SlideShare a Scribd company logo
PRAKTIKUM I
PENGENDALI PID
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID
- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID
- Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali
ALAT DAN BAHAN
• Komputer
• Software Matlab 6.0
• Modul Praktikum
DASAR TEORI
1. Pengendali PID
Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari
serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini.
Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan
derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai
tertutup (closed loop):
Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop
Plant : sistem yang akan dikendalikan
Controller : Pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki respon
e : error = R - pengukuran dari sensor
variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV) biasanya
sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan mengubah
respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point yang
ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang berbeda
untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini diantaranya yaitu:
P Proportional Band = 100/gain
I Integral = 1/reset (units of time)
D Derivative = rate = pre-act (units of time)
Atau
P Kp = Konstanta Proportional
I Ki = ∫ =
sT
dtte
T ii
1
)(
1
=Ki/s = Konstanta Integral
D Kd = Kd s =
dt
ted
Td
)(
= Konstanta Derivative
Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut :
U(t) = ∫ ∫ 





++=++
t
d
i
d
i
P
dt
ted
Tdtte
T
teK
dt
ted
Tdtte
T
K
0
)(
)(
1
)(
)(
)(
1
atau dapat pula dinyatakan dengan :
2. Karakteristik Pengendali PID
Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu diketahui bentuk
respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :
Gambar 2. Jenis Respon keluaran
Tabel 1. Karakteristik Masing-masing pengendali
CL RESPONSE RISE TIME OVERSHOOT SETTLING TIME S-S ERROR
Kp Decrease Increase Small Change Decrease
Ki Decrease Increase Increase Eliminate
Kd Small Change Decrease Decrease Small Change
PERCOBAAN
Jika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 3. Model Spring Damper
Persamaan model pada gambar tersebut yaitu :
Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka didapat :
Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi alihnya yaitu :
Jika diketahui besaran-besaran pada persamaan tersebut yaitu :
• M = 1kg
• b = 10 N.s/m
• k = 20 N/m
• F(s) = 1
Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi :
Persamaan inilah yang akan dipergunakan.
A. Identifikasi respon secara Open loop
 Buka matlab pilih new file, kemudian tuliskan :
num=1;
den=[1 10 20];
step(num,den)
Gambar 4. Respon keluaran Open Loop
B. Kendali Proporsional
Dari persamaan fungsi alih yang diketahui :
Jika dibentuk menjadi close loop dengan penambahan Kp didapatlah :
Program Matlab yang harus dibuat yaitu :
Kp=300;
num=[Kp];
den=[1 10 20+Kp];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
didapatlah respon berikut :
Gambar 5. Respon keluaran Pengendali P
C. Kendali Proporsional dan Derivative
Fungsi Alih closed loop didapatkan :
Dengan menggunakan program Matlab :
Kp=300;
Kd=10;
num=[Kd Kp];
den=[1 10+Kd 20+Kp];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
Gambar 6. Respon keluaran pengendali PD
D. Kendali Proporsional dan Integral
Fungsi Alih closed loop didapatkan :
Dengan menggunakan program Matlab :
Kp=30;
Ki=70;
num=[Kp Ki];
den=[1 10 20+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
Respon yang didapat :
Gambar 7. Respon keluaran Pengendali PI
E. Kendali Proporsional, Integral dan Derivative :
Fungsi Alih closed loop didapatkan :
Dengan menggunakan program Matlab :
Kp=350;
Ki=300;
Kd=50;
num=[Kd Kp Ki];
den=[1 10+Kd 20+Kp Ki];
t=0:0.01:2;
step(num,den,t)
Gambar 8. Respon keluaran pengendali PID
TUGAS :
1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui model
sistem kendali ini :
Gambar 9. Model Motor DC
* moment inertia rotor (J) = 3.2284E-6 kg.m2
/s2
* damping ratio of the mechanical system (b) = 3.5077E-6 Nms
* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.0274 Nm/Amp
* electric resistance (R) = 4 ohm
* electric inductance (L) = 2.75E-6 H
* input (V): Source Voltage
* output (theta): position of shaft
* The rotor and shaft are assumed to be rigid
Fungsi alihnya yaitu :
2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink
pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila diketahui
model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut :
* moment of inertia of the rotor (J) = 0.01 kg.m2
/s2
* damping ratio of the mechanical system (b) = 0.1 Nms
* electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.01 Nm/Amp
* electric resistance (R) = 1 ohm
* electric inductance (L) = 0.5 H
* input (V): Source Voltage
* output (theta): position of shaft
* The rotor and shaft are assumed to be rigid
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification
And Design Method, Springer.
2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”
Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. http://www.expertune.com,”What is PID”, 26 September 2008
4. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.
PRAKTIKUM II
PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID
- Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya
- Mahasiswa mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID dalam
pengendalian sistem kendali
ALAT DAN BAHAN
• Komputer
• Software Matlab 6.0 dan simulink
• Modul Praktikum
DASAR TEORI
Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu didasari atas
tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu
plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID
itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan
suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu
perubahan. Salah satu metode pendekatan eksperimental penalaan kontroller PID, yakni
metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan metode Quarter decay dan metode heuristic
(coba-coba).
Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang besar
terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya
komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana
adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu
sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal
kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan
sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal
setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang
terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kendali yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai
setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka pengendali yang baik seharusnya mampu
mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi
plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih
antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin.
Pengendali Proposional
Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya
sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih
sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian
antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan
segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta
pengalinya.
Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran
setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan
(error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan
mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga
setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan).
Gambar 1 Diagram blok pengendali proporsional
Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan
konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional,
sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal
kesalahan, Kp.
Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara
prosentasi oleh persamaan berikut:
Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan
yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,
pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang
dikuatkan akan semakin sempit.
Gambar 2: Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan.
Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada
suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan
yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat.
2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan
mantabnya.
3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan
mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi.
Kontroler Integral
Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan
keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller
proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan
mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai
kesalahan keadaan mantapnya nol.
Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran
kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan.
Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.
Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti
sebelum terjadinya perubahan masukan.
Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva
kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan
harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 3 menunjukkan contoh sinyal
kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap
perubahan sinyal kesalahan tersebut.
Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit
kesalahan nol.
Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu
kontroller integral.
Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral
Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 5.
Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah
menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal
kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar
Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan
Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini:
1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral
cenderung memperlambat respon.
2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai
sebelumnya.
3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau
penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki .
4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi
semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal
keluaran kontroler.
Kontroler Diferensial
Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif.
Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang
sangat besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan
hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller.
Gambar 6: BlokDiagram kontroler diferensial
Gambar 7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran
kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga
tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan
menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal
masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi
step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan
faktor konstanta diferensialnya Td .
Gambar 7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial
Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut:
1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada
masukannya (berupa sinyal kesalahan).
2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan
kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan.
3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga
kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit
kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi
pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung
meningkatkan stabilitas sistem .
Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai
untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada
keadaan tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu
pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada
kontroler lain sebuah sistem.
Kontroler PID
Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling
menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus
integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing
secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset
dan menghasilkan perubahan awal yang besar.
Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID.
Gambar 8 Blok diagram kontroler PID analog
Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler proporsional,
keluaran kontroler integral. Gambar 9 menunjukkan hubungan tersebut.
Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk
kontroller PID
Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga
parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan
sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel
lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan
kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan.
Penalaan Paramater Kontroler PID
Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik
yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut
harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena
penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode
eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan
menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan
menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan.
Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata
menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning). Dua metode pendekatan eksperimen
adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay.
Metode Ziegler-Nichols
Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini
memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk
menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 10
memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%.
Gambar 10 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum
Metode Kurva Reaksi
Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian
terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 11). Kalau plant minimal tidak
mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S.
Gambar 12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada
ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks.
Gambar 11 Respon tangga satuan sistem
Gambar 12 Kurva Respons berbentuk S.
Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu
tunda T. Dari gambar 12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L.
Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari
keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva.
Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan
garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan
garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L.
Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols
melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan
didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter
PID berdasarkan cara kurva reaksi.
Tabel 1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P T/L ~ 0
PI 0,9 T/L L/0.3 0
PID 1,2 T/L 2L 0,5L
Metode Osilasi
Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan
kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter
diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap.
Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi
sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation). Gambar 13 menunjukkan
rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi.
Gambar 13 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional
Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation
disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Pu. Gambar
14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.
Gambar 14 Kurva respon sustain oscillation
Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku
dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan
rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi
Tipe Kontroler Kp Ti Td
P 0,5.Ku
PI 0,45.Ku 1/2 Pu
PID 0,6.Ku 0,5 Pu 0,125 Pu
Metode Quarter - decay
Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap,
Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter
amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon
berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon
transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat
(1/4).
Gambar 15 Kurva respon quarter amplitude decay
Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay,
periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan.
Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada
metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2 untuk metode
osilasi)
Pelaksanaan Percobaan :
1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi alih
sistem yaitu :
12
1
)(
)(
2
++
=
sSsR
sC
2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar respon
kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang menyinggung kurva,
garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai waktu tunda (T)
3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 1
4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan membuat
nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi nol. Naikkan nilai
Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap seperti pada gambar 15
kemudian tentukan nilai Ku dan Pu.
5. Setelah itu baru gunakan tabel 2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti dan Td pada
nilai pengendali yang dipergunakan.
6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran nilai
yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode osilasi.
7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam rangka
mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio.
Tugas
Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka
mengendalikan sistem seperti yang telah di bahas pada praktikum sebelumnya (Tugas 1 & 2)
Daftar Pustaka
1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification
And Design Method, Springer.
2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab”
Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta, 1994
4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs, New
Jersey, 1988
5. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall
6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers, Tans.
ASME, vol. 64, pp. 759-768
PRAKTIKUM III
IDENTIFIKASI SISTEM
TUJUAN
- Mahasiswa mampu mengenal metode Identifikasi suatu sistem kendali
- Mahasiswa dapat memahami pengertian estimasi orde sistem, step response, bode plot
- Mahasiswa mampu menggunakan identifikasi sistem sebelum menyusun pengendalinya
ALAT DAN BAHAN
• Komputer
• Software Matlab 6.0 dan simulink
• Modul Praktikum
DASAR TEORI
ESTIMASI ORDE SISTEM
Orde atau dikenal dengan derajat suatu sistem dapat diestimasi dari fungsi step (step response)
yang dipergunakanatau dengan penggunaan Bode Plot. Derajat relative suatu sistem yaitu
perbedaan antara orde dari denominator (penyebut) dan orde dari numerator (pembilang) dari
fungsi alih.
STEP RESPONSE Jika respon respon sistem merupakan non-zero step input akan memiliki
slope yang bernilai 0 ketika t=0, system harus merupakan orde kedua atau lebih tinggi lagi
sebab sistem memiliki derajat relative dua atau lebih. Jika step respon menunjukkan osilasi,
sistem juga harus menunjukkan orde kedua atau lebih dengan sistem yang underdamped.
BODE PLOT – Penggambaran fasa (phase plot) juga dapat menjadi indicator untuk mencari
orde yang baik dalam. Jika fasa turun hingga dibawah -90 degrees, sistem merupakan orde
kedua atau lebih tinggi. Derajat relative sistem memiliki nilai paling kecil atau sama besar
dengan bilangan dari perkalian -90 degrees hingga dicapai nilai asymtot pada nilai paling
rendah pada penggambaran fasa (phasa plot) sistem.
IDENTIFIKASI SISTEM DARI STEP RESPONSE
DAMPING RATIO – Untuk kondisi underdamped dari sistem orde dua, Nilai damping ratio dapat
dihitung dari persentase overshoot dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ζ = -ln(%OS/100) / sqrt(π2
+ln2
(%OS/100))
dimana %OS merupakan persentase overshoot, yang dapat diperkirakan dari penggambaran
nilai off dari step response.
DC GAIN - Nilai Penguatan DC (DC gain) merupakan perbandingan dari kondisi steady state
dari step response dengan nilai magnitude dari step input.
DC Gain = steady state output / step magnitude
NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari kondisi underdamped
sistem orde dua dapat ditentukan dari nilai damped frekuensi alami yang dapat diukur dari nilai
penggambaran off step response dan nilai damping ratio seperti yang telah dihitung diatas.
ωn = ωd / sqrt(1 - ζ2
)
dimana ωd merupakan damped frekuensi dalam rad/s yang bernilai 2π/∆t dimana ∆t merupakan
interval wakti antara dua consecutive peaks dari step response.
IDENTIFIKASI SISTEM DARI BODE PLOT
DC GAIN – Nilai DC Gain sistem dapat dihitung dari nilai magnitude bode plot ketika s=0.
DC Gain = 10M(0)/20
where M(0) is the magnitude of the bode plot when jω=0.
NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari sistem orde dua terjadi
ketika fasa dari respon mencepai sudut relative -90 terhadap fasa input.
ωn = ω-90°
dimana ω-90° merupakan frekuensi pada saat phase plot di -90 degrees.
DAMPING RATIO - Nilai damping ratio sistem ditemukan dengan nilai DC Gain dan nilai
magnitude dari bode plot ketika fasa plot -90 degrees.
ζ = K / (2*10(M-90°/20)
)
dimana M-90° merupakan nilai magnitude bode plot ketika fasa -90 degrees.
IDENTIFIKASI PARAMETER SISTEM
Jika tipe sistem telah diketahui, parameter khusus sistem dapat ditentukan dari step response
atau bode plot. Bentuk umum fungsi alih dari sistem orde satu yaitu :
G(s) = b/(s+a) = K/(τs+1).
Sedangkan bentuk umum fungsi alih dari sistem orde dua yaitu :
G(s) = a/(s2
+bs+c) = Kωn
2
/(s2
+2ζωns+ωn
2
)
Pelaksanaan Percobaan :
1. Buatlah respon dengan step input untuk fungsi alih berikut :
254
25
)( 2
++
=
ss
sG
2. Didapatkan gambar sebagai berikut :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
unit step response dari G(s)=25/(s2+4s+25
Time (sec)
Amplitude
Gambar 1. Step Respon sistem
3. Kemudian dapat dilihat pada gambar berikut :
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
System: sys
Time (sec): 0.679
Amplitude: 1.25
System: sys
Time (sec): 2.56
Amplitude: 0.998
unit step response dari G(s)=25/(s2
+4s+25)
Time (sec)
Amplitude
Gambar 2. Step Respon sistem dengan keterangan
4. Kemudian kita dapat menentukan OS (persentase overshoot), dumping ratio yaitu :
>> peak = 1.25;
>> ss = 0.998;
>> os = 100*(peak-ss)/ss
os =
25.2505
>> dampingratio = -log(os/100)/sqrt(pi^2+(log(os/100))^2)
dampingratio =
0.4013
5. Setelah itu dapat ditentukan pula DC gain jika diketahui magnitude pada step input 3
maka didapat :
>> u=3;
>> ss=0.998;
>> dcgain=ss/u
dcgain =
0.3327
6. Dapat pula ditentukan natural frequency yaitu :
>> dt=(2.56-0.679);
>> wd=2*pi/dt;
>> wn=wd/sqrt(1-dampingratio^2)
wn =
3.6468
10
-1
10
0
10
1
10
2
-180
-135
-90
-45
0
Phase(deg)
Bode Diagram
Frequency (rad/sec)
-60
-40
-20
0
20
System: G
Frequency (rad/sec): 0.102
Magnitude (dB): 0.0025
Magnitude(dB)
Gambar 3. Diagram Bode untuk referensi magnitude
DC Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
DC Gain = 10M(0)/20
dimana M(0) adalah nilai magnitude dari bode plot ketika jω=0.
MO=0.0025;
>> dcgain=10^(MO/20)
dcgain =
1.0003 MO=0.0025;
>> dcgain=10^(MO/20)
dcgain =
1.0003
10
-1
10
0
10
1
10
2
-180
-135
-90
-45
0
System: G
Frequency (rad/sec): 4.97
Phase (deg): -89.3
Phase(deg)
Bode Diagram
Frequency (rad/sec)
-60
-40
-20
0
20
System: G
Frequency (rad/sec): 0.102
Magnitude (dB): 0.0025
Magnitude(dB)
Gambar 4. Diagram Bode untuk referensi phase
7. Natural Frequency yaitu :
ωn = ω-90°
= 0.89
dimana ω-90° merupakan frekuensi pada phase plot saat -90 derajat
Damping ratio yaitu:
ζ = K / (2*10(M-90°/20)
)
dimana M-90° adalah nilai magnitude dari bode plot ketika phase -90 derajat

