Perbankan syariah adalah institusi keuangan yang bergerak dan beroperasi dengan mengacu pada hukum-hukum syariat. produk perbankan syariah tentunya mencerminkan semangat anti riba di masyarakat
Perbankan syariah adalah institusi keuangan yang bergerak dan beroperasi dengan mengacu pada hukum-hukum syariat. produk perbankan syariah tentunya mencerminkan semangat anti riba di masyarakat
teori dan aplikasi akuntansinya. kami menyadur aplikasi akuntansinya dari buku pak Rizal. musyarakah belum diminati masyarakat. oleh karenanya, jumlah transaksi musyarakah di perbankan syariah masih nol.
semoga bermanfaat :)
Apa itu SP2DK Pajak?
SP2DK adalah singkatan dari Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pajak (KPP) kepada Wajib Pajak (WP). SP2DK juga sering disebut sebagai surat cinta pajak.
Apa yang harus dilakukan jika mendapatkan SP2DK?
Biasanya, setelah mengirimkan SPT PPh Badan, DJP akan mengirimkan SP2DK. Namun, jangan khawatir, dalam webinar ini, enforce A akan membahasnya. Kami akan memberikan tips tentang bagaimana cara menanggapi SP2DK dengan tepat agar kewajiban pajak dapat diselesaikan dengan baik dan perusahaan tetap efisien dalam biaya pajak. Kami juga akan memberikan tips tentang bagaimana mencegah diterbitkannya SP2DK.
Daftar isi enforce A webinar:
https://enforcea.com/
Dapat SP2DK,Harus Apa? enforce A
Apa Itu SP2DK? How It Works?
How to Response SP2DK?
SP2DK Risk Management & Planning
SP2DK? Surat Cinta DJP? Apa itu SP2DK?
How It Works?
Garis Waktu Kewajiban Pajak
Indikator Risiko Ketidakpatuhan Wajib Pajak
SP2DK adalah bagian dari kegiatan Pengawasan Kepatuhan Pajak
Penelitian Kepatuhan Formal
Penelitian Kepatuhan Material
Jenis Penelitian Kepatuhan Material
Penelitian Komprehensif WP Strategis
Data dan/atau Keterangan dalam Penelitian Kepatuhan Material
Simpulan Hasil Penelitian Kepatuhan Material Umum di KPP
Pelaksanaan SP2DK
Penelitian atas Penjelasan Wajib Pajak
Penerbitan dan Penyampaian SP2DK
Kunjungan Dalam Rangka SP2DK
Pembahasan dan Penyelesaian SP2DK
How DJP Get Data?
Peta Kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3)
Sumber Data SP2DK Ekualisasi
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Penghasilan PPh Badan vs DPP PPN
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Gaji , Bonus dll vs PPh Pasal 21
Sumber Data SP2DK Ekualisasi Biaya Jasa, Sewa & Bunga vs PPh Pasal 23/2 & 4 Ayat (2)/15
Sumber Data SP2DK Mirroring
Sumber Data SP2DK Benchmark
Laporan Hasil P2DK (LHP2DK)
Simpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut LHP2DK
Tindak lanjut SP2DK
Kaidah utama SP2DK
How to Response SP2DK?
Bagaimana Menyusun Tanggapan SP2DK yang Baik
SP2DK Risk Management & Planning
Bagaimana menghindari adanya SP2DK?
Kaidah Manajemen Perpajakan yang Baik
Tax Risk Management enforce A APPTIMA
Tax Efficiency : How to Achieve It?
Tax Diagnostic enforce A Discon 20 % Free 1 month retainer advisory (worth IDR 15 million)
Corporate Tax Obligations Review (Tax Diagnostic) 2023 enforce A
Last but Important…
Bertanya atau konsultasi Tax Help via chat consulting Apps enforce A
Materi ini telah dibahas di channel youtube EnforceA Konsultan Pajak https://youtu.be/pbV7Y8y2wFE?si=SBEiNYL24pMPccLe
1. MAKALAH PENGEMBANGAN PRODUK PERBANKAN SYARIAH
MUSYARAKAH MUTANAQISAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Produk Perbankan Syariah (A) yang
diampu oleh :
Hasan Al-Banna, S.E.I., M.E.
