Dokumen tersebut membahas gangguan stres pasca trauma pada korban pelecehan seksual dan perkosaan. Pelecehan seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma mendalam pada korban dan menyebabkan gangguan stres pasca trauma. Gangguan ini ditandai dengan gejala kecemasan, ketidakstabilan emosi, dan kilas balik pengalaman traumatis. Pelecehan seksual pada anak dapat memiliki dampak psikologis yang mendalam
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
Stres dan Adaptasi
1. 1
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Gangguan psikologi dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan seseorang,
seperti saat kita stress maka kesehatan kita akan terkena dampaknya, yaitu dapat
menimbulkan penyakit atau memperburuk kesehatan dan sebaliknya penyakit dapat
menurunkan daya tahan tubuh atau kemampuan tubuh menghadapi stress.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara
berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa
pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu
berubah-ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu, merupakan
hasil interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur tersebut saling
mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam segala masalah, kita harus
mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga manusia
disebut makhluk somato-psiko-sosial.
Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress.
Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi pada
pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan
maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan
dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber
gangguan stress lainya. Perlu diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress
berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut menampilkan
gangguan jiwa.
Jadi, makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi
serta membahas gangguan kesehatan kaitannya dengan psikologi, yaitu gangguan
stress pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder / PTSD).
2. 2
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan emosi?
2. Apa yang dimaksud dengan stress?
3. Apa yang dimaksud dengan adaptasi?
I.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami emosi
2. Mengetahui dan memahami stress
3. Mengetahui dan memahami adaptasi
3. 3
Bab II
Isi
II.1 Emosi
A. Pengertian Emosi
Emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas
sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin
terganggu. Bisa perasaan marah, takut, sedih, senang, benci cinta, antusias,
bosan dan lain-lain sebagai akibat dari peristiwa yang terjadi pada kita.
Jadi, emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak. Emosi sebagai gejala kejiwaan berhubungan dengan
gejala kejasmanian. Apabila individu mengalami emosi, dalam diri
individu itu akan terdapat perubahan-perubahan dalam kejasmanian,
misalnya ketakutan pada gejala kejasmanian yang tampak adalah muka
pucat dan jantung berdebar-debar.
B. Afek dan Emosi
Afek adalah perasaan yang menguasai segenap hidup jiwa dan tidak
bisa dikontrol serta dikuasai oleh pikiran. Biasanya afek disertai reaksi
jasmaniah, yaitu peredaran darah, denyut jantung, dan pernapasan bisa
cepat atu menjadi lemah. Dan emosi merupakan gejala kejiwaan yang
berhubungan dengan gejala kejasmanian itu. Contohnya, orang yang
sedang marah akan mengambil, melempar, dan membanting benda dari
sekitarnya, disertai dengan muka merah, tekanan darah meningkat, dan
tubuhnya gemetar.
Afek dan emosi biasanya dipakai secara bergantian, dengan aspek-
aspek yang lain pada manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi,
ingatan) saling memengaruhi dan menentukan tingkat fungsi manusia itu
pada suatu waktu.
4. 4
Jenis gangguan afek dan emosi yaitu :
1. Defresi atau melankolis
Ciri-ciri psikologik misalnya, sedih, susah, murung, rasa tak
berguna, kehilangan, gagal, dan putus asa.
Ciri-ciri somatik, misalnya anoreksia, konstipasi, dan kulit
menjadi lembab atau dingin.
2. Kecemasan (ansietas)
Ciri-ciri psikologik, misalnya khawatir, gugup, tegang, cemas,
rasa tidak aman, takut, dan lekas terkejut.
Ciri-ciri somatik, misalnya debaran jantung yang cepat atau
keras (palpitasi), keringat dingin pada telapak tangan, tekanan
darah meninggi, dan peristaltik bertambah.
II.2 Stress
A. Pengertian Stress
Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak berbahaya atau
sulit, stres membuat tubuh untuk memproduksi hormone adrenaline yang
berfungsi untuk mempertahankan diri, Stres merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Stres yang ringan berguna dan dapat memacu
seseorang untuk berpikir dan berusaha lebih berpikir dan berusaha lebih
cepat dan keras sehingga dapat menjawab tantangan hidup seharihari. Stres
ringan bisa merangsang dan memberikan rasa lebih bergairah dalam
kehidupan yang biasanya membosankan dan rutin. Tetapi stress yang
terlalu banyak dan berkelanjutan, bila tidak ditanggulangi, akan berbahaya
bagi kesehatan.