More Related Content

What's hot

Mt3 #3 laplace
Mt3 #3 laplaceMt3 #3 laplace
Mt3 #3 laplace
Devina R. Kusuma
 
State space
State spaceState space
State space
Swadexi Istiqphara
 
pemodelan state space
pemodelan state spacepemodelan state space
pemodelan state spaceRumah Belajar
 
Laporan Praktikum Flip Flop
Laporan Praktikum Flip FlopLaporan Praktikum Flip Flop
Laporan Praktikum Flip Flop
Anarstn
 
Pertemuan 04. Diagram Blok
Pertemuan 04. Diagram BlokPertemuan 04. Diagram Blok
Pertemuan 04. Diagram Blok
Aprianti Putri
 
13 jembatan arus bolak – balik
13 jembatan arus bolak – balik13 jembatan arus bolak – balik
13 jembatan arus bolak – balik
Simon Patabang
 
Proses tuning pada pid
Proses tuning pada pidProses tuning pada pid
Proses tuning pada pid
Supar Ramah
 
Sensor dan sistem kendali
Sensor dan sistem kendaliSensor dan sistem kendali
Sensor dan sistem kendali
S N M P Simamora
 
Transformasi z
Transformasi zTransformasi z
Transformasi z
Ibnu Hakim
 
Respon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
Respon sistem dengan Bode Plot dan NyquistRespon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
Respon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
Fadhly Yusuf
 
Akuisisi data.pptx
Akuisisi data.pptxAkuisisi data.pptx
Akuisisi data.pptx
AdeMaulana72
 
Kontrol pid dengan matlab
Kontrol pid dengan matlabKontrol pid dengan matlab
Kontrol pid dengan matlab
Pamor Gunoto
 
Rangkaian penyearah
Rangkaian penyearahRangkaian penyearah
Rangkaian penyearah
Khairul Jakfar
 
Pid (proportional, integral, derivative)
Pid (proportional, integral, derivative)Pid (proportional, integral, derivative)
Pid (proportional, integral, derivative)
MOCHAMAD RIZKY BINTANG ARDYANSYAH
 
Rangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiRangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiFauzi Nugroho
 
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritPengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritBeny Nugraha
 

What's hot (20)

Mt3 #3 laplace
Mt3 #3 laplaceMt3 #3 laplace
Mt3 #3 laplace
 
State space
State spaceState space
State space
 
pemodelan state space
pemodelan state spacepemodelan state space
pemodelan state space
 
Laporan Praktikum Flip Flop
Laporan Praktikum Flip FlopLaporan Praktikum Flip Flop
Laporan Praktikum Flip Flop
 
Pertemuan 04. Diagram Blok
Pertemuan 04. Diagram BlokPertemuan 04. Diagram Blok
Pertemuan 04. Diagram Blok
 
Bab 2 sistem kontrol
Bab 2 sistem kontrolBab 2 sistem kontrol
Bab 2 sistem kontrol
 
13 jembatan arus bolak – balik
13 jembatan arus bolak – balik13 jembatan arus bolak – balik
13 jembatan arus bolak – balik
 
Proses tuning pada pid
Proses tuning pada pidProses tuning pada pid
Proses tuning pada pid
 
Diktat sistem-linier
Diktat sistem-linierDiktat sistem-linier
Diktat sistem-linier
 
Sensor dan sistem kendali
Sensor dan sistem kendaliSensor dan sistem kendali
Sensor dan sistem kendali
 
Transformasi z
Transformasi zTransformasi z
Transformasi z
 
1 karakteristik sensor
1 karakteristik sensor1 karakteristik sensor
1 karakteristik sensor
 
SISTEM KONTROL
SISTEM KONTROLSISTEM KONTROL
SISTEM KONTROL
 
Respon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
Respon sistem dengan Bode Plot dan NyquistRespon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
Respon sistem dengan Bode Plot dan Nyquist
 
Akuisisi data.pptx
Akuisisi data.pptxAkuisisi data.pptx
Akuisisi data.pptx
 
Kontrol pid dengan matlab
Kontrol pid dengan matlabKontrol pid dengan matlab
Kontrol pid dengan matlab
 
Rangkaian penyearah
Rangkaian penyearahRangkaian penyearah
Rangkaian penyearah
 
Pid (proportional, integral, derivative)
Pid (proportional, integral, derivative)Pid (proportional, integral, derivative)
Pid (proportional, integral, derivative)
 
Rangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik ResonansiRangkaian Listrik Resonansi
Rangkaian Listrik Resonansi
 
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskritPengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
Pengolahan Sinyal Digital - Slide week 2 - sistem & sinyal waktu diskrit
 

Similar to Modul praktikum kendali lanjut

Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babii
Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babiiJbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babii
Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babiikuyalumpat
 
Motor Speed Control System
Motor Speed Control SystemMotor Speed Control System
Motor Speed Control System
Lusiana Diyan
 
