SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH PENGEMBANGAN PRODUK PERBANKAN SYARIAH
MUSYARAKAH MUTANAQISAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Produk Perbankan Syariah (A) yang
diampu oleh :
Hasan Al-Banna, S.E.I., M.E.
Kelompok 7 :
1. Bagaskara Widyasena (15820006)
2. Muhammad Rifai Aulia (15820094)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017/2018
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan lembaga keuangan islam semakin menunjukkan eksistensi
sebagai salah satu instrumen yang di percaya masyarakat untuk mengimpun dana
maupun untuk melakukan kegiatan pembiayaan. Dengan kebutuhan masyarakat
yang semakin tinggi lembaga keuangan islam di tuntut untuk memberikan
pelayanan dan produk-produk utnuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Bank Syariah menyediakan berbagai macam produk, diantaranya pola titipan
(wadi‟ah yad amanah dan wadiah yad ad-dhamanah), pola pinjaman seperti
mudharabah dan musyarakah, pola jual beli seperti murabahah, salam dan
istishna‟, pola sewa seperti ijarah dan ijarah muntahia bittamlik, dan pola lainnya
seperti wakalah, kafalah dan akad rahn atau gadai.
Salah satu produk yang berbasis bagi hasil adalah musyarakah. Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.
Produk perbankan syariah yang menggunakan akad musyarakah mutanaqisah
adalah KPR (kredit pemilikan rumah). Musyarakah Mutanaqisah adalah produk
pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi
(hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan
pengalihan komersial secara bertahap.
Dengan adanya pembiayaan KPR menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah
yang memiliki tenor atau angsuran lebih lama dan DP (Down Payment) yang relatif
lebih kecil dari pembiayaan KPR konvensional akan menarik minat masyarakat
untuk melakukan pembiayaan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah yang
akan di bahasa yaitu:
1. Apakah pengertian musyarakah mutanaqisah?
2. Bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah?
3. Bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah mutanaqisah?
4. Bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah?
2
5. Bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah?
6. Bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah mutanaqisah?
7. Bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di perbankan
syariah?
C. Tujuan
1. Mengetahui apakah pengertin musyarakah mutanaqisah
2. Mengetahui bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah
3. Mengetahui bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah
mutanaqisah
4. Mengetahui bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah
5. Mengetahui bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah
6. Mengetahui bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah
mutanaqisah
7. Mengetahui bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di
perbankan syariah
3
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah mutanaqisah terdiri dari 2 (dua) kata yaitu musyarakah dan
mutanaqisah. Kata dasar musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata
syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerja sama,
perusahaan, atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah kerja sama
antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqisah berasal dari kata
yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara
bertahap (Prasetyo, 2014).
Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja
sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di
mana kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara
pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini
melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerja sama
ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain (Suhendi,
2008). Hal serupa juga dijelaskan oleh Oni Sahroni. Menurut Oni Sahroni (2016),
musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset
(barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian
secara bertahap oleh pihak lainnya.
Menurut Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, menjelaskan
bahwa pembiayaan musyarakah mutanaqisah adalah produk pembiayaan
berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi (hishshah) modal
salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan pengalihan komersial
secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadli muatanaqisah) kepada syarik yang lain
atau nasabah.
Akad musyarakah mutanaqisah adalah pembiayaan berpola bagi hasil untuk
memenuhi kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti. Dengan cara ini
bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah
kemudian barang tersebut menjadi milik bersama dan digunakan untuk usaha yang
dapat menghasilkan, dalam kasus pembiayaan di sini barang disewakan kepada
nasabah. Bagian hasil sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi
aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat
4
jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah (Rosdianawati,
2016).
Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah) dan
unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana
dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam
musyarakah mutanaqisah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut
(Hosen, 2009).
Kemitraan menurun (musyarakah mutanaqisah) merupakan konsep yang
berkaitan dengan variabel transaksi, kemitraan (musyarakah), dan variabel ijarah
yang dikemas dengan asumsi dan pengalihan aset. Asumsi yang terkenal dalam
ilmu ekonomi adalah hal lain yang dianggap tetap atau konstan (ceteris paribus).
Untuk mengetahui implementasi usaha kemitraan (musyarakah) pada suatu modal
dengan kuantitas tertentu, haruslah diasumsikan analisisnya dengan hal-hal lain
tetap/konstan agar pengaruh persewaan (ijarah) dan hal-hal lain yang tidak dapat
diabaikan (Rokhim, 2014).
