SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN
                  KESEHATAN DALAM KEBIDANAN


A. PP 32 tahun 1996
      Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu
menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
   1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran
      Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      3495);
   2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
      (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
      Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
      Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang
      Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108,
      Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
   3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional
      (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3547);
   4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
      (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
      Nomor 3637);
   5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
      Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
      Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      3952);
   6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
      Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
      Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor
      4090);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang
   Registrasi Dan Praktik Bidan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang
   Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
   Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu         : keputusan menteri kesehatan tentang standar profesi bidan.
Kedua          : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana
                tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga         : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum
                Kedua agardigunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam
                menjalankan tugas profesinya.
Keempat        : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
                Kabupaten/Kota         melakukan   pembinaan     dan    pengawasan
                pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi
                profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima         : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


                                                               Ditetapkan di Jakarta
                                                       pada tanggal 27 Maret 2007
                                                        MENTERI KESEHATAN,
                                         Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)


B.UU 36 tahun 2009
    pembangunan      kesehatan       harus   memperhatikan   berbagai   asas   yang
memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya
kesehatan sebagai berikut:
1. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
   dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
   Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
2. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan
   antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta
   antara material dan sipiritual.
3. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harusmemberikan
   manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang
   sehat bagi setiap warga negara.
4. Asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat
   memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima
   pelayanan kesehatan.
5. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan
   kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk
   kesamaan kedudukan hukum.
6. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat
   memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan
   masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.
7. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak
   membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.
8. asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan
  Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
  keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.
       Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada
suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yangnyata dari
setiap orang atau masyarakat.      Upaya kesehatan harus selalu diusahakan
peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai
investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
       Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata kepada
masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang merata dalam arti
pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke seluruh wilayah sampai ke
daerah terpencil sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan
kesehatan. Peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
perlu digerakkan dan diarahkan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dan
Untuk melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan diseluruh
wilayah sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat.
Fase yang harus diperhatikan sebagai petugas kesehatan :
a. Fase janin
b. Ibu Hamil
c. Anak-anak
d. Remaja
e. Dewasa
f. Lanjut Usia.
         Bidan memberikan penyuluhan mengenai “pemberian air susu ibu
ekslusif” yang dalam ketentuan ini adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6
bulan, dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan
memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan
makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI berdasarkan pada
“indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak
memungkinkanmemberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang
ditetapkan oleh tenaga medis.
        Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas informasi dan edukasi
serta   layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi remaja dengan
memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai gangguan
kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi anak.
Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan kesehatan
melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk meningkatkan
kemampuan hidup anak dalamlingkungan hidup yang sehat sehingga dapat
belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber
daya manusia yang berkualitas.


C. berdasarkan PP tentang aborsi dan bayi tabung
Aborsi Di Indonesia diatur oleh:
• Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum
    Pidana (KUHP) - dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar
    hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
•   Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi
    Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.
• Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan - dalam kondisi
    tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Sampai dengan saat
    ini masih diterapkan.
Keuntungan:
• Undang-undang (KUHP) dibuat pada jaman Belanda untuk menyelamatkan ibu
   dari kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun).
   Kerugian:
• Aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa
   dilakukan secara aman (safe abortion).
• UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi
   yang salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang
   dihukum. Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari pelayanan
   (ibu), dan yang membantu mendapatkan pelayanan, dinyatakan bersalah.
• Akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi
   tinggi karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih
   Aborsi seharusnya:
1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan dokter umum yang ditunjuk dan
  terlatih (bersertifikat)
  Keuntungan: Aborsi bisa dilakukan secara aman (safe abortion).
   Kerugian: Profesi lain selain dokter yang ditunjuk dan tersertifikasi, tidak
               diperkenankan untuk memberikan pelayanan aborsi
2. Dilakukan di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk.
   Keuntungan:
     Aborsi dapat dilakukan secara lebih aman, karena rumah sakit dan klinik
      yang ditunjuk akan dimonitor keamanan dan kualitasnya.
   Kerugian:
     Fasilitas kesehatan yang tidak ditunjuk pemerintah, dilarang memberikan
      pelayanan aborsi
     Rumah sakit dan klinik yang ditunjuk, hanya diijinkan memberikan
      pelayanan aborsi pada perempuan dengan usia kehamilan tidak lebih dari
      usia kehamilan yang ditentukan.
3. Disetujui oleh sekurang-kurangnya seorang konselor dan seorang dokter yang
   ditunjuk, atau oleh seorang dokter bila dalam keadaan darurat (emergency).
   Keuntungan :
 1. Kerahasiaan pasien terjamin
2. Pasien mendapatkan pertolongan sesegera mungkin
 3. Pasien diberikan konseling, sebelum mendapatkan pelayanan medis.
     Kerugian :
     a. Keputusan aborsi ditentukan oleh satu konselor dan satu dokter
     b. Terjadi penundaan bagi perempuan untuk mendapatkan pelayanan aborsi
        aman
     c. Dokter merasa lebih berwenang dibandingkan konselor
     d. Dokter yang ditunjuk harus menjaga kode etik kedokteran
     e. Dokter    dibolehkan   untuk      tidak   menuliskan   alasan    penolakan
        memberikan pelayanan aborsi kepada pasien
     f. Dokter bisa menolak untuk memberikan pelayanan aborsi kepada
        pasiennya
     g. Tantangan dari kelompok konselor dan dokter anti aborsi.
 4. Tindak aborsi dibolehkan dalam kondisi perempuan sebagai berikut:
     (a) Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis
        menunjukkan munculnya risiko lebih besar pada pasien (perempuan) bila
        kehamilan dilanjutkan, seperti gangguan mental, fisik dan psikososial
     (b) Ancaman gangguan/cacat mental permanen pasien (perempuan)
     (c) Membahayakan jiwa pasien (perempuan) jika kehamilan dilanjutkan
     (d) Risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita
        cacat fisik/mental yang serius.
     (e) Dalam menentukan risiko tindakan seperti yang tersebut di atas, dokter
        harus mempertimbangkan keadaan pasien pada saat itu.