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
remanumyeye
 
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...ardhilachadarisman
 
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina oliviaTugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
Ahmad Surya Arifin
 
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
Rivaldy Fachrul Armando
 
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
YogoParantoAji
 
Ringkasan artikel sistem embedded 3
Ringkasan artikel sistem embedded 3Ringkasan artikel sistem embedded 3
Ringkasan artikel sistem embedded 3
Dimas Kalbuadi
 
Dasar sistem kontrol
Dasar sistem kontrolDasar sistem kontrol
Dasar sistem kontrol
Miftahur Rizqi
 
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flowSkd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
niel95
 
Kendali level air
Kendali level airKendali level air
Kendali level air
kemas muhammad rizal
 
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Chardian Arguta
 
Cruise Control System
Cruise Control SystemCruise Control System
Cruise Control System
Lusiana Diyan
 
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp Integrator
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp IntegratorSimulasi Anti Integral Windup dengan Clamp Integrator
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp IntegratorMateri Kuliah Online
 
Elk01010106
Elk01010106Elk01010106
Elk01010106
aditya fahmi
 
Pi d
Pi dPi d
Pertemuan 3 Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 3   Sistem Pengendali ElektronikPertemuan 3   Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 3 Sistem Pengendali Elektronik
Ahmad Nawawi, S.Kom
 
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.pptdasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
zainmalik453426
 
Prinsip kerja PID
Prinsip kerja PIDPrinsip kerja PID
Prinsip kerja PID
Supar Ramah
 
Kontroler pid
Kontroler pidKontroler pid
Kontroler pid
arie eric
 

Similar to Modul praktikum kendali lanjut (20)

Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babii
Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babiiJbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babii
Jbptunikompp gdl-anggajuand-18247-4-babii
 
Motor Speed Control System
Motor Speed Control SystemMotor Speed Control System
Motor Speed Control System
 
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
Dasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptxDasar_Sistem_Kontrol_dan_pptx.pptx
 
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...
respon transien pengendalian level di absorber menggunakan kontroler P, on of...
 
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina oliviaTugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
Tugal pemodelan ahmad surya dan davina olivia
 
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
Ringkasan artikel 3 FPGA-based real time incremental conductance maximum powe...
 
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
FPGA-based real time incremental conductance maximum power point tracking con...
 
Ringkasan artikel sistem embedded 3
Ringkasan artikel sistem embedded 3Ringkasan artikel sistem embedded 3
Ringkasan artikel sistem embedded 3
 
Dasar sistem kontrol
Dasar sistem kontrolDasar sistem kontrol
Dasar sistem kontrol
 
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flowSkd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
Skd 141311039 -laporan akhir sistem kendali digital pada plant flow
 
Kendali level air
Kendali level airKendali level air
Kendali level air
 
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
Kontrol Kecepatan Motor DC Dengan PID
 
Cruise Control System
Cruise Control SystemCruise Control System
Cruise Control System
 
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp Integrator
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp IntegratorSimulasi Anti Integral Windup dengan Clamp Integrator
Simulasi Anti Integral Windup dengan Clamp Integrator
 
Elk01010106
Elk01010106Elk01010106
Elk01010106
 
Pi d
Pi dPi d
Pi d
 
Pertemuan 3 Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 3   Sistem Pengendali ElektronikPertemuan 3   Sistem Pengendali Elektronik
Pertemuan 3 Sistem Pengendali Elektronik
 
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.pptdasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
dasar-sistem-kendali-7u10g21485.ppt
 
