Modul ini membahas pentingnya membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid untuk mengembangkan karakter mereka sesuai profil pelajar Pancasila. Peserta diajak memahami konsep disiplin positif dan mengevaluasi praktik disiplin masa lalu untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Mereka juga belajar strategi restitusi untuk membangun motivasi intrinsik siswa dan membuat mereka bertanggung
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.3. Visi Guru PenggerakpptxNovitaYosmira1
Demonstrasi kontekstual modul 1.3 Visi Guru Penggerak, Manajemen Perubahan Inkuiri Apresiatif BAGJA.
Dokumen ini di buat untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Calon Guru Penggerak Angkatan 8.
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.3. Visi Guru PenggerakpptxNovitaYosmira1
Demonstrasi kontekstual modul 1.3 Visi Guru Penggerak, Manajemen Perubahan Inkuiri Apresiatif BAGJA.
Dokumen ini di buat untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Calon Guru Penggerak Angkatan 8.
menceritakan tentang guru penggerak, kontribusi guru penggerak. Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar. Guru Penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar
3. BUDAYA POSITIF
Penulis modul:
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S
Diah Samsiati Rajasa, M.Sc
Dr. Murti Ayu Wijayanti, M.Pd.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI
DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
DIREKTORAT KEPALA SEKOLAH, PENGAWAS SEKOLAH DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN
2022
5. Lembar Pengesahan
Tahapan Nama Tanda Tangan Tanggal
Review Dr. Rita Dewi Suspalupi, M.Ak.
Verifikasi Dr. Kasiman, M.T.
Validasi Dr. Praptono, M.Ed.
6.
7. Modul 1.4 - Budaya Positif | i
Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan
Pemimpin sekolah, dalam berbagai literatur, disebut berperan besar dalam menentukan
keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan
berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu
memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu
padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa
dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam
terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.
Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, seorang pemimpin sekolah perlu
mendapatkan pendidikan yang berkualitas sebelum ia menjabat. Program Pendidikan
Guru Penggerak (PPGP), sebagai bagian dari rangkaian kebijakan Merdeka Belajar
episode kelima, didesain untuk mempersiapkan guru-guru terbaik Indonesia untuk
menjadi pemimpin sekolah yang berfokus pada pembelajaran (instructional leaders).
Melalui berbagai aktivitas pembelajaran dalam PPGP, kandidat kepala sekolah masa
depan diharapkan dapat memiliki kompetensi dalam pengembangan diri dan orang lain,
pengembangan pembelajaran, manajemen sekolah serta pengembangan sekolah. Kami
memiliki harapan besar agar lulusan PPGP dapat mewujudkan standar nasional
pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini, di mana
keberpihakan pada murid menjadi orientasi utamanya.
Upaya pemenuhan kandidat kepala sekolah yang lebih optimal menuntut penyesuaian
pada desain pembelajaran PPGP. Karena itu, terhitung dari angkatan kelima durasi
program diefisiensikan dari sembilan menjadi enam bulan. Selain itu, PPGP juga
menerapkan diferensiasi proses untuk peserta di daerah yang memiliki akses terbatas,
baik dari segi transportasi maupun telekomunikasi. Namun, terlepas dari moda
penyampaian yang beragam, para Calon Guru Penggerak (CGP) di seluruh Indonesia
sama-sama mempelajari materi-materi bekal kepemimpinan dengan sistem on-the-job
learning di mana selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus
8. ii | Modul 1.4 - Budaya Positif
menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di
kelas. Pendekatan pembelajaran juga tetap menggunakan siklus inkuiri yang sarat
dengan refleksi dan praktik langsung, baik bersama sesama CGP maupun rekan sejawat
di sekolah. Pendampingan di lapangan juga tetap menjadi kunci dari keberhasilan
implementasi konsep di kelas atau sekolah CGP.
Tentu saja, seluruh upaya tersebut tidak akan berhasil tanpa peran berbagai tim
pendukung yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan
penyelesaian bahan ajar ini serta membantu terlaksananya PPGP. Kami mengucapkan
terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pengembang modul, tim
digitalisasi, serta fasilitator, pengajar praktik dan instruktur. Semoga Allah Yang
Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi transformasi
pendidikan Indonesia. Amin.
Jakarta, Januari 2022
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan,
Dr. Iwan Syahril, Ph.D.
9. Modul 1.4 - Budaya Positif | iii
Surat Dari Instruktur
Selamat datang Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak
Sekarang Anda berada pada modul ‘Budaya Positif’. Kami yakin Bapak/Ibu yang telah
bertahun-tahun mengajar, mendampingi murid-murid tumbuh dan berkembang,
menyadari bahwa budaya positif di sekolah sangatlah penting untuk mengembangkan
anak-anak yang memiliki karakter yang kuat, sesuai profil pelajar Pancasila.
Kita telah belajar bersama tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai
peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Dalam modul ini Bapak dan Ibu akan
memahami pentingnya membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi
pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid untuk
membantu Bapak dan Ibu mencapai visi guru penggerak. Bapak dan Ibu akan
mempelajari bagaimana peran seorang pemimpin pada sebuah institusi dalam
menggerakkan dan memotivasi warga sekolah agar memiliki, meyakini, dan
menerapkan visi atau nilai-nilai kebajikan yang disepakati, sehingga tercipta budaya
positif yang berpihak pada murid.
Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang
strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. Anda akan diajak melakukan refleksi
atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini di lingkungan Anda. Bagaimanakah
strategi Anda dalam praktik disiplin tersebut? Apakah selama ini Anda sungguh-sungguh
menjalankan disiplin, atau Anda melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik
garis pembatas?
Modul ini juga akan mengajak Anda untuk memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan
dasar yang sedang dibutuhkan seorang murid pada saat mereka berperilaku tidak
pantas, serta strategi apa yang perlu diterapkan yang berpihak pada murid. Selanjutnya
Anda akan mengeksplorasi suatu posisi dalam penerapan disiplin, yang dinamakan
‘Manajer’ serta bagaimana seorang ‘Manajer’ menjalankan pendekatan disiplin yang
dinamakan Restitusi. Di sini Anda akan mendalami bagaimana pendekatan Restitusi
10. iv | Modul 1.4 - Budaya Positif
fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid yang selanjutnya dapat
menumbuhkan murid-murid yang bertanggung jawab, mandiri, dan merdeka.
Modul 1.4 ini pun selaras serta memiliki keterkaitan dengan Standar Nasional
Pendidikan khususnya di Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pengelolaan
Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, dan Standar Proses. Dalam
rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif dipraktikkan untuk
menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan
bertanggung jawab. Dalam menjalankan tugasnya, seorang pemimpin sekolah
hendaknya berjiwa kepemimpinan serta dapat mengembangkan sekolah dengan baik
yaitu dengan menciptakan lingkungan yang positif sehingga terwujud suatu budaya
positif. Demikian juga dengan warga sekolahnya; setiap guru dan tenaga kependidikan
memiliki kompetensi standar minimal di mana mereka memiliki kesamaan visi serta
nilai-nilai kebajikan yang dituju, serta berupaya mewujudkannya dalam pembelajaran
yang aplikatif yang mengupayakan pemberdayaan murid agar dapat menjadi pemelajar
sepanjang hayat.
Pada akhirnya modul ini diharapkan dapat menjadi suatu pembelajaran, tempat
berproses, wadah untuk berdiskusi, dan menumbuhkan semangat untuk menggali dan
mengembangkan potensi anak-anak Indonesia yang berkarakter kuat, mandiri, dan
merdeka. Teruslah menjadi penggerak bagi guru, murid, serta segenap tatanan
komponen sekolah untuk memajukan pendidikan di Indonesia.
Selamat belajar!
Andri Nurcahyani, S.Pd, M.S., Diah Samsiati Rajasa, M.Sc. & Dr. Murti Ayu Wijayanti,
M.Pd.
11. Modul 1.4 - Budaya Positif | v
Daftar Isi
Hlm.
Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan...................................i
Surat Dari Instruktur.........................................................................................................iii
Daftar Isi.............................................................................................................................v
Capaian yang Diharapkan................................................................................................. 1
Ringkasan Alur Belajar MERDEKA..................................................................................... 3
Pembelajaran 1 - Mulai dari diri....................................................................................... 6
Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep............................................................................... 11
Pembelajaran 3 - Ruang Kolaborasi................................................................................ 85
Pembelajaran 5 -Demonstrasi Kontekstual.................................................................... 93
Pembelajaran 6 - Elaborasi Pemahaman........................................................................ 95
Pembelajaran 7 - Koneksi Antarmateri .......................................................................... 96
Pembelajaran 8 - Aksi Nyata......................................................................................... 100
Surat Penutup............................................................................................................... 104
Daftar Pustaka .............................................................................................................. 105
12. vi | Modul 1.4 - Budaya Positif
Daftar Gambar
Gambar 1. Segitiga Restitusi........................................................................................... 78
13. Modul 1.4 - Budaya Positif | 1
Capaian yang Diharapkan
Kompetensi Lulusan yang Dituju
Modul ini diharapkan berkontribusi untuk mencapai kompetensi lulusan sebagai
berikut:
● Guru Penggerak memahami pentingnya mengetahui kebutuhan belajar dan
lingkungan yang memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat
meningkatkan kompetensinya secara aman dan nyaman.
● Guru Penggerak mampu menggerakkan komunitas sekolah untuk bersama-sama
mengembangkan dan mewujudkan visi sekolah yang berpihak pada murid dan
berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal.
Capaian Umum Modul 1.4
Secara umum, capaian modul ini adalah:
● Memahami konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dihubungkan
dengan konsep budaya dan lingkungan positif di sekolah yang berpihak pada
murid.
● Melakukan evaluasi dan refleksi tentang praktik disiplin dalam pendidikan
Indonesia secara umum untuk mendapatkan pemahaman baru mengenai
konsep disiplin positif untuk menciptakan murid dengan profil pelajar
Pancasila.
● Memahami peran sebagai guru untuk membangun budaya positif dengan
menerapkan konsep disiplin positif dalam berinteraksi dengan murid.
14. 2 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Capaian Khusus Modul 1.4
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta diharapkan dapat menjadi guru penggerak
yang mampu:
● Menjelaskan konsep budaya positif yang berdasarkan pada konsep perubahan
paradigma stimulus respons ke teori kontrol serta nilai-nilai kebajikan universal
yang dijabarkan penerapannya pada modul ini.
● Menjelaskan konsep makna disiplin, keyakinan kelas, hukuman dan
penghargaan, 5 kebutuhan dasar manusia, Restitusi dengan 5 posisi kontrol guru
serta segitiga restitusi dan menerapkannya dalam ekosistem sekolah yang
aman, dan berpihak pada murid.
● Menyusun strategi-strategi aksi nyata yang efektif dengan mewujudkan
kolaborasi beserta seluruh pemangku kepentingan sekolah agar tercipta budaya
positif yang dapat mengembangkan karakter murid.
● Menganalisis secara reflektif dan kritis penerapan budaya positif di sekolah dan
mengembangkannya sesuai kebutuhan sosial dan murid.
15. Modul 1.4 - Budaya Positif | 3
Ringkasan Alur Belajar MERDEKA
Mulai dari Diri
CGP mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang bahagia,
mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai filosofi Ki Hadjar Dewantara.
Eksplorasi Konsep
2.1 Disiplin Positif dan Nilai Kebajikan Universal
CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser
serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol. Berikutnya CGP dapat
menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di lingkungannya,
serta kaitan Teori Kontrol. CGP juga diharapkan dapat menjelaskan pentingnya
memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan diyakini dan disepakati
seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya positif.
2.2 Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan, Restitusi
CGP dapat menjelaskan konsep teori motivasi, hukuman dan penghargaan, dan
pendekatan restitusi. Selain itu, CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan
atas praktik penerapan konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.
2.3 Keyakinan Kelas
CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai fondasi
dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas. CGP juga
dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
16. 4 | Modul 1.4 - Budaya Positif
2.4 Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru. Selain itu, CGP dapat menganalisis dampak
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap pelanggaran peraturan dan
tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Berikutnya CGP dapat
mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan
lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.