PENJELASAN KONDISI
a) Risiko gangguan fisik, mental dan psikososial perempuan: batas toleransi usia
   kehamilan 12 minggu
b) Keuntungan: Penafsiran konselor dan/atau dokter bahwa dengan melanjutkan
   kehamilan pasien akan mengalami gangguan kesehatan fisik, mental dan
   psikososial.
c) Kerugian: Hukum dapat ditafsirkan secara kaku oleh sebagian dokter dan/atau
   konselor untuk tidak mengijinkan tindak aborsi tanpa adanya bukti-bukti
   riwayat sakit fisik dan mental pasien.
d) Risiko cacat fisik dan mental pasien (perempuan) yang permanen: tidak ada
   batasan usia kehamilan
e) Keuntungan: Dalam kondisi pasien terancam cacat fisik dan mental secara
   permanen, perempuan dengan usia kehamilan di atas 12 minggu dibolehkan
   mendapatkan pelayanan aborsi.
f) Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter
g) Mengancam jiwa pasien: tidak ada batasan usia kehamilan
h) Keuntungan: Disetujui/didukung oleh banyak orang
i) Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter
j) Janin tidak normal: tidak ada batasan usia kehamilan
k) Keuntungan: Dalam kondisi janin tidak normal, perempuan dengan usia
   kehamilan di atas 12 minggu dibolehkan melakukan aborsi.
Kerugian:
   a. Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter mengenai definisi/kriteria
         cacat serius
   b. Aborsi dianggap ilegal bila janin ternyata tidak cacat
   c. Aborsi dianggap ilegal bila keputusan diambil berdasarkan pertimbangan
         jender.


Bayi tabung
         Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan
suami isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin
mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya
menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim
ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut
agama.
         Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan
syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal
itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil
pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian
pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah
meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari
pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram.
       Adapun undang-undang bayi tabung jika dilihat dari sudut pandang hukum
perdata di Indonesia, bisa ditemui dalam Pasal 127 ayat (1) UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Pasal tersebut mengatur tentang upaya kehamilan yang
dilakukan di luar cara alamiah, yakni hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami
isteri yang sah dengan ketentuan:
     a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan
        ditanamkan dalam rahim isteri dari mana ovum berasal
     b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
        kewenangan untuk itu
     c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
       Dengan demikian status anak tersebut adalah anak sah sehingga ia
memiliki hubungan waris dan keperdataan sebagaimana yang berlaku pada anak
kandung.
       Namun Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang isteri ketika
ia telah bercerai dari suaminya, maka status anak yang terlahir sah jika anak
tersebut lahir sebelum 300 hari sejak perceraian terjadi. Bila anak terlahir setelah
masa 300 hari sejak perceraian, status anak tidak sah sehingga ia tidak memiliki
hubungan keperdataan apapun dengan mantan suami dari sang ibu (Pasal 255
KUH Perdata).
       Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau
dari beberapa kondisi berikut ini:
       Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan
memiliki hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal
250 KUH Perdata).
       Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami,
maka anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari
pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH
Perdata)
          Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan
tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak
yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut.
          Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang
terlahir adalah anak di luar nikah penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan
segera merujuk pemberian minum.


D.Berdasarkan pemenkes Hk.02.02/Menkes/149/I/2010
          Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010,
kewenangan Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi:
1. Pelayanan kebidanan
          Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan bayi. Pelayanan kebidanan
kepada ibu diberikan pada masa kehamilan,masa persalinan, masa nifas, dan masa
menyusui. Pelayanan kebidanan kepada bayi diberikan pada bayi baru lahir
normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.Pelayanan kebidanan kepada ibu
meliputi:
   a. penyuluhan dan konseling;
   b. pemeriksaan fisik;
   c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
   d. pertolongan persalinan normal;
   e. pelayanan ibu nifas normal;
          Pelayanan kebidanan kepada bayi meliputi pemeriksaan bayi baru lahir
yaitu :
  a. perawatan tali pusat
  b. perawatan bayi
  c. resusitasi pada bayi baru lahir
  d. pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah dan
      pemberian penyuluhan.
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu berwenang
untuk: Pemberian surat keterangan kelahiran dan pemberian surat keterangan
hamil untuk keperluan cuti melahirkan.
2. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
      Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
berwenang untuk: dengan sonde /pipet; pemberian obat bebas, uterotonika untuk
postpartum dan memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi
dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah   dengan    supervisi   dokter;   memberikan     penyuluhan/konseling
pemilihan kontrasepsi melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan memberikan konseling dan
tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.
3. Pelayanan kesehatan masyarakat.
      Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
       Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan
bayi melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas dan melaksanakan deteksi
dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS),
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta
penyakit lainnya.
       Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan
tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan
diluar kewenangannya. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan
pelayanan kesehatan diluar kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter
adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter,
kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.
       Kewenangan        yang      diatur     dalam        Permenkes     Nomor
Hk.02.02/Menkes/149/I/2010      pada     perkembangannya     ternyata   dianggap
menghambat program karena kewenagan bidan disini sangat dibatasi seperti
pelayanan kebidanan hanya diberikan kepada bayi dan diberikan pada bayi baru
lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari diamana sebenarnya bidan
memberikan pelayanan kebidanan kepada anak dan diberikan pada bayi baru lahir,
bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
       Untuk menunjang pelaksanaan penurunan kematian ibu dan bayi/anak
maka    Permenkes     Nomor     Hk.02.02/Menkes/149/I/2010     direvisi     dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mengatur kewenangan
bidan untuk memberikan pelayanan sebagai berikut yang meliputi:
        a. Pelayanan kesehatan ibu
        b. Pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi
           perempuan dan keluarga berencana.
4. Pelayanan kesehatan ibu
       Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
       Pelayanan kesehatan ibu meliputi:
    a. pelayanan konseling pada masa pra hamil
    b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal
    c. pelayanan persalinan normal
    d. pelayanan ibu nifas normal
    e. pelayanan ibu menyusui
    f. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
       Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berwenang untuk:
   a. Episiotomi
   b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
   c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
   d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
   e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
   f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
       eksklusif
   g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h. Penyuluhan dan konseling
   i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
   j. Pemberian surat keterangan kematian
   k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.