Menurut Wahbah al-Zuhaily dalam Ridwan dan Syahruddin (2013),
menyatakan bahwa musyarakah mutanaqisah ini dibenarkan dalam syariah, karena
sebagaimana ijarah muntahiyah bi al-tamlik, yaitu bersandarkan pada janji dari
bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi
kepemilikannya dalam syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank
sejumlah harga porsi yang dimiliki bank tersebut. Di saat berlangsung, musyarakah
mutanaqisah tersebut dipandang sebagai syirkah inan, karena kedua belah pihak
menyerahkan kontribusi modal (ra’su al-maal), dan bank mendelegasikan kepada
nasabah untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah, bank kemudian
menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad
penjualan ini dilakukan secara terpisah dan tidak terkait dengan akad syirkah.
Terkait dengan musyarakah mutanaqisah ini, maka Ibnu Qudamah dalam
Ridwan dan Syahruddin (2013), menyebutkan bahwa apabila salah satu dari dua
yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hissah) dari mitra lainnya, maka
hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain.
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa musyarakah
mutanaqisah adalah akad kerja sama antara dua pihak (Bank dan Nasabah), dalam
5
kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung, aset satu
kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan
perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.
B. Landasan Hukum Syariah
Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah, pada saat
ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa).
Karena di dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur syirkah dan unsur
ijarah.
1. Dasar Hukum Musyarakah
a. QS. Shad [38]: 24
…‫ن‬ِ‫إ‬َ‫و‬‫ا‬ً‫ير‬ِ‫ث‬َ‫ك‬َ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫اء‬َ‫ط‬َ‫ل‬ُ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ي‬ِ‫غ‬ْ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ال‬ِ‫إ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫آ‬
‫وا‬ُ‫ل‬ِ‫م‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬‫الص‬‫يل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َ‫و‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫ن‬َ‫ظ‬َ‫و‬ُ‫د‬ُ‫او‬َ‫د‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬َ‫أ‬ُ‫ه‬‫ا‬‫َن‬‫ت‬َ‫ف‬َ‫َر‬‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬ُ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬‫َر‬‫خ‬َ‫و‬
‫ا‬ً‫ع‬ِ‫ك‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫َاب‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫و‬(٢٤)
“... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu
sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini ...”
b. QS. Al-Ma’idah [5]: 1
‫ا‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫آ‬‫وا‬ُ‫ف‬ ْ‫و‬َ‫أ‬‫و‬ُ‫ق‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ ………. (١)
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”
c. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasullah SAW berkata:
“Allah SWT berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain.
Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR.
Abu Daud, yang dishahihkan oleh Al-Hakim, dari Abu Hurairah).
d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi SAW
bersabda:
6
“Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat
dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.”
2. Dalil Hukum Ijarah
a. Al-Qur’an Surat Al-Zukhruf [43]: 32
ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬ِ‫س‬ْ‫ق‬َ‫ي‬َ‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫ك‬ِِّ‫ب‬َ‫ر‬ُ‫ن‬ْ‫ح‬َ‫ن‬‫َا‬‫ن‬ْ‫م‬َ‫س‬َ‫ق‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ت‬َ‫ش‬‫ي‬ِ‫ع‬َ‫م‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ي‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ا‬َ‫ي‬ْ‫ن‬ُّ‫د‬‫ال‬
‫َا‬‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ف‬ َ‫ر‬َ‫و‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬َ‫ق‬ ْ‫و‬َ‫ف‬‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ات‬َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫د‬َ‫ذ‬ ِ‫خ‬‫ت‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ًّا‬‫ي‬ ِ‫ر‬ْ‫خ‬ُ‫س‬ُ‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫و‬
َ‫ك‬ِِّ‫ب‬َ‫ر‬‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬‫ا‬‫م‬ِ‫م‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ج‬َ‫ي‬(٣٢)
“Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.”
b. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2]: 233
ُ‫ات‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬َ‫ن‬ْ‫ع‬ ِ‫ض‬ ْ‫ُر‬‫ي‬‫ن‬ُ‫ه‬َ‫د‬‫ال‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ِ‫ْن‬‫ي‬َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬ِ‫ْن‬‫ي‬َ‫ل‬ِ‫َام‬‫ك‬ْ‫ن‬َ‫م‬ِ‫ل‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫م‬ِ‫ت‬ُ‫ي‬َ‫ة‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ض‬‫الر‬
‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫د‬‫و‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫ق‬ ْ‫ز‬ ِ‫ر‬‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫و‬ْ‫س‬ِ‫ك‬َ‫و‬ِ‫وف‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬‫ال‬ُ‫ف‬‫َل‬‫ك‬ُ‫ت‬‫س‬ْ‫ف‬َ‫ن‬‫ال‬ِ‫إ‬ْ‫س‬ُ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ع‬
‫ال‬‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬‫ة‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬َ‫و‬ِ‫ب‬‫ال‬َ‫و‬‫ود‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬َ‫و‬ِ‫ب‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫ث‬ ِ‫ار‬َ‫و‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ث‬ِ‫م‬ُ‫ل‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬
‫ا‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫أ‬‫اال‬َ‫ص‬ِ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫اض‬َ‫َر‬‫ت‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬ِ‫م‬‫ر‬ُ‫او‬َ‫ش‬َ‫ت‬َ‫و‬‫ال‬َ‫ف‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ج‬‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫و‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫د‬َ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬
‫وا‬ُ‫ع‬ ِ‫ض‬ ْ‫َر‬‫ت‬ْ‫س‬َ‫ت‬ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫د‬‫ال‬ ْ‫و‬َ‫أ‬‫ال‬َ‫ف‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ج‬ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ت‬‫آ‬‫و‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ِ‫ف‬‫وا‬ُ‫ق‬‫ات‬َ‫و‬
َ‫اّلل‬‫وا‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫و‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ت‬‫ير‬ ِ‫ص‬َ‫ب‬(٢٣٣)
“…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan.”
7
c. Al-Qur’an Surat Al-Qashash [28]: 26
ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫د‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ت‬َ‫ب‬َ‫أ‬ُ‫ه‬ ْ‫ر‬ ِ‫ج‬ْ‫َأ‬‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ِ‫ن‬َ‫م‬َ‫ت‬ ْ‫ر‬َ‫ج‬ْ‫َأ‬‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬ُّ‫ي‬ِ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ُ‫ن‬‫ي‬ِ‫األم‬(٢٦)
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya.”
d. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata:
“Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya;
maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan
memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.”
3. Pendapat Ulama tentang Musyarakah Mutanaqisah
a. Ibnu Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173:
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi
(bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena
(sebenarnya) ia membeli milik pihak lain”.
b. Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 365:
“Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam
(kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)- nya kepada pihak
lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika menjual porsinya
tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh”.
c. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal.
436-437:
“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena
(sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik) bersandar pada janji dari
Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada
mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar
kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung,
Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan,
karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank
mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan
8
usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian
porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan
secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah.”
C. Ketentuan Akad, Rukun, dan Syarat Musyarakah Mutanaqisah
1. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah
Di dalam penelitian Nurul Dwi Arifiani (2016), dijelaskan bahwa untuk
menjalankan musyarakah mutanaqisah terlebih dahulu harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqisah,
sebagai berikut:
a. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan
(musahamah), Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan
penyewaan, dan pembelian secara bertahap.
b. Dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana diatur
dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban,
diantaranya:
1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan akad.
2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat
akad.
3) Menanggung kerugian sesuai dengan proporsi modal.
c. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik,
LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap
dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya.
d. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilaksanakan sesuai
kesepakatan.
e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS sebagai syarik
beralih kepada syarik lainnya (nasabah).
2. Rukun Pembiayaan Musyarakah Mutanasiqah
Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus memenuhi
segala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat
hukum seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakan (Ascara,
9
2007). Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariat islam
adalah sebagai berikut (Anshori, 2010):
a. Sighat (lafadz akad), seseorang dalam membuat perjanjian perseroan atau
syirkah pasti dituangkan dalam bentuk tertulis berupa akta. Sighat pada
hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadaan
serikat/kerjasama dalam menjalankan suatu usaha. Contoh lafadz akad:
“Aku bersyirkah denganmu untuk urusan ini atau itu” dan pihak lain
berkata: “Telah ku terima”.
b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah
(musyarakah). Orang yang mengadakan perjanjian perserikatan harus
memenuhi syarat yaitu, bahwa masing-masing pihak yang hendak
mengadakan syirkah ini harus sudah dewasa (baligh), sehat akalnya dan
atas kehendaknya sendiri.
c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah
yang bersifat musya’. Dalam perjanjian musyarakah setiap syarik
mempunyai porsi atau bagian masing-masing dalam menyetorkan modal
atau dananya sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah
(milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya
secara fisik (Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang
Musyarakah Mutanaqishah).
e. Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau kerangka
kerja (home work) yang jelas, serta dibenarkan menurut syariah. Untuk
menjalankan pokok pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus
memasukkan barang modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya.