2.5 Restitusi: 5 Posisi Kontrol
CGP dapat melakukan refleksi atas praktik disiplin yang dijalankan selama ini dan
dampaknya untuk murid-muridnya. Berikutnya CGP dapat memahami dan
menerapkan disiplin restitusi di posisi Manajer, minimal pemantau agar dapat
menghasilkan murid yang bertanggung jawab, mandiri dan merdeka.
2. 6 Restitusi: Segitiga Restitusi
CGP menjelaskan restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif
pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Kemudian CGP dapat
menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi
murid merdeka. CGP juga diharapkan dapat menganalisis dengan sikap reflektif
dan kritis penerapan disiplin positif di lingkungannya.
Ruang Kolaborasi
Dalam kelompok, CGP akan menganalisis kasus-kasus yang tersedia dalam LMS
berdasarkan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif. CGP akan
mendiskusikan strategi-strategi agar konsep-konsep dalam disiplin positif dapat
menjadi standar tindak lanjut kasus pelanggaran disiplin di sekolahnya. Mereka
akan mempresentasikan hasil analisisnya secara sinkronus, dan kelompok lain
akan menanggapi.
17. Modul 1.4 - Budaya Positif | 5
Demonstrasi Kontekstual
CGP mampu melakukan praktik segitiga restitusi dengan murid di sekolahnya.
Elaborasi Pemahaman
Setelah berdiskusi bersama instruktur, CGP mendemonstrasikan pemahamannya
secara lebih mendalam mengenai konsep-konsep inti dalam modul Budaya
Positif.
Koneksi Antarmateri
CGP membuat keterkaitan konsep budaya positif dengan materi pada
sebelumnya yaitu modul 1.1, 1.2 dan 1.3 sehingga dapat mulai menyusun langkah
dan strategi yang lebih efektif, konkret, dan realistis untuk mewujudkan budaya
positif di sekolah.
Aksi Nyata
CGP akan menyampaikan kepada para pemangku kepentingan di sekolahnya
mengenai perubahan paradigma dan penerapan strategi disiplin positif di
sekolah masing-masing agar dapat menciptakan budaya positif. Diharapkan
kegiatan ini akan membantu murid belajar dengan aman dan nyaman sehingga
dapat meraih keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana disampaikan oleh Ki
Hadjar Dewantara mengenai tujuan utama pendidikan.
18. 6 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Pembelajaran 1 - Mulai dari diri
Durasi: 2 JP
Jenis Kegiatan: Refleksi mandiri
Tujuan Pembelajaran khusus:
1. Mengaktifkan pengetahuan awal apa yang telah dipelajari sebelumnya tentang
konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan
budaya positif di sekolah.
2. Mengamati bagaimana sistem rancangan di sekolah masing-masing dapat
menciptakan lingkungan positif serta mendukung murid menjadi pribadi yang
bahagia, mandiri, dan bertanggung jawab, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar
Dewantara.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Setelah mempelajari modul 1.1, 1.2, dan 1.3, tentunya saat ini Anda sudah memahami
bahwa sebagai seorang guru Anda diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki
peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur. Anda akan memastikan
bahwa ‘tanah’ tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki
Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,
“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang
petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang
menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat
memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air,
membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi
dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I
No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937).
Dari uraian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah
tempat bercocok tanam sehingga seorang guru perlu mengusahakan agar sekolah
19. Modul 1.4 - Budaya Positif | 7
menjadi sebuah lingkungan yang menyenangkan, aman, nyaman untuk bertumbuh,
serta dapat menjaga dan melindungi setiap murid dari hal-hal yang kurang bermanfaat,
atau bahkan mengganggu perkembangan potensi murid.
Dengan demikian, salah satu tanggung jawab seorang guru adalah bagaimana
menciptakan suatu lingkungan positif yang terdiri dari warga sekolah yang saling
mendukung, saling belajar, saling bekerja sama sehingga tercipta kebiasaan-kebiasaan
baik; dari kebiasaan-kebiasaan baik akan tumbuh menjadi karakter-karakter baik warga
sekolah, dan pada akhirnya karakter-karakter dari kebiasaan-kebiasaan baik akan
membentuk sebuah budaya positif.
Cobalah amati lingkungan sekolah Anda sendiri saat ini, bagaimana suasananya?
Bagaimana murid-murid saling berinteraksi, bagaimana guru saling bertegur sapa,
bagaimana guru menyapa murid, bagaimana guru menyelesaikan suatu permasalahan
atau konflik antar murid? Suasana atau budaya yang berkembang di sekolah Anda saat
ini, secara tidak langsung menjadi cermin dari tujuan mulia atau nilai-nilai yang sekolah
atau institusi Anda anut dan yakini selama ini. Untuk itulah menciptakan lingkungan
positif agar terbentuk suatu budaya positif adalah suatu proses perjalanan pendidikan
yang harus kita jalani, karena ini merupakan tanggung jawab kita sebagai seorang
pendidik, sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Suatu lingkungan yang aman dan
nyaman akan memberikan murid kesempatan dan kebebasan untuk berproses, belajar,
membuat kesalahan, belajar lagi, sehingga mampu menerima dan menyerap suatu
pembelajaran. Perlu diingat, selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari
lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi. Dan salah satu tanggung
jawab kita sebagai pendidik adalah menghilangkan atau ‘mencabut’ gangguan-gangguan
yang menghalangi proses pengembangan potensi murid.
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Untuk memulai pembelajaran di modul budaya positif ini, marilah melakukan
pengamatan, dan berefleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
20. 8 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Apa pentingnya menciptakan suasana positif di lingkungan Anda?
● Sebagai seorang pendidik dan/atau pimpinan sekolah, bagaimana Anda dapat
menciptakan suasana positif di lingkungan Anda selama ini?
● Apakah hubungan antara menciptakan suasana yang positif dengan proses
pembelajaran yang berpihak pada murid?
● Bagaimana penerapan disiplin saat ini di sekolah Anda, apakah sudah diterapkan
dengan efektif, bila belum, apa yang menurut Anda masih perlu diperbaiki dan
dikembangkan?
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Selanjutnya Anda dapat melakukan pengamatan dan refleksi terhadap bagaimana kita
dapat menciptakan sebuah budaya positif, dengan melakukan serangkaian kegiatan di
bawah ini:
1. Sediakan waktu khusus, pejamkan mata, dibantu musik instrumental yang sesuai,
kemudian bayangkan sekolah impian Anda. Ingat kembali gambaran sekolah impian
yang Anda tulis saat mempelajari modul 1.3. Bagaimana suasana sekolahnya?
Bagaimana sikap gurunya? Bagaimana tutur kata guru? Bagaimana guru bersikap
kepada murid-muridnya? Bagaimana sikap murid-muridnya, bagaimana mereka
saling berinteraksi, terhadap Anda, sebagai pimpinan sekolah dan terhadap guru-
21. Modul 1.4 - Budaya Positif | 9
guru yang lain?
2. Untuk mewujudkan sekolah impian tersebut, bila Anda adalah seorang pemimpin
di sekolah Anda, bagaimana Anda akan menciptakan sebuah lingkungan yang
positif di sekolah Anda? Apa strategi yang akan Anda pilih? Bagaimana Anda akan
menerapkan disiplin positif, apa yang perlu kita lakukan terlebih dahulu? Tentunya,
salah satu hal yang paling penting adalah kita perlu menghilangkan rasa takut dalam
diri murid-murid sehingga mereka merasa aman dan nyaman berada di sekolah,
dan bahwa membuat kesalahan adalah suatu proses pembelajaran itu sendiri.
Hanya dengan demikian, semua murid dapat belajar dengan rasa tenang, tanpa
tekanan dan nyaman.
Standar Nasional Pendidikan:
Lingkungan yang positif sangat diperlukan agar pembelajaran yang terjadi adalah pembelajaran yang
berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan
Pasal 12 yaitu:
1) Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan
dalam suasana belajar yang:
a. interaktif;
b. inspiratif;
c. menyenangkan;
d. menantang;
e. memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
f. memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat,
dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
1.2. Harapan & Ekspektasi
Setelah Anda melaksanakan pengamatan dan refleksi terkait peran Anda dalam
menciptakan budaya positif, isilah kolom harapan berikut ini:
Apa saja harapan-harapan yang ingin
Anda lihat berkembang pada diri Anda,
sebagai seorang pemimpin
pembelajaran yang memiliki pengaruh
pada warga sekolah, terutama murid-
murid Anda setelah mempelajari modul
ini?
Apa saja kegiatan, materi, manfaat
yang Anda harapkan ada dalam modul
ini?
22. 10 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Untuk Diri Sendiri sebagai Pemimpin
Pembelajaran:
1.
2.
dst.
Untuk Murid:
1.
2.
dst.
1.
2.
dst.
Tugas Fasilitator:
1. memastikan CGP memberikan tanggapan terhadap kasus atau situasi yang
diberikan
2. memastikan CGP mengisi kolom harapan
3. memberikan umpan balik terhadap tanggapan yang diberikan oleh CGP
23. Modul 1.4 - Budaya Positif | 11
Pembelajaran 2 - Eksplorasi Konsep
Durasi: 4 JP
Jenis Kegiatan: Kegiatan mandiri, Forum Diskusi
Tujuan pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan makna ‘kontrol’ dari paparan Teori Kontrol Dr. William Glasser
serta miskonsepsi yang terjadi di kehidupan sehari-hari, serta dapat menjelaskan
perubahan paradigma stimulus respon kepada teori kontrol.
● CGP dapat menjelaskan makna Disiplin Positif, dan mengamati penerapannya di
lingkungannya, serta kaitan Teori Kontrol dengan 3 Motivasi Perilaku Manusia.
● CGP menjelaskan pentingnya memilih dan menentukan nilai-nilai kebajikan yang akan
diyakini dan disepakati seluruh warga sekolah, sehingga kelak tercipta sebuah budaya
positif.
Pembelajaran 2.1: Disiplin Positif dan Nilai-nilai Kebajikan
Universal
a) Perubahan Paradigma:
Kegiatan Pemantik:
Anda dan teman Anda akan melakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’. Anda adalah A, tugas Anda
adalah mengepalkan salah satu tangan Anda. Coba Anda bayangkan bahwa Anda
menyimpan sesuatu yang sangat berharga di dalam kepalan tangan Anda. Anda perlu
menjaga benda tersebut sekuat tenaga Anda karena begitu pentingnya untuk kehidupan
Anda. Tugas rekan Anda, B, adalah mencoba dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan Anda. Teman Anda B boleh membujuk, menghardik, mengintimidasi, memarahi,
menggoda, menggelitik, bahkan menawari Anda uang agar Anda bersedia membuka kepalan
tangan Anda.
Cobalah lakukan kegiatan ‘Cobalah Buka’ di atas dengan B secara bergantian, masing-masing
A dan B memiliki waktu 30 detik saja. Sesudah itu diskusikan kegiatan ini dan coba jawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini secara mandiri, dan diskusikan kembali dengan rekan
24. 12 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Anda B. Bandingkan jawaban Anda, apakah berbeda, atau sama. Bilamana berbeda, kira-kira
mengapa?
1. Apakah Anda atau B membuka kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
membuka kepalan tangan Anda?
2. Apakah Anda atau B menutup kepalan tangan Anda? Mengapa, apa alasan Anda atau B
tetap menutup kepalan tangan Anda?
3. Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau kontrol untuk
membuka atau menutup kepalan tangan?
Kemungkinan jawaban kita terhadap pertanyaan-pertanyaan pertama dan kedua
bervariasi, antara yang bersedia membuka, dan yang tetap bertahan menutup kepalan
tangannya. Pertanyaan ketiga, siapakah yang sesungguhnya memegang kontrol, yang
menutup kepalan tangan atau yang berusaha dengan segala cara untuk membuka kepalan
tangan rekannya? Jawabannya tentu kita sendiri yang memegang kontrol atas kepalan
tangan kita, apakah kita membuka atau menutup kepalan tangan kita, itu bergantung
pada diri kita masing-masing, sesuai dengan kebutuhan dasar kita saat itu.