Prinsip kerja PID
Prinsip kerja PIDPrinsip kerja PID
Prinsip kerja PID
 
Kontroler pid
Kontroler pidKontroler pid
Kontroler pid
 

Modul praktikum kendali lanjut

  • 1. PRAKTIKUM I PENGENDALI PID TUJUAN - Mahasiswa mampu mengenal Pengendali PID - Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID - Mahasiswa mampu menggunakan pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali ALAT DAN BAHAN • Komputer • Software Matlab 6.0 • Modul Praktikum DASAR TEORI 1. Pengendali PID Pengendali PID ini paling banyak dipergunakan karena sederhana dan mudah dipelajari serta tuning parameternya. Lebih dari 95% proses di industri menggunakan pengendali ini. Pengendali ini merupakan gabungan dari pengedali proportional (P), integral (I), dan derivative (D). Berikut ini merupakan blok diagram dari sistem pengendali dengan untai tertutup (closed loop): Gambar 1. Diagram Blok Closed Loop Plant : sistem yang akan dikendalikan Controller : Pengendali yang memberikan respon untuk memperbaiki respon e : error = R - pengukuran dari sensor
  • 2. variabel yang nilai parameternya dapat diatur disebut Manipulated variable (MV) biasanya sama dengan keluaran dari pengendali (u(t)). Keluaran pengendali PID akan mengubah respon mengikuti perubahan yang ada pada hasil pengukuran sensor dan set point yang ditentukan. Pembuat dan pengembang pengendali PID menggunakan nama yang berbeda untuk mengidentifikasi ketiga mode pada pengendali ini diantaranya yaitu: P Proportional Band = 100/gain I Integral = 1/reset (units of time) D Derivative = rate = pre-act (units of time) Atau P Kp = Konstanta Proportional I Ki = ∫ = sT dtte T ii 1 )( 1 =Ki/s = Konstanta Integral D Kd = Kd s = dt ted Td )( = Konstanta Derivative Atau secara umum persamaannya adalah sebagai berikut : U(t) = ∫ ∫       ++=++ t d i d i P dt ted Tdtte T teK dt ted Tdtte T K 0 )( )( 1 )( )( )( 1 atau dapat pula dinyatakan dengan : 2. Karakteristik Pengendali PID Sebelum membahas tentang karakteristik Pengendali PID maka perlu diketahui bentuk respon keluaran yang akan menjadi target perubahan yaitu :
  • 3. Gambar 2. Jenis Respon keluaran Tabel 1. Karakteristik Masing-masing pengendali CL RESPONSE RISE TIME OVERSHOOT SETTLING TIME S-S ERROR Kp Decrease Increase Small Change Decrease Ki Decrease Increase Increase Eliminate Kd Small Change Decrease Decrease Small Change PERCOBAAN Jika diketahui suatu proses yang terlihat pada gambar 2 berikut ini : Gambar 3. Model Spring Damper Persamaan model pada gambar tersebut yaitu : Sehingga transformasi laplace untuk persamaan tersebut dengan nilai awal = 0 maka didapat : Jika keluaran sistem ini merupakan X(s) dan inputnya adalah F(s) maka fungsi alihnya yaitu : Jika diketahui besaran-besaran pada persamaan tersebut yaitu :
  • 4. • M = 1kg • b = 10 N.s/m • k = 20 N/m • F(s) = 1 Maka persamaan fungsi alih diatas menjadi : Persamaan inilah yang akan dipergunakan. A. Identifikasi respon secara Open loop  Buka matlab pilih new file, kemudian tuliskan : num=1; den=[1 10 20]; step(num,den) Gambar 4. Respon keluaran Open Loop B. Kendali Proporsional Dari persamaan fungsi alih yang diketahui : Jika dibentuk menjadi close loop dengan penambahan Kp didapatlah :
  • 5. Program Matlab yang harus dibuat yaitu : Kp=300; num=[Kp]; den=[1 10 20+Kp]; t=0:0.01:2; step(num,den,t) didapatlah respon berikut : Gambar 5. Respon keluaran Pengendali P C. Kendali Proporsional dan Derivative Fungsi Alih closed loop didapatkan : Dengan menggunakan program Matlab : Kp=300; Kd=10; num=[Kd Kp]; den=[1 10+Kd 20+Kp]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)
  • 6. Gambar 6. Respon keluaran pengendali PD D. Kendali Proporsional dan Integral Fungsi Alih closed loop didapatkan : Dengan menggunakan program Matlab : Kp=30; Ki=70; num=[Kp Ki]; den=[1 10 20+Kp Ki]; t=0:0.01:2; step(num,den,t) Respon yang didapat :
  • 7. Gambar 7. Respon keluaran Pengendali PI E. Kendali Proporsional, Integral dan Derivative : Fungsi Alih closed loop didapatkan : Dengan menggunakan program Matlab : Kp=350; Ki=300; Kd=50; num=[Kd Kp Ki]; den=[1 10+Kd 20+Kp Ki]; t=0:0.01:2; step(num,den,t)
  • 8. Gambar 8. Respon keluaran pengendali PID TUGAS : 1. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Posisi Motor DC bila diketahui model sistem kendali ini : Gambar 9. Model Motor DC * moment inertia rotor (J) = 3.2284E-6 kg.m2 /s2 * damping ratio of the mechanical system (b) = 3.5077E-6 Nms * electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.0274 Nm/Amp * electric resistance (R) = 4 ohm * electric inductance (L) = 2.75E-6 H * input (V): Source Voltage * output (theta): position of shaft * The rotor and shaft are assumed to be rigid
  • 9. Fungsi alihnya yaitu : 2. Buatlah respon dengan menggunakan program Matlab dengan M.file dan simulink pengendali P, PD,PI dan PID pada sistem kendali Kecepatan Motor DC bila diketahui model seperti pada gambar 9. Dan fungsi alihnya diketahui sebagai berikut : * moment of inertia of the rotor (J) = 0.01 kg.m2 /s2 * damping ratio of the mechanical system (b) = 0.1 Nms * electromotive force constant (K=Ke=Kt) = 0.01 Nm/Amp * electric resistance (R) = 1 ohm * electric inductance (L) = 0.5 H * input (V): Source Voltage * output (theta): position of shaft * The rotor and shaft are assumed to be rigid DAFTAR PUSTAKA 1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification And Design Method, Springer. 2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab” Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. 3. http://www.expertune.com,”What is PID”, 26 September 2008 4. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall.
  • 10. PRAKTIKUM II PENALAAN PARAMETER PENGENDALI PID TUJUAN - Mahasiswa mampu mengenal metode penalaan Pengendali PID - Mahasiswa dapat memahami karakteristik Pengendali PID dari penalaan parameternya - Mahasiswa mampu menggunakan metode penalaan parameter pengendali PID dalam pengendalian sistem kendali ALAT DAN BAHAN • Komputer • Software Matlab 6.0 dan simulink • Modul Praktikum DASAR TEORI Penalaan parameter kontroler PID (Proporsional Integral Diferensial) selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Salah satu metode pendekatan eksperimental penalaan kontroller PID, yakni metode Ziegler-Nichols serta dilengkapi dengan metode Quarter decay dan metode heuristic (coba-coba). Keberadaan kontroller dalam sebuah sistem kendali mempunyai kontribusi yang besar terhadap prilaku sistem. Pada prinsipnya hal itu disebabkan oleh tidak dapat diubahnya komponen penyusun sistem tersebut. Artinya, karakteristik plant harus diterima sebagaimana adanya, sehingga perubahan perilaku sistem hanya dapat dilakukan melalui penambahan suatu sub sistem, yaitu kontroler. Salah satu tugas komponen kontroler adalah mereduksi sinyal kesalahan, yaitu perbedaan antara sinyal setting dan sinyal aktual. Hal ini sesuai dengan tujuan sistem kendali adalah mendapatkan sinyal aktual senantiasa (diinginkan) sama dengan sinyal setting. Semakin cepat reaksi sistem mengikuti sinyal aktual dan semakin kecil kesalahan yang terjadi, semakin baiklah kinerja sistem kendali yang diterapkan. Apabila perbedaan antara nilai