2. Pelayanan kesehatan anak
      Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir,bayi, anak balita,
dan anak pra sekolah. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak
berwenang untuk:
     a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
        pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1,
        perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal dan perawatan tali pusat.
     b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
     c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
     d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
     e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
     f. Pemberian konseling dan penyuluhan
     g. Pemberian surat keterangan kelahiran
     h. Pemberian surat keterangan kematian.


3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
    Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana, berwenang untuk:
      Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
      Selain kewenangan tersebut bidan yang menjalankan program Pemerintah
berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
   memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
   tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter
3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan
   anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak
   sekolah
6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
   Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,penyalahgunaan
   Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit
   lainnya
8. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
        Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi,
penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat
dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu. Bagi bidan yang menjalankan praktik
di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di
luar kewenangannya.
       Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa
yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal daerah
tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku.
Untuk bidan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan
   kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak
   balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
b. Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan
c. Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku


E. berdasarkan permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010
       Berdasarkan     Peraturan   Menteri   Kesehatan    (Permenkes)      Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1. Kewenangan normal:
    o Pelayanan   kesehatan ibu
o Pelayanan   kesehatan anak
    o Pelayanan   kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah
3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki
   dokter
       Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan.
Kewenangan ini meliputi:
1. Pelayanan kesehatan ibu
   1) Ruang lingkup:
    a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
    b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
    c. Pelayanan persalinan normal
    d. Pelayanan ibu nifas normal
    e. Pelayanan ibu menyusui
    f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
   2) Kewenangan:
     a. Episiotomi
     b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
     c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
     d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
     e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas
     f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu
         ibu (ASI) eksklusif
     g. § Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
     h. § Penyuluhan dan konseling
     i. § Bimbingan pada kelompok ibu hamil
     j. § Pemberian surat keterangan kematian
     k. § Pemberian surat keterangan cuti bersalin
2. Pelayanan kesehatan anak
   1) Ruang lingkup:
     a. Pelayanan bayi baru lahir
     b. Pelayanan bayi
c. Pelayanan anak balita
     d. Pelayanan anak pra sekolah
  2) Kewenangan:
     a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
         pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K
         1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan
         perawatan tali pusat
     b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
     c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
     d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
     e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
     f. Pemberian konseling dan penyuluhan
     g. Pemberian surat keterangan kelahiran
     h. Pemberian surat keterangan kematian
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan
  kewenangan:
   1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
      dan keluarga berencana
   2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom
   Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan
yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk
melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
   1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
      memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit
   2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis
      tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)
   3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
   4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan
      anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
   5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak
      sekolah
   6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap
       Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit
       lainnya
   8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
       lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
   9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah
   Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,
merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah
mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada
dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak
berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.


F. Menkes 161 Tahun 2010
    PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
                       NOMOR 161/MENKES/PER/2010
                                   TENTANG
                    REGISTRASI TENAGA KESEHATAN


Menimbang : 1. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 23 tahun 2004
                   tentang    pemerintahan    daerah(lembaran        negara   republik
                   indonesia tahun 2004 nomor 125.(tambahn lembaran negara
                   republik indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah
                   terakhir dengan undang-undang nomor 12 tahun 2008 tentang
                   perubahan kedua atas undang-undang no 32 tahun 2004
                   tentang pemerintahan daerah (lembaran negara republik
indonesia tahun 2008 nomor 59,tambahan lembaran negara
                  republik indonesia nomor 4844)
2. undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan        (lembaran negara
republik indonesia tahun 2009 nomor 144. Tambahan lembaran negara republik
indonesia nomor 5063)
3. undang undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran negara
republik indonesia tahun 2009 nomor 153. Tambahan lembaran negara republik
indonesia nomor 5073)
 4. peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2009 tentang tenaga kesehatan
(lembaran negara republik indonesia tahun 1996 nomor 49. Tambahan lembaran
negara republik indonesia nomor 3637)
 5. peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintahan antara pemerintah,pemerintah daerah propinsi,dan pemerintahan
daerah kabupaten /kota (lembaran negara republik indonesia tahun 2007 nomor
82. Tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4737)
       peraturan menteri kesehatan nomor 1575/menkes/per/XI/2005 tentang
       organisasi dan tata kerja departemen kesehatan sebagaimana telah diubah
       terakhir    dengan      peraturan     menteri     kesehatan      nomor
       439/menkes/per/VI/2009 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri
       kesehatan nomor 1575/menkes/per/XI/2005 tentang organisasi dan tata
       kerja departemen kesehatan.


       MEMUTUSKAN :
        Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
                        REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
BAB I
                            KETENTUAN UMUM
                                         Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
   tenaga kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
   pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
   kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
   menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
   kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
   daerah,dan /atau masyarakat.
3) Uji kompetisi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,keterampilan


G. UU Praktik Kedokteran
   1. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
      a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada
          ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan
          termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika
          profesi;
      b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
          memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam
          rangka     mempertahankan    dan    meningkatkan   derajat   kesehatan
          masyarakat;
      c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
          mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap
          orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan
          yang bermutu;
      d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
          memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku,
          bangsa, agama, status sosial, dan ras;
e. keseimbangan      adalah     bahwa     dalam   penyelenggaraan   praktik
          kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara
          kepentingan individu dan masyarakat;
      f. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan
          praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan
          semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan
          dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.
       Yang dimaksud dengan “standar pendidikan profesi dokter dan dokter
gigi” adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan        yang      berkaitan    dengan     sistem     pendidikan
nasional.Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter gigi
dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi institusi
pendidikan kedokteran gigi dengan
mengikutsertakan kolegium kedokteran, kolegium kedokterangigi, dan asosiasi
rumah sakit pendidikan.
       Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter spesialis dan dokter
gigi spesialis dilakukan oleh kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi
dengan mengikutsertakan asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi
institusi pendidikan kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan.Konsil
Kedokteran Indonesia mengesahkan standar pendidikan profesi dokter, dokter
spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang telah ditetapkan tersebut
diatas. Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran” adalah
suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas kedokteran yang berfungsi
memberikan pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin kualitas
pendidikan kedokteran yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran.
       berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah
pasien yang bersangkutan.Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di
bawah pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis
dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung,
anak-anak kandung atau saudarasaudara kandung.
       Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak
diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang
sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Dalam
hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, maka penjelasan
diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila tidak ada yang
mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan
maka penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada kesempatan
pertama pasien sudah sadar.


