Dokumen tersebut membahas tentang peraturan perundang-undangan yang meliputi tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan termasuk bidan, jenis-jenis tenaga kesehatan, persyaratan untuk menjadi tenaga kesehatan, dan standar profesi tenaga kesehatan berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 dan UU No. 32 tahun 1996 serta peraturan terkait lainnya.
Keperawatan dasar KEBUTUHAN SUHU TUBUH MANUSIA.pptx
Makalan uud-kedokteran-yang-berimplikasi-praktek-kebidanan fc f4 11 rk
1. 1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Peraturan Perundang-Undangan yang
Melandasi Pelayanan Kesehatan UU Kesehatan
No. 23 tahun 1992 Tentang Tugas dan
Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
Pada peraturan pemerintah ini berisikan
tanggung jawab dan tugas tenaga kesehatan
termasuk didalamnya tenaga bidan :
Tenaga Kesehatan
Pasal 50
1. Tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan
kesehatansesuai dengan bidangkeahlian dan atau
kewenangan tenaga kesehatan yangbersangkutan.
2. Ketentuan mengenai kategori, jenis,
dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
KesehatanKeluarga
Pasal 12
1. Kesehatan keluarga diselenggarakan
untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia,
dan sejahtera.
2. Kesehatan keluarga sebagaimana
dimaksuddalam ayat (1) meliputi kesehatan suami
istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.
Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya
pengaturankelahiran dalam rangka menciptakan
keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa
prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca
persalinan dan masa di luar kehamilan, dan
persalinan
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya
menyelamatkan jiwa ibuhamil dan ataujaninnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakanmedis tertentu sebagaimana
dimaksuddalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yangmengharuskan
diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenanganuntukitudan dilakukan
sesuai dengan tanggung jawab profesi serta
berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibuhamil yangbersngkutan
atau suami atau keluarganya.
2.2 Peraturan dan Perundang-Undangan No.32
tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan
Jenis Tenaga Kesehatan
Pasal 2
(1) Tenaga kesehatanterdiri dari :
a. tenaga medis,
b. tenaga keperawatan,
c. tenaga kefarmasian,
d. tenaga kesehatanmasyarakat,
e. tenaga gizi,
f. tenaga keterapianfisik,
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatanmeliputi perawat dan
bidan.
(4) Tenaga kefarmasianmeliputi apoteker, analis
farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatanmasyarakat meliputi
epidemiologkesehatan, entomologkesehatan,
mikrobiologkesehatan,penyuluh kesehatan,
administrator kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisikmeliputifisioterapis.
Persyaratan
Pasal 3
Tenaga kesehatan wajibmemiliki pengetahuan
dan keterampilan di bidangkesehatanyang
dinyatakan denganijazahdari lembaga
pendidikan.
Pasal 4
(1) Tenaga kesehatanhanyadapat melakukan
upaya kesehatansetelah tenaga kesehatan yang
bersangkutan memiliki ijin dari Menteri.
Pasal 5
(1) Selain ijin sebagaimana dimaksuddalam Pasal
4 ayat (1), tenaga medis dan tenaga kefarmasian
lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri
hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah
yangbersangkutanmelakukan adaptasi.
Perencanaan
Pasal 6
(1) Pengadaandan penempatan tenaga kesehatan
dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kesehatanyangmerata bagi seluruh masyarakat.
Pasal 7
Pengadaan tenaga kesehatandilakukanmelalui
pendidikan dan pelatihandi bidangkesehatan.
Pasal 8
(1) Pendidikandi bidangkesehatan dilaksanakan
di lembaga pen-didikan yangdiselenggarakanoleh
Pemerintah ataumasyarakat.
(2) Penyelenggaraanpendidikandi bidang
kesehatansebagaimana dimaksuddalam ayat (1)
dilaksanakan berdasarkanijin sesuai dengan
ketentuanperaturanperundang-undanganyang
berlaku.
Pasal 9
(1) Pelatihan di bidangkesehatandiarahkanuntuk
meningkatkanketerampilan ataupenguasaan
pengetahuandi bidangteknis kesehatan.
(2) Pelatihan di bidangkesehatandapat dilakukan
secara berjenjangsesuai dengan jenis tenaga
kesehatanyangbersangkutan.
