatan dengan reseptor H1 tanpa
mengaktivasi reseptor, yang mencegah ikatan dan kerja histamin. Antihistamin lebih efektif
dalam mencegah respons histamin daripada melawannya.
• Antihistamin paling banyak digunakan untuk mengobati bersin dan rinore (gejala rinitis
alergi yang disebabkan oleh pelepasan histamin)
• Antihistamin oral dapat dibagi menjadi 2 kategori utama : nonselektif (generasi pertama atau
antihistamin sedasi: CTM, difenhidramin, prometazin, ketotifen) dan selektif perifer
(generasi kedua atau antihistamin nonsedasi: Loratadin, terfenadin, astemizol, cetirizin).
• Perbedaan gejala sebagian disebabkan oleh sifat antikolinergik, yang bertanggung jawab
pada efek pengeringan yang mengurangi hipersekresi kelenjar hidung, saliva, dan air mata.
Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan bengkak dan rasa panas
serta gatal.
• Mengantuk adalah efek samping yg paling sering dan dapat menganggu
kemampuan mengemudi atau aktivitas kerja. Efek sedatif bisa menguntungkan pada
pasien yang sulit tidur karena gejala rhinitis.
• Walaupun efek antikolinergik berperan dalam efikasi, efek samping seperti mulut
kering, kesulitan mengeluarkan urin, konstipasi, dan efek kardiovaskular potensial
dapat terjadi.
• Antihistamin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien yang berkecenderungan
retensi urin dan pada mereka yang mengalami peningkatan tekanan intraocular,
hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular.
• Antihistamin biasa dikombinasikan dengan agonis α-adrenergik (dekongestan)
untuk mengatasi hidung tersumbat
B. Agonis α-adrenergik (dekongestan)
• Dekongestan topikal dan sistemik merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada
reseptor α-adrenergik pada mukosa hidung menyebabkan vasokontriksi (menyempitkan
arteriol yang berdilatasi pada mukosa hidung), menciutkan mukosa yang membengkak,
dan memperbaiki ventilasi.
• Contoh dekongestan topikal : oksimetazolin
• Penggunaan lama sediaan topikal (lebih dari 3-5 hari) dapat mengakibatkan rinitis
medicamentosa, yang merupakan vasodilatasi balikan yang terkait dengan kongesti.
Pasien dengan kondisi ini menggunakan semprotan lebih sering dengan respon yang lebih
kecil. Penghentian mendadak merupakan cara penanganan yang efektif, tapi kongesti
balikan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu.
• Efek samping lain dekongestan topikal termasuk rasa terbakar, bersin, dan kekeringan
mukosa hidung.
• Produk dekongestan topikal seharusnya digunakan bila betul-betul perlu dan dengan dosis
yang sekecil mungkin. Durasi terapi harus dibatasi 3 - 5 hari.
• Contoh dekongestan oral: Pseudoefedrin, fenilefrin, efedrin, fenilpropanolamin (PPA)
• Pseudoefedrin merupakan dekongestan oral yg memiliki onset kerja lebih lambat
dibandingkan dengan obat topikal tapi dapat bekerja lebih lama dan kurang menyebabkan
iritasi lokal, serta rhinitis medicamentosa tidak terjadi dengan pemberian dekongestan oral.
• Pseudoefedrin adalah dekongestan sistemik yang paling aman dosis sampai 180 mg tidak
menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju jantung yang terukur. Akan tetapi, dosis
yang lebih tinggi (210 - 240 mg) dapat meningkatan tekanan darah dan laju jantung.
Dekongestan sistemik harus dihindari pada pasien hipertensif kecuali kalau benar-benar
diperlukan. Reaksi hipertensif parah dapat terjadi jika pseudoefedrin diberikan bersamaan