H. Permenkes 512 tahun 2007
   Pelaksanaan praktik
   Pasal 14
(1) Praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan berdasarkan
    hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam
    upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
    pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
(2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya maksimal
    pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dan dokter gigi
    dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar
    pelayanan,standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis
    pasien.
(3) Upaya maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sesuai dengan
    situasi dan kondisi setempat.
Pasal 15
(1) Dokter dan dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan
    kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan
    tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau
    kedokteran gigi.
(2) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) harus sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan
    dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga lainnya dalam
    keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak
terdapat dokter dan dokter gigi di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan
        Peraturan Menteri.
    Pasal 16
    (1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter dan dokter
        gigi yang melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan yang
        bersangkutan.
    (2) Daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
        dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP pada sarana pelayanan kesehatan
        yang bersangkutan.
    (3) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib menempatkan daftar dokter dan
        dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tempat yang mudah
        dilihat.


    Pasal 17
    (1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik
      perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat nama dokter atau
    dokter gigi dan nomor registrasi, sesuai dengan SIP yang diberikan.
    (3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2) berhalangan
      melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi pengganti.
(4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
    dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di
    tempat tersebut.
(5) Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan,
    dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan dokter spesialis
    atau dokter gigi spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada
    pasien.


    Pasal 18
(1) Dokter dan dokter gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah
    menunjuk dokter pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) wajib
    membuat pemberitahuan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempelkan atau
    ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat.
    Pasal 19
(1) Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai
    dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki serta kewenangan lainnya yang
    ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
(2) Dokter dan dokter gigi, dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan
    gawat darurat guna penyelamatan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat
    melakukan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi diluar kewenangannya sesuai
    dengan kebutuhan medis.
(3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
    dilakukan sesuai dengan standar profesi.

More Related Content

What's hot

Hak dan-kewajiban-pasien
Hak dan-kewajiban-pasienHak dan-kewajiban-pasien
Hak dan-kewajiban-pasienChandra Crew
 
Kmk 369 bidan
Kmk 369 bidanKmk 369 bidan
Kmk 369 bidanTuti Arly
 
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan Lainnya
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan LainnyaPeta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan Lainnya
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan LainnyaSuprijanto Rijadi
 
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014Suprijanto Rijadi
 
Buku digital standar profesi perawat
Buku digital standar profesi perawatBuku digital standar profesi perawat
Buku digital standar profesi perawatDedi Suwandi
 
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehatan
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehatanEtika profesi perekam medis dan informasi kesehatan
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehataniyandri tiluk wahyono
 
Sistem Penghargaan Bagi Bidan
Sistem Penghargaan Bagi BidanSistem Penghargaan Bagi Bidan
Sistem Penghargaan Bagi BidanGrhasta Dian
 
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatan
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatanUu nomor 38 tahun 2014 keperawatan
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatanWinarto Winartoap
 
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalamDedi Suwandi
 
Majelis Pertimbangan Etik Profesi
Majelis Pertimbangan Etik Profesi Majelis Pertimbangan Etik Profesi
Majelis Pertimbangan Etik Profesi pjj_kemenkes
 
Presentasi sanksi bidan
Presentasi sanksi bidanPresentasi sanksi bidan
Presentasi sanksi bidanEsty Octavia
 
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidan
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidanEtikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidan
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidanRina Septi Andriani
 

What's hot (19)

Hak dan-kewajiban-pasien
Hak dan-kewajiban-pasienHak dan-kewajiban-pasien
Hak dan-kewajiban-pasien
 
Kmk 369 bidan
Kmk 369 bidanKmk 369 bidan
Kmk 369 bidan
 
Kelompok 1 komite etik
Kelompok 1 komite etikKelompok 1 komite etik
Kelompok 1 komite etik
 
Perlindungan hukum pasien
Perlindungan hukum pasienPerlindungan hukum pasien
Perlindungan hukum pasien
 
pemasaran jasa sosial kebidanan
pemasaran jasa sosial kebidananpemasaran jasa sosial kebidanan
pemasaran jasa sosial kebidanan
 
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
 
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan Lainnya
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan LainnyaPeta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan Lainnya
Peta UU Rumah Sakit Ditengah UU Kesehatan Lainnya
 
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014
Naskah UU Keperawatan Final Akan disahkan Oktober 2014
 
Buku digital standar profesi perawat
Buku digital standar profesi perawatBuku digital standar profesi perawat
Buku digital standar profesi perawat
 
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehatan
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehatanEtika profesi perekam medis dan informasi kesehatan
Etika profesi perekam medis dan informasi kesehatan
 
UU Praktik Kedokteran
UU Praktik KedokteranUU Praktik Kedokteran
UU Praktik Kedokteran
 
Sistem Penghargaan Bagi Bidan
Sistem Penghargaan Bagi BidanSistem Penghargaan Bagi Bidan
Sistem Penghargaan Bagi Bidan
 
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatan
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatanUu nomor 38 tahun 2014 keperawatan
Uu nomor 38 tahun 2014 keperawatan
 
Peraturan dan perundang AKPER PEMKAB MUNA
Peraturan dan perundang AKPER PEMKAB MUNA Peraturan dan perundang AKPER PEMKAB MUNA
Peraturan dan perundang AKPER PEMKAB MUNA
 
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam
4. lingkup asesmen kompetensi keperawatan penyakit dalam
 
Majelis Pertimbangan Etik Profesi
Majelis Pertimbangan Etik Profesi Majelis Pertimbangan Etik Profesi
Majelis Pertimbangan Etik Profesi
 
Presentasi sanksi bidan
Presentasi sanksi bidanPresentasi sanksi bidan
Presentasi sanksi bidan
 
Kelompok 4 komite etik
Kelompok 4 komite etikKelompok 4 komite etik
Kelompok 4 komite etik
 