3. Syarat Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah)
dan unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau
dana dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang
diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat
dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersbut. Maka syarat dari pelaksanaan akad syirkah sesuai dengan Fatwa DSN
No. 73/DSN-MUI/XI/2008 adalah sebagai berikut:
10
a. Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk
saling bekerjasama.
b. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain.
c. Dalam pencampuran pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan
obyek akad tersebut.
d. Akad musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan keada syarik atau
pihak lain.
e. Apabila aset musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah)
dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
f. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan
nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus
berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti
perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
g. Kadar atau ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan aset Musyarakah
syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah),
harus jelas dan disepakati dalam akad.
h. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan
biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
Kemudian yang berkaitan dengan unsur sewa, ketentuan pokoknya sesuai
Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/X/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, meliputi:
Rukun dan Syarat Ijarah:
a. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah
pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk
lain.
b. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa atau pemberi jasa
(mu’jir) dan penyewa atau pengguna jasa (musta’jir).
c. Ujrah atau fee, merupakan bonus yang didapatkan bank syariah dari
perjanjian musyarakah mutanaqisah sesuai dengan kesepakatan bersama.
d. Barang atau benda yang disewakan yang menjadi objek akad sewa.
Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua belah pihak. Dalam
syirkah mutanaqisah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus
dibayar nasabah. Dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang
11
harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa,
dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu, besar-kecilnya
sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang ketentuan-ketentuan inilah yang ada
pada musyarakah mutanaqisah yang selama ini dipraktikan di perbankan syariah
(Arifiani, 2016).
D. Skema Mekanisme Musyarakah Mutanaqisah
Mekanisme musyarakah mutanaqisah ini dapat digambarkan sebagai berikut
(Ridwan dan Syahruddin, 2013):
Keterangan:
1. Bank dan nasabah sama-sama menyertakan modal untuk properti.
2. Bank mewakilkan kepada nasabah untuk mengeola properti tersebut.
3. Nasabah menyewa properti tersebut.
4. Nasabah kemudian membeli secara bertahap bagian atas properti hingga
dalam jangka waktu tertentu seluruh bagian bank menjadi milik nasabah.
Dalam kondisi itu, maka properti sepenuhnya menjadi milik nasabah.
Dalam ketentuan khusus yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-
MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, disebutkan bahwa dalam
implementasi musyarakah mutanaqisah ada beberapa ketentuan, yaitu:
a. Aset musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak
lain.
12
b. Apabila aset musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat
menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati.
c. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan
proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan
proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik.
d. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (LKS) yang
berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan
disepakati dalam akad.
e. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya
peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.
E. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Dalam Fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/X/2013, tentang Pedoman
Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, dijelaskan
bahwa ciri-ciri khusus atau karakteristik musyarakah mutanaqisah adalah sebagai
berikut:
1. Modal usaha dari para pihak (bank syariah/lembaga keuangan syariah dan
nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha
tersebut dilakukan tajzi’atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai
hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit-unit hishshah.
Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari
nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah).
Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal
usaha syirkah adalah 100 unit hishshah.
2. Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh
berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada
nomor 1, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta
rupiah (100 unit hishshah).
3. Adanya wa’d (janji). Bank syariah atau lembaga keuangan syariah berjanji
untuk mengalihkan seluruh hishshah-nya secara komersial kepada nasabah
dengan bertahap.
13
4. Adanya pengalihan unit hishshah setiap penyetoran uang oleh nasabah
kepada bank syariah atau lembaga keuangan syariah, maka nilai yang
jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan
sebagai pengalihan unit hishshah bank syariah atau lembaga keuangan
syariah secara komersial (naqlul hishshah bil ‘iwadh), sedangkan nilai yang
jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi
hasil yang menjadi hak bank syariah atau lembaga keuangan syariah.