Pasal 10
(1) Setiap tenaga kesehatanmemiliki kesempatan
yangsama untuk mengikuti pelatihandi bidang
kesehatansesuai dengan bidangtugasnya .
(2) Penyelenggara dan/ataupimpinan sarana
kesehatanbertanggungjawabatas pemberian
kesempatankepada tenaga kesehatan yang
ditempatkan dan/ataubekerja pada sarana
kesehatanyangber-sangkutan untuk
meningkatkanketerampilan ataupengetahuan
melalui pelatihan di bidangkesehatan.
Standar Profesi
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatandalam melakukan
tugasnya ber-kewajiban untuk mematuhi standar
profesi tenaga kesehatan.
(2) Standar profesi tenaga kesehatansebagaimana
dimaksuddalam ayat (1) ditetapkanolehMenteri.
Pasal 22
(1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentudalam
melaksanakantugas profesinyaberkewajiban
untuk :
a. menghormati hakpasien;
b. menjaga kerahasiaanidentitas dan data
kesehatanpribadi pasien;
c. memberikaninformasi yangberkaitan dengan
kondisi dan tindakanyangakandilakukan;
d memintapersetujuan terhadap tindakanyang
akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekammedis.
Pasal 23
(1) Pasien berhak atas ganti rugi apabila dalam
pelayanankesehatanyangdiberikanolehtenaga
kesehatansebagaimana dimaksuddalam Pasal 22
mengakibatkanterganggunya kesehatan,cacat
ataukematian yangterjadi karena kesalahan atau
kelalaian.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksudayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan peraturanperundang-
undangan yangberlaku.
Perlindungan Hukum
Pasal 24
(1) Perlindunganhukumdiberikankepada tenaga
kesehatanyangmelakukantugasnya sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan.
(2) Pelaksanaanketentuansebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut olehMenteri.
Ikatan Profesional
Pasal 26
(1) Tenaga kesehatan dapat membentuk ikatan
profesi sebagai wadah untuk meningkatkan
dan/ataumengembangkan penge-tahuan dan
keterampilan,martabat dan kesejahteraantenaga
kesehatan.
(2) Pembentukanikatanprofesi sebagaimana
dimaksuddalam ayat (1) dilaksanakansesuai
dengan ketentuanperaturanperundang-undangan
yangberlaku.
Pembinaan
Pasal 28
(1) Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan untuk
meningkatkanmutupengabdian profesi tenaga
kesehatan.
(2) Pembinaan sebagaimanadimaksuddalam ayat
(1) dilakukan melalui pembinaankarier, disiplin
dan teknis profesi tenaga kesehatan.
Pasal 29
(1) Pembinaan kariertenaga kesehatanmeliputi
kenaikan pangkat, jabatandan pemberian
penghargaan.
(2) Pembinaan kariertenaga kesehatan
sebagaimana dimaksuddalam ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuanperaturan
perundang-undanganyangberlaku.
2.3 Peraturan Perundangan Tentang Ketenaga
Kerjaan
Yangdimaksuddengan Tenaga Kesehatanialah:
I.Tenaga Kesehatan sarjana,yaitu:
a.dokter,
b.dokter-gigi,
c.apoteker,
d.sarjana-sarjana lain dalambidangkesehatan.
II.Tenaga Kesehatansarjana-muda, menengah dan
rendah:
a.dibidangfarmasi : asisten-apotekerdan
sebagainya,
b.dibidang kebidanan: bidan dan sebagainya,
c.dibidangperawatan: perawat,physio-terapis dan
sebagainya,
d.dibidang kesehatanmasyarakat : penilik
kesehatan, nutrisionis dan lain-lain,
e.dibidang-bidangkesehatanlain.
Pasal 5.
Untuk melakukan pekerjaan, baik pada
Pemerintah, pada badan-badan Swasta maupun
secara Swasta perseorangan, tenaga kesehatan
yang dimaksud dalam pasal 3( bagi dokter ) dan
pasal 4( kefarmasian ) harus memperoleh idzin
Menteri.
Pasal 6
(1)Pada idzin yang dimaksud dalam pasal
ditetapkan (tempat), jangka waktu dan syarat-
syarat lain, sesuai dengan ketentuan-ketentuan.
Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-
muda, menengah dan rendah.
Pasal 7.
(1)Tugas pekerjaan tenaga kesehatan sarjana-
muda, menengah dan rendah ditetapkan
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya.
(2)Pendidikanyangdimaksudkan dalam ayat (1)
diatur dengan PeraturanPemerintahatauPeraturan
Menteri Kesehatan.
Pasal 8.
(1)Tenaga kesehatan sarjana-muda, menengahdan
rendah melakukan pekerjaannya dibawah
pengawasan dokter/dokter-gigi/ apoteker/sarjana
lain.
Tenaga pengobatanberdasarkanilmuataucara
lain dari pada ilmukedokteran.
Pasal 9.
(1)Menteri Kesehatan memberi bimbingan dan
pengawasan kepada mereka yang melakukan
usaha-usaha pengobatan berdasarkan ilmu dan
atau cara lain dari pada ilmu kedokteran.
(2)Bimbingan dan pengawasan yang dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
peraturan-peraturan pelaksanaan.
2.4 Peraturan Perundangan / UU Tentang
Adobsi, Bayi Tabung, dan Adobsi
Undang-UndangTentangAborsi
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum
janin mampuhidup diluar rahim, yaitusebelum 20
minggu. Aborsi juga berarti penghentian
kehamilansetelah tertanamnya ovum yang telah
dibuahi dalam rahim sebelum usia janin mencapai 20
minggu.Macam-macam abortus :
a.Abortus spontaneousYaituabortus yangterjadi
tanpa disengaja.
b.AbortusprovocatusAbortus yangdilakukandengan
sengaja ataudibuat, ada duamacam abortus
provocatus, yaitu:
1)Abortus provocatus therapiticua
2. 2
2)Abortus provocatus kriminalis
Dasar hukum abortus adalah sebagai berikut :
a.HP BabXIX tentangkejahatanterhadap nyawa
orang
1) KUHP pasal299
Ayat 1: memberikan harapan dan digugurkan
dihukum 4 tahun penjara.
Ayat 2: mengambil keuntungan dari pengguguran
tersebut hukuman 4 tahun penjara ditambah
sepertiganya.
Ayat 3: menggugurkankandungan orang menjadi
suatu profesi, dicabut haknya dan dipidana
penjara.
2) KUHP pasal322
Ayat 2: pengangguran dikerjakan hanya
orangtertentu tergantung atas pengaduan itu.
3) KUHP pasal436
Seorang wanita yang dengan
sengajamenggugurkan kandungannya, dihukum
4tahun.
4) KUHP pasal 347
Sengaja menggugurkan hingga
menyebabkankematian dihukum maksimal 15
tahun.
5) KUHP pasal
Sengaja menggugurkan dan atas persetujuanpasien
makadihukummaksimal7tahun.
6) KUHP pasal349
Seorang dokter, bidan dan apoteker
membantukejahatan tersebut, dapat dicabut
haknya.
b.Undang-undangKesehatanNo.36 Tahun 2009
Pasal75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangansebagaimana dimaksudpada ayat (1)
dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yangdideteksi sejak
usia dinikehamilan, baik yangmengancam nyawa
ibu dan/ataujanin, yang menderita penyakit
genetik berat dan/ataucacat bawaan, maupun yang
tidak dapat diperbaikisehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan,
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat
menyebabkantraumapsikologisbagikorbanperkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) hanya dapatdilakukan setelah melalui
konselingdan/ataupenasehatanpra tindakan dan
diakhiri dengan konseli dan/atau penasehatanpra
tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca
tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten
danberwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi
kedaruratan medisdan perkosaan, sebagaimana
dimaksudpada ayat (2) dan ayat (3)diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal76
Aborsi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 75
hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilanberumur 6 (enam)minggu
dihitungdari hari pertama haidterakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis.
b. oleh tenaga kesehatanyangmemiliki
keterampilan dan kewenangan yangmemiliki
sertifikat yangditetapkanoleh menteri.
c. dengan persetujuan ibuhamil yang
bersangkutan.
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan.
e. penyedia layanankesehatanyangmemenuhi
syarat yangdi tetapkan oleh Menteri.