dengan inhibitor monoamin oksidase. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi ringan
sistem saraf pusat, bahkan pada dosis terapetik.
• Penggunaan kombinasi produk oral yg mengandung suatu dekongestan dan antihistamin
adalah rasional karena mekanisme kerjanya berbeda.
Kortikosteroid nasal
• Kortikosteroid intranasal secara efektif meredakan bersin, rinorea, ruam dan kongesti nasal
dengan efek samping yang minimal. Obat ini mereduksi inflamasi dengan menghambat
pembebasan mediator, penekanan kemotaksis neutrofil, menyebabkan vasokonstriksi, dan
menghambat reaksi lambat yang diperantarai oleh sel mast.
• Zat ini merupakan pilihan yang baik untuk rinitis perennial dan juga dapat digunakan
pada rinitis musiman, terutama jika diberikan sebelum terjadi gejala. Rekomendasi steroid
nasal sebagai terapi awal dari pada antihistamin karena tingkat keefektifan tinggi ketika
digunakan secara benar disertai penghindaran alergen.
• Contoh obat: beklometason dipropionat, beklometason monohidrat, budesonid, flutikason,
flunisolid, mometason furoat, dan triamsinolon asetonid
D. Penstabil sel mast (kromolin)
• Zat ini mencegah degranulasi sel mast yang dipicu oleh antigen dan
pelepasan mediator termasuk histamin.
• Efek samping yang paling umum terjadi adalah iritasi lokal (bersin
dan hidung perih).
• Penstabil sel mast, tersedia sebagai obat bebas dalam bentuk
semprotan hidung untuk mencegah gejala dan penanganan
terhadap rinitis alergi.
E. Antikolinergik
• Obat semprot hidung ipatrium bromida merupakan zat
antikolinergik yang berguna dalam rinitis alergi
perennial.
• Memiliki sifat antisekretorik ketika diberikan secara
lokal dan meredakan gejala rinorea yang berkaitan
dengan alergi dan bentuk lain rinitis kronis.
Montelukast
• Adalah antagonis reseptor leukotrien untuk rhinitis musiman.
• Montelukast dapat diberikan tunggal maupun dikombinasi dengan
antihistamin.
• Montelukast tidak lebih efektif daripada antihistamin dan kurang
efektif daripada kortikosteroid intranasal. Oleh karena itu,
montelukast dijadikan terapi lini ketiga.
Obat batuk
a. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi
paru-paru agar jalan napas tetap bersih dari benda asing.
b. Batuk dalam bahasa latin disebut tussis, yaitu refleks yang dapat terjadi
secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk
membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi,
partikel asing dan mikroba.
A. Antitusif
• Mekanisme kerja: menekan pusat batuk di susunan saraf pusat,
sehingga tidak ada refleks batuk dan batuk berhenti.
• Digunakan untuk batuk kering/tidak berdahak
• Contoh obat: Kodein, noskapin, dekstrometorfan
B. Ekspektoran
• Mekanisme kerja: merangsang pengeluaran dahak dari saluran pernapasan
(ekspektorasi) dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan
selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran napas
sehingga menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran
dahak.
• Ekpektoran juga merangsang terjadinya batuk untuk mempermudah
pengeluaran dahak.
• Digunakan untuk batuk berdahak
• Contoh obat: gliseril guaiakolat/guaifenesin, amonium klorida, succus
liquiriteae
C.Mukolitik
• Mekanisme kerja: memecah ikatan kimia mukoprotein dan
mukopolisakarida pada dahak sehingga dahak menjadi lebih encer
dan tidak lengket  mempermudah pengeluaran dahak dari
saluran napas
• Digunakan untuk batuk berdahak
• Contoh obat: Bromheksin dan metabolitnya (ambroxol), asetilsistein,
karbosistein
NUWUN