Selanjutnya psikiater dan pendidik, Dr. William Glasser dalam Control Theory yang
kemudian hari berkembang dan dinamakan Choice Theory, meluruskan berapa
miskonsepsi tentang makna ‘kontrol’.
Ilusi guru mengontrol murid.
Pada dasarnya kita tidak dapat memaksa murid untuk berbuat sesuatu jikalau murid
tersebut memilih untuk tidak melakukannya. Walaupun tampaknya guru sedang
mengontrol perilaku murid, hal demikian terjadi karena murid sedang mengizinkan
dirinya dikontrol. Saat itu bentuk kontrol guru menjadi kebutuhan dasar yang dipilih
murid tersebut. Teori Kontrol menyatakan bahwa semua perilaku memiliki tujuan,
bahkan terhadap perilaku yang tidak disukai.
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat.
Penguatan positif atau bujukan adalah bentuk-bentuk kontrol. Segala usaha untuk
mempengaruhi murid agar mengulangi suatu perilaku tertentu, adalah suatu usaha
untuk mengontrol murid tersebut. Dalam jangka waktu tertentu, kemungkinan murid
25. Modul 1.4 - Budaya Positif | 13
tersebut akan menyadarinya, dan mencoba untuk menolak bujukan kita atau bisa jadi
murid tersebut menjadi tergantung pada pendapat sang guru untuk berusaha.
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter.
Menggunakan kritik dan rasa bersalah untuk mengontrol murid menuju pada identitas
gagal. Mereka belajar untuk merasa buruk tentang diri mereka. Mereka
mengembangkan dialog diri yang negatif. Kadang kala sulit bagi guru untuk
mengidentifikasi bahwa mereka sedang melakukan perilaku ini, karena seringkali guru
cukup menggunakan ‘suara halus’ untuk menyampaikan pesan negatif.
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Banyak orang dewasa yang percaya bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk
membuat murid-murid berbuat hal-hal tertentu. Apapun yang dilakukan dapat
diterima, selama ada sebuah kemajuan berdasarkan sebuah pengukuran kinerja. Pada
saat itu pula, orang dewasa akan menyadari bahwa perilaku memaksa tidak akan
efektif untuk jangka waktu panjang, dan sebuah hubungan permusuhan akan
terbentuk.
Bagaimana seseorang bisa berubah dari paradigma Stimulus-Respon kepada
pendekatan teori Kontrol? Stephen R. Covey (Principle-Centered Leadership, 1991)
mengatakan bahwa,
“..bila kita ingin membuat kemajuan perlahan, sedikit-sedikit, ubahlah sikap atau
perilaku Anda. Namun bila kita ingin memperbaiki cara-cara utama kita, maka kita
perlu mengubah kerangka acuan kita. Ubahlah bagaimana Anda melihat dunia,
bagaimana Anda berpikir tentang manusia, ubahlah paradigma Anda, skema
pemahaman dan penjelasan aspek-aspek tertentu tentang realitas”.
Stimulus Respon Teori Kontrol
Realitas (kebutuhan) kita sama. Realitas (kebutuhan) kita berbeda.
Semua orang melihat hal yang sama. Setiap orang memiliki gambaran
berbeda.
Kita mencoba mengubah orang agar
berpandangan sama dengan kita.
Kita berusaha memahami pandangan
orang lain tentang dunia.
26. 14 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Perilaku buruk dilihat sebagai suatu
kesalahan
Semua perilaku memiliki tujuan.
Orang lain bisa mengontrol saya. Hanya Anda yang bisa mengontrol diri
Anda.
Saya bisa mengontrol orang lain. Anda tidak bisa mengontrol orang lain.
Pemaksaan ada pada saat bujukan gagal. Kolaborasi dan konsensus menciptakan
pilihan-pilihan baru.
Model Berpikir Menang/Kalah Model Berpikir Menang-menang
b) Makna Disiplin:
Dalam rangka menciptakan lingkungan positif, salah satu strategi yang perlu kita tinjau kembali
adalah penerapan disiplin di sekolah kita. Apakah telah efektif, apakah masih perlu ditinjau
kembali? Apa sesungguhnya arti dari disiplin itu sendiri? Apa kaitannya dengan nilai-nilai
kebajikan? Mari kita bahas makna disiplin dan nilai-nilai kebajikan universal dengan
mengaitkan beberapa pembelajaran awal di modul 1.2 tentang perubahan paradigma teori
stimulus respon ke teori kontrol serta teori 3 motivasi perilaku manusia.
Sebelumnya, mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita
melakukan segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari
lingkungan, atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita
menghindari rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk
mendapatkan apa yang kita mau. Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat
senyuman atau pujian dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan
uang? Apa lagi kira-kira alasan orang melakukan sesuatu?
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
27. Modul 1.4 - Budaya Positif | 15
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi yang
tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi orang
yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai, atau mencapai suatu tujuan mulia.
Sekarang mari kita membahas tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama
dalam terwujudnya budaya positif yang kita cita-citakan di sekolah-sekolah kita. Kebanyakan
guru, sangat tertarik dengan topik pembahasan tentang disiplin. Mereka berpendapat bahwa
kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat
bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan
mereka. Bagaimana dengan Bapak/Ibu CGP? Apakah Anda memiliki pendapat yang sama?
Marilah kita baca artikel di bawah ini:
Makna Kata Disiplin
Ketika mendengar kata ‘disiplin’, apa yang terbayang di benak Anda? Apa yang terlintas di
pikiran Anda? Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur,
dan kepatuhan pada peraturan. Kata ‘disiplin’ juga sering dihubungkan dengan hukuman,
padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan
memberi hukuman, justru itu adalah salah satu alternatif terakhir dan bila perlu tidak digunakan
sama sekali.
Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang
pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata
‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.
Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa
“dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun
disiplin itu bersifat ‘self discipline’ yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan
sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self
discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah
harus ada di dalam suasana yang merdeka.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 470)
28. 16 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Disitu Ki Hajar menyatakan bahwa untuk mencapai kemerdekaan atau dalam konteks
pendidikan kita saat ini, untuk menciptakan murid yang merdeka, syarat utamanya adalah
harus ada disiplin yang kuat. Disiplin yang dimaksud adalah disiplin diri, yang memiliki motivasi
internal. Jika kita tidak memiliki motivasi internal, maka kita memerlukan pihak lain untuk
mendisiplinkan kita atau motivasi eksternal, karena berasal dari luar, bukan dari dalam diri
kita sendiri.
Adapun definisi kata ‘merdeka’ menurut Ki Hajar adalah:
mardika iku jarwanya, nora mung lepasing pangreh, nging uga kuwat kuwasa
amandiri priyangga (merdeka itu artinya; tidak hanya terlepas dari perintah;
akan tetapi juga cakap buat memerintah diri sendiri)
Pemikiran Ki Hajar ini sejalan dengan pandangan Diane Gossen dalam bukunya Restructuring
School Discipline, 2001. Diane menyatakan bahwa arti dari kata disiplin berasal dari bahasa
Latin, ‘disciplina’, yang artinya ‘belajar’. Kata ‘discipline’ juga berasal dari akar kata yang sama
dengan ‘disciple’ atau murid/pengikut. Untuk menjadi seorang murid, atau pengikut,
seseorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran
tertentu, sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
Diane juga menyatakan bahwa arti asli dari kata disiplin ini juga berkonotasi dengan disiplin
diri dari murid-murid Socrates dan Plato. Disiplin diri dapat membuat seseorang menggali
potensinya menuju kepada sebuah tujuan mulia, sesuatu yang dihargai dan bermakna.
Dengan kata lain, disiplin diri juga mempelajari bagaimana cara kita mengontrol diri, dan
bagaimana menguasai diri untuk memilih tindakan yang mengacu pada nilai-nilai yang kita
hargai agar tercapai tujuan mulia yang diinginkan.
Dengan kata lain, seseorang yang memiliki disiplin diri berarti mereka bisa bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukannya karena mereka mendasarkan tindakan mereka pada nilai-nilai
kebajikan universal. Dalam hal ini Ki Hajar menyatakan;
“...pertanggungjawaban atau verantwoordelijkheld itulah selalu menjadi
sisihannya hak atau kewajiban dari seseorang yang pegang kekuasaan atau
pimpinan dalam umumnya. Adapun artinya tidak lain ialah orang tadi harus
mempertanggungjawabkan dirinya serta tertibnya laku diri dari segala hak dan
kewajibannya.
(Ki Hajar Dewantara, pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka, Cetakan
Kelima, 2013, Halaman 469)
Sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri
sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan
memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.
29. Modul 1.4 - Budaya Positif | 17
Referensi:
Restitution: Restructuring School Discipline, Diane Chelsom Gossen, 2001, New View
Publications, North Canada
Ki Hajar Dewantara;Pemikiran, Konsepsi, Keteladanan, Sikap Merdeka,2013, UST-Press
bekerjasama dengan Majelis Luhur Tamansiswa
Bapak dan Ibu calon guru penggerak,
Indah sekali bukan pemikiran-pemikiran tentang konsep disiplin di atas. Mari kita bayangkan
alangkah indahnya ketika tercipta masyarakat yang bisa saling belajar, yang saling merasa
terikat dan terhubungkan satu sama lain; karena masyarakat seperti itu akan mengambil
tanggung jawab untuk pembelajarannya, senantiasa berusaha untuk menjadi insan yang lebih
baik dari sebelumnya. Itulah tujuan dari disiplin diri.
c) Nilai-nilai Kebajikan Universal
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Anda telah mengikuti serangkaian pembahasan tentang makna disiplin positif yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara maupun Diane Gossen, di mana kedua pakar
pendidikan mengartikan disiplin sebagai bentuk kontrol diri, yaitu belajar untuk kontrol
diri agar dapat mencapai suatu tujuan mulia. Tujuan mulia di sini mengacu pada nilai-nilai
atau prinsip-prinsip mulia yang dianut seseorang. Kita namakan nilai-nilai tersebut sebagai
nilai-nilai kebajikan (virtues) yang universal. Nilai-nilai kebajikan universal sendiri telah
diperkenalkan di modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama,
lepas dari suku bangsa, agama, bahasa maupun latar belakangnya. Nilai-nilai ini
merupakan ‘payung besar’ dari sikap dan perilaku kita, atau nilai-nilai ini merupakan
fondasi kita berperilaku. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang
merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah
dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa
setiap perbuatan memiliki suatu tujuan, dan selanjutnya Diane Gossen (1998)
mengemukakan bahwa dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang
maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam
30. 18 | Modul 1.4 - Budaya Positif
untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan.
Beberapa institusi/organisasi pendidikan di bawah ini telah memiliki nilai-nilai kebajikan
yang diyakini dan sepakati bersama. Salah satunya adalah nilai-nilai kebajikan yang ingin
dicapai oleh setiap anak Indonesia yang kita kenal dengan Profil Pelajar Pancasila, yang
sebelumnya telah dibahas di modul 1.2. Bisa disimpulkan bahwa sebagian
institusi/organisasi saling memiliki nilai-nilai kebajikan yang sama, karena nilai-nilai
tersebut bersifat universal, dan lintas bahasa, suku bangsa, agama maupun latar belakang.