Dewasa ini perubahan tata nilai kehidupan (perubahan psikososial)
berjalan begitu cepat karena pengaruh globalisasi, modernisasi, informasi,
industrialisasi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut
berpengaruh terhadap pola hidup, moral, dan etika.
Perubahan psikososial dapat merupakan tekanan mental (stresor
psikososial) sehingga bagi sebagian individu dapat menimbulkan
5. 5
perubahan dalam kehidupan dan berusaha beradaptasi untuk
menanggulanginya. Stresor psikososial, seperti perceraian karena tidak
diamalkannya kehidupan religius dalam rumah tangga, masalah orang tua
dengan banyaknya kenakalan remaja.
B. Kaitan Stres dan Daya Tahan Tubuh
Stres dan sistem kekebalan tubuh memainkan peran penting dalam
hidup dan kesehatan secara keseluruhan. Hari demi hari terjadinya stres
mempengaruhi bagaimana tubuh merespon untuk memerangi penyakit.
Peristiwa stres yang terjadi dalam jangka pendek dapat mengubah cara
sistem kekebalan tubuh merespon sementara.
Mengalami stress, bagaimanapun, dapat memiliki dampak yang
merusak pada sistem kekebalan tubuh, sementara stres karena trauma dan
stres kronis bisa membahayakan kemampuan sistem kekebalan tubuh.
Individu bereaksi secara berbeda terhadap situasi stres: perubahan
beberapa pengalaman yang lebih fisiologis ketika berada di bawah tekanan
dari orang lain. Jika sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik,
segala macam kuman, bakteri, virus, dan penyakit memiliki kesempatan
untuk masuk ke sistem untuk menyebabkan lebih bersedih.
Diabetes, borok, serangan jantung, dan asma adalah beberapa kondisi
diperparah oleh efek dari stres dan sistem kekebalan tubuh. Peningkatan
bahan kimia yang diproduksi oleh tubuh yang membantu dengan konduksi
saraf penyebab perubahan denyut jantung dan pembuluh darah,
mengurangi respon sistem kekebalan tubuh ketika memasukkan situasi
yang menyebabkan stres.
Untuk membantu menurunkan kemungkinan bahwa stres dan sistem
kekebalan tubuh akan berdampak negatif kehidupan sehari-hari, dapat
mengambil langkah-langkah seperti makan yang benar, berolahraga secara
teratur dan banyak istirahat.
6. 6
II.3 Adaptasi
A. Pengertian Adaptasi
Adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu dalam
merespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan dan dapat
memengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis maupun psikologis
yang akan menghasilkan perilaku adaptif.
1. Dimensi adaptasi
Adaptasi terbagi menjadi beberapa jenis yaitu :
a. Adaptasi fisiologis
Indikator adaptasi ini bisa terjadi secara lokal atau umum. Lebih
mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur.
Namun demikian, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang
waktu pada semua klien yang mengalami stress, dan indikator
tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital biasanya
meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu
untuk beristirahat serta berkonsentrasi.
Contoh :
Seseorang yang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan
yang berat dan tidak merasa mengalami gangguan apa-apa
pada organ tubuh.
Seseorang yang mampu mengatasi stress, wajahnya tidak
pucat, tangannya tidak berkeringat dan tidak gemetar.
b. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis bisa terjadi secara :
Sadar, individu mencoba memecahkan atau menyesuaikan
diri dengan masalah
Tidak sadar , menggunakan mekanisme pertahanan diri
(defence mechanism)
Menggunakan gejala fisik atau psikofisiologik/
psikosomatik.
7. 7
c. Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan
untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap
perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas
perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat
mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap
perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.
d. Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial
mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan
kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau
keluarga secara keseluruhan.
e. Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi
stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi
dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan
kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang
stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau
kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna
hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi.