More Related Content

Similar to OBAT_UNTUK_GANGGUAN_SALURAN_NAFAS.pptx

Similar to OBAT_UNTUK_GANGGUAN_SALURAN_NAFAS.pptx (20)

Antitusif
AntitusifAntitusif
Antitusif
 
Obat sistem pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Obat sistem pernapasan AKPER PEMKAB MUNAObat sistem pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
Obat sistem pernapasan AKPER PEMKAB MUNA
 
Obat sistem respirasi
Obat sistem respirasiObat sistem respirasi
Obat sistem respirasi
 
TABEL OBAT LASA.docx
TABEL OBAT LASA.docxTABEL OBAT LASA.docx
TABEL OBAT LASA.docx
 
Sebutkan obat
Sebutkan obatSebutkan obat
Sebutkan obat
 
Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)Penyakit pernafasan (Asma)
Penyakit pernafasan (Asma)
 
Anti asma
Anti asmaAnti asma
Anti asma
 
9. OBAT SISTEM RESPIRASI.pptx
9. OBAT SISTEM RESPIRASI.pptx9. OBAT SISTEM RESPIRASI.pptx
9. OBAT SISTEM RESPIRASI.pptx
 
Obat Untuk Penyakit Sistem Pernafasan.pptx
Obat Untuk Penyakit Sistem Pernafasan.pptxObat Untuk Penyakit Sistem Pernafasan.pptx
Obat Untuk Penyakit Sistem Pernafasan.pptx
 
Obat Anti Glaukoma Topikal.pptx
Obat Anti Glaukoma Topikal.pptxObat Anti Glaukoma Topikal.pptx
Obat Anti Glaukoma Topikal.pptx
 
ACTH dan Kortikosteroid
ACTH dan KortikosteroidACTH dan Kortikosteroid
ACTH dan Kortikosteroid
 
FARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIFFARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIF
 
Farmakologi : penggolongan antibiotik
Farmakologi : penggolongan antibiotikFarmakologi : penggolongan antibiotik
Farmakologi : penggolongan antibiotik
 
kuliah 4_ antibakteri dan anti TB.pptx
kuliah 4_ antibakteri dan anti TB.pptxkuliah 4_ antibakteri dan anti TB.pptx
kuliah 4_ antibakteri dan anti TB.pptx
 
Farmokoterapi .pptx
Farmokoterapi .pptxFarmokoterapi .pptx
Farmokoterapi .pptx
 
Obat yang sering keluar edit
Obat yang sering keluar editObat yang sering keluar edit
Obat yang sering keluar edit
 
Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus Farmasi klinik kasus
Farmasi klinik kasus
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Obat obat yang digunakan pada kemoterapi tuberkulosis
Obat obat yang digunakan pada kemoterapi tuberkulosisObat obat yang digunakan pada kemoterapi tuberkulosis
Obat obat yang digunakan pada kemoterapi tuberkulosis
 

Recently uploaded

Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxMengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxLintangDwiCandra1
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanFeraAyuFitriyani
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxTULUSHADI
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxIrfanNersMaulana
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxcheatingw995
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio PerawatMovieWulandari
 
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.pptGastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.pptssuserbb0b09
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptUserTank2
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiAikawaMita
 
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakatEPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakatssuser7c01e3
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaFeraAyuFitriyani
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTRiskaViandini1
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaruPrajaPratama4
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptssuserbb0b09
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxFerawatiPhea1
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitaBintangBaskoro1
 

Recently uploaded (20)

Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdfPentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
Pentingnya-Service-Excellent-di-Rumah-Sakit.pdf
 
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptxMengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
Mengenal Nyeri Perut tentang jenis dan karakteristik.pptx
 
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasanasuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
asuhan keperawatan jiwa dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan
 
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptxPenyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
Penyuluhan kesehatan Diabetes melitus .pptx
 
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptxAsuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
Asuhan Keperawatan Gagal ginjal akut & kronik.pptx
 
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptxTren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
Tren dan Issue dalam keperawatan gawat darurat. EBP.pptx
 
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari -  Portofolio PerawatMovi Tri Wulandari -  Portofolio Perawat
Movi Tri Wulandari - Portofolio Perawat
 
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.pptGastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
Gastro Esophageal Reflux Disease Kuliah smester IV.ppt
 
Jual Obat Cytotec Asli 085225524732 Obat Penggugur Kandungan
Jual Obat Cytotec Asli 085225524732 Obat Penggugur KandunganJual Obat Cytotec Asli 085225524732 Obat Penggugur Kandungan
Jual Obat Cytotec Asli 085225524732 Obat Penggugur Kandungan
 
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan pptLOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
LOKAKARYA MINI tingkat puskesmas bulanan ppt
 
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggiHigh Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
High Risk Infant modul perkembangan bayi risiko tinggi
 
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakatEPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR dalam bidang kesehatan masyarakat
 
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdfJenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
Jenis-Jenis-Karakter-Pasien-Rumah-Sakit.pdf
 
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
KUNCI CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN ABORSI JANIN 087776558899
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial RemajaAsuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
Asuhan Keperawatan Jiwa Perkembangan Psikososial Remaja
 
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOSTHEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
HEMOSTASIs darah HEMOSTASIs darah HEMOST
 
materi tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbarumateri tentang airway management terbaru
materi tentang airway management terbaru
 