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidan
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidanEtikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidan
Etikolegal tanggung jawab dan tanggung gugat bidan
 

Viewers also liked

Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Makalah kap
Makalah kapMakalah kap
Makalah kapSaid Jie
 
Standar pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidananStandar pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidananNova Ci Necis
 
Standar Praktek Kebidanan
Standar Praktek KebidananStandar Praktek Kebidanan
Standar Praktek Kebidananpjj_kemenkes
 
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalah
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalahModel pengambilan keputusan dilema etik dan masalah
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalahFuzzam Madridistas
 
prinsip etika dalam pelayanan kebidanan
prinsip etika dalam pelayanan kebidananprinsip etika dalam pelayanan kebidanan
prinsip etika dalam pelayanan kebidananDian Arifah
 
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan Hukum Kesehatan dalam Kebidanan
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan pjj_kemenkes
 
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Isu etik dalam pelayanan kebidanan
Isu etik dalam pelayanan kebidananIsu etik dalam pelayanan kebidanan
Isu etik dalam pelayanan kebidananAl-Ikhlas14
 
Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent pjj_kemenkes
 
Disiplin dan standar pelayanan kebidanan
Disiplin dan standar pelayanan kebidananDisiplin dan standar pelayanan kebidanan
Disiplin dan standar pelayanan kebidananBayu Fijrie
 
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidananMateri issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidananLatifah Safriana
 
standar profesi kebidanan
standar profesi kebidananstandar profesi kebidanan
standar profesi kebidananMira Dw
 
Makalah Etik Keperawatan
Makalah Etik KeperawatanMakalah Etik Keperawatan
Makalah Etik KeperawatanAmee Hidayat
 
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanPemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanTri Widodo W. UTOMO
 

Viewers also liked (20)

Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Informed choice & consent AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
 
Makalah kap
Makalah kapMakalah kap
Makalah kap
 
Standar praktik kebidanan
Standar praktik kebidananStandar praktik kebidanan
Standar praktik kebidanan
 
Makalah bayi tabung dalam sudut pandangan islam
Makalah bayi tabung dalam sudut  pandangan islamMakalah bayi tabung dalam sudut  pandangan islam
Makalah bayi tabung dalam sudut pandangan islam
 
Standar pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidananStandar pelayanan kebidanan
Standar pelayanan kebidanan
 
Pengkayaan etikolegal
Pengkayaan etikolegalPengkayaan etikolegal
Pengkayaan etikolegal
 
Etika fvia
Etika fviaEtika fvia
Etika fvia
 
Aspek hukum dalam praktek kebidanan
Aspek hukum dalam praktek kebidananAspek hukum dalam praktek kebidanan
Aspek hukum dalam praktek kebidanan
 
Standar Praktek Kebidanan
Standar Praktek KebidananStandar Praktek Kebidanan
Standar Praktek Kebidanan
 
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalah
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalahModel pengambilan keputusan dilema etik dan masalah
Model pengambilan keputusan dilema etik dan masalah
 
prinsip etika dalam pelayanan kebidanan
prinsip etika dalam pelayanan kebidananprinsip etika dalam pelayanan kebidanan
prinsip etika dalam pelayanan kebidanan
 
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan Hukum Kesehatan dalam Kebidanan
Hukum Kesehatan dalam Kebidanan
 
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
Materi perkuliahan etika dan hukum kesehatan AKBID PARAMATA KABUPATEN MUNA
 
Isu etik dalam pelayanan kebidanan
Isu etik dalam pelayanan kebidananIsu etik dalam pelayanan kebidanan
Isu etik dalam pelayanan kebidanan
 
Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent
 
Disiplin dan standar pelayanan kebidanan
Disiplin dan standar pelayanan kebidananDisiplin dan standar pelayanan kebidanan
Disiplin dan standar pelayanan kebidanan
 
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidananMateri issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
Materi issue etik yang terjadi dalam pelayanan kebidanan
 
standar profesi kebidanan
standar profesi kebidananstandar profesi kebidanan
standar profesi kebidanan
 
Makalah Etik Keperawatan
Makalah Etik KeperawatanMakalah Etik Keperawatan
Makalah Etik Keperawatan
 
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan KeputusanPemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
Pemecahan Masalah & Pengambilan Keputusan
 

Similar to Peraturan dan perundang1 (2)

Kmk 369 bidan
Kmk 369 bidanKmk 369 bidan
Kmk 369 bidanTuti Arly
 
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapi
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapiPermenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapi
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapiTaufiku Rahman
 
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docx
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docxPERUNDANGAN KEBIDANAN.docx
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docxcandra_cun
 
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatanSesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatanMuklis Bat'Rock
 
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfPanduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfNajwa852066
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasyose rizal
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasFikri Jafar
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_220141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2anisa_13
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasbedjobadoeng
 
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasPermenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasFitri Riyanto
 
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasPMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasUFDK
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)JOEM Haj
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmasFachrul_Herdiyana
 

Similar to Peraturan dan perundang1 (2) (20)

Kmk 369 bidan
Kmk 369 bidanKmk 369 bidan
Kmk 369 bidan
 
Ar ornamen (1)
Ar ornamen (1)Ar ornamen (1)
Ar ornamen (1)
 
alpraktik rupture
alpraktik rupturealpraktik rupture
alpraktik rupture
 
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapi
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapiPermenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapi
Permenkes 65 tahn 2015 ttg standar pelayanan fisioterapi
 
Bu srtin
Bu srtinBu srtin
Bu srtin
 
Permenkes no 75_tahun_2014
Permenkes no 75_tahun_2014Permenkes no 75_tahun_2014
Permenkes no 75_tahun_2014
 
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docx
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docxPERUNDANGAN KEBIDANAN.docx
PERUNDANGAN KEBIDANAN.docx
 
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
Etika dalam profesi kebidanan AKPER PEMKAB MUNA
 
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatanSesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan
Sesi 2 undang undang RI no.36 tahun 2009 tentang kesehatan
 
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdfPanduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
Panduan Praktik Klinik di Faskes Primer.pdf
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_220141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas_2
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmasPmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmasPermenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
Permenkes no-75-th-2014-ttg-puskesmas
 