F. Risiko Yang Timbul Dalam Musyarakah Mutanaqisah
Menurut Hosen (2009), terdapat beberapa risiko yang timbul dalam
musyarakah mutanaqisah, sebagai berikut:
1. Risiko Kepemilikan
Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqisah, status kepemilikan barang
masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini
merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqisah, di mana
kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang.
Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai
kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank
syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama.
2. Risiko Regulasi
Praktik musyarakah mutanaqisah untuk pembiayaan barang terikat
dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang
diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqisah adalah masalah
pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang.
Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000
yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Di mana
penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di
dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini
menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun
tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN.
Pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah berpotensi kena pajak dilihat
dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu:
14
a. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud,
yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau
barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
b. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
c. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan
berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan
suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk
dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.
d. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah
sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang ini.
e. Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan
usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang,
tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
f. Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam
pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas
Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini
menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini
meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau
perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
g. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan
Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang
tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992
yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu,
jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa
dilakukan oleh lembaga non bank.
h. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan
batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN.
15
3. Risiko Pasar
Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu
barang. Perbedaan wilayah atas kerja sama musyarakah tersebut akan
menyebabkan perbedaan harga. Jadi, bank syariah tidak bisa menyama-
ratakan harga. Di samping itu, dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan
skim musyarakah mutanaqisah merupakan bentuk pembelian barang secara
bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Di mana
kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang
dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Di samping besaran
angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqisah
terdapat harga sewa yang harus dibayar nasabah tiap bulannya sebagai
kompensasi keuntungan bank.
Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat
berlangsungnya akad kerja sama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek
barang akan dipengaruhi oleh:
a. Waktu terjadinya kesepakatan.
b. Tempat atau wilayah.
c. Supply dan demand atas barang tersebut.
4. Risiko Kredit (Pembiayaan)
Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqisah yang
dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Di
mana dimungkinkan tejadinya wanprestasi dari pihak nasabah yang tidak
mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah
melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan
berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya
kerugian pihak bank syariah.
G. Keunggulan Dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqisah
Menurut Hosen (2009), penerapan akad musyarakah mutanaqisah memiliki
beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah:
1. Bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi
objek pejanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah
dan nasabah akan saling menjaga aset-aset tersebut.
16
2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa
yang telah ditetapkan atas aset tersebut.
3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar.
4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan
suku bunga pasar pada perbankan konvensional.
5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank
konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi.
Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqisah
ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah:
1. Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran
pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biaya-
biaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut.
2. Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan
pada aset yang menjadi obyek akad.
3. Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan
bagi nasabah, dan menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya.
H. Implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat
Dalam pelaksanaan pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan
menggunakan akad musyarakah mutanaqisah di Bank Muamalat, dalam
aplikasinya bank muamalat melakukan suatu kerjasama pembiayaan antara pihak
bank dan pihak calon nasabah sesaui dengan kesepakatan bersama.
Setelah kesepakatan telah disetujui maka proses pembiayaan akan dilaksanakan
sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya. Prosedur yang dilakukan
oleh pihak bank dalam pembiayaan KPR dengan akad musyarakah mutanaqisah
(bagi hasil) merupakan suatu pembiayaan kongsi (sewa), dimana dalam proses
pembiayaan KPR sesuai dengan Fatwa yang telah ditetapkan oleh dewan syari‟ah
nasional, yaitu Fatwa NO:73/DSN-MUI/XI/2008 Tahun 2008 yang menyatakan
menurut dewan nasional adalah “ Bahwa pembiayaan musyarakah Mutanaqisah
Memiliki Keunggulan dalam kebersamaan dan kaeadilan, baik dalam berbagi
keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif dalma
proses kepemilikan aset (barang) atau modal. Dan dijelaskan pula dalam ketentuan
17
umum bahwa musyarakah adalah musyarakah atau syirkah (kerjasama) yang
kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang
disebabkan pembelian secara bertahap.”