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).pptMEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
MEMBERIKAN OBAT INJEKSI (KEPERAWATAN DASAR).ppt
 
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptxpemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
pemeriksaan fisik Telinga hidung tenggorok bedah kepala leher.pptx
 
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanitapower point kesehatan reproduksi pria dan wanita
power point kesehatan reproduksi pria dan wanita
 

OBAT_UNTUK_GANGGUAN_SALURAN_NAFAS.pptx

  • 2. OUTLINE • Obat-obat yang digunakan untuk mengobati astma • Obat-obat yang digunakan untuk mengobati rinitis alergi • Obat-obat yang digunakan untuk mengobati batuk
  • 3. PENDAHULUAN • Obat-obat dapat mencapai paru-paru melalui inhalasi, oral, atau parenteral. • Inhalasi sering dipilih karena obat langsung disalurkan ke saluran napas dan efektif dalam dosis yang tidak menyebabkan efek sistemik yang berarti. • Obat-obat yang berguna secara klinik pada saluran napas bekerja dengan berbagai mekanisme, misalnya, dengan merelaksasi otot polos bronkial, memodulasi respon peradangan, atau menurunkan sekresi mukus pada kasus asma dan penyakit paru obstruksi kronis (PPOK). • Selain itu, obat-obat untuk gangguan saluran napas juga berguna untuk terapi rinitis alergi dan batuk.
  • 5. OBAT ASMA • Agonis β2- adrenergik • Antagonis kolinergik / Antagonis muskarinik • Metil santin Bronkodilator Kortikosteroid Penstabil sel mast Antagonis reseptor leukotrien & inhibitor sintesis leukotrien Antibodi monoklonal anti IgE Inhibitor Fosfodiesterase-4 (PDE-4)
  • 6. A. AGEN BRONKODILATOR • Bronkodilator merupakan agen yang memicu efek bronkodilatasi sehingga memperbaiki aliran udara di saluran napas.
  • 7. Agonis β2- adrenergik (bronkodilator-1) • Agonis β2 merupakan bronkodilator yang paling efektif. • Mekanisme kerja: stimulasi reseptor β2  aktivasi adenilsiklase (enzim yang memperkuat pengubahan ATP menjadi cAMP  kadar cAMP meningkat di dalam sel  menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase  bronkodilatasi dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast. Berdasarkan aksi farmakologisnya, agonis β2-adrenergik dibagi menjadi 2: • Agonis β2-adrenergik aksi pendek (short acting β2 agonis/SABA): albuterol, terbutalin, levalbuterol, bitolterol, dan pirbuterol  digunakan untuk meredakan gejala secara akut dengan durasi aksi 4-6 jam • Agonis β2-adrenergik aksi panjang (long acting β2 agonis/LABA): formoterol dan salmeterol  diberikan setiap 12 jam berdasarkan jadwal dan menghasilkan bronkodilatasi selama interval dosis  …. (cont.)
  • 8. • LABA  diindikasikan sebagai kontrol tambahan jangka panjang untuk pasien yang telah mengkonsumsi inhalasi kortikosteroid dosis rendah - sedang sebelum ditingkatkan menjadi dosis sedang atau tinggi. • Agonis β2 aksi pendek harus dilanjutkan jika keadaan memburuk secara akut. Agonis β2 aksi panjang tidak efektif untuk asma akut karena memerlukan 20 menit untuk terjadinya onset dan 1 hingga 4 jam untuk terjadinya bronkodilatasi maksimum setelah dihirup. • Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mual, dan tremor tangan. Jika overdosis terjadi stimulasi reseptor β1 dengan efek kardiovaskuler: takikardi, palpitasi, aritmia, dan hipotensi.
  • 9. Agen Selektivitas Potensi β2 Durasi Aksi Aktivitas Oral β1 β2 Bronkodilatasi (jam) Proteksi (jam) Isoproterenol +++ + ++++ 1 0,5-2 0,5-1 Tidak Metaprotere nol +++ +++ 15 3-4 1-2 Ya Isoetarin ++ +++ 6 0,5-2 0,5-1 Tidak Albuterol + ++++ 2 4-8 2-4 Ya Bitolterol + ++++ 5 4-8 2-4 Tidak Pirbuterol + ++++ 5 4-8 2-4 Ya Terbutalin + ++++ 4 4-8 2-4 Ya Formoterol + ++++ 0,24 ≥12 6-12 Ya Salmeterol + ++++ 0,5 ≥12 6 - > 12 Tidak