8. 8
Bab III
Pembahahasan
III.1 Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban Pelecehan Seksual dan
Perkosaan
Dewasa ini, semakin banyak kasus pelecehan seksual dan perkosaan
yang menimpa anak -anak dan remaja. Kasus pelecehan seksual dan perkosaan
sebagian besar menimpa anak -anak dan remaja putri. Kasus pelecehan seksual
dan perkosaan dimulai dari anak -anak yang masih di bawah umur, pelecehan
seks di sekolah, bahkan kepala sekolah yang seharusnya memberi contoh pada
murid-muridnya melakukan pelecehan seksual kepada siswi-siswinya,
walikota yang menghamili ABG, hingga personel tentara per-damaian pun
melakukan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual pada dasarnya adalah setiap bentuk perilaku yang
memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang
namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran
sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina,
marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada diri
orang yang menjadi korban. Walaupun sebagian besar korban pelecehan
seksual dan perkosaan adalah wanita, akan tetapi dalam beberapa kasus, laki-
laki juga dapat menjadi korban pelecehan seksual yang umumnya dilakukan
oleh laki-laki juga. Pada sebagian besar kasus, perkosaan dilakukan oleh orang
sudah sangat dikenal korban, misalnya teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri
maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan. Sedangkan sebagian kasus
lainnya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula
nampak sebagai orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya
mengantarkan korban ke suatu tempat.
Pelecehan seksual yang terjadi pada anak memang tidak sesederhana
dampak psikologisnya. Anak akan diliputi perasaan dendam, marah, penuh
kebencian yang tadinya ditujukan kepada orang yang melecehkannya dan
kemudian menyebar kepada obyek-obyek atau orang-orang lain. Pelecehan
9. 9
seksual dan perkosaan dapat menimbulkan efek trauma yang mendalam pada
korban. Korban pelecehan seksual dan perkosaan dapat mengalami stres akibat
pengalaman traumatis yang telah dialaminya.
Gangguan stres yang dialami korban pelecehan seksual dan perkosaan
seringkali disebut Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress
Disorder atau PTSD). PTSD merupakan sindrom kecemas-an, labilitas
autonomik, ketidakrentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang
amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang melampaui batas
ketahanan orang biasa. PTSD sangat penting untuk diketahui, selain karena
banyaknya kejadian “bencana” yang telah menimpa kita, PTSD juga dapat
menyerang siapapun yang telah mengalami kejadian traumatik dengan tidak
memandang usia dan jenis kelamin.
III.2 Lama Korban Merasakan Dampak Perkosaan
Perkosaan merupakan perbuatan pelecehan seksual yang paling
ekstrim. Rentang pelecehan seksual sangat luas meliputi main mata, siulan
nakal, komentar yang berkonotasi seks, humor porno, cubitan, colekan,
tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat
bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming -iming atau ancaman, ajakan
melakukan hubungan seksual sampai perkosaan. Perkosaan adalah salah satu
kejahatan paling keji. Dalam sejumlah kasus, korban kehilangan nyawanya.
Dalam banyak kasus lain, meski hidup, korban mungkin akan
merasakan dampak kejahatan itu seumur hidup. Masalah yang dihadapi korban
akan menjadi semakin rumit seandainya tertular HIV atau hamil. Bila me
ngandung janin dari si pelaku perkosaaan, secara hukum tetap tidak diizinkan
menggugurkan kandungan. Namun, bila memutuskan untuk tetap melahirkan,
tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa bayi yang dilahirkannya adalah
buah perkosaan.
Demikian pula, tidak mudah bagi wanita yang hamil akibat perkosaaan
memperoleh suami. Di sejumlah kasus, korban akhirnya menikah dengan
pelaku perkosaan. Bagaimanapun, tidak mudah untuk membangun bahtera
perkawinan dengan seseorang yang pernah memperkosanya. Perkosaan adalah
10. 10
sesuatu yang mungkin mempengaruhi hidup seseorang seumur hidup. Korban
pelecehan seksual dan korban perkosaan mengalami stres dengan tingkatan
yang beda, karena peristiwa pelecehan atau perkosaan merupakan peristiwa
traumatis yang membekas sangat dalam bagi korbannya.
III.3 Kriteria Diagnostik
Diagnostik ditegakkan berdasar Kriteria Diagnostik Gangguan Stress
Akut berdasar Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders III-
Revisi atau DSM III-R, dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang.
Pertama, orang yang telah terpapar dengan suatu kejadian traumatik
dimana kedua dari ciri berikut ini dapat ditemukan, yaitu: orang yang
mengalami, menyaksikan atau dihadapkan dengan kejadian yang berupa
ancaman kematian atau kematian yang sesungguhnya atau cidera yang serius
atau ancaman kepada integritas fisik diri sendiri atau orang lain, atau respon
berupa rasa takut yang kuat dan rasa tidak berdaya atau selalu dihantui perasaan
takut yang berlebihan.