Pasal77
Pemerintah wajibmelindungi dan mencegah
perempuandariaborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2)dan ayat(3)yangtidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggungjawab
serta bertentangandengannormaagama dan
ketentuanperaturan perundang-undangan.
Undang–UndangTentangBayiTabung
Bayi tabung adalah upaya jalan pintas
untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur
diluar tubuh ( invitrofertilization). Setelah terjadi
konsepsi hasil tersebutdimasukkan kembali
kedalam rahim ibu atau embriotransfer sehingga
dapat tumbuh menjadi janinsebagaimanalayaknya
kehamilan biasa.Status bayi tabung ada tiga
macam :
a.Inseminasi buatan dengansperma suami.
b.Inseminasi buatandengan spermadonor.
c.Inseminasi denganmodel titipan.
Dasarhukumpelaksanaanbayitabungdiindonesia
adalahUndang-undangKesehatanNo.36Tahun2009:
Pasal127
(1) Upaya kehamilandi luar cara alamiahhanya
dapat dilakukanolehpasangan suami istri yangsah
dengan ketentuan:
a. hasil pembuahan spermadan ovumdari suami
istri yangbersangkutan ditanamkandalam rahim
istri dari mana ovum berasal.
b. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyaikeahlian dan kewenangan untuk itu.
c. pada fasilitas pelayanan kesehatantertentu.
(2) Ketentuanmengenai persyaratankehamilandi
luar cara alamiah sebagaimanadimaksudpada
ayat (1) diaturdenganPeraturan Pemerintah.
Undang–UndangTentangAdopsi
Adopsi adalah suatu proses penerimaan anak
dariseseorang atau lembaga organisasi ketangan
orang lainsecara sah diatur dalam peraturan
perundang-undangan.Adopsi jugaberartimemasukkan
anak yang diketahuinyasebgai orang lain kedalam
keluarganya dengan status fungsisama dengan
anak kandung.
Ada tiga macam hukum perdata,yaitu:
1. Perdata barat
2. Perdata adat
3.Perdata sesuai agama
Hukum perdata tentangadopsi,meliputi :
1.Anak yangdiadopsi hanya laki-laki,terjadi nilai
diskriminatif dan patriakal.
2.Bahwa yang dapat mengadopsi anak adalah
pasangan suami istri, janda atau duda.
3.Kebolehanmengadopsi, baruboleh mengadopsi
bila tidakmelahirkanketurunanlaki-laki.
4.Anak yang boleh diadopsi, anak laki-laki belum
kawin,belum diadopsi oranglain, umur lebih muda
minimalsepuluhtahundariayahangkatnya,jikajandalebih
muda15 tahun dari ibu angkatnya.
5.Syarat persetujuan dapat meliputi :
Dari suami istri yangmelakukanadopsi.
Dari orangtua alami anakyangdiadopsi.
Dari ibu anak apabila ayahmeninggal.
Dari anak yangdiadopsi sendiri ( tidak mutlak
).
6.Adopsi berbentukakta notaris, yaitupara pihak
datang,jika dikuasakan harus dengan surat kuasa
notaris,pernyataan persetujuan bersama orang tua
alami dengancalonorangtua angkat, dengan akta
adopsi. Adopsi yangtidak berbentuk notaris, batal
secara hukum.
7.Akibat hukum adopsi adalah sebagai berikut :
> Anak mendapat nama keturunanorang
tuaangkat.
> Anak yangdiadopsi dianggap dilahirkan
ataudianggap sah.
> Gugur hubunganperdatadenganorangtuaalam
2.5 Kepmen Kes RI No. 900/
Menkes/SK/VII/2002
Bidan diharuskan memenuhi persyaratan dan
perizinan untuk melaksanakan praktek, dalam
peraturanini, terdapat ketentuan-ketentuan secara
birokrasi hal-hal yangharus bidan penuhi sebelum
melakukan praktik dan juga terlampir informasi-
informasi petunjuk pelaksanaan praktik
kebidanan. bidan hal tersebut tertuang pada Bab
dan Pasal-pasal berikut :
PERIZINAN
Pasal 9
(1) Bidan yang menjalankan praktik harus
memiliki SIPB.
(2) Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana
kesehatan dan/atau perorangan.