  • 10. Interaksi obat Obat Berinteraksi dengan Efek Salbutamol (albuterol) Metildopa Tekanan darah tetap tinggi β1 bloker adrenergik Bronkospasmus, mengurangi ventilasi paru- paru Ipatropium bromida Glaukoma akut, peningkatan tekanan intraokular Fenelzin (MAOIs) Takikardi, gelisah Obat yang mengurangi kadar kalium (kortikosteroid, diuretik, teofilin) Meningkatkan hipokalemia
  • 11. Antagonis kolinergik / Antagonis muskarinik (bronkodilator-2) • Mekanisme kerja: memblok reseptor muskarinik dari saraf- saraf kolinergik di otot polos bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergik menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. • Golongan obat ini menghasilkan bronkodilatasi hanya pada bronkokonstriksi yang dimediasi kolinergik. Antikolinergik merupakan bronkodilator efektif tetapi tidak sekuat agonis β2. • Indikasi: bronkospasmus, terapi penunjang asam bronkial, asma akut, dan sebagai obat alternatif untuk pasien yang intoleransi dengan agonis β2-adrenergik.
  • 12. Berdasarkan aksi farmakologisnya, antagonis muskarinik kolinergik dibagi menjadi 2: • Short acting anti muskarinik (SAMA): ipatropium bromida dan oxitropium bromida  digunakan untuk serangan akut • Long acting anti muskarinik (LAMA): Tiotropium bromide, aclidinium, glycopyrronium bromida dan umeclidinium  digunakan untuk terapi pemeliharaan, memperbaiki nilai FEV1 dan volume paru-paru, dispnea, status kesehatan dan tingkat eksaserbasi. Efek samping: takikardia, agitasi, retensi urin.
  • 13. Metilsantin (bronkodilator-3) • Mekanisme kerja: menginhibisi enzim fosfodiesterase  menghambat perubahan cAMP menjadi AMP  meningkatkan kadar cAMP  meningkatkan efek bronkodilatasi. • Contoh obat: Teofilin dan Aminofilin (teofilin etilendiamin) • Metilsantin tidak efektif dalam bentuk aerosol dan harus diberikan secara sistemik (oral atau IV). Teofilin lepas lambat lebih disukai untuk pemberian oral, sedangkan bentuk kompleksnya dengan etilendiamin (aminofilin) lebih disukai untuk sediaan parenteral karena peningkatan kelarutannya. • Efek samping: teofilin: mual dan muntah, baik pada penggunaan oral, rektal maupun parenteral. Pada overdosis terjadi efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi). • Teofilin mempunyai indeks terapi sempit dan berinteraksi dengan obat lain
  • 14. Obat Berinteraksi dengan Efek Teofilin Asiklovir, simetidin, kontrasepsi oral, antibiotik makrolida, siprofloksasin, zafirlukast, zileuton Metabolisme teofilin terhambat sehingga kadarnya meningkat Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar teofilin dalam darah Antasida Absorpsi teofilin dihambat Agonis β2 adrenergik Hipokalemia, kerja jantung meningkat pada penggunaan dosis tinggi β1 bloker Antagonis dengan teofilin, menghambat metabolisme teofilin
  • 15. B. KSRTIKOSTEROID • Mekanisme kerja: memblok enzim fosfolipase-A2 sehingga pembentukan mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat tidak terjadi. Selain itu, kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan alergen melalui IgE dan menyebabkan degranulasi sel mast, dan meningkatkan kepekaan reseptor β2 hingga efek β2-adrenergik diperkuat  memicu efek penurunan produksi mucus dan hipersekresi, mengurangi hiperresponsivitas bronkus serta mencegah dan mengembalikan perbaikan jalur napas. • Indikasi : inflamasi, mengurangi gejala asma, terapi PPOK
  • 16. Terdapat 2 jenis : • Kortikosteroid oral / sistemik: hidrokortison, prednison, deksametason, metil prednisolon  direkomendasikan untuk penanganan pasien dengan asma parah akut yang sepenuhnya tidak merespon pada pemberian agonis β2 inhaler secara agresif (setiap 20 menit untuk tiga atau empat dosis). Kortikosteroid sistemik juga direkomendasikan untuk penanganan episode asma akut yang tidak dapat diobati dengan terapi bronkodilator. • Kortikosteroid inhalasi : beklometason dipropionat, triamsinolon asetonid, flutikason, budesonide  terapi kontrol jangka panjang paling efektif untuk asma persisten. • Efek samping : penurunan sistem imun, moonface, osteoporosis