Kedua, merupakan salah satu keadaan dari ketika seseorang mengalami
atau setelah mengalami kejadian yang me -nakutkan, maka individu akan
memiliki tiga atau lebih gejala disosiatif yang berupa: perasaan subjektif kaku,
terlepas atau tidak ada responsivitas emosi, penurunan kesadaran
sekelilingnya, derealisasi, deper-sonalisasi, amnesia disosiatif (tidak mampu
mengingat aspek penting dari trauma).
Ketiga, kejadian traumatik yang secara menetap dialami kembali dalam
sekurang -nya salah satu dari trauma yang berupa bayangan, pikiran, mimpi,
ilusi, episode kilas balik yang berulang - ulang, atau suatu perasaan
pengalaman hidupnya kembali, pengalaman atau penderitaan saat terpapar
dengan pengingat kejadian traumatik.
Keempat , penghindaran pada stimuli yang menyadarkan rekoleksi
trauma (pikiran, perasaan, percakapan, aktivitas, tempat, orang).
Kelima , gejala kecemasan yang nyata atau peningkatan kesadaran
(kewaspadaan berlebihan, sulit tidur, iritabilitas, kon-sentrasi buruk dan
kegelisahan motorik).
11. 11
Keenam , gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain
mengganggu kemampuan individu untuk mengerjakan tugas yang diperlukan,
seperti meminta bantua n yang diperlukan atau menggerakkan kemampuan
pribadi dengan menceritakan kepada anggota keluarga tentang pengalaman
traumatik.
Ketujuh , bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat (obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum, tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan psikotik singkat.
III.4 Gangguan Sosial PTSD
PTSD memiliki gejala yang menyebabkan gangguan. Umumnya,
gangguan tersebut adalah panic attack (serangan panik), perilaku menghindar,
depresi, membunuh pikiran dan perasaan, merasa disisihkan dan sendiri,
merasa tidak percaya dan dikhianati, mudah marah, dan gangguan yang berarti
dalam kehidupan sehari-hari.
Panic attack (serangan panik). Anak/remaja yang mempunyai
pengalaman trauma dapat mengalami serangan panik ketika
dihadapkan/menghadapi sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma.
Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan atau tidak nyaman
yang menyertai gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik meliputi jantung
berdebar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, pusing,
merasa kedinginan, badan panas, mati rasa. Perilaku menghindar.
Salah satu gejala PTSD adalah menghindari hal -hal yang dapat
mengingatkan penderita pada kejadian traumatis. Kadang -kadang penderita
mengaitkan semua kejadian dalam kehidupannya setiap hari dengan trauma,
padahal kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi trauma yang pernah
dialami. Hal ini sering menjadi lebih parah sehingga penderita menjadi takut
untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika ha rus keluar
rumah. Depresi. Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami pengalaman
trauma dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum
peristiwa trauma.
12. 12
Mereka mengembangkan perasaan yang tidak benar, perasaan ber-
salah, menyalahkan diri sendiri, dan merasa peristiwa yang dialami merupakan
kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar. Membunuh pikiran dan
perasaan. Kadang -kadang orang yang depresi berat merasa bahwa
kehidupannya sudah tidak berharga. Hasil penelitian menjelaskan bahwa 50 %
korban kejahatan mempunyai pikiran untuk bunuh diri. Jika anda dan orang
yang terdekat dengan anda mempunyai pemikiran untuk bunuh diri setelah
mengalami peristiwa traumatik, segeralah mencari pertolongan dan
berkonsultasi dengan para profesion al. Merasa disisihkan dan sendiri.
III.5 Pengobatan PTSD
Ada dua macam terapi pengobatan yang dapat dilakukan penderita
PTSD, yaitu dengan menggunakan farmakoterapi dan psikoterapi. Pengobatan
farmakoterapi dapat berupa terapi obat hanya dalam hal kelanjutan pengobatan
pasien yang sudah dikenal. Terapi anti depresiva pada gangguan stres pasca
traumatik ini masih kontroversial. Obat yang biasa digunakan adalah
benzodiazepin, litium, camcolit dan zat pemblok beta – seperti propranolol,
klonidin, dan karbamazepin. Obat tersebut biasanya diresepkan sebagai obat
yang sudah diberikan sejak lama dan kini dilanjutkan sesuai yang
diprogramkan, dengan kekecualian, yaitu benzodiazepin – contoh, estazolam
0,5-1 mg per os, Oksanazepam10-30 mg per os, Diazepam (valium) 5-10 mg
per os, Klonaz-epam 0,25-0,5 mg per os, atau Lorazepam 1-2 mg per os atau
IM– juga dapat digunakan dalam UGD atau kamar praktek terhadap ansie tas
yang gawat dan agitasi yang timbul bersama gangguan stres pasca traumatik
tersebut.