Pasal 10
(1) SIPB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
diperoleh dengan mengajukan permohonan
kepada “Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat”.
(2) Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
dengan melampirkan persyaratan, antara lain
meliputi:
a. fotokopi SIB yang masih berlaku.
b. fotokopi ijazah Bidan.
c. surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan
masa bakti atau sebagai Pegawai Negeri atau
pegawai pada sarana kesehatan.
d. surat keterangan sehat dari dokter.
e. rekomendasi dari organisasi profesi.
f. pas foto 4 X 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Rekomendasi yang diberikan organisasi
profesi sebagaimanadimaksudpada ayat (2) huruf
e, setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian
kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan terhadap kode etik profesi serta
kesanggupan melakukan praktik bidan.
Pasal 11
(1) SIPB berlakusepanjangSIB belum habis masa
berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
(2) Pembaharuan SIPB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan.
Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka
pelaksanaanmasa bakti tidak memerlukan SIPB.
Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan praktik
berkewajiban meningkatkan kemampuan
keilmuan dan/atau keterampilannya melalui
pendidikan dan/atau pelatihan.
PRAKTIK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankanpraktiknya berwenang
untuk memberikan pelayanan
yang meliputi :
a. pelayanan kebidanan.
b. pelayanan keluarga berencana.
c. pelayanan kesehatan masyarakat.
Pasal 15
(1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan
anak.
(2) Pelayanan
kepada ibu diberikan pada masa pranikah,
prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa
nifas,
menyusui dan masa antara (periode interval).
(3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan
pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak
balita dan masa pra sekolah.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK
BIDAN
DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA
ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu
mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan;
1. bahwa dalam rangka menyelaraskan
kewenangan bidan dengan tugas pemerintahuntuk
meningkatkankualitas pelayanankesehatan yang
merata, perlu merevisi Peraturan Menteri
KesehatanNomorH K.02.02/Menkes/149/1/2010
tentangIzin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksuddalam huruf a dan huruf b,
perlu menetapkan kembali Peraturan Menteri
Kesehatan tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Bidan;
Mengingat:
1. Undang-UndangNomor 29Tahun 2004tentang
Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4431);
2. Undang-UndangNomor 32Tahun 2004tentang
Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
3. 3
Undang-UndangNomor 12Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
TambahanLembaranNegara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
TambahanLembaranNegara Republik Indonesia
Nomor 5072);
3. PeraturanPemerintahNomor32Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3637);
4. PeraturanPemerintahNomor38Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, PemerintahanDaerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
5. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/ XI/2005tentangOrganisasi dan
Tata KerjaDepartemen Kesehatan sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/ VI/2009
tentangPerubahanKedua Atas PeraturanMenteri
Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005
tentang
Organisasi dan TataKerja Departemen Kesehatan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
369/Menkes/SK/ 111/2007 tentang Standar
Profesi Bidan;
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
938/Menkes/SK/ VI11/2007 tentang Standar
Asuhan Kebidanan;
8. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor
161/Menkes/Per/1/2010 tentangRegistrasi Tenaga
Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI
KESEHATAN TENTANG IZIN DAN
PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1 Bidan adalah seorangperempuanyanglulus dari
pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat
yangdigunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif maupunrehabilitatif, yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau
masyarakat.
1. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya
disingkat STR adalah bukti tertulis yangdiberikan
oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang
diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
2. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya
disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan.
3. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya
disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik bidan
mandiri.
4. Standar adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi yang meliputi standar
pelayanan, standar profesi, dan standar
operasional prosedur.
5. Praktik mandiri adalah praktik bidan
swasta perorangan.
6. 8. Organisasi profesi adalah Ikatan
Bidan Indonesia (IBI)
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
(1) Bidan dapat menjalankan praktik mandiri
dan/ataubekerja di fasilitas pelayanankesehatan.
(2) Bidan yang menjalankan praktik mandiri
harus berpendidikan minimal Diploma III (D III)
Kebidanan.
Pasal 3
(1) Setiap bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2) Setiap bidan yang menjalankan praktik
mandiri wajib memiliki SIPB.
(3) SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu)
tempat.