  • 17. Obat Berinteraksi dengan Efek Kortikosteroid Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar kortikosteroid Aminoglutemid, antasid, barbiturat, ketokonazol, kontrasepsi oral Penurunan kadar kortikosteroid NSAID Meningkatkan perdarahan GI & ulcer Antidiabetes Efek antidiabetes berkurang Antikoagulan Efek antikoagulan berkurang
  • 18. C. Penstabil sel mast (Kromolin dan Nedokromil) • Kromolin natrium dan nedokromil natrium mempunyai efek-efek menguntungkan yang diyakini merupakan hasil stabilisasi membran sel mast. Kedua obat tersebut menginhibisi respon terhadap paparan alergen dan bronkospasmus yang diinduksi latihan, tetapi tidak menyebabkan bronkodilatasi. • Mekanisme kerja: memblok saluran kalsium dalam sel mast. • Agen-agen ini hanya efektif jika dihirup (inhaler) dan tersedia sebagai obat inhalasi dois terukur; kromolin juga tersedia dalam larutan nebulizer. • Kedua obat ini tidak toksik. • Kromolin dan nedokromil diindikasikan untuk profilaksis asma persisten ringan pada anak-anak dan dewasa tanpa melihat etiologinya. Needokromil dapat menurunkan dosis steroid inhaler pada beberapa pasien. • Kromolin merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan brokospasma yang diinduksi latihan fisik dan dapat digunakan bersama agonis β2 dalam kasus yang lebih parah. • Efek samping: iritasi, batuk, dan mual
  • 19. D. Antagonis reseptor leukotrien & inhibitor sintesis leukotrien • Mekanisme kerja: menghambat sintesis leukotrien dengan jalan blokade enzim lipooksigenase atau berdasarkan penempatan reseptor leukotrien dengan leukotrien C4/D4- blockers  mengurangi proinflamasi (peningkatan permeabilitas mikrovaskuler dan edema jalur udara) dan efek bronkokostriksi leukotrien D4. • Contoh obat: Zafirlukast dan montelukast (antagonis reseptor leukotrien), dan zileuton (inhibitor sintesis leukotrien). • Indikasi: Pengobatan jangka panjang simptomatik asma ringan – sedang. • Efek samping: Efek pada hati dan kulit, infeksi, efek GI
  • 20. E. Antibodi monoklonal anti IgE • Mekanisme kerja: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast dan basofil sehingga mencegah reaksi alergi. • Contoh obat: Omazilumab (diberikan secara subkutan) • Indikasi: pengobatan asma yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroid hirup dosis tinggi. Obat ini hanya diindikasikan untuk pasien atopik bergantung kortiko- steroid yang memerlukan kortikosteroid oral atau mengkonsumsi kortikosteroid dosis tinggi dengan berlanjutnya gejala dan kadar IgE tinggi. Dosis ditentukan berdasarkan IgE serum total dasar (IU/mL) dan berat badan pasien (kg). Dosis berkisar antara 150 mg hingga 375 mg diberikan secara subkutan dengan interval pemberian 1 atau 4 minggu. • Digunakan juga untuk dewasa dan remaja lebih dari 12 tahun dengan alergi dan asma persisten sedang hingga parah • Efek samping: anafilaksis
  • 21. F. Inhibitor Fosfodiesterase-4 (PDE-4) • Mekanisme kerja serupa dengan Teofilin  tidak disarankan untuk digunakan bersamaan dengan Teofilin. • Contoh obat: Roflumilast • Indikasi : untuk mengurangi resiko eksaserbasi pada pasien dengan PPOK berat yang terkait dengan bronkitis kronis dan riwayat dari eksaserbasi • Digunakan juga untuk pasien yang tidak dapat dikendalikan dengan bronkodilator inhalasi atau tidak toleran atau tidak dapat menggunakan bronkodilator inhalasi atau kortikosteroid • Dosisnya 500 mcg per oral sekali sehari, dengan atau tanpa makanan. • Efek samping utama: penurunan berat badan dan efek neuropsikiatrik seperti pikiran untuk bunuh diri, insomnia, kecemasan dan depresi • Roflumilast dimetabolisme oleh CYP3A4 dan 1A2  interaksi dengan induktor atau inhibitor enzim