Kelompok 7 :
1. Bagaskara Widyasena (15820006)
2. Muhammad Rifai Aulia (15820094)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017/2018
2. 1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan lembaga keuangan islam semakin menunjukkan eksistensi
sebagai salah satu instrumen yang di percaya masyarakat untuk mengimpun dana
maupun untuk melakukan kegiatan pembiayaan. Dengan kebutuhan masyarakat
yang semakin tinggi lembaga keuangan islam di tuntut untuk memberikan
pelayanan dan produk-produk utnuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bank Syariah menyediakan berbagai macam produk, diantaranya pola titipan
(wadi‟ah yad amanah dan wadiah yad ad-dhamanah), pola pinjaman seperti
mudharabah dan musyarakah, pola jual beli seperti murabahah, salam dan
istishna‟, pola sewa seperti ijarah dan ijarah muntahia bittamlik, dan pola lainnya
seperti wakalah, kafalah dan akad rahn atau gadai.
Salah satu produk yang berbasis bagi hasil adalah musyarakah. Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Produk perbankan syariah yang menggunakan akad musyarakah mutanaqisah
adalah KPR (kredit pemilikan rumah). Musyarakah Mutanaqisah adalah produk
pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi
(hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan
pengalihan komersial secara bertahap.
Dengan adanya pembiayaan KPR menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah
yang memiliki tenor atau angsuran lebih lama dan DP (Down Payment) yang relatif
lebih kecil dari pembiayaan KPR konvensional akan menarik minat masyarakat
untuk melakukan pembiayaan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah yang
akan di bahasa yaitu:
1. Apakah pengertian musyarakah mutanaqisah?
2. Bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah?
3. Bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah mutanaqisah?
4. Bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah?
3. 2
5. Bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah?
6. Bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah mutanaqisah?
7. Bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di perbankan
syariah?
C. Tujuan
1. Mengetahui apakah pengertin musyarakah mutanaqisah
2. Mengetahui bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah
3. Mengetahui bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah
mutanaqisah
4. Mengetahui bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah
5. Mengetahui bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah
6. Mengetahui bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah
mutanaqisah
7. Mengetahui bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di
perbankan syariah
4. 3
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah mutanaqisah terdiri dari 2 (dua) kata yaitu musyarakah dan
mutanaqisah. Kata dasar musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata
syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerja sama,
perusahaan, atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah kerja sama
antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqisah berasal dari kata
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara
bertahap (Prasetyo, 2014).
Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di
mana kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara
pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini
melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerja sama
ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain (Suhendi,
2008). Hal serupa juga dijelaskan oleh Oni Sahroni. Menurut Oni Sahroni (2016),
musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset
(barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian
secara bertahap oleh pihak lainnya.
Menurut Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, menjelaskan
bahwa pembiayaan musyarakah mutanaqisah adalah produk pembiayaan
berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi (hishshah) modal
salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan pengalihan komersial
secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadli muatanaqisah) kepada syarik yang lain
atau nasabah.
Akad musyarakah mutanaqisah adalah pembiayaan berpola bagi hasil untuk
memenuhi kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti. Dengan cara ini
bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah
kemudian barang tersebut menjadi milik bersama dan digunakan untuk usaha yang
dapat menghasilkan, dalam kasus pembiayaan di sini barang disewakan kepada
nasabah. Bagian hasil sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi
aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat
5. 4
jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah (Rosdianawati,
2016).
Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah) dan
unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana
dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam
musyarakah mutanaqisah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut
(Hosen, 2009).
Kemitraan menurun (musyarakah mutanaqisah) merupakan konsep yang
berkaitan dengan variabel transaksi, kemitraan (musyarakah), dan variabel ijarah
yang dikemas dengan asumsi dan pengalihan aset. Asumsi yang terkenal dalam
ilmu ekonomi adalah hal lain yang dianggap tetap atau konstan (ceteris paribus).
Untuk mengetahui implementasi usaha kemitraan (musyarakah) pada suatu modal
dengan kuantitas tertentu, haruslah diasumsikan analisisnya dengan hal-hal lain
tetap/konstan agar pengaruh persewaan (ijarah) dan hal-hal lain yang tidak dapat
diabaikan (Rokhim, 2014).
Menurut Wahbah al-Zuhaily dalam Ridwan dan Syahruddin (2013),
menyatakan bahwa musyarakah mutanaqisah ini dibenarkan dalam syariah, karena
sebagaimana ijarah muntahiyah bi al-tamlik, yaitu bersandarkan pada janji dari
bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi
kepemilikannya dalam syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank
sejumlah harga porsi yang dimiliki bank tersebut. Di saat berlangsung, musyarakah
mutanaqisah tersebut dipandang sebagai syirkah inan, karena kedua belah pihak
menyerahkan kontribusi modal (ra’su al-maal), dan bank mendelegasikan kepada
nasabah untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah, bank kemudian
menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad
penjualan ini dilakukan secara terpisah dan tidak terkait dengan akad syirkah.