1. Profil Pelajar Pancasila
● Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
● Mandiri
● Bernalar Kritis
● Berkebinekaan Global
● Bergotong royong
● Kreatif
2. IBO Primary Years Program (PYP)
Sikap Murid:Toleransi
● Rasa Hormat
● Integritas
● Mandiri
● Menghargai
● Antusias
● Empati
● Keingintahuan
● Kreativitas
● Kerja sama
● Percaya Diri
● Komitmen
31. Modul 1.4 - Budaya Positif | 19
3. Sembilan Pilar Karakter (Indonesian Heritage Foundation/IHF):
● Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA
● Kemandirian dan Tanggung jawab
● Kejujuran (Amanah), Diplomatis
● Hormat dan Santun
● Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong
● Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras
● Kepemimpinan dan Keadilan
● Baik dan Rendah Hati
● Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
4. Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)
Keterampilan Hidup
● Dapat dipercaya
● Lurus Hati
● Pendengar yang Aktif
● Tidak Merendahkan Orang Lain
● Memberikan yang Terbaik dari Diri
Petunjuk HidupPeduli
● Penalaran
● Bekerja sama
● Keberanian
● Keingintahuan
● Usaha
● Keluwesan/
Fleksibilitas
● Berorganisasi
32. 20 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Kesabaran
● Keteguhan hati
● Kehormatan
● Memiliki Rasa Humor
● Berinisiatif
● Integritas
● Pemecahan Masalah
● Sumber pengetahuan
● Tanggung jawab
● Persahabatan
● The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele
Borba):Empati
● Suara Hati
● Kontrol Diri
● Rasa Hormat
● Kebaikan
● Toleransi
● Keadilan
5. The Virtues Project (Proyek Nilai-nilai Kebajikan)
Peduli Rajin Integritas Rasa Hormat
Keterusterangan Keberanian Kebahagiaan Tanggung Jawab
Kebersihan Kesantunan Keadilan Pengabdian
Komitmen Kreatif Baik Hati Bijaksana
Belas Kasih Semangat Kesetiaan Bersyukur
Percaya Diri Kedermawan Berprinsip Toleransi
Belas Kasih Kejujuran Bersahaja Percaya
Bertujuan Dermawan Keteraturan Lurus Hati
33. Modul 1.4 - Budaya Positif | 21
Tenggang Rasa Harga Diri Kedamaian Ketegasan
Gotong Royong Rendah Hati Keteguhan Hati Pengertian
Silakan Anda membaca nilai-nilai kebajikan dari keenam institusi/organisasi yang telah
disampaikan di sini, dan pilihlah salah satu yang menurut Anda paling menarik.
Bandingkan dengan nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip yang Anda miliki di sekolah
Anda. Adakah suatu perbedaan atau persamaan? Kemudian pikirkan bagaimana nilai-
nilai kebajikan yang Anda pilih tersebut dapat disampaikan dan menjadi fondasi dari
keyakinan sekolah atau keyakinan kelas yang disepakati seluruh warga sekolah.
Kemudian pikirkan kegiatan-kegiatan apa saja yang dapat dilakukan agar keyakinan-
keyakinan tersebut dapat dipahami, dan diterapkan seluruh warga sekolah dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
Tugas Anda
1. Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapatkan suatu penghargaan tertentu. Namun seiring Anda mengikuti
program ini dan kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda berubah
menjadi sebuah keinginan untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, apa dampaknya untuk diri Anda? Apa yang Anda dapatkan, mengapa
hal itu penting untuk Anda?
2. Sebagai seorang pendidik, saat Anda perlu hadir di suatu pelatihan, motivasi apakah
yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda hadir karena tidak ingin ditegur oleh
pihak panitia atau pengawas Anda, dan mendapatkan surat teguran (menghindari
ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin dilihat dan dipuji oleh lingkungan
Anda, atau mendapat penghargaan sebagai kepala sekolah berprestasi?
(mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda ingin menjadi
pemelajar sepanjang hayat, menjadi orang yang berusaha dan bertanggung jawab
serta menghargai diri Anda sendiri sebagai teladan bagi murid-murid Anda, guru-
guru Anda, serta lingkungan Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai
34. 22 | Modul 1.4 - Budaya Positif
pemimpin pembelajaran akan jadi panutan oleh lingkungan Anda (menghargai
nilai-nilai kebajikan diri sendiri). Manakah motivasi yang paling kuat mendasari
tindakan Anda, atau adakah suatu proses perubahan motivasi antara dua motivasi?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada aturan yang memberikan surat teguran bagi karyawan
yang sering datang terlambat, atau tidak ada atasan yang memberikan Anda
penghargaan menjadi karyawan terbaik, karena sering tepat waktu, apakah Anda
akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar murid-murid Anda? Jelaskan alasan
Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid Anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda rasakan penting saat ini untuk ditanamkan pada
murid-murid Anda di kelas/sekolah Anda? Mengapa?
Standar Pendidikan Nasional:
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang positif maka setiap warga sekolah dan
pemangku kepentingan perlu saling mendukung, menghayati, dan menerapkan nilai-nilai
kebajikan yang telah disepakati bersama. Untuk dapat menerapkan tujuan mulia tersebut,
maka seorang pemimpin pembelajaran perlu berjiwa kepemimpinan sehingga dapat
mengembangkan sekolah dengan baik agar terwujud suatu budaya sekolah yang positif
sesuai dengan standar kompetensi pengelolaan yang telah ditetapkan.
Tujuan mulia dari penerapan disiplin positif adalah agar terbentuk murid-murid yang
berkarakter, berdisiplin, santun, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan merupakan pemelajar
sepanjang hayat sesuai dengan standar kompetensi lulusan yang diharapkan.
35. Modul 1.4 - Budaya Positif | 23
Pembelajaran 2.2: Teori Motivasi, Hukuman dan Penghargaan,
Restitusi
Tujuan Pembelajaran:
● CGP dapat menjelaskan dan menganalisis Teori Motivasi dan Motivasi Intrinsik
yang dituju, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungannya.
● CGP dapat menjelaskan konsep hukuman dan penghargaan, dan konsep
pendekatan restitusi.
● CGP dapat melakukan pengamatan dan peninjauan atas praktik penerapan
konsep-konsep tersebut di lingkungannya sendiri.
a) 3 Motivasi Perilaku Manusia
Eksplorasi Mandiri
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Mari kita tanyakan ke diri kita sendiri, bagaimana kita berperilaku? Mengapa kita melakukan
segala sesuatu? Apakah kita melakukan sesuatu karena adanya dorongan dari lingkungan,
atau ada dorongan yang lain? Terkadang kita melakukan sesuatu karena kita menghindari
rasa sakit atau ketidaknyamanan, terkadang kita juga melakukan sesuatu untuk mendapatkan
apa yang kita mau.
Bagaimana menurut Anda? Pernahkah Anda melakukan sesuatu untuk mendapat senyuman
dari orang lain? Untuk mendapat hadiah? Atau untuk mendapatkan uang? Apalagi kira-kira
alasan orang melakukan sesuatu? Untuk mengetahui lebih jauh lagi mengenai motivasi
manusia, mari kita baca artikel ini:
Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi
perilaku manusia:
1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
36. 24 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Ini adalah tingkat terendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang
motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan
bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Sebenarnya mereka
sedang menghindari permasalahan yang mungkin muncul dan berpengaruh pada
mereka secara fisik, psikologis, maupun tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, bila
mereka tidak melakukan tindakan tersebut. Motivasi ini bersifat eksternal
2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk
mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Orang dengan motivasi ini
akan bertanya, apa yang akan saya dapatkan apabila saya melakukannya? Mereka
melakukan sebuah tindakan untuk mendapatkan pujian dari orang lain yang menurut
mereka penting dan mereka letakkan dalam dunia berkualitas mereka. Mereka juga
melakukan sesuatu untuk mendapatkan hadiah, pengakuan, atau imbalan. Motivasi ini
juga bersifat eksternal.
3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya.
Orang dengan motivasi ini akan bertanya, akan menjadi orang yang seperti apabila saya
melakukannya? Mereka melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan
hargai, dan mereka melakukannya karena mereka ingin menjadi orang yang melakukan
nilai-nilai yang mereka yakini tersebut. Ini adalah motivasi yang akan membuat
seseorang memiliki disiplin positif karena motivasi berperilakunya bersifat internal,
bukan eksternal.
Pernahkan Anda berada dalam sebuah situasi dimana anda sengaja melakukan sesuatu
yang menyakitkan bagi anda, bahkan bertabrakan dengan penghargaan dari orang
lain? Mengapa anda tetap memilih melakukannya padahal anda tahu akibatnya akan
menyakitkan, anda mungkin akan dikecam secara sosial, bahkan ada kerugian secara
37. Modul 1.4 - Budaya Positif | 25
finansial? Apa prinsip-prinsip yang anda perjuangkan dan anda lindungi? Saat itu, anda
sedang menjadi orang yang seperti apa?
Bapak Ibu calon guru penggerak,
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid
kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya. Ketika murid-murid kita memiliki motivasi tersebut,
mereka telah memiliki motivasi intrinsik yang berdampak jangka panjang, motivasi
yang tidak akan terpengaruh pada adanya hukuman atau hadiah. Mereka akan tetap
berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena mereka ingin menjadi
orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. Pertanyaannya sekarang
adalah bagaimana cara kita sebagai guru untuk untuk menanamkan disiplin positif yang
positif ini kepada murid-murid kita?
Tugas Anda
1. Sekarang, mari pikirkan tentang diri Anda sendiri. Anda sekarang mengikuti
Program. Guru Penggerak, mengapa Anda mengikuti program ini? Apakah bila
Anda tidak mengikuti program ini, akan ada hal yang menyakitkan yang akan
terjadi pada Anda? Apakah ada hadiah atau penghargaan setelah Anda
mengikuti program ini? Atau apakah Anda mengikuti program ini karena Anda
ingin menjadi seorang guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini, misalnya
menjadi seorang guru pemelajar? Apa dampak ketiga motivasi tersebut pada
diri Anda sebagai calon guru penggerak? Yang mana motivasi yang paling akan
berdampak jangka panjang dan membuat Anda terus bersemangat secara
internal?
Mungkin pada awalnya motivasi Anda mengikuti program ini karena ingin
mendapat penghargaan. Namun seiring Anda mengikuti program ini dan
kemudian menikmatinya, mungkinkah motivasi Anda akan berubah menjadi
38. 26 | Modul 1.4 - Budaya Positif
sebuah pemahaman untuk menjadi guru dengan nilai-nilai yang Anda yakini?
Bila itu terjadi, dampaknya pada diri Anda?
2. Sebagai seorang guru, saat Anda hadir mengajar di kelas tepat waktu, motivasi
apakah yang mendasari tindakan Anda? Apakah Anda datang tepat waktu
karena tidak ingin ditegur oleh atasan Anda dan kemudian mendapat surat
peringatan (menghindari ketidaknyamanan dan hukuman) atau Anda ingin
mendapatkan pujian dari atasan Anda dan mendapat penghargaan sebagai
karyawan atau guru
berprestasi? (mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain), atau Anda
ingin menjadi orang yang menghargai waktu, menghargai diri Anda sendiri sebagai
teladan bagi murid-murid Anda karena Anda percaya, tindakan Anda sebagai guru
akan dicontoh oleh murid-murid Anda (menghargai nilai-nilai diri sendiri). Manakah
motivasi yang paling kuat mendasari tindakan Anda? Atau bahkan kombinasi dari dua
motivasi, atau bahkan ketiga-tiganya?
3. Bila di sekolah Anda tidak ada peraturan yang mengharuskan guru datang tepat waktu
dan tidak ada surat teguran bagi guru yang datang terlambat, dan tidak ada atasan
yang memuji Anda, apakah Anda akan tetap datang tepat waktu untuk mengajar
murid-murid Anda? Jelaskan alasan Anda.
4. Menurut Anda, dari ketiga jenis motivasi tadi, motivasi manakah yang saat ini paling
banyak mendasari perilaku murid-murid Anda di sekolah? Jelaskan.
5. Strategi apa yang selama ini Anda terapkan untuk menanamkan disiplin positif pada
murid-murid anda, bagaimana hasilnya pada perilaku murid-murid Anda?
6. Nilai-nilai kebajikan apa yang Anda berusaha tanamkan pada murid-murid Anda di
kelas dan sekolah Anda?
b) Hukuman dan Penghargaan
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan yang
39. Modul 1.4 - Budaya Positif | 27
diberikan:
Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran tersebut
berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di buku pelajarannya.
Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan pertanyaan Iva menjadi gugup, dan
tak sengaja menjatuhkan tasnya dari kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat berupaya
menjawab. Seluruh kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap dan terkejut
tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan Iva yang
tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke depan dan berdiri di depan
kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak bisa menjawab pertanyaan Pak Seno. Kelas
makin gaduh, dan anak-anak pun tertawa melihat Iva di depan kelas memegang ujung
hidungnya.
Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman atau
konsekuensi? Mengapa?
Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana ada suatu
pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu meninjau ulang
tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan
terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi.
Dalam modul ini akan diperkenalkan program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang
lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang
mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid
berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus
memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita perlu
bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi? Bila sama, di
40. 28 | Modul 1.4 - Budaya Positif
mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya? Di bawah ini Anda akan
diberikan suatu gambaran perbedaan antara Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu
sendiri.
Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata ‘positif’ di
belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses dan hukuman
merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna positif terbagi dua bagian
yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang
selanjutnya akan dijelaskan dengan lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.
IDENTITAS GAGAL IDENTITAS SUKSES
HUKUMAN DISIPLIN
KONSEKUENSI RESTITUSI
Sesuatu yang menyakitkan
harus terjadi
Sesuatu harus terjadi Restitusi merupakan pilihan
Tidak nyaman untuk
murid/anak untuk jangka
waktu panjang.
Tidak nyaman untuk
murid/anak untuk jangka
waktu pendek.
Menguatkan untuk murid/anak
dalam jangka waktu panjang.
‘Korban’ mendapatkan
keadilan
‘Korban’ bisa diabaikan. ‘Korban’ mendapatkan ganti.
Murid/anak akan tersakiti. Murid/anak dibuat tidak
nyaman.
Murid/anak mendapatkan
penguatan.
Perilaku pasif-agresif
meningkat
Penguatan hanya bertahan
dalam jangka waktu pendek.
Masalah terpecahkan.
Sistem tidak akan berjalan
bila murid tidak takut.
Memerlukan monitoring dan
supervisi terus menerus dari
guru.
Murid belajar bertanggung
jawab untuk perilakunya.
Berlaku hanya pada sebuah
institusi; tidak berlanjut pada
kehidupan nyata.
Membantu penerapan
mengikuti peraturan dalam
masyarakat.
Fokus pada pemecahan masalah
dalam jangka waktu panjang.
41. Modul 1.4 - Budaya Positif | 29
“Peraturannya adalah….kamu
harus..”
“Apa peraturannya?”
“Mampukah kamu
melakukannya? Terima
kasih”.
“Apa yang kamu yakini?”
“Apa yang bisa kamu lakukan
untuk memperbaiki masalah
ini?”
Murid/anak membenci
peraturan.
Murid/anak menghormati
peraturan.
Murid/anak menghormati
dirinya dan orang lain.
NEGATIF NETRAL POSITIF
“Awas kalau dilakukan lagi ya,
nanti awas kamu”
“Lakukan apa yang
saya katakan”
“Apakah hal ini yang
sesungguhnya ingin kamu
lakukan?”
Mode Paksaan Stimulus-Respon Teori Kontrol
Mendorong menyalahkan diri Mendorong kepatuhan Mendorong disiplin positif
Konsep Diri Buruk Konsep Diri Baik Konsep Diri Kuat
Murid/anak belajar
menyembunyikan kesalahan
Murid/anak belajar
taat peraturan.
Murid/anak belajar memecahkan
masalah.
Mencoba mengontrol anak
dengan penguatan negatif
(membayar impas kesalahan)
Mencoba mengontrol anak
dengan penguatan positif
Anak paham bahwa dirinya
sendiri yang pegang kendali
kontrol.
Dampak pada Murid: Marah,
merasa bersalah, rendah diri,
mengasingkan diri.
Kehilangan hak, waktu jeda
seorang diri (timeout),
penahanan (detention).
Murid/anak tidak kehilangan
waktu, namun bersemangat
untuk memperbaiki diri
Tiba-tiba, tidak diharapkan,
atau sangat melukai.
Sudah diketahui,
masuk akal
Berupa undangan untuk
mengadakan restitusi
Dibuat guru Dibuat oleh guru dan
murid/anak
Dibuat oleh murid/anak
Menyakitkan, guru menjalani
konsekuensi dengan
menyalahkan, mengkritik,
menyindir, merendahkan.
Membantu, guru
menyatakan peraturan,
melakukan peringatan, dan
menerapkan konsekuensi.
Menguatkan, guru menyebutkan
keyakinan kelas, membimbing
kerangka acuan berpikir restitusi
murid/anak.
(Disadur dari Diane Gossen - Restitution Restructuring School Discipline, 1998, hal. 70-71) .
42. 30 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Berdasarkan bagan di atas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman bersifat tidak
terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak
dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid
hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan
dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa
fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati;
sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk
konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya
konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap
dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan
berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya
tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di
luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan
waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan
dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru
di sini senantiasa memonitor murid.
Tugas Anda:
Setelah membaca bagan tentang perbedaan Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi, maka
isilah bagan di bawah ini, kira-kira bila seorang guru/orang tua melakukan tindakan yang
dinyatakan di kolom sisi kiri, apakah tindakan tersebut berupa sebuah hukuman,
konsekuensi?
Hukuman atau Konsekuensi?
TINDAKAN GURU HUKUMAN ATAU
KONSEKUENSI
Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan
terlambat lagi”, karena terlambat ke sekolah.
43. Modul 1.4 - Budaya Positif | 31
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat
hadir di sekolah.
Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.
Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak
menggunakan masker ke sekolah.
Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.
Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena
mengobrol dengan teman.
Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak
menggunakan sepatu warna hitam sesuai peraturan sekolah.
Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena
tidak bisa menjawab pertanyaan.
Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol
pada saat belajar.
Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas,
karena terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10
menit.
Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat, tidak
diizinkan bermain oleh guru piket, karena mencederai teman
saat bermain di lapangan.
Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan
diminta untuk tinggal 15 menit sesudah kelas usai untuk
membahas ketertinggalan pembelajaran.
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10
menit untuk pelajaran PJOK.
Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil
kawannya.
c) Dihukum oleh Penghargaan:
44. 32 | Modul 1.4 - Budaya Positif
“Saat kita berulang kali menjanjikan hadiah
kepada anak-anak agar berperilaku bertanggung jawab,
atau kepada seorang murid agar mempelajari sesuatu yang baru,
atau kepada seorang karyawan agar melakukan pekerjaan yang berkualitas,
kita sedang berasumsi mereka tidak dapat melakukannya,
atau mereka tidak akan memilih untuk melakukannya.”
(Alfie Kohn)
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:
Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa tertib berdiri antri
di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam kelas setelah jam istirahat usai. Ini
tentunya sangat mengganggu proses pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat
waktu karena Ibu Anas sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama.
Akhirnya Bu Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya
akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-muridnya dengan
stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris rapi antri di depan pintu, dapat
bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-muridnya menyambut tantangan tersebut, dan
langsung berdiri rapi di depan pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan
Bu Anas selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya berdiri
rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan terpaksa digantikan Pak
Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk
ke kelas usai jam istirahat murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang
terjadi, mengapa?
Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap jawaban
rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada pembelajaran 2.1, kira-kira
apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas tanpa diberi
penghargaan stiker bintang? Jelaskan.
Alfie Kohn (Punished by Rewards, 1993, Wawancara ASCD Annual Conference, Maret
45. Modul 1.4 - Budaya Positif | 33
1995) mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara
mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang
sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah
penghargaan sesungguhnya.
Kohn selanjutnya juga mengemukakan beberapa pernyataan dari hasil pengamatannya
selama ini tentang tindakan memberikan penghargaan yang nilainya sama dengan
menghukum seseorang.
Pengaruh Jangka Pendek dan Jangka Panjang
● Penghargaan efektif jika kita menginginkan seseorang melakukan sesuatu yang kita
inginkan, dalam jangka waktu pendek.
● Jika kita menggunakan penghargaan lagi, dan lagi, maka orang tersebut akan
bergantung pada penghargaan yang diberikan, serta kehilangan motivasi dari
dalam.
● Jika kita mendapatkan penghargaan untuk melakukan sesuatu yang baik, maka
selain kita senantiasa berharap mendapatkan penghargaan tersebut lagi, kita pun
menjadi tidak menyadari tindakan baik yang kita lakukan.
Penghargaan Tidak Efektif.
● Suatu penghargaan adalah suatu benda atau peristiwa yang diinginkan, yang dibuat
dengan persyaratan: Hanya jika Anda melakukan hal ini, maka Anda akan
mendapatkan penghargaan yang diinginkan.
● Jika saya mengharapkan suatu penghargaan dan tidak mendapatkannya, maka saya
akan kecewa dan berkecil hati, serta kemungkinan lain kali saya tidak akan
berusaha sekeras sebelumnya.
● Jika kita memberikan seseorang suatu penghargaan untuk melakukan sesuatu,
maka kita harus terus menerus memberikan penghargaan itu jika kita ingin orang
tersebut meneruskan perilaku yang kita inginkan.
● Orang yang berusaha berhenti merokok, atau orang yang berusaha diet
menguruskan badan bila diberikan penghargaan hampir pasti tidak berhasil.
Penghargaan Merusak Hubungan
● Ketika seorang diberi penghargaan atau dipuji di depan orang banyak, maka yang
lain akan merasa iri, dan sebagian dari mereka akan tidak menyukai orang yang
diberikan penghargaan tersebut.
● Jika seorang guru sering memberikan penghargaan kepada murid-muridnya, besar
46. 34 | Modul 1.4 - Budaya Positif
kemungkinan murid-muridnya termotivasi hanya untuk menyenangkan gurunya.
Mereka tidak akan bersikap jujur kepada guru tersebut.
● Penghargaan menciptakan persaingan di dalam kelas, dan persaingan
menciptakan kecemasan.
● Mereka yang percaya bahwa mereka tidak memiliki kesempatan untuk
mendapatkan penghargaan akan berhenti mencoba.
Penghargaan Mengurangi Ketepatan
Riset I: Dalam sebuah percobaan, sekelompok anak laki-laki berusia sekitar 9 tahun
diminta untuk melihat gambar-gambar wajah yang ditampilkan di layar, dan mereka
harus memberitahukan jika wajah-wajah tersebut sama atau berbeda. Gambar-
gambar tersebut hampir sama. Beberapa dari mereka diberi penghargaan (dalam
bentuk uang) pada saat mereka memberikan jawaban benar, sementara sebagian
yang lain tidak.
Hasil: Anak laki-laki yang dibayar membuat lebih banyak kesalahan.
Riset II: Anak-anak diminta mengingat kata-kata tertentu, kemudian mereka diminta
mengambil kartu yang berisi kata-kata yang diingat tersebut setiap kali muncul.
Beberapa anak diberikan permen setiap mereka memberikan jawaban yang benar,
dan sebagian yang lain hanya diberitahu saja bila jawaban mereka benar.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan permen jawabannya banyak yang tidak tepat
dibandingkan anak-anak yang hanya diberitahu jawabannya benar.
Penghargaan Menurunkan Kualitas
Pengamatan dilakukan pada sekelompok mahasiswa/i yang sedang kerja praktik di
sebuah surat kabar universitas; saat itu mereka sedang belajar menuliskan sebuah
artikel tentang sebuah judul berita utama. Seiring waktu mahasiswa/i tersebut
semakin mampu bekerja dengan cepat. Kemudian, ada beberapa mahasiswa/i yang
dibayar untuk setiap judul berita utama yang mereka mampu hasilkan, dan setelah
beberapa lama mahasiswa/i yang dibayar ini hasil kinerjanya berhenti berkembang.
Mereka yang tidak menerima bayaran terus berupaya mengasah diri menjadi lebih
baik.
Penghargaan Mematikan Kreativitas
● Murid-murid diminta berpikir mengenai hadiah atau penghargaan yang bisa
mereka dapatkan bila berhasil menulis sebuah puisi. Kreatifitas kelompok murid-
murid ini menjadi berkurang, dibandingkan dengan yang tidak diberitahukan
tentang hadiah yang bisa mereka terima.
● Penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan seni atau sebuah penulisan cerita
47. Modul 1.4 - Budaya Positif | 35
menjadi kurang kreatif bila dijanjikan sebuah hadiah/penghargaan.
● Dalam tugas-tugas memecahkan masalah, para murid memakan waktu lebih lama
dan memberikan jalan keluar kurang kreatif, saat mereka dijanjikan suatu
penghargaan.
Penghargaan Menghukum
● Penghargaan ‘menghukum’ mereka yang tidak mendapatkan penghargaan.
Misalnya dalam sistem ‘ranking’. Mereka yang mendapatkan ranking kedua akan
merasa paling ‘dihukum’.
● Memberikan penghargaan dan hukuman adalah hal yang sama, karena keduanya
mencoba mengendalikan perilaku seseorang.
● Karena orang pada dasarnya tidak suka dikendalikan, dalam jangka waktu lama,
penghargaan akan terlihat sebagai hukuman.
● Jika suatu penghargaan diharapkan, namun Anda tidak mendapatkannya, Anda
akan merasa dihukum.
Motivasi dari Dalam Diri (Intrinsik)
● Saat seorang anak belajar untuk pertama kali, menggabungkan huruf-huruf dan
kata-kata, serta menyadari bahwa ia dapat membaca, timbul pijar di matanya dan
sebuah senyuman di wajahnya. Anak tersebut begitu gembira bahwa ia telah
mempelajari dan menguasai suatu keterampilan baru. Kesadaran akan
kemampuannya bahwa ‘dia’ sudah dapat membaca, sesungguhnya sudah
merupakan sebuah penghargaan.
● Jika kita memberikan penghargaan kepada seorang anak pada saat dia sedang
merasa bangga dengan pencapaiannya sendiri, maka kita akan mengambil
kegembiraan yang saat itu sedang dirasakan secara alamiah.
Disadur dari materi pelatihan ‘Dihukum oleh Penghargaan’, Yayasan Pendidikan Luhur-Foundation for
Excellence in Education, 2006.
Tugas Anda:
Bacalah kedelapan pembahasan tentang ‘Dihukum oleh Penghargaan’ yang dirangkum
ke dalam kotak-kotak di atas. Rangkuman ini berisi pernyataan-pernyataan atau hasil
penelitian yang dikumpulkan oleh pakar pendidikan Alfie Kohn. Pilihlah dua kotak yang
berisi pernyataan atau hasil penelitian yang paling menarik atau menantang untuk Anda.
Tuliskan tanggapan Anda terhadap pernyataan/hasilpenelitian yang Anda pilih tersebut,
kemudian berilah minimal 2 tanggapan atas jawaban/tanggapan rekan Anda.
48. 36 | Modul 1.4 - Budaya Positif
d) Restitusi: Sebuah Pendekatan untuk Menciptakan Disiplin Positif
Pertanyaan Pemantik
Bapak Ibu calon guru penggerak, apa yang akan Anda lakukan bila,
● Dalam sebuah acara pesta ulang tahun, teman Anda memecahkan gelas. Apakah
Anda akan membiarkan dia membayar harga gelas yang dipecahkannya?
● Anda sudah janji bertemu dengan teman Anda, namun ternyata dia juga memiliki
janji penting bertemu orang lain di tempat lain, dan Anda terpaksa naik taksi
untuk menemui teman Anda di tempat itu, apakah Anda akan meminta teman
Anda membayar biaya taksi Anda menuju ke tempat tersebut?
● Pegawai Anda membuat kesalahan yang menyebabkan kerugian finansial pada
perusahaan, pegawai tersebut menawarkan untuk bekerja lembur tanpa
bayaran, apakah Anda sebagai pemilik perusahaan akan menerimanya?
Eksplorasi Mandiri
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Bila ada seseorang berbuat salah pada Anda, ketika mereka menawarkan sebuah
tindakan untuk memperbaiki kesalahan mereka, kemungkinan besar, jawaban Anda
adalah akan menolak semua tawaran itu, dan akan bilang, tidak usah, tidak apa-apa.
Lupakan saja.
Kebiasaan kita selama ini, bila ada orang yang berlaku salah pada kita adalah langsung
memaafkan, atau bahkan kita melakukan sesuatu yang membuat mereka tidak nyaman
atau merasa bersalah. Kita cenderung untuk berfokus pada kesalahan daripada mencari
cara bagi orang yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki diri. Kita lebih fokus pada
pada cara mereka membayar akibat dari kesalahan mereka daripada mengembalikan
harga diri mereka. Membuat kondisi menjadi impas, menjadi lebih penting daripada
membuat situasi menjadi benar.
49. Modul 1.4 - Budaya Positif | 37
Bapak Ibu guru penggerak,
Sebagai seorang guru, ketika murid Anda melakukan kesalahan, tindakan mana yang
akan Anda lakukan?
● Menunjukkan kesalahannya dan memintanya melihat kesalahannya baik-baik
● Mengatakan, “Kamu seharusnya tahu bagaimana kamu seharusnya bertindak”.
● Mengingatkan murid Anda akan kesalahannya yang sama di waktu sebelumnya.
● Bertanya padanya, “Kenapa kamu melakukan sesuatu yang seharusnya tidak
kamu lakukan?”.
● Mengkritik dan mendiamkannya
Kalau Anda melakukan tindakan-tindakan di atas, mungkin Anda akan membuat murid
Anda merasa menjadi anak yang gagal.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana sebaiknya respon kita bila ada murid kita
melakukan kesalahan? Mari kita baca artikel ini:
Restitusi
Sebuah Cara Menanamkan Disiplin Positif Pada Murid
Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan
mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih
kuat (Gossen; 2004)
Restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan
bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996).
Restitusi membantu murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan
dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk
menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah
menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Sebelumnya di
modul 1.2, kita telah belajar tentang teori kontrol bahwa pada dasarnya, kita memiliki
50. 38 | Modul 1.4 - Budaya Positif
motivasi intrinsik.
Melalui pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru akan menanggapi dengan
mengajak murid berefleksi tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk memperbaiki
kesalahan mereka sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan menghargai dirinya.
Pendekatan restitusi tidak hanya menguntungkan korban, tetapi juga menguntungkan orang
yang telah berbuat salah. Restitusi juga sesuai dengan prinsip dari teori kontrol William
Glasser tentang solusi menang-menang.
Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh karakternya, ketika mereka melakukan
kesalahan, karena pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Murid perlu bertanggung
jawab atas perilaku yang mereka pilih, namun mereka juga dapat belajar dari pengalaman
untuk membuat pilihan yang lebih baik di waktu yang akan datang. Ketika guru memecahkan
masalah perilaku mereka, murid akan kehilangan kesempatan untuk mempelajari
keterampilan yang berharga untuk hidup mereka.
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya.
● Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan
Dalam pendekatan restitusi, ketika murid berbuat salah, guru tidak mengarahkan
untuk menebus kesalahan dengan membayar sejumlah uang, memperbaiki kerugian
yang timbul, atau sekedar meminta maaf. Karena kalau fokusnya kesana, maka murid
yang berbuat salah akan fokus pada tindakan yang bersifat eksternal yaitu untuk
menebus kesalahan dan menghindari ketidaknyamanan, bukannya yang lebih bersifat
internal yaitu pada upaya perbaikan diri. Biasanya setelah menebus kesalahan, orang
yang berbuat salah akan merasa sudah selesai dengan situasi itu sehingga merasa lega
karena seolah-olah kesalahan tidak pernah terjadi.
Terkadang bisa juga muncul perasaan ingin balas dendam, bila orang yang berbuat
salah sebetulnya merasa tidak rela harus melakukan sesuatu untuk menebus
kesalahannya. Kalau tindakan untuk menebus kesalahan dipahami sebagai hukuman,
maka mungkin mereka berpikir untuk membuat situasinya menjadi impas.
Pembalasan seperti ini akan berdampak jangka panjang karena konfliknya akan tetap
ada. Menebus kesalahan itu tidak salah, namun biasanya tidak membuat kita menjadi
pribadi yang lebih kuat.
Pendekatan restitusi sebenarnya juga berhubungan dengan usaha untuk menebus
kesalahan, tetapi sebaiknya merupakan inisiatif darimurid yang melakukan kesalahan.
Proses pemulihan akan terjadi bila ada keinginan dari murid yang berbuat salah untuk
melakukan sesuatu yang menunjukkan rasa penyesalannya. Fokusnya tidak hanya
pada mengurangi kerugian pada korban, tapi juga bagaimana menjadi orang yang
lebih baik dan melakukan hal baik pada orang lain dengan kebaikan yang ada dalam
diri kita.
51. Modul 1.4 - Budaya Positif | 39
Ketika murid belajar dari kesalahan untuk menjadi lebih baik untuk masa depan,
mereka akan mendapatkan pelajaran yang mereka bisa pakai terus menerus di masa
depan untuk menjadi orang yang lebih baik.
● Restitusi memperbaiki hubungan
Restitusi adalah tentang memperbaiki hubungan dan memperkuatnya. Restitusi juga
membantu murid-murid dalam hal mereka ingin menjadi orang seperti apa dan
bagaimana mereka ingin diperlakukan. Restitusi adalah proses refleksi dan pemulihan.
Proses ini menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri
mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain.
Ketika proses pemulihan dan evaluasi diri telah selesai, mereka bisa mulai berpikir
tentang apa yang bisa dilakukan untuk menebus kesalahan mereka pada orang yang
menjadi korban.
● Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
Restitusi yang dipaksa bukanlah restitusi yang sebenarnya, tapi konsekuensi. Bila guru
memaksa proses restitusi, maka murid akan bertanya, apa yang akan terjadi kalau saya
tidak melakukannya. Misalnya mereka sebenarnya tidak suka konsekuensi yang guru
sarankan, mereka mungkin akan setuju dan akan melakukannya, tapi karena mereka
menghindari ketidaknyamanan atau menghindari kehilangan kebebasan atau
diasingkan dari kelompok. Mereka akan percaya kalau mereka menyakiti orang, maka
mereka juga tersakiti, maka mereka pikir itu impas. Seorang anak yang memukul
temannya akan mengatakan, “Kamu boleh pukul aku balik, biar impas”. Memaksa
melakukan restitusi bertentangan dengan perkembangan moral, yaitu kebebasan
untuk membuat pilihan. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan kondisi
yang membuat murid bersedia menyelesaikan masalah dan berbuat lebih baik lagi,
dengan berkata, “Tidak apa-apa kok berbuat salah itu manusiawi. Semua orang pasti
pernah berbuat salah”. Pembicaraan ini bersifat tawaran, bukan paksaan, bukan
mengatakan, “Kamu harus lakukan ini, kalau tidak maka…”
● Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri
Dalam proses restitusi kita akan melihat adanya ketidakselarasan antara tindakan
murid yang berbuat salah dan keyakinan mereka tentang orang seperti apa yang
mereka inginkan. Untuk membimbing proses pemulihan diri, guru bisa bertanya pada
mereka:
● Kamu ingin menjadi orang seperti apa?
● Kamu akan terlihat, terdengar, dan terasa seperti apa kalau kamu sudah menjadi
orang yang seperti itu?
● Apa yang kamu percaya tentang bagaimana orang harus memperlakukan orang
lain?
● Bagaimana kamu mau diperlakukan ketika kamu berbuat salah?
52. 40 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Apa nilai yang diajarkan di keluargamu tentang hal ini? Apakah kamu memegang
nilai ini?
● Kalau tidak, lalu apa yang kamu percaya?
Kita tidak ingin menciptakan rasa bersalah pada diri anak dengan bertanya seperti itu. Kalau
guru melihat rasa bersalah di wajah murid, maka guru harus cepat-cepat mengatakan, “Tidak
apa-apa kok berbuat salah”.