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana
dimaksuddalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota dengan melampirkan:
1. fotocopySTR yangmasih berlaku dan
dilegalisasi;
2. surat keterangansehat fisikdari dokter
yang memiliki Surat Izin Praktik;
1. surat pernyataan memiliki
tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau
tempat praktik;
2. pas foto berwarna terbaru
ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
3. rekomendasi dari kepala
dinas kesehatankabupaten/kota ataupejabat yang
ditunjuk; dan
4. rekomendasi dari organisasi
profesi.
(2) Kewajiban memiliki STR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3
) Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga
KesehatanProvinsi (MTKP)dan/atauproses STR
belum dapat dilaksanakan,makaSurat Izin Bidan
ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh surat permohonan memperoleh
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir I terlampir.
(5) Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam
Formulir II terlampir
(6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam
Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1) SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota.
(2) Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh
dinas kesehatankabupaten/kota maka persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf e tidak diperlukan.
(3) Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau
ditolak harus disampaikanolehpemerintah daerah
kabupaten/kota atau dinas kesehatan
kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal
permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau
kerja palingbanyakdi 1 (satu) tempat kerja dan 1
(satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1) SIKB/SIPB berlakuselama STR masih berlaku
dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.
(2) Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota setempat
dengan melampirkan :
1. fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
2. fotokopi STR;
3. surat keterangansehat fisikdari dokter
yang memiliki Surat Izin Praktik;
4. pas foto berwarnaterbaru ukuran 4X6
cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
1. rekomendasi dari kepala
dinas kesehatankabupaten/kota ataupejabat yang
ditunjuk sesuai ketentuanPasal 4 ayat (1)huruf e;
dan
2. rekomendasi dari organisasi
profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
1. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi
dengan SIKB/SIPB.
2. masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang.
3. dicabut oleh pejabat yang berwenang
memberikan izin.
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang
untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
1. pelayanan kesehatan ibu;
2. pelayanan kesehatan anak; dan
3. pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada
masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan,masa
nifas, masa menyusui dan masa antara dua
kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
1. pelayanan konseling pada masa pra
hamil;
2. pelayanan antenatal pada kehamilan
normal;
3. pelayanan persalinan normal;
4. pelayanan ibu nifas normal;
5. pelayanan ibu menyusui; dan
6. pelayanankonselingpada masa antara
dua kehamilan.
(3
) Bidan dalam memberikan pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang
untuk:
1. episiotomi;
2. penjahitanluka jalan lahirtingkat I dan
II;
3. penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
4. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
5. pemberian vitaminA dosis tinggi pada
ibu nifas;
6. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu
dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
7. pemberian uterotonika pada
manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
8. penyuluhan dan konseling;
9. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
10. pemberian surat keterangankematian;
dan
11. pemberian surat keterangan cuti
bersalin.
Pasal 11
(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada
bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
(2) Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatananaksebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang untuk:
1. melakukan asuhan bayi baru lahir
normal termasuk resusitasi, pencegahanhipotermi,
inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1,
perawatan bayi barulahir pada masa neonatal (0
— 28 hari), dan perawatan tali pusat;
2. penangananhipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk;
3. penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan;
4. pemberian imunisasi rutin sesuai
program pemerintah;
5. pemantauan tumbuh kembang bayi,
anak balita dan anak pra sekolah;
6. pemberian konselingdan penyuluhan;
7. pemberian surat keterangankelahiran;
dan
8. pemberian surat keterangankematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c,
berwenang untuk:
1. memberikanpenyuluhan dan konseling
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana; dan
2. memberikanalat kontrasepsi oral dan
kondom.
Pasal 13
(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan
4. 4
yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
1. pemberian alat kontrasepsi suntikan,
alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
2. asuhan antenatal terintegrasi dengan
intervensi khusus penyakit kronis tertentu
dilakukan di bawah supervisi dokter;
3. penangananbayi dan anak balita sakit
sesuai pedoman yang ditetapkan;
4. melakukan pembinaan peran serta
masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak,
anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan
lingkungan;
5. pemantauan tumbuh kembang bayi,
anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
6. melaksanakan pelayanan kebidanan
komunitas;
7. melaksanakan deteksi dini, merujuk
dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya;
8. pencegahan penyalahgunaan
Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
9. pelayanan kesehatan lain yang
merupakan program Pemerintah.