Pengobatan psikoterapi. Para terapis yang sangat berkonsentrasi pada
masalah PTSD percaya bahwa ada tiga tipe psikoterapi yang dapat digunakan
dan efektif untuk penanganan PTSD, yaitu: anxiety management, cognitive
therapy, exposure therapy .
Pada anxiety management, terapis akan mengajarkan beberapa
ketrampilan untuk membantu mengatasi gejala PTSD dengan lebih baik
melalui:
13. 13
1. Relaxation training, yaitu belajar mengontrol ketakutan dan kecemasan
secara sistematis dan merelaksasikan kelompok otot-otot utama
2. Breathing retraining, yaitu belajar bernafas dengan perut secara perlahan-
lahan, santai dan menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang
menimbulkan perasaan tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik
seperti jantung berdebar dan sakit kepala
3. Positive thinking dan self-talk, yaitu belajar untuk menghilangkan pikiran
negatif dan mengganti dengan pikiran positif ketika menghadapi hal -hal
yang membuat stress (stresor)
4. Asser-tiveness training, yaitu belajar bagaimana mengekspresikan harapan,
opini dan emosi tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain
5. Thought stopping, yaitu belajar bagaimana mengalihkan pikiran ketika kita
sedang m emikirkan hal-hal yang membuat kita stress.
Dalam cognitive therapy, terapis membantu untuk merubah kepercayaan yang
tidak rasional yang mengganggu emosi dan mengganggu kegiatan-kegiatan
kita. Misalnya seorang korban kejahatan mungkin menyalahkan diri sendiri
karena tidak hati-hati. Tujuan kognitif terapi adalah mengidentifikasi pikiran-
pikiran yang tidak rasional, mengumpulkan bukti bahwa pikiran tersebut tidak
rasional untuk melawan pikiran tersebut yang kemudian mengadopsi pikiran
yang le bih realistik untuk membantu mencapai emosi yang lebih seimbang.
Sementara itu, dalam exposure therapy para terapis membantu menghadapi
situasi yang khusus, orang lain, obyek, memori atau emosi yang mengingatkan
pada trauma dan menimbulkan ketakutan yang tidak realistik dalam
kehidupannya. Terapi dapat berjalan dengan cara:
1. Exposure in the imagination, yaitu bertanya pada penderita untuk
mengulang cerita secara detail sampai tidak mengalami hambatan
menceritakan
2. Exposure in reality, yaitu membantu menghadapi situasi yang sekarang
aman tetapi ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat
kuat (misal: kembali ke rumah setelah terjadi perampokan di rumah).
Ketakutan bertambah kuat jika kita ber-usaha mengingat situasi tersebut
dibanding berusaha melupakannya. Pengulangan situasi disertai
14. 14
penyadaran yang berulang akan membantu menyadari situasi lampau yang
menakutkan tidak lagi berbahaya dan dapat diatasi.
Di samping itu, didapatkan pula terapi bermain (play therapy) mungkin
berguna pada penyembuhan anak dengan PTSD. Terapi bermain dipakai untuk
menerapi anak dengan PTSD. Terapis memakai permainan untuk memulai
topik yang tidak dapat dimulai secara langsung. Hal ini dapat membantu anak
lebih merasa nya -man dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya.
Selain itu, didapatkan pula support group therapy dan terapi bicara.
Dalam support group therapy seluruh peserta merupakan penderita PTSD yang
mempunyai pengalaman serupa (misalnya korban bencana tsunami, korban
gempa bumi) dimana dalam proses terapi mereka saling menceritakan tentang
pengalaman traumatis mereka, kemdian mereka saling memberi penguatan
satu sama lain.
Sementara itu dalam terapi bicara memperlihatkan bahwa dalam
sejumlah studi penelitian dapat membuktikan bahwa terapi saling berbagi
cerita mengenai trauma, mampu memperbaiki kondisi jiwa penderita. Dengan
berbagi, bisa memperingan beban pikiran dan kejiwaan yang dipendam.