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang PuskesmasPMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
PMK no.75_Tahun 2014 Tentang Puskesmas
 
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
Pmk no-75-th-2014-ttg-puskesmas (2)
 
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
20141210110659.pmk no 75_th_2014_ttg_puskesmas
 
Pmk no.-75-ttg-puskesmas
Pmk no.-75-ttg-puskesmasPmk no.-75-ttg-puskesmas
Pmk no.-75-ttg-puskesmas
 
Pmk no.-9-ttg-puskesmas
Pmk no.-9-ttg-puskesmasPmk no.-9-ttg-puskesmas
Pmk no.-9-ttg-puskesmas
 

More from asep nababan

Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hcTerapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hcasep nababan
 
Makalah mengenai gizi
Makalah mengenai giziMakalah mengenai gizi
Makalah mengenai giziasep nababan
 
Makalah konsep kebidanan1
Makalah konsep kebidanan1Makalah konsep kebidanan1
Makalah konsep kebidanan1asep nababan
 
Makalah gizi seimbang pada anak
Makalah gizi seimbang pada anakMakalah gizi seimbang pada anak
Makalah gizi seimbang pada anakasep nababan
 
Makalah etika kebidanan
Makalah etika kebidananMakalah etika kebidanan
Makalah etika kebidananasep nababan
 
Konsep dasar keperawatan
Konsep dasar keperawatanKonsep dasar keperawatan
Konsep dasar keperawatanasep nababan
 
Kebiasaan pernikahan
Kebiasaan pernikahanKebiasaan pernikahan
Kebiasaan pernikahanasep nababan
 

More from asep nababan (10)

Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hcTerapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
Terapi kelompok terapeutik anak usia sekola hc
 
Makalah mengenai gizi
Makalah mengenai giziMakalah mengenai gizi
Makalah mengenai gizi
 
Makalah konsep kebidanan1
Makalah konsep kebidanan1Makalah konsep kebidanan1
Makalah konsep kebidanan1
 
Makalah karo (2)
Makalah karo (2)Makalah karo (2)
Makalah karo (2)
 
Makalah gizi seimbang pada anak
Makalah gizi seimbang pada anakMakalah gizi seimbang pada anak
Makalah gizi seimbang pada anak
 
Makalah etika kebidanan
Makalah etika kebidananMakalah etika kebidanan
Makalah etika kebidanan
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Liske makalah
Liske makalahLiske makalah
Liske makalah
 
Konsep dasar keperawatan
Konsep dasar keperawatanKonsep dasar keperawatan
Konsep dasar keperawatan
 
Kebiasaan pernikahan
Kebiasaan pernikahanKebiasaan pernikahan
Kebiasaan pernikahan
 

Peraturan dan perundang1 (2)