  • 11. setting dengan nilai keluaran relatif besar, maka pengendali yang baik seharusnya mampu mengamati perbedaan ini untuk segera menghasilkan sinyal keluaran untuk mempengaruhi plant. Dengan demikian sistem secara cepat mengubah keluaran plant sampai diperoleh selisih antara setting dengan besaran yang diatur sekecil mungkin. Pengendali Proposional Pengendali proposional memiliki keluaran yang sebanding/proposional dengan besarnya sinyal kesalahan (selisih antara besaran yang diinginkan dengan harga aktualnya). Secara lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa keluaran Pengendali proporsional merupakan perkalian antara konstanta proporsional dengan masukannya. Perubahan pada sinyal masukan akan segera menyebabkan sistem secara langsung mengubah keluarannya sebesar konstanta pengalinya. Gambar 1 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara besaran setting, besaran aktual dengan besaran keluaran kontroller proporsional. Sinyal keasalahan (error) merupakan selisih antara besaran setting dengan besaran aktualmya. Selisih ini akan mempengaruhi kontroller, untuk mengeluarkan sinyal positip (mempercepat pencapaian harga setting) atau negatif (memperlambat tercapainya harga yang diinginkan). Gambar 1 Diagram blok pengendali proporsional Pengendali proporsional memiliki 2 parameter, pita proporsional (proportional band) dan konstanta proporsional. Daerah kerja kontroller efektif dicerminkan oleh Pita proporsional, sedangkan konstanta proporsional menunjukkan nilai faktor penguatan terhadap sinyal kesalahan, Kp. Hubungan antara pita proporsional (PB) dengan konstanta proporsional (Kp) ditunjukkan secara prosentasi oleh persamaan berikut: Gambar 2 menunjukkan grafik hubungan antara PB, keluaran kontroler dan kesalahan yang merupakan masukan kontroller. Ketika konstanta proporsional bertambah semakin tinggi,
  • 12. pita proporsional menunjukkan penurunan yang semakin kecil, sehingga lingkup kerja yang dikuatkan akan semakin sempit. Gambar 2: Proportional band dari kontroler proporsional tergantung pada penguatan. Ciri-ciri kontroler proporsional harus diperhatikan ketika kontroler tersebut diterapkan pada suatu sistem. Secara eksperimen, pengguna kontroller proporsional harus memperhatikan ketentuan-ketentuan berikut ini: 1. Kalau nilai Kp kecil, kontroler proporsional hanya mampu melakukan koreksi kesalahan yang kecil, sehingga akan menghasilkan respon sistem yang lambat. 2. Kalau nilai Kp dinaikkan, respon sistem menunjukkan semakin cepat mencapai keadaan mantabnya. 3. Namun jika nilai Kp diperbesar sehingga mencapai harga yang berlebihan, akan mengakibatkan sistem bekerja tidak stabil, atau respon sistem akan berosilasi. Kontroler Integral Kontroller integral berfungsi menghasilkan respon sistem yang memiliki kesalahan keadaan mantap nol. Kalau sebuah plant tidak memiliki unsur integrator (1/s ), kontroller proporsional tidak akan mampu menjamin keluaran sistem dengan kesalahan keadaan mantabnya nol. Dengan kontroller integral, respon sistem dapat diperbaiki, yaitu mempunyai kesalahan keadaan mantapnya nol. Kontroler integral memiliki karakteristik seperti halnya sebuah integral. Keluaran kontroller sangat dipengaruhi oleh perubahan yang sebanding dengan nilai sinyal kesalahan. Keluaran kontroler ini merupakan jumlahan yang terus menerus dari perubahan masukannya.
  • 13. Kalau sinyal kesalahan tidak mengalami perubahan, keluaran akan menjaga keadaan seperti sebelum terjadinya perubahan masukan. Sinyal keluaran kontroler integral merupakan luas bidang yang dibentuk oleh kurva kesalahan penggerak- lihat konsep numerik. Sinyal keluaran akan berharga sama dengan harga sebelumnya ketika sinyal kesalahan berharga nol. Gambar 3 menunjukkan contoh sinyal kesalahan yang disulutkan ke dalam kontroller integral dan keluaran kontroller integral terhadap perubahan sinyal kesalahan tersebut. Gambar 3 Kurva sinyal kesalahan e(t) terhadap t dan kurva u(t) terhadap t pada pembangkit kesalahan nol. Gambar 4 menunjukkan blok diagram antara besaran kesalahan dengan keluaran suatu kontroller integral. Gambar 4: Blok diagram hubungan antara besaran kesalahan dengan kontroller integral Pengaruh perubahan konstanta integral terhadap keluaran integral ditunjukkan oleh Gambar 5. Ketika sinyal kesalahan berlipat ganda, maka nilai laju perubahan keluaran kontroler berubah menjadi dua kali dari semula. Jika nilai konstanta integrator berubah menjadi lebih besar, sinyal kesalahan yang relatif kecil dapat mengakibatkan laju keluaran menjadi besar
  • 14. Gambar 5 Perubahan keluaran sebagai akibat penguatan dan kesalahan Ketika digunakan, kontroler integral mempunyai beberapa karakteristik berikut ini: 1. Keluaran kontroler membutuhkan selang waktu tertentu, sehingga kontroler integral cenderung memperlambat respon. 2. Ketika sinyal kesalahan berharga nol, keluaran kontroler akan bertahan pada nilai sebelumnya. 3. Jika sinyal kesalahan tidak berharga nol, keluaran akan menunjukkan kenaikan atau penurunan yang dipengaruhi oleh besarnya sinyal kesalahan dan nilai Ki . 4. Konstanta integral Ki yang berharga besar akan mempercepat hilangnya offset. Tetapi semakin besar nilai konstanta Ki akan mengakibatkan peningkatan osilasi dari sinyal keluaran kontroler. Kontroler Diferensial Keluaran kontroler diferensial memiliki sifat seperti halnya suatu operasi derivatif. Perubahan yang mendadak pada masukan kontroler, akan mengakibatkan perubahan yang sangat besar dan cepat. Gambar 6 menunjukkan blok diagram yang menggambarkan hubungan antara sinyal kesalahan dengan keluaran kontroller. Gambar 6: BlokDiagram kontroler diferensial Gambar 7 menyatakan hubungan antara sinyal masukan dengan sinyal keluaran kontroler diferensial. Ketika masukannya tidak mengalami perubahan, keluaran kontroler juga
  • 15. tidak mengalami perubahan, sedangkan apabila sinyal masukan berubah mendadak dan menaik (berbentuk fungsi step), keluaran menghasilkan sinyal berbentuk impuls. Jika sinyal masukan berubah naik secara perlahan (fungsi ramp), keluarannya justru merupakan fungsi step yang besar magnitudnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan naik dari fungsi ramp dan faktor konstanta diferensialnya Td . Gambar 7 Kurva waktu hubungan input-output kontroler diferensial Karakteristik kontroler diferensial adalah sebagai berikut: 1. Kontroler ini tidak dapat menghasilkan keluaran bila tidak ada perubahan pada masukannya (berupa sinyal kesalahan). 2. Jika sinyal kesalahan berubah terhadap waktu, maka keluaran yang dihasilkan kontroler tergantung pada nilai Td dan laju perubahan sinyal kesalahan. 3. Kontroler diferensial mempunyai suatu karakter untuk mendahului, sehingga kontroler ini dapat menghasilkan koreksi yang signifikan sebelum pembangkit kesalahan menjadi sangat besar. Jadi kontroler diferensial dapat mengantisipasi pembangkit kesalahan, memberikan aksi yang bersifat korektif, dan cenderung meningkatkan stabilitas sistem . Berdasarkan karakteristik kontroler tersebut, kontroler diferensial umumnya dipakai untuk mempercepat respon awal suatu sistem, tetapi tidak memperkecil kesalahan pada keadaan tunaknya. Kerja kontrolller diferensial hanyalah efektif pada lingkup yang sempit, yaitu pada periode peralihan. Oleh sebab itu kontroler diferensial tidak pernah digunakan tanpa ada kontroler lain sebuah sistem.
