Dokumen tersebut membahas tentang keberadaan non-Muslim dalam lembaga legislatif dan yudikatif. Ada dua pandangan mengenai hal ini, yakni larangan atau tidak larangan bagi non-Muslim untuk menjadi anggota lembaga tersebut. Dokumen juga membahas konteks hukum Syariah mengenai lembaga legislatif dan yudikatif serta peluang non-Muslim dalam lembaga legislatif di Indonesia.
1. NON MUSLIM DALAM LEMBAGA
LEGISLASI DAN YUDIKATIF
OLEH :
L U K M A N
NIM : 741352019002
MAHASISWA PASCA SARJANA
PRODI HUKUM TATA NEGARA
IAIN BONE
2020
2. Latar Belakang
• Hidup secara toleran dalam satu
komunitas masyarakat adalah
merupakan salah satu nilai-nilai ajaran
islam
• Eksistensi non islam dalam masyarakat
islam modern merupakan suatu hal yang
tidak dapat dinafikkan termasuk dalam
dunia politik.
• Kekuasaan dan politik 2 hal yang tak
terpisahkan
• Kekuasaan politik meliputi kekuasaan
dalam legislatif, eksekutif dan yudisial.
• Setiap warga mempunyai hak yang sama
dalam menduduki kekuasaan tersebut
tak terkecuali kaum minoritas
3. Pengertian Lembaga Legislasi
• Legislasi : Pembuatan undang-
undang (KBBI)
• Legislatif : Badan, lembaga yang
berwenang membuat undang-
undang
• Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) sebagai lembaga legislasi
(Indonesia)
4. KONTEKS HUKUM SYARIAH
• Lembaga legislasi dikenal dengan term
Assulthah Attasyriiyah
• Attasyri = perundang-undangan
• Lembaga yang berkompeten
mengeluarkan peraturan perundang-
undangan yang bersifat umum untuk
setiap personil yang meliputi dasar-
dasar atau kaedah-kaedah
ketatanegaraan dan perundang-
undangan.
• Ada 2 pandangan :
- ada yang sepadamkan antara
lembaga legislasi dengan syura,
- Ada sebagian menganggap berbeda .
5. Pandangan Sarjana Islam kontemporer
• Lembaga legislasi sudah ada pada :
a. zaman Nabi
b. Khulafaurrasyidin
c. Masa Muawiyah
d. Masa Pemerintahan Umawiyah
e. Masa pemerintahan Abbasiah
f. Di Andulusia, ada lembaga syura untuk urusan politik,
bahkan term al-Fakih al-Musya> wir yg bertugas
sebagai konsultan dan lembaga Syura untuk masalah
pemerintahan, peradilan, dsb.
6. Lembaga legislasi sama dengan syura
Lembaga Legislasi
• Memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan pengawasan
• Pada awal lahirnya, keputusan
lembaga legislasi tidak
mengikat, contoh di Inggiris
- Pada Abad ke-12, raja tidak
perlu mendapat persetujuan
dari Concillium, dalam
penbuatan UU
- baru abad ke-13, UU yg sudah
disahkan raja harus mendapat
persetujuan dari parlemen.
Syura
• Berkaitan dengan masalah
perundang-undangan,
keuangan dan sebagai
pengawas kinerja
pemerintah.
• Pada masa awal, Allah SWT
tdk mengharuskan kepada
rasulNya untuk
bermusyawarah dengan
sahabatnya
• Beberapa fase kemudian,
sistem musyawarah menjadi
keharusan bagi pemerintah.
7. Lembaga legislasi tidak sama dengan Syura
Lembaga Legislasi
• Memiliki fungsi legislasi,
yaitu membentuk Undang-
undang
• UU sebagai sumber hukum
yang dibentuk melalui proses
musyawarah
• Perekerutan anggota
berdasarkan hasil pemilu
sehingga ada kemungkinan
kapabilitasnya diragukan
Syura
• Hanya sebatas memberikan
pandangan dan saran
kepada pemerintah
• Sumber hukum bersumber
dari Allah SWT (Al-Quran)
dan hadits (Nabi) yang tidak
perlu dimusyawarakan.
• Kapabiltas tidak diragukan
karena anggotanya adalah
orang-orang yang ahli dalam
memahami Al-quran dan
Hadits
8. PELUANG NON MUSLIM DALAM
LEMBAGA LEGISLASI
• Ada dua pandangan
terkait dengan ini :
Non muslim dilarang
menjadi anggota
legislasi
Non muslim tidak
dilarang menjadi
anggota legislasi
9. Alasan non muslim dilarang menjadi
anggota legislasi
1.Anggota legislasi mempunyai wewenang kekuasaan atas
orang-orang muslim, sebagaiman dalam QS, Al-Maidah
:51
َصَّنال َو َدوُهَيْال واُذ ِخَّتَت ََل واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَيُءاَيِل ْوَأ ْمُهُضْعَب ۘ َءاَيِل ْوَأ ٰى َارۚ ٍضْعَب
ْمُهْنِم ُهَّنِإَف ْمُكْنِم ْمُهَّل َوَتَي ْنَم َو
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-
orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.
Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.
10. QS. Annisa : 59
َ ْال يِلوُأ َو َلوُسَّالر واُعيِطَأ َو َ َّاَّلل واُعيِطَأ واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَيَش يِف ْمُتْع ََازنَت ْنِإَف ۖ ْمُكْنِم ِرْمَف ٍءْيُهُّودُر
ِخ ْاْل ِم ْوَيْال َو ِ َّاَّللِب َونُنِمْؤُت ْمُتْنُك ْنِإ ِلوُسَّالر َو ِ َّاَّلل ىَلِإِر
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.
2. Yang berhak memegang wilayah adalah orang-orang islam.
3. Dalam sejarah , tidak dijumpai seorang pun non muslim baik pada zaman Nabi
maupun pada zaman khulafaurrasyidin, terpilih sebagai anggota majlis syura
11. Alasan non muslim dibolehkan menjadi
anggota legislasi
1. Mempunyai kewenangan terhadap masalah-masalah yang berkaitan
dengan non muslim itu sendiri.
2. Setiap anggota masyarakat punya hak untuk menyatakan pendapatnya,
termasuk memilih wakil-wakilnya untuk menyampaikan aspirasi mereka.
3. Masalah negara bukan hanya persoalan bidang agama tetapi juga terkait
dengan masalah perdagangan, industri, pertanian, dsb.
4. Islam tidak menganjurkan rasis
5. Ibnu Khaldum mengklasifikasi syura dalam 2 kategori :
a. Musyawarah dengan para ulama islam terkait dengan masalah-
masalah hukum syariat
b. Musyawarah dengan para negarawan dan politisi dalam setiap
masalah yang berkaitan dengan politik.
12. Alasan non muslim dibolehkan menjadi
anggota legislasi
1. Mempunyai kewenangan terhadap masalah-masalah yang berkaitan
dengan non muslim itu sendiri.
2. Setiap anggota masyarakat punya hak untuk menyatakan pendapatnya,
termasuk memilih wakil-wakilnya untuk menyampaikan aspirasi mereka.
3. Masalah negara bukan hanya persoalan bidang agama tetapi juga terkait
dengan masalah perdagangan, industri, pertanian, dsb.
4. Islam tidak menganjurkan rasis
5. Ibnu Khaldum mengklasifikasi syura dalam 2 kategori :
a. Musyawarah dengan para ulama islam terkait dengan masalah-
masalah hukum syariat
b. Musyawarah dengan para negarawan dan politisi dalam setiap
masalah yang berkaitan dengan politik.
13. Non Muslim dalam Lembaga Legislatif RI
• Konstitusi (UUD 1945) menjamin hak politik warga negara
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, menge-luarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 28D ayat 3
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan y
ang sama dalam pemerintahan.
• Adanya sistem pemiliah dalam pemilu :
a. Sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak
(DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab./kota
b. Sistem berwakil banyak (Dewan Perwakilan Daerah)
14. Non Muslim dan Lembaga Yudikatif
Defenisi Lembaga Yudikatif
• Yudikatif : 1) bersangkutan dng fungsi dan pelaksanaan
lembaga peradilan; 2) bersangkutan dng badan yg bertugas
mengadili perkara (KKBI)
• Lembaga Yudikatif : lembaga negara yang bertugas sebagai
pengawal jalannya undang-undang atau aturan negara.
• Lembaga yudikatif , terdiri dari 3 lembaga yang memiliki
tugas masing-masing, yakni: Mahkamah Agung
(MA),Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY)
• Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh 2 badan : Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi (UUD 1945 pasal 24 ayat 2)
• Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara
15. KONTEKS HUKUM SYARIAH
• Lembaga yudikatif = al-Qadha
• Kata al Qadha mempunyai arti :
1. al-ihkam wal-ilzam yakni keputusan
mengikatdan mengharuskan
dilaksanakannya keputusan
tersebut.
2. Perintah dan ciptaan
• Seorang hakim juga disebut Qadhi
• Secara bahasa Al Qadha dapat dimaknai
keputusan hukum atas sebuah perkara
yang mempunyai arti keharusan
diberlakukannya atas dua orang sedang
berperkara.