  • 1. PERATURAN DAN PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN KESEHATAN DALAM KEBIDANAN A. PP 32 tahun 1996 Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
  • 2. 7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi Dan Praktik Bidan; 8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
  • 3. MEMUTUSKAN: Menetapkan : Kesatu : keputusan menteri kesehatan tentang standar profesi bidan. Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini. Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agardigunakan sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya. Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing. Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Maret 2007 MENTERI KESEHATAN, Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K) B.UU 36 tahun 2009 pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan sebagai berikut: 1. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa. 2. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta antara material dan sipiritual. 3. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harusmemberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap warga negara.
  • 4. 4. Asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan kesehatan. 5. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. 6. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. 7. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki. 8. asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yangnyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata kepada masyarakat, diperlukan ketersediaan tenaga kesehatan yang merata dalam arti pendayagunaan dan penyebarannya harus merata ke seluruh wilayah sampai ke daerah terpencil sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh layanan kesehatan. Peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan perlu digerakkan dan diarahkan agar dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dan Untuk melaksanakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat diperlukan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan diseluruh wilayah sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat. Fase yang harus diperhatikan sebagai petugas kesehatan : a. Fase janin b. Ibu Hamil c. Anak-anak
  • 5. d. Remaja e. Dewasa f. Lanjut Usia. Bidan memberikan penyuluhan mengenai “pemberian air susu ibu ekslusif” yang dalam ketentuan ini adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan, dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Pemberian ASI berdasarkan pada “indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkanmemberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis. Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak atas informasi dan edukasi serta layanan kesehatan termasuk kesehatan reproduksi remaja dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan dan penyakit yang dapat menghambat pengembangan potensi anak. Setiap anak usia sekolah dan remaja berhak mendapatkan pendidikan kesehatan melalui sekolah dan madrasah dan maupun luar sekolah untuk meningkatkan kemampuan hidup anak dalamlingkungan hidup yang sehat sehingga dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. C. berdasarkan PP tentang aborsi dan bayi tabung Aborsi Di Indonesia diatur oleh: • Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) - dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan. • Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. • Undang-undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan - dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi). Sampai dengan saat ini masih diterapkan.
  • 6. Keuntungan: • Undang-undang (KUHP) dibuat pada jaman Belanda untuk menyelamatkan ibu dari kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun). Kerugian: • Aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa dilakukan secara aman (safe abortion). • UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi yang salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang dihukum. Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari pelayanan (ibu), dan yang membantu mendapatkan pelayanan, dinyatakan bersalah. • Akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi tinggi karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih Aborsi seharusnya: 1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan dokter umum yang ditunjuk dan terlatih (bersertifikat) Keuntungan: Aborsi bisa dilakukan secara aman (safe abortion). Kerugian: Profesi lain selain dokter yang ditunjuk dan tersertifikasi, tidak diperkenankan untuk memberikan pelayanan aborsi 2. Dilakukan di rumah sakit atau klinik yang ditunjuk. Keuntungan: Aborsi dapat dilakukan secara lebih aman, karena rumah sakit dan klinik yang ditunjuk akan dimonitor keamanan dan kualitasnya. Kerugian: Fasilitas kesehatan yang tidak ditunjuk pemerintah, dilarang memberikan pelayanan aborsi Rumah sakit dan klinik yang ditunjuk, hanya diijinkan memberikan pelayanan aborsi pada perempuan dengan usia kehamilan tidak lebih dari usia kehamilan yang ditentukan. 3. Disetujui oleh sekurang-kurangnya seorang konselor dan seorang dokter yang ditunjuk, atau oleh seorang dokter bila dalam keadaan darurat (emergency). Keuntungan : 1. Kerahasiaan pasien terjamin
  • 7. 2. Pasien mendapatkan pertolongan sesegera mungkin 3. Pasien diberikan konseling, sebelum mendapatkan pelayanan medis. Kerugian : a. Keputusan aborsi ditentukan oleh satu konselor dan satu dokter b. Terjadi penundaan bagi perempuan untuk mendapatkan pelayanan aborsi aman c. Dokter merasa lebih berwenang dibandingkan konselor d. Dokter yang ditunjuk harus menjaga kode etik kedokteran e. Dokter dibolehkan untuk tidak menuliskan alasan penolakan memberikan pelayanan aborsi kepada pasien f. Dokter bisa menolak untuk memberikan pelayanan aborsi kepada pasiennya g. Tantangan dari kelompok konselor dan dokter anti aborsi. 4. Tindak aborsi dibolehkan dalam kondisi perempuan sebagai berikut: (a) Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis menunjukkan munculnya risiko lebih besar pada pasien (perempuan) bila kehamilan dilanjutkan, seperti gangguan mental, fisik dan psikososial (b) Ancaman gangguan/cacat mental permanen pasien (perempuan) (c) Membahayakan jiwa pasien (perempuan) jika kehamilan dilanjutkan (d) Risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat fisik/mental yang serius. (e) Dalam menentukan risiko tindakan seperti yang tersebut di atas, dokter harus mempertimbangkan keadaan pasien pada saat itu. PENJELASAN KONDISI a) Risiko gangguan fisik, mental dan psikososial perempuan: batas toleransi usia kehamilan 12 minggu b) Keuntungan: Penafsiran konselor dan/atau dokter bahwa dengan melanjutkan kehamilan pasien akan mengalami gangguan kesehatan fisik, mental dan psikososial.
  • 8. c) Kerugian: Hukum dapat ditafsirkan secara kaku oleh sebagian dokter dan/atau konselor untuk tidak mengijinkan tindak aborsi tanpa adanya bukti-bukti riwayat sakit fisik dan mental pasien. d) Risiko cacat fisik dan mental pasien (perempuan) yang permanen: tidak ada batasan usia kehamilan e) Keuntungan: Dalam kondisi pasien terancam cacat fisik dan mental secara permanen, perempuan dengan usia kehamilan di atas 12 minggu dibolehkan mendapatkan pelayanan aborsi. f) Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter g) Mengancam jiwa pasien: tidak ada batasan usia kehamilan h) Keuntungan: Disetujui/didukung oleh banyak orang i) Kerugian: Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter j) Janin tidak normal: tidak ada batasan usia kehamilan k) Keuntungan: Dalam kondisi janin tidak normal, perempuan dengan usia kehamilan di atas 12 minggu dibolehkan melakukan aborsi. Kerugian: a. Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter mengenai definisi/kriteria cacat serius b. Aborsi dianggap ilegal bila janin ternyata tidak cacat c. Aborsi dianggap ilegal bila keputusan diambil berdasarkan pertimbangan jender. Bayi tabung Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri) yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya reaksi dari para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai dari sudut agama. Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat sperma dan ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
  • 9. MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan sperma dan sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan ovum yang bukan berasal dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga haram. Adapun undang-undang bayi tabung jika dilihat dari sudut pandang hukum perdata di Indonesia, bisa ditemui dalam Pasal 127 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal tersebut mengatur tentang upaya kehamilan yang dilakukan di luar cara alamiah, yakni hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan ketentuan: a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim isteri dari mana ovum berasal b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu c. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu Dengan demikian status anak tersebut adalah anak sah sehingga ia memiliki hubungan waris dan keperdataan sebagaimana yang berlaku pada anak kandung. Namun Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang isteri ketika ia telah bercerai dari suaminya, maka status anak yang terlahir sah jika anak tersebut lahir sebelum 300 hari sejak perceraian terjadi. Bila anak terlahir setelah masa 300 hari sejak perceraian, status anak tidak sah sehingga ia tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan mantan suami dari sang ibu (Pasal 255 KUH Perdata). Undang-undang bayi tabung berdasarkan hukum perdata dapat ditinjau dari beberapa kondisi berikut ini: Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata). Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari
  • 10. pasangan yang memiliki benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata) Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir statusnya sah bagi pasutri tersebut. Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak di luar nikah penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk pemberian minum. D.Berdasarkan pemenkes Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010, kewenangan Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi: 1. Pelayanan kebidanan Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan bayi. Pelayanan kebidanan kepada ibu diberikan pada masa kehamilan,masa persalinan, masa nifas, dan masa menyusui. Pelayanan kebidanan kepada bayi diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi: a. penyuluhan dan konseling; b. pemeriksaan fisik; c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal; d. pertolongan persalinan normal; e. pelayanan ibu nifas normal; Pelayanan kebidanan kepada bayi meliputi pemeriksaan bayi baru lahir yaitu : a. perawatan tali pusat b. perawatan bayi c. resusitasi pada bayi baru lahir d. pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah dan pemberian penyuluhan.
  • 11. Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan kepada ibu berwenang untuk: Pemberian surat keterangan kelahiran dan pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan. 2. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan berwenang untuk: dengan sonde /pipet; pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom; memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter; memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil. 3. Pelayanan kesehatan masyarakat. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c, berwenang untuk: Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas dan melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku. Kewenangan yang diatur dalam Permenkes Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 pada perkembangannya ternyata dianggap menghambat program karena kewenagan bidan disini sangat dibatasi seperti