Terkait dengan musyarakah mutanaqisah ini, maka Ibnu Qudamah dalam
Ridwan dan Syahruddin (2013), menyebutkan bahwa apabila salah satu dari dua
yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hissah) dari mitra lainnya, maka
hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa musyarakah
mutanaqisah adalah akad kerja sama antara dua pihak (Bank dan Nasabah), dalam
6. 5
kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung, aset satu
kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan
perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.
B. Landasan Hukum Syariah
Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah, pada saat
ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa).
Karena di dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur syirkah dan unsur
ijarah.
1. Dasar Hukum Musyarakah
a. QS. Shad [38]: 24
…نِإَواًيرِثَكَنِمِاءَطَلُخْلايِغْبَيَلْمُهُضْعَبىَلَعضْعَبالِإَنِيذالواُنَمآ
واُلِمَعَوِتاَحِلاالصيلِلَق َواَمْمُهنَظَوُدُاوَداَمنَأُهاَنتَفََرفْغَتْساَفُهبَرَرخَو
اًعِكاَرََابنَأَو(٢٤)
“... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini ...”
b. QS. Al-Ma’idah [5]: 1
اَياَهُّيَأَنِيذالواُنَمآواُف ْوَأوُقُعْلاِب ………. (١)
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”
c. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasullah SAW berkata:
“Allah SWT berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain.
Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR.
Abu Daud, yang dishahihkan oleh Al-Hakim, dari Abu Hurairah).
d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi SAW
bersabda:
7. 6
“Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat
dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.”
2. Dalil Hukum Ijarah
a. Al-Qur’an Surat Al-Zukhruf [43]: 32
ْمُهَأَنوُمِسْقَيَةَمْحَرَكِِّبَرُنْحَنَانْمَسَقْمُهَنْيَبْمُهَتَشيِعَميِفِةاَيَحْلااَيْنُّدال
َانْعَف َرَوْمُهَضْعَبَق ْوَفضْعَباتَجَرَدَذ ِختَيِلْمُهُضْعَباًضْعَبًّاي ِرْخُسُةَمْحَرَو
َكِِّبَرْريَخامِمَنوُعَمْجَي(٣٢)
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.”
b. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2]: 233
ُاتَدِلاَوْلاَوَنْع ِض ُْرينُهَدال ْوَأِْنيَل ْوَحِْنيَلَِامكْنَمِلَداَرَأْنَأمِتُيَةَعاَضالر
ىَلَعَوِدوُل ْوَمْلاُهَلنُهُق ْز ِرنُهُتَوْسِكَوِوفُرْعَمْلاِبالُفَلكُتسْفَنالِإْسُواَهَع
الارَضُتةَدِلاَواَهِدَلَوِبالَوودُل ْوَمُهَلِهِدَلَوِبىَلَعَوِث ِارَوْلاْثِمُلَكِلَذْنِإَف
اَداَرَأاالَصِفْنَعاضََرتاَمُهْنِمرُاوَشَتَوالَفَحَانُجاَمِهْيَلَعْنِإَوْمُتْدَرَأْنَأ
واُع ِض َْرتْسَتْمُكَدال ْوَأالَفَحَانُجْمُكْيَلَعاَذِإْمُتْملَساَمْمُتْيَتآوُرْعَمْلاِبِفواُقاتَو
َاّللواُمَلْعاَونَأَاّللاَمِبَنوُلَمْعَتير ِصَب(٢٣٣)
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.”
8. 7
c. Al-Qur’an Surat Al-Qashash [28]: 26
ْتَلاَقاَمُهاَدْحِإاَيِتَبَأُه ْر ِجَْأتْسانِإَْريَخِنَمَت ْرَجَْأتْساُّيِوَقْلاُنيِاألم(٢٦)
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya.”
d. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya;
maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
3. Pendapat Ulama tentang Musyarakah Mutanaqisah
a. Ibnu Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173:
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi
(bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena
(sebenarnya) ia membeli milik pihak lain”.
b. Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 365:
“Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam
(kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)- nya kepada pihak
lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika menjual porsinya
tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh”.
c. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal.