Ketika murid sudah dibimbing untuk mengeksplorasi orang seperti apa yang mereka inginkan,
guru bisa mulai bertanya tentang kejadiannya, seberapa sering hal ini terjadi, apa yang ia
lakukan, ia berada di mana. Murid tidak akan berbohong pada guru.
Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan
Untuk berpindah dari evaluasi diri ke restitusi diri, penting bagi murid untuk memahami
dampak dari tindakannya pada orang lain. Kalau murid paham bahwa setiap orang memiliki
kebutuhan dasar untuk dipenuhi, hal ini akan sangat membantu, sehingga ketika murid
melakukan kesalahan, mereka akan menyadari kebutuhan apa yang sedang mereka coba
penuhi, demikian juga kebutuhan orang lain.
Untuk membantu murid mengenali kebutuhan dasarnya, guru bisa meminta mereka
mengenali perasaan mereka. Perasaan sedih dan kesepian menunjukkan adanya kebutuhan
cinta dan kasih sayang yang tidak terpenuhi. Perasaan dipaksa, atau terlalu banyak beban,
menunjukkan kurangnya kebutuhan akan kebebasan. Perasaan takut akan kelelahan,
kelaparan, menunjukkan pada kita kalau kita merasa tidak aman. Perasaan bosan
menunjukkan kurang terpenuhinya kebutuhan akan kesenangan.
Restitusi diri adalah cara yang paling baik
Dalam restitusi diri murid belajar untuk mengubah kebiasaan dari kecenderungan untuk
mengomentari orang lain, menjadi mengomentari diri sendiri. Dr. William Glasser
menyatakan, orang yang bahagia akan mengevaluasi diri sendiri, orang yang tidak bahagia
akan mengevaluasi orang lain.
3 Tahap Evaluasi Diri:
1. Saya tidak suka cara saya berbicara padamu
2. Kesalahan yang saya lakukan adalah
● Saya sebenarnya punya informasi yang kamu butuhkan
● Saya lelah dan saya bicara terlalu cepat
● Saya tidak jelas menyampaikan apa yang saya inginkan
● Pemahaman saya berbeda dengan pemahamanmu
3. Besok lagi saya akan
● Menyampaikan informasi yang saya punya dan kamu
53. Modul 1.4 - Budaya Positif | 41
butuhkan
● Saya akan bicara lebih lambat
● Saya akan bicara lebih jelas tentang keinginan saya
● Menyampaikan pemahaman saya padamu
Ketika murid bisa melakukan restitusi diri maka dia akan bisa mengontrol dirinya dengan
lebih baik dengan tujuan yang lebih baik pula.
Ketika Anda berhadapan dengan orang lain, dan melakukan evaluasi diri, maka 9 dari 10 orang
yang diajak bicara juga akan melakukan evaluasi diri juga. Mungkin akan ada 1 dari 10 orang
yang diajak bicara, justru akan menggunakan kesempatan itu untuk menghukum Anda. Kalau
ini terjadi, tanyakan saja, apakah Anda mau menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-
jelekkan saya atau Anda mau membuat situasi ini menjadi lebih baik. Anda mau ke arah
mana?
Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan
Dalam proses restitusi diri, maka murid akan menyadari dia sedang menjadi orang yang
seperti apa, yang itu adalah menunjukkan fokus pada penguatan karakter. Ketika guru
membimbing murid untuk penguatan karakter, guru akan mengatakan, “Ibu/Bapak tidak
terlalu mempermasalahkan apa yang kamu lakukan hari ini, tetapi mari kita bicara tentang
apa yang akan kamu lakukan besok. Kamu bisa saja minta maaf, tapi orang akan lebih suka
mendengar apa yang akan kamu lakukan dengan lebih baik lagi.
Restitusi menguatkan
Bisakah momen ketika murid melakukan kesalahan menjadi sebuah momen yang baik?
Jawabnya, tentu bisa, asalkan ia bisa belajar dari kesalahan itu. Apa maksud dari kalimat kita
bisa lebih kuat setelah kita belajar dari kesalahan? Lebih kuat disini maksudnya bukan
menekan perasaan kita dalam-dalam. Kuat disini artinya menyadari apa yang bisa murid ubah,
dan murid benar-benar mengubahnya. Guru bisa bertanya, apa yang dapat kamu ubah dari
dirimu sendiri? Bagaimana kamu akan berubah?
Restitusi fokus pada solusi
Dalam restitusi, guru menstabilkan identitas murid dengan mengatakan, “Kita tidak fokus
pada kesalahan, Bapak/ibu tidak tertarik untuk mencari siapa yang benar, siapa yang salah.
Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya
Mari kita lihat praktik pendidikan kita yang seringkali memisahkan anak-anak dari
kelompoknya, misalnya seorang anak TK bersikap tidak kooperatif pada saat kegiatan
mendengar dongeng dari gurunya, anak itu disuruh keluar dari kelompoknya, atau anak itu
diminta duduk di belakang kelas atau di pojok kelas, disuruh keluar kelas ke koridor, ke kantor
guru, seringkali dibiarkan tanpa pengawasan.
54. 42 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kalau ada anak remaja nakal, orangtua menyuruh pergi dari rumah. Padahal kalau mereka
jauh dari orang tuanya, orang tuanya jadi tidak bisa mengajari mereka dan mereka tidak
belajar nilai-nilai kebajikan. Kalau mereka tidak belajar, bagaimana nasib generasi kita ke
depan? Kalau kita menjauhkan remaja kita, maka mereka akan putus hubungan dengan kita.
Ketika anak berbuat salah, kita tidak bisa memotivasi anak untuk menjadi baik, kita hanya bisa
menciptakan kondisi agar mereka bisa melihat ke dalam diri mereka. Kita seharusnya
mengajari mereka untuk menyelesaikan masalah mereka, dan berusaha mengembalikan
mereka ke kelompok mereka dengan karakter yang lebih kuat.
Disarikan dari Buku It’s All About WE; Rethinking Discipline using Restitution, Third Edition, Diane Gossen,
2008
Pembelajaran 2.3: Keyakinan Kelas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menganalisis pentingnya memiliki keyakinan sekolah/kelas sebagai
fondasi dan arah tujuan sebuah sekolah/kelas, yang akan menjadi landasan dalam
memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah sekolah/kelas.
● CGP dapat menjelaskan proses pembentukan dari peraturan-peraturan beralih ke
keyakinan kelas.
● CGP akan dapat berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan terbuka dalam menggali nilai-
nilai yang dituju pada peraturan yang ada di sekolah mereka masing-masing.
Pertanyaan Pemantik:
1. Mengapa Keyakinan Kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
2. Mengapa adanya Keyakinan Kelas penting untuk terbentuknya sebuah budaya
positif?
3. Bagaimana mewujudkan sebuah Keyakinan Kelas yang efektif?
Mengapa keyakinan kelas, mengapa tidak peraturan kelas saja?
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan helm pada saat mengendarai
kendaraan roda dua/motor? (Kemungkinan jawaban Anda adalah untuk
‘keselamatan’).
55. Modul 1.4 - Budaya Positif | 43
● Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan
setiap saat? (Kemungkinan jawaban Anda adalah ‘untuk kesehatan dan/atau
keselamatan’).
Nilai-nilai keselamatan atau kesehatan inilah yang kita sebut sebagai suatu ‘keyakinan’,
yaitu nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari
latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Seperti yang sudah disampaikan
sebelumnya pada pembelajaran 2.1 tentang Nilai-nilai Kebajikan bahwa menekankan
pada keyakinan seseorang akan lebih memotivasi seseorang dari dalam. Seseorang akan
lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya
sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna. Murid-murid pun
demikian, mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang
peraturan-peraturan yang diberikan, apa nilai-nilai kebajikan dibalik peraturan tersebut,
apa tujuan utamanya, dan menjadi tidak tertarik, atau takut sehingga hanya sekedar
mengikuti serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur mereka tanpa memahami
tujuan mulianya.
Pada pembelajaran Disiplin dan Nilai-nilai Kebajikan Universal, kita telah mempelajari
tentang nilai-nilai kebajikan yang dapat menjadi landasan kita dalam membuat suatu
keyakinan sekolah atau menentukan visi dan misi atau tujuan dari sebuah
institusi/sekolah. Seperti telah dikemukakan di modul 1.2, dalam penentuan visi sebuah
institusi/sekolah kita terlebih dahulu perlu menentukan nilai-nilai kebajikan apa yang
terpenting bagi institusi tersebut agar dapat mencapai tujuan mulia yang dicita-citakan.
Penentuan nilai-nilai kebajikan pada sebuah institusi telah diberikan contoh-contohnya
pada pembelajaran 2.1. Selanjutnya kita akan meninjau kegiatan-kegiatan apa saja yang
bisa dilakukan agar dapat menentukan keyakinan suatu sekolah atau pun keyakinan
kelas.
Tahapan menciptakan Program Kebajikan
1. Lihat daftar kebajikan yang telah disusun bersama (contoh pada pembelajaran
56. 44 | Modul 1.4 - Budaya Positif
2.1).
2. Tentukan nilai-nilai kebajikan yang ingin dijadikan perhatian utama di sekolah
Anda. Curah pendapat dalam kelompok.
3. Sempurnakan beberapa daftar nilai-nilai kebajikan yang utama, bahas kembali
dalam kelompok utama.
4. Buatlah poster atau muat di sosial media keyakinan sekolah/kelas Anda.
Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
● Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan
konkrit.
● Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
● Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
● Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas.
● Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
● Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan
kelas lewat kegiatan curah pendapat.
● Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu.Tugas Mandiri:
Lihatlah tabel di bawah ini dan tuliskan nilai kebajikan yang dituju dari peraturan yang
tercantum di kolom sisi kiri. Masih ingat bahwa nilai-nilai kebajikan universal merupakan
nilai-nilai lintas budaya, bahasa, suku bangsa, maupun agama seperti keadilan, kehormatan,
peduli, integritas, kejujuran, pelayanan, keamanan, kesabaran, tanggung jawab, mandiri,
berprinsip, keselamatan, kesehatan, dan lain-lain. Peraturan-peraturan yang tercantum di
sisi kiri tidak terbatas pada peraturan yang ditemui di kelas atau sekolah, namun peraturan
yang biasa kita temui di masyarakat.
Peraturan Nilai Kebajikan yang Dituju
Kembalikan barang ke tempatnya
57. Modul 1.4 - Budaya Positif | 45
Dilarang Mengganggu Orang Lain
Hadir di sekolah 15 menit sebelum
pembelajaran dimulai
Dilarang Melakukan Kekerasan
Dilarang Menggunakan Narkoba
Bergantian atau menunggu giliran
Dilarang Merokok
Gunakan masker
Berjalan di kelas dan koridor
Prosedur Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas:
1. Mempersilakan warga sekolah atau murid-murid di sekolah/kelas untuk bercurah
pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di sekolah/kelas.
2. Mencatat semua masukan-masukan para murid/warga sekolah di papan tulis atau
di kertas besar (kertas ukuran poster), di mana semua anggota kelas/warga sekolah
bisa melihat hasil curah pendapat.
3. Susunlah keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’.
Gantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
Contoh
Kalimat negatif : Jangan berlari di kelas atau koridor.
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
4. Tinjau kembali daftar curah pendapat yang sudah dicatat. Anda mungkin akan
mendapati bahwa pernyataan yang tertulis di sana masih banyak yang berupa
peraturan-peraturan. Selanjutnya, ajak warga sekolah/murid-murid untuk
menemukan nilai kebajikan atau keyakinan yang dituju dari peraturan tersebut.
Contoh: Berjalan di kelas, Dengarkan Guru, Datanglah Tepat Waktu berada di
bawah 1 ‘payung’ yaitu keyakinan untuk ‘Saling Menghormati’ atau nilai kebajikan
‘Hormat’. Keyakinan inilah yang dimasukkan dalam daftar untuk disepakati.
58. 46 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kegiatan ini juga merupakan pendalaman pemahaman bentuk peraturan ke
keyakinan sekolah/kelas.