  • 23. Pendahuluan • Rinitis adalah suatu peradangan pada membran mukosa hidung yang dikarakterisasi dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rinore anterior atau posterior, bersin-bersin, hidung tersumbat, dan/atau hidung gatal. • Alergi adalah keadaan hipersensitivitas yg diinduksi oleh paparan suatu antigen (alergen) tertentu yg menimbulkan reaksi imunologik pada paparan berikutnya. • Jadi, rinitis alergi adalah inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh paparan materi alergenik yang terhirup kemudian mengawali respon imunologik spesifik, diperantarai oleh IgE.
  • 24. A. Antihistamin • Mekanisme kerja: Antagonis reseptor histamin H1 berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasi reseptor, yang mencegah ikatan dan kerja histamin. Antihistamin lebih efektif dalam mencegah respons histamin daripada melawannya. • Antihistamin paling banyak digunakan untuk mengobati bersin dan rinore (gejala rinitis alergi yang disebabkan oleh pelepasan histamin) • Antihistamin oral dapat dibagi menjadi 2 kategori utama : nonselektif (generasi pertama atau antihistamin sedasi: CTM, difenhidramin, prometazin, ketotifen) dan selektif perifer (generasi kedua atau antihistamin nonsedasi: Loratadin, terfenadin, astemizol, cetirizin). • Perbedaan gejala sebagian disebabkan oleh sifat antikolinergik, yang bertanggung jawab pada efek pengeringan yang mengurangi hipersekresi kelenjar hidung, saliva, dan air mata. Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan bengkak dan rasa panas serta gatal.
  • 25. • Mengantuk adalah efek samping yg paling sering dan dapat menganggu kemampuan mengemudi atau aktivitas kerja. Efek sedatif bisa menguntungkan pada pasien yang sulit tidur karena gejala rhinitis. • Walaupun efek antikolinergik berperan dalam efikasi, efek samping seperti mulut kering, kesulitan mengeluarkan urin, konstipasi, dan efek kardiovaskular potensial dapat terjadi. • Antihistamin harus diberikan dengan hati-hati pada pasien yang berkecenderungan retensi urin dan pada mereka yang mengalami peningkatan tekanan intraocular, hipertiroidisme, dan penyakit kardiovaskular. • Antihistamin biasa dikombinasikan dengan agonis α-adrenergik (dekongestan) untuk mengatasi hidung tersumbat
  • 26. B. Agonis α-adrenergik (dekongestan) • Dekongestan topikal dan sistemik merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor α-adrenergik pada mukosa hidung menyebabkan vasokontriksi (menyempitkan arteriol yang berdilatasi pada mukosa hidung), menciutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki ventilasi. • Contoh dekongestan topikal : oksimetazolin • Penggunaan lama sediaan topikal (lebih dari 3-5 hari) dapat mengakibatkan rinitis medicamentosa, yang merupakan vasodilatasi balikan yang terkait dengan kongesti. Pasien dengan kondisi ini menggunakan semprotan lebih sering dengan respon yang lebih kecil. Penghentian mendadak merupakan cara penanganan yang efektif, tapi kongesti balikan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu. • Efek samping lain dekongestan topikal termasuk rasa terbakar, bersin, dan kekeringan mukosa hidung.
  • 27. • Produk dekongestan topikal seharusnya digunakan bila betul-betul perlu dan dengan dosis yang sekecil mungkin. Durasi terapi harus dibatasi 3 - 5 hari. • Contoh dekongestan oral: Pseudoefedrin, fenilefrin, efedrin, fenilpropanolamin (PPA) • Pseudoefedrin merupakan dekongestan oral yg memiliki onset kerja lebih lambat dibandingkan dengan obat topikal tapi dapat bekerja lebih lama dan kurang menyebabkan iritasi lokal, serta rhinitis medicamentosa tidak terjadi dengan pemberian dekongestan oral. • Pseudoefedrin adalah dekongestan sistemik yang paling aman dosis sampai 180 