436-437:
“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena
(sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik) bersandar pada janji dari
Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada
mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar
kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung,
Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan,
karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank
mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan
9. 8
usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian
porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan
secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah.”
C. Ketentuan Akad, Rukun, dan Syarat Musyarakah Mutanaqisah
1. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah
Di dalam penelitian Nurul Dwi Arifiani (2016), dijelaskan bahwa untuk
menjalankan musyarakah mutanaqisah terlebih dahulu harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqisah,
sebagai berikut:
a. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan
(musahamah), Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan
penyewaan, dan pembelian secara bertahap.
b. Dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana diatur
dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban,
diantaranya:
1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan akad.
2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat
akad.
3) Menanggung kerugian sesuai dengan proporsi modal.
c. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik,
LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap
dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.
d. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilaksanakan sesuai
kesepakatan.
e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS sebagai syarik
beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
2. Rukun Pembiayaan Musyarakah Mutanasiqah
Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus memenuhi
segala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat
hukum seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakan (Ascara,
10. 9
2007). Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariat islam
adalah sebagai berikut (Anshori, 2010):
a. Sighat (lafadz akad), seseorang dalam membuat perjanjian perseroan atau
syirkah pasti dituangkan dalam bentuk tertulis berupa akta. Sighat pada
hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadaan
serikat/kerjasama dalam menjalankan suatu usaha. Contoh lafadz akad:
“Aku bersyirkah denganmu untuk urusan ini atau itu” dan pihak lain
berkata: “Telah ku terima”.
b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah
(musyarakah). Orang yang mengadakan perjanjian perserikatan harus
memenuhi syarat yaitu, bahwa masing-masing pihak yang hendak
mengadakan syirkah ini harus sudah dewasa (baligh), sehat akalnya dan
atas kehendaknya sendiri.
c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah
yang bersifat musya’. Dalam perjanjian musyarakah setiap syarik
mempunyai porsi atau bagian masing-masing dalam menyetorkan modal
atau dananya sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah
(milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya
secara fisik (Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang
Musyarakah Mutanaqishah).
e. Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau kerangka
kerja (home work) yang jelas, serta dibenarkan menurut syariah. Untuk
menjalankan pokok pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus
memasukkan barang modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya.
3. Syarat Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah)
dan unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau
dana dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat
dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersbut. Maka syarat dari pelaksanaan akad syirkah sesuai dengan Fatwa DSN
No. 73/DSN-MUI/XI/2008 adalah sebagai berikut:
11. 10
a. Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk
saling bekerjasama.
b. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain.
c. Dalam pencampuran pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan
obyek akad tersebut.
d. Akad musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan keada syarik atau
pihak lain.
e. Apabila aset musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah)
dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
f. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus
berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
g. Kadar atau ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan aset Musyarakah
syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah),
harus jelas dan disepakati dalam akad.
h. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan
biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Kemudian yang berkaitan dengan unsur sewa, ketentuan pokoknya sesuai
Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/X/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, meliputi:
Rukun dan Syarat Ijarah:
a. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk
lain.
b. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa atau pemberi jasa
(mu’jir) dan penyewa atau pengguna jasa (musta’jir).
c. Ujrah atau fee, merupakan bonus yang didapatkan bank syariah dari
perjanjian musyarakah mutanaqisah sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Barang atau benda yang disewakan yang menjadi objek akad sewa.
Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua belah pihak. Dalam
syirkah mutanaqisah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus
dibayar nasabah. Dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang
12. 11
harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa,
dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu, besar-kecilnya
sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang ketentuan-ketentuan inilah yang ada
pada musyarakah mutanaqisah yang selama ini dipraktikan di perbankan syariah
(Arifiani, 2016).
D. Skema Mekanisme Musyarakah Mutanaqisah
Mekanisme musyarakah mutanaqisah ini dapat digambarkan sebagai berikut
(Ridwan dan Syahruddin, 2013):
Keterangan:
1. Bank dan nasabah sama-sama menyertakan modal untuk properti.
2. Bank mewakilkan kepada nasabah untuk mengeola properti tersebut.
3. Nasabah menyewa properti tersebut.
4. Nasabah kemudian membeli secara bertahap bagian atas properti hingga
dalam jangka waktu tertentu seluruh bagian bank menjadi milik nasabah.
Dalam kondisi itu, maka properti sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Dalam ketentuan khusus yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, disebutkan bahwa dalam
implementasi musyarakah mutanaqisah ada beberapa ketentuan, yaitu:
a. Aset musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak
lain.