5. Tinjau ulang Keyakinan Sekolah/Kelas secara bersama-sama. Seharusnya setelah
beberapa peraturan telah disatukan menjadi beberapa keyakinan maka jumlah
butir pernyataan keyakinan akan berkurang. Sebaiknya keyakinan sekolah/kelas
tidak terlalu banyak, bisa berkisar antara 3-7 prinsip/keyakinan. Bilamana terlalu
banyak, maka warga kelas akan sulit mengingatnya dan akibatnya sulit untuk
dijalankan.
6. Setelah keyakinan sekolah/kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas
dipersilakan meninjau ulang, dan menyetujuinya dengan menandatangani
keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua warga/murid.
7. Keyakinan Sekolah/Kelas selanjutnya bisa dilekatkan di dinding kelas di tempat yang
mudah dilihat semua warga kelas.
59. Modul 1.4 - Budaya Positif | 47
Contoh Keyakinan Kelas:
Keyakinan Kelas 1
● Setiap anggota kelas perlu belajar.
● Setiap anggota kelas perlu senang.
● Setiap anggota kelas perlu melakukan tugas.
● Setiap anggota kelas perlu saling menghargai.
● Setiap anggota kelas perlu merasa aman.
Keyakinan Kelas 5
● Selalu bersikap positif.
● Senantiasa menjadi diri terbaik.
● Percaya dan menghormati orang lain serta barang
miliknya.
● Berkomitmen terhadap setiap tugas.
● Senantiasa membantu.
Keyakinan Kelas 7
HORMAT
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk menghormati semua
orang dan barang milik orang lain
BEKERJA
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk mengerjakan segala
pekerjaan atau mengikuti kegiatan yang telah ditugaskan.
DITERIMA DAN DIMILIKI
Kami meyakini bahwa sangat penting untuk merasa diterima
pada suatu kelompok dan saling peduli satu dengan yang lain.
Agar semua warga kelas dapat memahami setiap pernyataan yang telah tercantum
dalam keyakinan kelas, maka selama seminggu di awal tahun ajaran baru dapat
didedikasikan untuk pendalaman setiap keyakinan dengan berbagai kegiatan.
60. 48 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Kegiatan-kegiatan Pendalaman Keyakinan Kelas:
a. Kegiatan Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti:
Anggota kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dan setiap kelompok diberikan
kertas. Salah satu anggota kelompok membuat huruf T kapital yang besar (Tabel T). Guru
memberikan salah satu ‘keyakinan kelas’ kepada setiap kelompok. Dua kelompok bisa
mendapatkan keyakinan yang sama bila ada 10 kelompok. Selanjutnya setiap kelompok
diminta untuk bercurah pendapat tentang keyakinan tersebut, tampak seperti apa,
tampak tidak seperti apa. Kemudian hasil curah pendapat setiap kelompok
dipresentasikan pada kelompok besar, dan kertasnya ditempel di sekeliling dinding kelas
untuk dapat dilihat setiap warga kelas agar menguatkan pemahaman.
Contoh
Tampak Seperti/Tidak Tampak Seperti (Tabel T) dari Keyakinan Kelas 7:
HORMAT
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Datang tepat waktu Sering hadir terlambat
Menyapa teman dan guru setiap hari Tak acuh kepada teman dan guru
Mengembalikan barang teman yang
telah dipinjam dan mengucapkan ‘terima
kasih’
Tidak mengembalikan barang yang telah
dipinjam dan meletakkan sembarangan.
……………………………….. dst …………………………….. dst
BEKERJA
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Tekun bekerja dan menyimak guru Tidak mendengarkan guru dan acuh tak
acuh.
Menyerahkan tugas tepat waktu. Tugas tidak diberikan
61. Modul 1.4 - Budaya Positif | 49
Memberikan hasil terbaik. Asal-asalan mengerjakan tugas.
…………………………… dst ……………………………. dst
RASA DITERIMA DAN DIMILIKI
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
Melibatkan semua anggota kelompok. Mengucilkan salah satu teman kita.
Memberikan kata-kata atau komen-
komen membesarkan hati bila teman
kita berhasil.
Marah atau iri atas keberhasilan teman-
teman kita.
Menjenguk atau menanyakan kabar
teman yang kurang sehat atau sedang
mendapat musibah.
Acuh tak acuh terhadap teman yang
sedang kurang sehat atau mendapat
musibah.
…………………………….. dst …………………………….. dst
Bagan Tampak Seperti (Tabel Y) dari Keyakinan Kelas 7.
TERDENGAR
BERPERILAKU
TERLIHAT
Satu orang berbicara
“Yuk, saya bantu”
“Kita bisa selesaikan ini
bersama’
“Terima”, “Tolong ya”
“Permisi”
“Boleh saya pinjam?”
“Nanti akan segera saya
kembalikan”
- Berempati terhadap
perasaan orang lain.
- Memegang barang milik
orang lain hanya dengan
izinnya.
- Mendengarkan dengan
saksama
- Senantiasa berbuat baik
- Berbagi
- Tersenyum ramah
- Memberikan salam hormat
(berjabat tangan, namaste,
meletakkan tangan di
dada, salim)
- Memberikan ruang bekerja
- Postur tubuh yang tenang
62. 50 | Modul 1.4 - Budaya Positif
Tugas Mandiri:
Tersedia 2 butir Keyakinan Kelas 5 (lihat contoh) yang disediakan dalam bentuk Tabel T.
Tuliskan gagasan-gagasan Anda tentang contoh perwujudan dari 2 keyakinan tersebut,
tampak seperti apa dan tidak tampak seperti apa?
Bersikap Positif
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
Percaya dan Menghormati Orang Lain dan Barang Miliknya
Tampak Seperti Tidak Tampak Seperti
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
● AAA
● AAA
● AAA
● dst
Selanjutnya isilah bagaimana perwujudan dari Keyakinan Kelas 1 berikut: "setiap
anggota kelas melakukan tugas". Tuliskan apa yang ingin Anda dengar, lihat, dan lakukan
dalam format Tabel Y, seperti di bawah:
Setiap anggota kelas melakukan tugas
63. Modul 1.4 - Budaya Positif | 51
b. Kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu (Tugas Guru-Tugas Murid):
Salah satu kegiatan lain yang dapat dilakukan untuk memperdalam keyakinan kelas,
adalah mempelajari tanggung jawab setiap warga kelas. Keyakinan bertanggung jawab
serta hak seseorang adalah sesuatu yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang
menumbuhkan murid yang merdeka:
“...beratlah kemerdekaan itu! bukan hanya tidak terperintah saja, akan tetapi harus
juga dapat menegakkan dirinya dan mengatur perikehidupannya dengan tertib. dalam
hal ini termasuklah juga mengatur tertibnya perhubungan dengan kemerdekaan orang
lain (Ki Hadjar Dewantara, buku kuning, hal.4.)
Pada pekan pendalaman Keyakinan Kelas, maka murid-murid dapat diajak berdiskusi
tentang tanggung jawab dan hak masing-masing warga kelas, yaitu apa Tugas Guru dan
Bukan Tugas Guru serta Apa Tugas Murid atau Bukan Tugas Murid. Berikut adalah
langkah yang dapat dilakukan dalam mendiskusikan hal tersebut:
1. Guru akan membuat bagan berisi 4 kotak.
2. Masing-masing kotak diisi judul: Guru-Tugasnya..., Murid-Tugasnya..., Guru-
Tugasnya Bukan.., Murid-Tugasnya Bukan...
3. Guru bercurah pendapat dengan dua cara:
● Mengajak murid berpendapat secara individu, atau
Terdengar
Terlihat
Berperilaku
64. 52 | Modul 1.4 - Budaya Positif
● Membagi murid dalam 4 atau 8 kelompok, dan setiap kelompok diberikan tugas
bercurah pendapat tentang masing-masing tugas/bukan tugas guru maupun
murid.
4. Hasil dari curah pendapat Tugas Saya-Tugas Kamu ditempel di dinding kelas agar
dapat dilihat seluruh warga kelas.
Contoh (hasil curah pendapat guru dan murid-muridnya)
Tugas Saya (Guru)-Tugas Kamu (Murid) (Kelas 4-8)
Guru
Tugasnya...
● mengajar
● mendidik
● menjawab pertanyaan
● memberi nilai
● mengatur kelas
● menegakkan peraturan kelas/sekolah
● menjalankan keyakinan kelas
● peduli terhadap semua murid
● ……………..
Murid
Tugasnya...
● belajar
● mencoba
● menghasilkan yang terbaik dari diri
● bertanya jika tidak paham
● mengikuti peraturan
● menjalankan keyakinan kelas
● mendengarkan
● memeriksa tugas kembali
● ………………..
Guru
Tugasnya bukan…
● menyakiti atau disakiti
● memaksa kamu untuk belajar
● merapikan barang-barang murid
● menyiapkan makanan atau barang-
barang alat tulis
● ………………….
Guru
Tugasnya bukan…
● menyakiti atau disakiti
● mengeluh
● merusak barang pribadi/orang lain
● melakukan tugas guru
● memutuskan untuk teman kamu
● ………………...
Tugas Anda:
Coba Anda lakukan kegiatan Tugas Saya-Tugas Kamu dengan murid-murid di sekolah
Anda, atau bisa juga dilakukan dengan anak-anak Anda di rumah (menjadi: Tugas Orang
Tua-Tugas Anak). Bercurah pendapat tentang tugas masing-masing warga kelas atau
65. Modul 1.4 - Budaya Positif | 53
rumah untuk membangun lingkungan positif yang aman dan nyaman, yang selanjutnya
menjadi suatu budaya positif.
Pembelajaran 2.4: Kebutuhan Dasar Manusia dan Dunia Berkualitas
Tujuan Pembelajaran Khusus:
● CGP dapat menjelaskan kebutuhan dasar yang menjadi motif dari tindakan
manusia baik murid maupun guru
● CGP dapat menganalisis dampak tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap
pelanggaran peraturan dan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan
● CGP dapat mengidentifikasi peran dan sekolah guru dalam upayanya menciptakan
lingkungan belajar dan pemenuhan kebutuhan anak yang beragam.
Pertanyaan Pemantik:
Ibu Ambar, guru wali kelas kelas 2A di SD Pelita Hati, sedang bingung menghadapi ulah
salah satu murid di kelasnya, Doni. Beberapa anak di kelas 2A telah datang padanya
dan mengeluhkan Doni yang seringkali meminta bekal makan siang mereka dengan
paksa. Jika Anda menghadapi situasi seperti Ibu Ambar, apa yang akan anda lakukan?
Menurut anda, kira-kira apa alasan Doni melakukan hal itu?
Bapak dan Ibu Calon Guru Penggerak,
Merujuk pada situasi yang sedang dihadapi Ibu Ambar di atas, dalam konteks penegakan
disiplin positif, Ibu Ambar sebaiknya mencari tahu alasan Doni melakukan tindakan
tersebut agar mengetahui kebutuhan mana yang sedang berusaha dipenuhi oleh Doni.
Pada modul 1.2, nilai dan peran guru penggerak, telah dibahas mengenai 5 kebutuhan
dasar manusia. Di modul 1.4 ini, kita akan menghubungkan konsep tersebut dengan
disiplin positif yang berdasarkan pada teori kontrol dimana dinyatakan bahwa ada suatu
66. 54 | Modul 1.4 - Budaya Positif
tujuan dibalik sebuah perilaku manusia. Kita juga percaya bahwa murid memiliki ‘tujuan’
dibalik perilaku mereka, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar
mereka.
Mari kita menonton video tentang konsep 5 Kebutuhan Dasar Manusia menurut Dr.
William Glasser dalam “Choice Theory”.
Setelah Anda menonton video, mari kita perdalam pemahaman Anda terhadap konsep
5 Kebutuhan Manusia dengan membaca artikel di bawah ini.
5 Kebutuhan Dasar Manusia
Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha
terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang
kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan
dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima
(love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power).
Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai
kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal
memenuhi kebutuhan dasar mereka. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat satu persatu kelima
kebutuhan dasar ini.
Kebutuhan Bertahan Hidup