  • 12. pelayanan kebidanan hanya diberikan kepada bayi dan diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari diamana sebenarnya bidan memberikan pelayanan kebidanan kepada anak dan diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Untuk menunjang pelaksanaan penurunan kematian ibu dan bayi/anak maka Permenkes Nomor Hk.02.02/Menkes/149/I/2010 direvisi dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mengatur kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan sebagai berikut yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. 4. Pelayanan kesehatan ibu Pelayanan kesehatan ibu diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan. Pelayanan kesehatan ibu meliputi: a. pelayanan konseling pada masa pra hamil b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal c. pelayanan persalinan normal d. pelayanan ibu nifas normal e. pelayanan ibu menyusui f. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk: a. Episiotomi b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
  • 13. h. Penyuluhan dan konseling i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil j. Pemberian surat keterangan kematian k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin. 2. Pelayanan kesehatan anak Pelayanan kesehatan anak diberikan pada bayi baru lahir,bayi, anak balita, dan anak pra sekolah. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk: a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal dan perawatan tali pusat. b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah f. Pemberian konseling dan penyuluhan g. Pemberian surat keterangan kelahiran h. Pemberian surat keterangan kematian. 3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, berwenang untuk: Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Selain kewenangan tersebut bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi: 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit 2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter 3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan
  • 14. 4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan 5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah 6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas 7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya 8. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah. Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku. Untuk bidan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi: a. Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat b. Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan c. Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku E. berdasarkan permenkes 1464/Menkes/Per/X/2010 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi: 1. Kewenangan normal: o Pelayanan kesehatan ibu
  • 15. o Pelayanan kesehatan anak o Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2. Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah 3. Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi: 1. Pelayanan kesehatan ibu 1) Ruang lingkup: a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal c. Pelayanan persalinan normal d. Pelayanan ibu nifas normal e. Pelayanan ibu menyusui f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan 2) Kewenangan: a. Episiotomi b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini (IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusif g. § Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum h. § Penyuluhan dan konseling i. § Bimbingan pada kelompok ibu hamil j. § Pemberian surat keterangan kematian k. § Pemberian surat keterangan cuti bersalin 2. Pelayanan kesehatan anak 1) Ruang lingkup: a. Pelayanan bayi baru lahir b. Pelayanan bayi
  • 16. c. Pelayanan anak balita d. Pelayanan anak pra sekolah 2) Kewenangan: a. Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat b. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk c. Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan d. Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah f. Pemberian konseling dan penyuluhan g. Pemberian surat keterangan kelahiran h. Pemberian surat keterangan kematian 3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana, dengan kewenangan: 1) Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana 2) Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi: 1. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit 2. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter) 3. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan 4. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan 5. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah 6. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
  • 17. 7. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya 8. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi 9. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut. Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter. F. Menkes 161 Tahun 2010 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 161/MENKES/PER/2010 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN Menimbang : 1. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 23 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah(lembaran negara republik indonesia tahun 2004 nomor 125.(tambahn lembaran negara republik indonesia nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah (lembaran negara republik
  • 18. indonesia tahun 2008 nomor 59,tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4844) 2. undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 144. Tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5063) 3. undang undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran negara republik indonesia tahun 2009 nomor 153. Tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 5073) 4. peraturan pemerintah nomor 32 tahun 2009 tentang tenaga kesehatan (lembaran negara republik indonesia tahun 1996 nomor 49. Tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3637) 5. peraturan pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah,pemerintah daerah propinsi,dan pemerintahan daerah kabupaten /kota (lembaran negara republik indonesia tahun 2007 nomor 82. Tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 4737) peraturan menteri kesehatan nomor 1575/menkes/per/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja departemen kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan menteri kesehatan nomor 439/menkes/per/VI/2009 tentang perubahan kedua atas peraturan menteri kesehatan nomor 1575/menkes/per/XI/2005 tentang organisasi dan tata kerja departemen kesehatan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
  • 19. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1) Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang tenaga kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 2) Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,dan /atau masyarakat. 3) Uji kompetisi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,keterampilan G. UU Praktik Kedokteran 1. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan: a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan termasuk pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi; b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu; d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras;
  • 20. e. keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat; f. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien. Yang dimaksud dengan “standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi” adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional.Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter gigi dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi dengan mengikutsertakan kolegium kedokteran, kolegium kedokterangigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan. Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter spesialis dan dokter gigi spesialis dilakukan oleh kolegium kedokteran dan kolegium kedokteran gigi dengan mengikutsertakan asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi dan rumah sakit pendidikan.Konsil Kedokteran Indonesia mengesahkan standar pendidikan profesi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang telah ditetapkan tersebut diatas. Yang dimaksud dengan “asosiasi institusi pendidikan kedokteran” adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh para dekan fakultas kedokteran yang berfungsi memberikan pertimbangan dalam rangka memberdayakan dan menjamin kualitas pendidikan kedokteran yang diselenggarakan oleh fakultas kedokteran. berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan.Namun, apabila pasien yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele) persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau saudarasaudara kandung. Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah pasien sadar atau dalam kondisi yang
  • 21. sudah memungkinkan, segera diberikan penjelasan dan dibuat persetujuan. Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, maka penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan medis harus dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar. H. Permenkes 512 tahun 2007 Pelaksanaan praktik Pasal 14 (1) Praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. (2) Kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya maksimal pengabdian profesi kedokteran yang harus dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien sesuai dengan standar pelayanan,standar profesi, standar prosedur operasional dan kebutuhan medis pasien. (3) Upaya maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Pasal 15 (1) Dokter dan dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. (2) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga lainnya dalam keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak
  • 22. terdapat dokter dan dokter gigi di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal 16 (1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan. (2) Daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP pada sarana pelayanan kesehatan yang bersangkutan. (3) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib menempatkan daftar dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tempat yang mudah dilihat. Pasal 17 (1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran. (2) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat nama dokter atau dokter gigi dan nomor registrasi, sesuai dengan SIP yang diberikan. (3) Dalam hal dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud ayat (2) berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter dan dokter gigi pengganti. (4) Dokter dan dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut. (5) Dalam keadaan tertentu untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan, dokter atau dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada pasien. Pasal 18 (1) Dokter dan dokter gigi yang berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk dokter pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) wajib membuat pemberitahuan.
  • 23. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat. Pasal 19 (1) Dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki serta kewenangan lainnya yang ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. (2) Dokter dan dokter gigi, dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna penyelamatan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran dan kedokteran gigi diluar kewenangannya sesuai dengan kebutuhan medis. (3) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan sesuai dengan standar profesi.