13. 12
b. Apabila aset musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
c. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan
proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan
proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
d. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan
disepakati dalam akad.
e. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
E. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Dalam Fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/X/2013, tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, dijelaskan
bahwa ciri-ciri khusus atau karakteristik musyarakah mutanaqisah adalah sebagai
berikut:
1. Modal usaha dari para pihak (bank syariah/lembaga keuangan syariah dan
nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha
tersebut dilakukan tajzi’atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai
hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit-unit hishshah.
Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari
nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah).
Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal
usaha syirkah adalah 100 unit hishshah.
2. Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh
berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada
nomor 1, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta
rupiah (100 unit hishshah).
3. Adanya wa’d (janji). Bank syariah atau lembaga keuangan syariah berjanji
untuk mengalihkan seluruh hishshah-nya secara komersial kepada nasabah
dengan bertahap.
14. 13
4. Adanya pengalihan unit hishshah setiap penyetoran uang oleh nasabah
kepada bank syariah atau lembaga keuangan syariah, maka nilai yang
jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan
sebagai pengalihan unit hishshah bank syariah atau lembaga keuangan
syariah secara komersial (naqlul hishshah bil ‘iwadh), sedangkan nilai yang
jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi
hasil yang menjadi hak bank syariah atau lembaga keuangan syariah.
F. Risiko Yang Timbul Dalam Musyarakah Mutanaqisah
Menurut Hosen (2009), terdapat beberapa risiko yang timbul dalam
musyarakah mutanaqisah, sebagai berikut:
1. Risiko Kepemilikan
Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqisah, status kepemilikan barang
masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini
merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqisah, di mana
kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang.
Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai
kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank
syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama.
2. Risiko Regulasi
Praktik musyarakah mutanaqisah untuk pembiayaan barang terikat
dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang
diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqisah adalah masalah
pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang.
Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000
yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Di mana
penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di
dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini
menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun
tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN.
Pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah berpotensi kena pajak dilihat
dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu:
15. 14
a. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
b. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
c. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.
d. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah
sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
e. Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan
usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang,
tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
f. Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas
Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini
menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini
meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau
perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
g. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan
Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang
tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992
yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu,
jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa
dilakukan oleh lembaga non bank.
h. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan
batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN.
16. 15
3. Risiko Pasar
Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu
barang. Perbedaan wilayah atas kerja sama musyarakah tersebut akan
menyebabkan perbedaan harga. Jadi, bank syariah tidak bisa menyama-
ratakan harga. Di samping itu, dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan
skim musyarakah mutanaqisah merupakan bentuk pembelian barang secara
bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Di mana
kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang
dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Di samping besaran
angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqisah
terdapat harga sewa yang harus dibayar nasabah tiap bulannya sebagai
kompensasi keuntungan bank.
Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat
berlangsungnya akad kerja sama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek
barang akan dipengaruhi oleh:
a. Waktu terjadinya kesepakatan.
b. Tempat atau wilayah.
c. Supply dan demand atas barang tersebut.
4. Risiko Kredit (Pembiayaan)
Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqisah yang
dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Di
mana dimungkinkan tejadinya wanprestasi dari pihak nasabah yang tidak
mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah
melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan
berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya
kerugian pihak bank syariah.
G. Keunggulan Dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqisah
Menurut Hosen (2009), penerapan akad musyarakah mutanaqisah memiliki
beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah:
1. Bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi
objek pejanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah
dan nasabah akan saling menjaga aset-aset tersebut.
17. 16
2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa
yang telah ditetapkan atas aset tersebut.
3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan
suku bunga pasar pada perbankan konvensional.
5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank
konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi.
Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqisah
ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah:
1. Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran
pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biaya-
biaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut.
2. Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan
pada aset yang menjadi obyek akad.
3. Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan
bagi nasabah, dan menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya.
H. Implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat
Dalam pelaksanaan pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan
menggunakan akad musyarakah mutanaqisah di Bank Muamalat, dalam
aplikasinya bank muamalat melakukan suatu kerjasama pembiayaan antara pihak
bank dan pihak calon nasabah sesaui dengan kesepakatan bersama.