mg tidak menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju jantung yang terukur. Akan tetapi, dosis yang lebih tinggi (210 - 240 mg) dapat meningkatan tekanan darah dan laju jantung. Dekongestan sistemik harus dihindari pada pasien hipertensif kecuali kalau benar-benar diperlukan. Reaksi hipertensif parah dapat terjadi jika pseudoefedrin diberikan bersamaan dengan inhibitor monoamin oksidase. Pseudoefedrin dapat menyebabkan stimulasi ringan sistem saraf pusat, bahkan pada dosis terapetik. • Penggunaan kombinasi produk oral yg mengandung suatu dekongestan dan antihistamin adalah rasional karena mekanisme kerjanya berbeda.
  • 28. Kortikosteroid nasal • Kortikosteroid intranasal secara efektif meredakan bersin, rinorea, ruam dan kongesti nasal dengan efek samping yang minimal. Obat ini mereduksi inflamasi dengan menghambat pembebasan mediator, penekanan kemotaksis neutrofil, menyebabkan vasokonstriksi, dan menghambat reaksi lambat yang diperantarai oleh sel mast. • Zat ini merupakan pilihan yang baik untuk rinitis perennial dan juga dapat digunakan pada rinitis musiman, terutama jika diberikan sebelum terjadi gejala. Rekomendasi steroid nasal sebagai terapi awal dari pada antihistamin karena tingkat keefektifan tinggi ketika digunakan secara benar disertai penghindaran alergen. • Contoh obat: beklometason dipropionat, beklometason monohidrat, budesonid, flutikason, flunisolid, mometason furoat, dan triamsinolon asetonid
  • 29. D. Penstabil sel mast (kromolin) • Zat ini mencegah degranulasi sel mast yang dipicu oleh antigen dan pelepasan mediator termasuk histamin. • Efek samping yang paling umum terjadi adalah iritasi lokal (bersin dan hidung perih). • Penstabil sel mast, tersedia sebagai obat bebas dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah gejala dan penanganan terhadap rinitis alergi.
  • 30. E. Antikolinergik • Obat semprot hidung ipatrium bromida merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam rinitis alergi perennial. • Memiliki sifat antisekretorik ketika diberikan secara lokal dan meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rinitis kronis.
  • 31. Montelukast • Adalah antagonis reseptor leukotrien untuk rhinitis musiman. • Montelukast dapat diberikan tunggal maupun dikombinasi dengan antihistamin. • Montelukast tidak lebih efektif daripada antihistamin dan kurang efektif daripada kortikosteroid intranasal. Oleh karena itu, montelukast dijadikan terapi lini ketiga.
  • 32. Obat batuk a. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi paru-paru agar jalan napas tetap bersih dari benda asing. b. Batuk dalam bahasa latin disebut tussis, yaitu refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba.
  • 33. A. Antitusif • Mekanisme kerja: menekan pusat batuk di susunan saraf pusat, sehingga tidak ada refleks batuk dan batuk berhenti. • Digunakan untuk batuk kering/tidak berdahak • Contoh obat: Kodein, noskapin, dekstrometorfan
  • 34. B. Ekspektoran • Mekanisme kerja: merangsang pengeluaran dahak dari saluran pernapasan (ekspektorasi) dengan cara merangsang selaput lendir lambung dan selanjutnya secara refleks memicu pengeluaran lendir saluran napas sehingga menurunkan tingkat kekentalan dan mempermudah pengeluaran dahak. • Ekpektoran juga merangsang terjadinya batuk untuk mempermudah pengeluaran dahak. • Digunakan untuk batuk berdahak • Contoh obat: gliseril guaiakolat/guaifenesin, amonium klorida, succus liquiriteae
  • 35. C.Mukolitik • Mekanisme kerja: memecah ikatan kimia mukoprotein dan mukopolisakarida pada dahak sehingga dahak menjadi lebih encer dan tidak lengket  mempermudah pengeluaran dahak dari saluran napas • Digunakan untuk batuk berdahak • Contoh obat: Bromheksin dan metabolitnya (ambroxol), asetilsistein, karbosistein
  • 36. NUWUN