  • 16. Kontroler PID Setiap kekurangan dan kelebihan dari masing-masing kontroler P, I dan D dapat saling menutupi dengan menggabungkan ketiganya secara paralel menjadi kontroler proposional plus integral plus diferensial (kontroller PID). Elemen-elemen kontroller P, I dan D masing-masing secara keseluruhan bertujuan untuk mempercepat reaksi sebuah sistem, menghilangkan offset dan menghasilkan perubahan awal yang besar. Gambar 8 menunjukkan blok diagram kontroler PID. Gambar 8 Blok diagram kontroler PID analog Keluaran kontroller PID merupakan jumlahan dari keluaran kontroler proporsional, keluaran kontroler integral. Gambar 9 menunjukkan hubungan tersebut. Gambar 9 Hubungan dalam fungsi waktu antara sinyal keluaran dengan masukan untuk kontroller PID
  • 17. Karakteristik kontroler PID sangat dipengaruhi oleh kontribusi besar dari ketiga parameter P, I dan D. Penyetelan konstanta Kp, Ti, dan Td akan mengakibatkan penonjolan sifat dari masing-masing elemen. Satu atau dua dari ketiga konstanta tersebut dapat disetel lebih menonjol dibanding yang lain. Konstanta yang menonjol itulah akan memberikan kontribusi pengaruh pada respon sistem secara keseluruhan. Penalaan Paramater Kontroler PID Penalaan parameter kontroller PID selalu didasari atas tinjauan terhadap karakteristik yang diatur (Plant). Dengan demikian betapapun rumitnya suatu plant, perilaku plant tersebut harus diketahui terlebih dahulu sebelum penalaan parameter PID itu dilakukan. Karena penyusunan model matematik plant tidak mudah, maka dikembangkan suatu metode eksperimental. Metode ini didasarkan pada reaksi plant yang dikenai suatu perubahan. Dengan menggunakan metode itu model matematik perilaku plant tidak diperlukan lagi, karena dengan menggunakan data yang berupa kurva krluaran, penalaan kontroler PID telah dapat dilakukan. Penalaan bertujuan untuk mendapatkan kinerja sistem sesuai spesifikasi perancangan. Ogata menyatakan hal itu sebagai alat control (controller tuning). Dua metode pendekatan eksperimen adalah Ziegler-Nichols dan metode Quarter decay. Metode Ziegler-Nichols Ziegler-Nichols pertama kali memperkenalkan metodenya pada tahun 1942. Metode ini memiliki dua cara, metode osilasi dan kurva reaksi. Kedua metode ditujukan untuk menghasilkan respon sistem dengan lonjakan maksimum sebesar 25%. Gambar 10 memperlihatkan kurva dengan lonjakan 25%. Gambar 10 Kurva respons tangga satuan yang memperlihatkan 25 % lonjakan maksimum
  • 18. Metode Kurva Reaksi Metode ini didasarkan terhadap reaksi sistem untaian terbuka. Plant sebagai untaian terbuka dikenai sinyal fungsi tangga satuan (gambar 11). Kalau plant minimal tidak mengandung unsur integrator ataupun pole-pole kompleks, reaksi sistem akan berbentuk S. Gambar 12 menunjukkan kurva berbentuk S tersebut. Kelemahan metode ini terletak pada ketidakmampuannya untuk plant integrator maupun plant yang memiliki pole kompleks. Gambar 11 Respon tangga satuan sistem Gambar 12 Kurva Respons berbentuk S. Kurva berbentuk-s mempunyai dua konstanta, waktu mati (dead time) L dan waktu tunda T. Dari gambar 12 terlihat bahwa kurva reaksi berubah naik, setelah selang waktu L. Sedangkan waktu tunda menggambarkan perubahan kurva setelah mencapai 66% dari keadaan mantapnya. Pada kurva dibuat suatu garis yang bersinggungan dengan garis kurva. Garis singgung itu akan memotong dengan sumbu absis dan garis maksimum. Perpotongan garis singgung dengan sumbu absis merupakan ukuran waktu mati, dan perpotongan dengan garis maksimum merupakan waktu tunda yang diukur dari titik waktu L. Penalaan parameter PID didasarkan perolehan kedua konstanta itu. Zeigler dan Nichols melakukan eksperimen dan menyarankan parameter penyetelan nilai Kp, Ti, dan Td dengan
  • 19. didasarkan pada kedua parameter tersebut. Tabel 1 merupakan rumusan penalaan parameter PID berdasarkan cara kurva reaksi. Tabel 1 Penalaan paramater PID dengan metode kurva reaksi Tipe Kontroler Kp Ti Td P T/L ~ 0 PI 0,9 T/L L/0.3 0 PID 1,2 T/L 2L 0,5L Metode Osilasi Metode ini didasarkan pada reaksi sistem untaian tertutup. Plant disusun serial dengan kontroller PID. Semula parameter parameter integrator disetel tak berhingga dan parameter diferensial disetel nol (Ti = ~ ;Td = 0). Parameter proporsional kemudian dinaikkan bertahap. Mulai dari nol sampai mencapai harga yang mengakibatkan reaksi sistem berosilasi. Reaksi sistem harus berosilasi dengan magnitud tetap(Sustain oscillation). Gambar 13 menunjukkan rangkaian untaian tertutup pada cara osilasi. Gambar 13 Sistem untaian tertutup dengan alat kontrol proporsional Nilai penguatan proportional pada saat sistem mencapai kondisi sustain oscillation disebut ultimate gain Ku. Periode dari sustained oscillation disebut ultimate period Pu. Gambar 14 menggambarkan kurva reaksi untaian terttutup ketika berosilasi.
  • 20. Gambar 14 Kurva respon sustain oscillation Penalaan parameter PID didasarkan terhadap kedua konstanta hasil eksperimen, Ku dan Pu. Ziegler dan Nichols menyarankan penyetelan nilai parameter Kp, Ti, dan Td berdasarkan rumus yang diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2 Penalaan paramater PID dengan metode osilasi Tipe Kontroler Kp Ti Td P 0,5.Ku PI 0,45.Ku 1/2 Pu PID 0,6.Ku 0,5 Pu 0,125 Pu Metode Quarter - decay Karena tidak semua proses dapat mentolerir keadaan osilasi dengan amplituda tetap, Cohen-coon berupaya memperbaiki metode osilasi dengan menggunakan metode quarter amplitude decay. Tanggapan untaian tertutup sistem, pada metode ini, dibuat sehingga respon berbentuk quarter amplitude decay. Quarter amplitude decay didefinisikan sebagai respon transien yang amplitudanya dalam periode pertama memiliki perbandingan sebesar seperempat (1/4). Gambar 15 Kurva respon quarter amplitude decay Kontroler proportional Kp ditala hingga diperoleh tanggapan quarter amplitude decay, periode pada saat tanggapan ini disebut Tp dan parameter Ti dan Td dihitung dari hubungan. Sedangkan penalaan parameter kontroler PID adalah sama dengan yang digunakan pada