Setelah kesepakatan telah disetujui maka proses pembiayaan akan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya. Prosedur yang dilakukan
oleh pihak bank dalam pembiayaan KPR dengan akad musyarakah mutanaqisah
(bagi hasil) merupakan suatu pembiayaan kongsi (sewa), dimana dalam proses
pembiayaan KPR sesuai dengan Fatwa yang telah ditetapkan oleh dewan syari‟ah
nasional, yaitu Fatwa NO:73/DSN-MUI/XI/2008 Tahun 2008 yang menyatakan
menurut dewan nasional adalah “ Bahwa pembiayaan musyarakah Mutanaqisah
Memiliki Keunggulan dalam kebersamaan dan kaeadilan, baik dalam berbagi
keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif dalma
proses kepemilikan aset (barang) atau modal. Dan dijelaskan pula dalam ketentuan
18. 17
umum bahwa musyarakah adalah musyarakah atau syirkah (kerjasama) yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap.”
Dalam perhitungan untuk pembbiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan
meggunakan akad musyrakah mutanaqisah memiliki perhitungan atau rumus
manual, berikut merupakan formula perhitungan angsuran per bulan menggunakan
sistem efektif :
Keterangan :
AT = Angsuran Total
AP = Angsuran Pokok
P = Pokok Pembiayaan
AM = Angsuran Margin
M = margin (%) perbulan
OS = Outstanding Pembiayaan
III. STUDI KASUS
Di dalam Antonio (2003), dijelaskan contoh skema perhitungan musyarakah
mutanaqisah. Misalnya, nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang
(biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 20% dari nasabah dan 80% dari bank.
Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi
yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi
kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah
porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai
berikut. Harga rumah, misalnya Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi
Rp80.000.000,00 dan nasabah Rp20.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan
nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 80% saham rumah, sedangkan nasabah
memiliki 20% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa
19. 18
disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam
hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per
bulan, pada realisasinya Rp800.000,00 akan menjadi milik bank dan Rp200.000,00
merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin
memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp200.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian
saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin
besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100%
saham dan bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut
dengan perkongsian yang mengecil atau musyawarah mutanaqisah atau disebut juga
dengan decreasing participation dari pihak bank.
IV. KESIMPULAN
Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di mana kerja
sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain
bertambah hak kepemilikannya.
Landasan hukum musyarakah mutanaqisah, QS. Shad [38]: 24 dan menurut Ibnu
Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173:
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah)
dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak
lain”.
Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan (musahamah),
Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara
bertahap. Rukun Musyarakah Mutanaqisa, Sighat (lafadz akad), Syarik, Hishshah,
Musya’, Pokok pekerjaan.
Risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko kepemilikan,
risiko regulasi, risiko pasar, risiko kredit. Sedangkan keunggulan musyarakah
mutanaqisah yaitu, bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang
menjadi objek pejanjian, adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah, kedua
belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar, dapat meminimalisir risiko
20. 19
financial cost, tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank
konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi.
Kelemahan musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko terjadinya pelimpahan atas
beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, berkurangnya pendapatan bank syariah
atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad, cicilan atas
beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan
menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya.
21. 20
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anshori, Abdul Ghafar. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi,
dan Implementasi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2003. Bank Syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: Gema
Insani Press.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Oni Sahroni, Hasanuddin. 2016. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatwa-Fatwa
Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013, Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah
Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan.
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/X/2000, Tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008, Tentang Musyarakah Mutanaqisah.
Jurnal
Hosen, Nadratuzzaman. 2009. Musyarakah Mutanaqisah. Jurnal. Vol. 1, No. 2. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Rahayu, Anik dan Akhmad Rriduan. 2013. Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah
Dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada Pt.Bank Muamalat. Jurnal Ilmu
& Riset Akuntansi Vol. 2 No. 11.
Ridwan, M dan Syahruddin. 2013. Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Sebagai
Alternatif Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal
Tsaqafah. Vol. 9, No. 1.
Rokhim, Abdul. 2014. Konstruk dan Model Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Di
Bank Syariah. Jurnal. Vol. 1 No. 2. Jember: Human Falah.
Skripsi
Arifiani, Nurul Dwi. 2016. Mekanisme Akad Musyarakah Mutanaqishah (Studi Pada
Nasabah Pembiayaan Sindikasi Syariah Di Bank Jateng Syariah). Skripsi. Jurusan
Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
Prasetyo, Bayu. 2014. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN No.
01/DSN-MUI/X/2013. Skripsi. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rosdianawati, Eka Afrillia. 2016. Analisa Penerapan Akad Musyarakah Mutanaqisah
Pada Bank Muamalat Surabaya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.