(2) Pelayananalat kontrasepsi bawah kulit, asuhan
antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak
balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,
merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit
lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan
Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) hanya dapat dilakukanoleh bidan yang
dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1) Bagi bidan yangmenjalankanpraktikdi daerah
yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Daerah yang tidak memiliki dokter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan
oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) telahterdapat dokter, kewenangan
bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku.
Pasal 15
(1) Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota
menugaskan bidan praktik mandiritertentu untuk
melaksanakan program Pemerintah.
(2) Bidan praktik mandiri yang ditugaskan
sebagai pelaksana program pemerintahberhakatas
pelatihandan pembinaan dari pemerintah daerah
provi nsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter,
Pemerintah dan pemerintah daerah harus
menempatkanbidan dengan pendidikan minimal
Diploma III Kebidanan.
(2) Apabila tidak terdapat tenaga bidan
sebagaimana dimaksudpada ayat (1),Pemerintah
dan pemerintahdaerahdapat menempatkan bidan
yang telah mengikuti pelatihan.
(3) Pemerintahdaerah provinsi/kabupaten/kota b
ertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan
bagi bidan yangmemberikanpelayanan di daerah
yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri
harus memenuhi persyaratan meliputi:
1. memiliki tempat praktik, ruangan
praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan
kebidanan, serta peralatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
prasekolah yang memenuhi persyaratan
lingkungan sehat;
2. menyediakanmaksimal 2 (dua) tempat
tidur untuk persalinan; dan
3. memiliki sarana, peralatan dan obat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan
peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan
berkewajiban untuk:
1. menghormati hak pasien;
2. memberikaninformasi tentangmasalah
kesehatanpasiendan pelayananyangdibutuhkan;
3. merujuk kasus yang bukan
kewenangannya atautidakdapat ditangani dengan
tepat waktu;
4. meminta persetujuan tindakan yang
akan dilakukan;
5. menyimpan rahasia pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan;
6. melakukan pencatatan asuhan
kebidanan dan pelayanan lainnya secara
sistematis;
7. mematuhi standar ; dan
8. melakukan pencatatan dan pelaporan
penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk
pelaporan kelahiran dan kematian.
(2) Bidan dalam menjalankan praktik/kerja
senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, denganmengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan
dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3
) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan
harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan
mempunyai hak:
1. memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang
sesuai dengan standar;
2. memperoleh informasi yang lengkap
dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
3. melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangan dan standar; dan
4. menerima imbalan jasa profesi.
MENTERI KESEIIATAN
REPUBL1K INDONES4A
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1) Dalam melakukan tugasnya bidan wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat
praktik.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksudpada ayat (2) untuk bidan yang bekerja
di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1) Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan
mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan
yang bersangkutan.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadapsegala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi kesehatan.
(3) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
harus melaksanakanpembinaan dan pengawasan
penyelengaraan praktik bidan.
(4) Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksudpada ayat (1), KepalaDinas Kesehatan
Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga
bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta
menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk
pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di
wilayah tersebut
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib
melaporkanbidan yangbekerja dan yangberhenti
bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada
tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada
organisasi profesi.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan
tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2) Tindakan administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutanSIKB/SIPB untuksementara paling
lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan sanksi berupa rekomendasi
pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas
kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang
melakukan praktik tanpamemiliki SIPB ataukerja
tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2) Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
mengenakansanksi teguranlisan,teguran tertulis
sampai dengan pencabutanizin fasilitas pelayanan
kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai
SIKB.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Bidan yang telah mempunyai SIPB
berdasarkan Keputusan Menteri KesehatanNomor
900/Menkes/SK/VII/2002tentang Registrasi dan
Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010tentangIzin
dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan
telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini
sampai dengan masa berlakunya berakhir.
MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
(2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin
Bidan yang bersangkutan telah habis jangka
waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI)dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi
(MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat
melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yangtelah melaksanakan kerja di fasilitas
pelayanankesehatansebelum ditetapkanPeraturan
ini harus memiliki SIKB berdasarkanPeraturanini
paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III
(D III) Kebidanan yang menjalankan praktik
mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturanini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002tentang Registrasi dan
Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan
perizinan dan praktik bidan; dan
2. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.