  • 21. metode Ziegler-Nichols (lihat tabel 1 - untuk metode kurva reaksi dan tabel 2 untuk metode osilasi) Pelaksanaan Percobaan : 1. Tentukan respon keluaran sistem dalam keadaan Open loop jika diketahui fungsi alih sistem yaitu : 12 1 )( )( 2 ++ = sSsR sC 2. Langkah 1 untuk melakukan metode kurva reaksi setelah itu simpan gambar respon kemudian tentukan nilai dead time (L), setelah itu tarik garis yang menyinggung kurva, garis set point dan sumbu waktu (sumbu x) kemudian didapatkan nilai waktu tunda (T) 3. Tentukan nilai parameter PID menggunakan nilai ini berdasarkan table 1 4. Kemudian buatlah sistem menjadi close loop, tambahkan pengendali dengan membuat nilai pengendali integral menjadi tak hingga serta derivative menjadi nol. Naikkan nilai Kp hingga kurvanya menjadi berosilasi dengan amplitude tetap seperti pada gambar 15 kemudian tentukan nilai Ku dan Pu. 5. Setelah itu baru gunakan tabel 2 untuk menentukan nilai parameter Kp, Ti dan Td pada nilai pengendali yang dipergunakan. 6. Metode Quarter Decay dipergunakan sebagai acuan dalam menentukan kebenaran nilai yang telah didapatkan baik menggunakan metode reaksi ataupun metode osilasi. 7. Sedangkan metode heuristic dipergunakan untuk mencari nilai parameter dalam rangka mendekati acuan (sesuai orde 1) ataupun mendekati Quarter-Decay Ratio. Tugas Buatlah penalaan parameter terhadap pengendali P, PI PD dan PID dalam rangka mengendalikan sistem seperti yang telah di bahas pada praktikum sebelumnya (Tugas 1 & 2) Daftar Pustaka 1. A. Johnson. Michael, Mohammad H.Moradi,2005,”PID Control : New Identification And Design Method, Springer. 2. Ali. Muhammad,” Pembelajaran Perancangan Sistem Kontrol Pid Dengan Software Matlab” Jurnal Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Gunterus, Frans: Falsafah Dasar: Sistem Pengendalian Proses, jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 1994
  • 22. 4. Johnson, Curtis: Process Control Instrumentation Technology, Englewood Cliffs, New Jersey, 1988 5. Ogata, Katsuhiko, 2002, “Modern Control System” Third Edition. New Jersey: Prentice Hall 6. Ziegler, J. G. dan N.B. Nichols, 1942, Optimum Setting for Automatic Controllers, Tans. ASME, vol. 64, pp. 759-768 PRAKTIKUM III IDENTIFIKASI SISTEM TUJUAN - Mahasiswa mampu mengenal metode Identifikasi suatu sistem kendali - Mahasiswa dapat memahami pengertian estimasi orde sistem, step response, bode plot - Mahasiswa mampu menggunakan identifikasi sistem sebelum menyusun pengendalinya ALAT DAN BAHAN • Komputer • Software Matlab 6.0 dan simulink • Modul Praktikum
  • 23. DASAR TEORI ESTIMASI ORDE SISTEM Orde atau dikenal dengan derajat suatu sistem dapat diestimasi dari fungsi step (step response) yang dipergunakanatau dengan penggunaan Bode Plot. Derajat relative suatu sistem yaitu perbedaan antara orde dari denominator (penyebut) dan orde dari numerator (pembilang) dari fungsi alih. STEP RESPONSE Jika respon respon sistem merupakan non-zero step input akan memiliki slope yang bernilai 0 ketika t=0, system harus merupakan orde kedua atau lebih tinggi lagi sebab sistem memiliki derajat relative dua atau lebih. Jika step respon menunjukkan osilasi, sistem juga harus menunjukkan orde kedua atau lebih dengan sistem yang underdamped. BODE PLOT – Penggambaran fasa (phase plot) juga dapat menjadi indicator untuk mencari orde yang baik dalam. Jika fasa turun hingga dibawah -90 degrees, sistem merupakan orde kedua atau lebih tinggi. Derajat relative sistem memiliki nilai paling kecil atau sama besar dengan bilangan dari perkalian -90 degrees hingga dicapai nilai asymtot pada nilai paling rendah pada penggambaran fasa (phasa plot) sistem. IDENTIFIKASI SISTEM DARI STEP RESPONSE DAMPING RATIO – Untuk kondisi underdamped dari sistem orde dua, Nilai damping ratio dapat dihitung dari persentase overshoot dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ζ = -ln(%OS/100) / sqrt(π2 +ln2 (%OS/100)) dimana %OS merupakan persentase overshoot, yang dapat diperkirakan dari penggambaran nilai off dari step response. DC GAIN - Nilai Penguatan DC (DC gain) merupakan perbandingan dari kondisi steady state dari step response dengan nilai magnitude dari step input. DC Gain = steady state output / step magnitude NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari kondisi underdamped sistem orde dua dapat ditentukan dari nilai damped frekuensi alami yang dapat diukur dari nilai penggambaran off step response dan nilai damping ratio seperti yang telah dihitung diatas.
  • 24. ωn = ωd / sqrt(1 - ζ2 ) dimana ωd merupakan damped frekuensi dalam rad/s yang bernilai 2π/∆t dimana ∆t merupakan interval wakti antara dua consecutive peaks dari step response. IDENTIFIKASI SISTEM DARI BODE PLOT DC GAIN – Nilai DC Gain sistem dapat dihitung dari nilai magnitude bode plot ketika s=0. DC Gain = 10M(0)/20 where M(0) is the magnitude of the bode plot when jω=0. NATURAL FREQUENCY – Frekuensi alami (natural frequency) dari sistem orde dua terjadi ketika fasa dari respon mencepai sudut relative -90 terhadap fasa input. ωn = ω-90° dimana ω-90° merupakan frekuensi pada saat phase plot di -90 degrees. DAMPING RATIO - Nilai damping ratio sistem ditemukan dengan nilai DC Gain dan nilai magnitude dari bode plot ketika fasa plot -90 degrees. ζ = K / (2*10(M-90°/20) ) dimana M-90° merupakan nilai magnitude bode plot ketika fasa -90 degrees. IDENTIFIKASI PARAMETER SISTEM Jika tipe sistem telah diketahui, parameter khusus sistem dapat ditentukan dari step response atau bode plot. Bentuk umum fungsi alih dari sistem orde satu yaitu : G(s) = b/(s+a) = K/(τs+1). Sedangkan bentuk umum fungsi alih dari sistem orde dua yaitu : G(s) = a/(s2 +bs+c) = Kωn 2 /(s2 +2ζωns+ωn 2 ) Pelaksanaan Percobaan : 1. Buatlah respon dengan step input untuk fungsi alih berikut : 254 25 )( 2 ++ = ss sG 2. Didapatkan gambar sebagai berikut :
  • 25. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 unit step response dari G(s)=25/(s2+4s+25 Time (sec) Amplitude Gambar 1. Step Respon sistem 3. Kemudian dapat dilihat pada gambar berikut :
  • 26. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 System: sys Time (sec): 0.679 Amplitude: 1.25 System: sys Time (sec): 2.56 Amplitude: 0.998 unit step response dari G(s)=25/(s2 +4s+25) Time (sec) Amplitude Gambar 2. Step Respon sistem dengan keterangan 4. Kemudian kita dapat menentukan OS (persentase overshoot), dumping ratio yaitu : >> peak = 1.25; >> ss = 0.998; >> os = 100*(peak-ss)/ss os = 25.2505 >> dampingratio = -log(os/100)/sqrt(pi^2+(log(os/100))^2) dampingratio = 0.4013 5. Setelah itu dapat ditentukan pula DC gain jika diketahui magnitude pada step input 3 maka didapat :
  • 27. >> u=3; >> ss=0.998; >> dcgain=ss/u dcgain = 0.3327 6. Dapat pula ditentukan natural frequency yaitu : >> dt=(2.56-0.679); >> wd=2*pi/dt; >> wn=wd/sqrt(1-dampingratio^2) wn = 3.6468 10 -1 10 0 10 1 10 2 -180 -135 -90 -45 0 Phase(deg) Bode Diagram Frequency (rad/sec) -60 -40 -20 0 20 System: G Frequency (rad/sec): 0.102 Magnitude (dB): 0.0025 Magnitude(dB) Gambar 3. Diagram Bode untuk referensi magnitude
  • 28. DC Gain dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : DC Gain = 10M(0)/20 dimana M(0) adalah nilai magnitude dari bode plot ketika jω=0. MO=0.0025; >> dcgain=10^(MO/20) dcgain = 1.0003 MO=0.0025; >> dcgain=10^(MO/20) dcgain = 1.0003 10 -1 10 0 10 1 10 2 -180 -135 -90 -45 0 System: G Frequency (rad/sec): 4.97 Phase (deg): -89.3 Phase(deg) Bode Diagram Frequency (rad/sec) -60 -40 -20 0 20 System: G Frequency (rad/sec): 0.102 Magnitude (dB): 0.0025 Magnitude(dB) Gambar 4. Diagram Bode untuk referensi phase 7. Natural Frequency yaitu : ωn = ω-90°
  • 29. = 0.89 dimana ω-90° merupakan frekuensi pada phase plot saat -90 derajat Damping ratio yaitu: ζ = K / (2*10(M-90°/20) ) dimana M-90° adalah nilai magnitude dari bode plot ketika phase -90 derajat