16. Al-Qadha sangat dianjurkan
dalam islam
1. Ayat al-Quran
ُهَنْيَب َرَجَش اَميِف َوكُمِكَحُي ٰىَّتَح َونُنِمْؤُي ََل َكِب َر َو ََلَفاَّمِم اًجَرَح ْمِهِسُفْنَأ يِف ُواد ِجَي ََل َّمُث ْمَقَْتيَض
اًميِلْسَت واُمِلَسُي َو
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.
2. Al-Hadits
Bila seorang hakim memutuskan perkara dengan penuh kesungguhan lalu
benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala, Dan jika memutuskan
sebuah perkara dengan penuh kesungguhan namun ia salah maka ia pun
akan mendapatkan satu pahala
3. Konvensi Ulama
Para ulama sepakattentang pentingnya berlaku adil kepada semua orang,
sehingga penting pengangkatan seorang hakim untuk memutuskan perkara
yg terjadi ditengah-tengah masyarakat.
17. NON MUSLIM DAN JABATAN HAKIM
• Ada dua pandangan
terkait dengan ini :
Non muslim dilarang
menjadi hakim
Non muslim bisa
menjadi hakim
18. Alasan non muslim dilarang menjadi
hakim
1. Non muslim tidak mempunyai wilayah atas orang-orang
muslim, sebagaimana dalam QS, Annisa : 141
ِبَس َينِنِمْؤُمْال ىَلَع َين ِرِفاَكْلِل ُ َّاَّلل َلَعْجَي ْنَل َوًليا
Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-
orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang
beriman.
2. Seorang hakim harus berprilaku adil, sehingga orang fasik
tidak mungkin diangkat menjadi seorang hakim
19. Alasan non muslim bisa menjadi
hakim
1. Hakim non muslim hanya menangani masalah-masalah yang
terjadi ditengah-tengah non muslim saja.
2. Bila seorang non muslim dibolehkan menjadi saksi dalam
sebuah perkara non muslim, maka mereka pun diboleh menjadi
hakim dalam perdilan.
3. Dalam sejarah islam, pernah terjadi pengangkatan seorang non
muslim menjadi hakim untuk kelompok mereka, sepertiyang
dilakukan Amru bin Ash ketika menjabat sebagai gubernur pada
zaman Umar Bin Khattab, beliau mengangkat Qitbti (orang
mesir non muslim).
20. Hakim Non Muslim dalam Pandangan
Sebagaian Ulama Kontemporer
1. Non muslim bisa saja menjadi hakim di negara yang mayoritas
islam karena peradilan yang bersifat kolektif, khusus yang
tidak berkaitan hukum perdata
2. Non muslim bisa bergabung dalam sebuah mahkamah
pengadilan dengan hakim muslim selama memenuhi
kualifikasi.
3. Non muslim bisa saja menjadi hakim di negara yang mayoritas
islam, tetapi tidak berkaitan hukum perdata
4. Bila seorang non muslim diterima persaksiannya atas orang
muslim (bukan perdata) maka mereka pun dianggap bisa
menjadi seorang hakim untuk menganangi masalah orang
muslim, sebagaimana dalam QS. Al-Maidah 106.
21. Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi
kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu)
disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang
berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi
lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah
sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah
dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan
membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan
seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami
menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian
tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". (al-Maidah :106)
Pandangan Ulama lain :
Namun terkait ayat ini beberapa ulama melihatnya bahwa persaksian
seorang non muslim atas muslim dalam persoalan wasiat itu hanya dalam
kondisi darurat.
Hakim non muslim yang bergabung dengan hakim muslim selama
memenuhi kualifikasi jika mereka juga kan mengangani kasus yang terjadi
ditengah kaum muslim tidak dibenarkan syar’I sekalipun tidak berkenaan
dengan masalah perdata
22. Non Muslim dalam Lembaga Yudikatif
Indonesia
1. Pengangkatan hakim dalam lingkungan
pengadilan umu, peradilan tata usaha,
mahkamah agung dan mahkamah
konstitusi, tidak mensyaratkan agama
tertentu.
2. Khusus Pengadilan agama, ada syarat
tambahan yaitu harus beragama islam,
sarjana syari’ah atau sarjana hukum
yang menguasai hukum islam (UU No.
50 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama}
23. SUMBER
Arake, Lukman, Islam dan Koseptualsasi Politik Kaum
Minoritas (Yogyakarta : Prudent Media, 2012)
Budihardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2002)
Soemantri, Sri, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan
Pandangan (Bandung : PT. Remaja Rosdkarya Offset,
2014)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
UU No. 50 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
UU Nomor 7 Tahun 2019 tentang Pemilu 2019