Bertukar cerita membuat merasa senasib, bahkan merasa dirinya lebih baik dari
orang lain. Kondisi ini memicu seseorang untuk bangkit dari trauma yang
diderita dan melawan kecemasan. Pendidikan dan supportive konseling juga
merupakan upaya lain untuk mengobati PTSD.
Konselor ahli mempertimbangkan pentingnya penderita PTSD (dan
keluarganya) untuk mempelajari gejala PTSD dan bermacam treatment (terapi
dan pengobatan) yan g cocok untuk PTSD. Walaupun seseorang mem-punyai
gejala PTSD dalam waktu lama, langkah pertama yang pada akhirnya dapat
ditempuh adalah mengenali gejala dan permasalahannya sehingga dia mengerti
apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
Di lain pihak, sampai saat ini masih didapatkan pula beberapa tipe
psikoterapi yang lain. Misalnya, eye movement desensitization reprocessing
(EMDR), hypnotherapy dan psikodinamik psikoterapi, yang seringkali
digunakan untuk terapi PTSD dan kadang sangat membantu bagi sebagian
penderita.
15. 15
III.6 Kesimpulan Studi Kasus
Ketika seseorang mengalami kekerasan atau pelecehan secara seksual secara
fisik maupun psikologis, maka kejadian tersebut dapat menimbulkan suatu trauma
yang sangat mendalam dalam diri seseorang tersebut terutama pada anak-anak dan
remaja. Kejadian traumatis tersebut dapat mengakibatkan gangguan secara mental,
yaitu PTSD.
Tingkatan gangguan stress pasca trauma berbeda-beda bergantung seberapa
parah kejadian tersebut mempengaruhi kondisi psikologis dari korban. Untuk
menyembuhkan gangguan stress pasca trauma pada korban kekerasan atau pelecehan
seksual diperlukan bantuan baik secara medis maupun psikologis, agar korban tidak
merasa tertekan lagi dan bisa hidup secara normal kembali seperti sebel um kejadian
trauma.
Dan pendampingan itu sendiri juga harus dengan metode -metode yang benar
sehingga dalam menjalani penyembuhan atau terapi korban tidak mengalami tekanan-
tekanan baru yang diakibatkan dari proses pendampingan itu sendiri.
16. 16
Bab IV
Penutup
IV.1 Kesimpulan
IV.1.1 Emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui
batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya
mungkin terganggu.
IV.1.2 Stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang tampak
berbahaya atau sulit, stres membuat tubuh untuk memproduksi
hormone adrenaline yang berfungsi untuk mempertahankan
diri, Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia
IV.1.3 Adaptasi adalah suatu perubahan yang menyertai individu
dalam merespons terhadap perubahan yang ada di lingkungan
dan dapat memengaruhi keutuhan tubuh baik secara fisiologis
maupun psikologis yang akan menghasilkan perilaku adaptif.
IV.2 Saran
IV.2.1 Pengadaan klinik-klinik psikiatrik akan membantu mengatasi
banyaknya masalah-masalah kesehatan jiwa masyarakat
IV.2.2 Peran serta masyarakat akan sangat membantu dalam mengatasi
masalah-masalah kesehatan jiwa masyarakat
IV.2.3 Calon perawat harus mengetahui cara penanganan pasien yang
mengalami gangguan kejiwaan.
17. 17
Daftar Pustaka
Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Sunaryo. (2002). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kedokteran EGC.
Kartono, K. (1989). Psikologi Abnormal Dan Abnormalitas Seksual. Bandung:
Mandar Maju.
Islamiyah, N. (2010). Gangguan Stress Pasca Trauma (Post-Traumatic Stress
Disorder / PTSD) (skripsi). Surabaya: Institus Agama Islam Negeri Sunan Ampel.
Wardhani, Y.F., Lestari, W. (2007). Gangguan Stres Pasca Trauma pada Korban
Pelecehan Seksual dan Perkosaan. Surabaya: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sistim dan Kebijakan Kesehatan.
Asriaciks. Gangguan Kesehatan Kaitannya Dengan Psikologi. Diakses 7 Mei 2017.
http://asriaciks.mahasiswa.unimus.ac.id/psikologi/gangguan-kesehatan-kaitannya-
dengan-psikologi/.
Nuri S.R.D. (2013). Psikologi Emosi Dan Stress Adaptasi. Diakses 22 Mei 2017.
http://ranrintansnote.blogspot.co.id/2013/06/psikologi-emosi-dan-stress-
adaptasi_9.html.