Dalam perhitungan untuk pembbiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan
meggunakan akad musyrakah mutanaqisah memiliki perhitungan atau rumus
manual, berikut merupakan formula perhitungan angsuran per bulan menggunakan
sistem efektif :
Keterangan :
AT = Angsuran Total
AP = Angsuran Pokok
P = Pokok Pembiayaan
AM = Angsuran Margin
M = margin (%) perbulan
OS = Outstanding Pembiayaan
III. STUDI KASUS
Di dalam Antonio (2003), dijelaskan contoh skema perhitungan musyarakah
mutanaqisah. Misalnya, nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang
(biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 20% dari nasabah dan 80% dari bank.
Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi
yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi
kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran.
Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah
porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%.
Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai
berikut. Harga rumah, misalnya Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi
Rp80.000.000,00 dan nasabah Rp20.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan
nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 80% saham rumah, sedangkan nasabah
memiliki 20% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa
18
disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam
hal ini adalah nasabah.
Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per
bulan, pada realisasinya Rp800.000,00 akan menjadi milik bank dan Rp200.000,00
merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin
memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp200.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian
saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin
besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100%
saham dan bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut
dengan perkongsian yang mengecil atau musyawarah mutanaqisah atau disebut juga
dengan decreasing participation dari pihak bank.
IV. KESIMPULAN
Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja sama
antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di mana kerja
sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain
bertambah hak kepemilikannya.
Landasan hukum musyarakah mutanaqisah, QS. Shad [38]: 24 dan menurut Ibnu
Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173:
“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah)
dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak
lain”.
Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan (musahamah),
Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara
bertahap. Rukun Musyarakah Mutanaqisa, Sighat (lafadz akad), Syarik, Hishshah,
Musya’, Pokok pekerjaan.
Risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko kepemilikan,
risiko regulasi, risiko pasar, risiko kredit. Sedangkan keunggulan musyarakah
mutanaqisah yaitu, bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang
menjadi objek pejanjian, adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah, kedua
belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar, dapat meminimalisir risiko
19
financial cost, tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank
konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi.
Kelemahan musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko terjadinya pelimpahan atas
beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, berkurangnya pendapatan bank syariah
atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad, cicilan atas
beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan
menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Anshori, Abdul Ghafar. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi,
dan Implementasi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2003. Bank Syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: Gema
Insani Press.
Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press.
Oni Sahroni, Hasanuddin. 2016. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Fatwa-Fatwa
Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013, Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah
Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan.
Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/X/2000, Tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008, Tentang Musyarakah Mutanaqisah.
Jurnal
Hosen, Nadratuzzaman. 2009. Musyarakah Mutanaqisah. Jurnal. Vol. 1, No. 2. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Rahayu, Anik dan Akhmad Rriduan. 2013. Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah
Dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada Pt.Bank Muamalat. Jurnal Ilmu
& Riset Akuntansi Vol. 2 No. 11.
Ridwan, M dan Syahruddin. 2013. Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Sebagai
Alternatif Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal
Tsaqafah. Vol. 9, No. 1.
Rokhim, Abdul. 2014. Konstruk dan Model Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Di
Bank Syariah. Jurnal. Vol. 1 No. 2. Jember: Human Falah.
Skripsi
Arifiani, Nurul Dwi. 2016. Mekanisme Akad Musyarakah Mutanaqishah (Studi Pada
Nasabah Pembiayaan Sindikasi Syariah Di Bank Jateng Syariah). Skripsi. Jurusan
Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
Prasetyo, Bayu. 2014. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah
Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN No.
01/DSN-MUI/X/2013. Skripsi. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Rosdianawati, Eka Afrillia. 2016. Analisa Penerapan Akad Musyarakah Mutanaqisah
Pada Bank Muamalat Surabaya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

More Related Content

What's hot

Mudharabah
MudharabahMudharabah
Mudharabah
Paisal Tanjung
 
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan MudharabahAkuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
lutfiahanna
 
Produk Perbankan Syariah
Produk Perbankan SyariahProduk Perbankan Syariah
Produk Perbankan Syariah
Phuji Maisaroh
 
Tugas perbankan syariah UAS
Tugas perbankan syariah UASTugas perbankan syariah UAS
Tugas perbankan syariah UAS
Devia13
 
Hiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutangHiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutang
binmasciko
 
Asuransi Syariah
Asuransi SyariahAsuransi Syariah
Asuransi Syariah
Syafril Djaelani,SE, MM
 
akad wadiah
akad wadiahakad wadiah
akad wadiah
Neyna Fazadiq
 
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
fissilmikaffah1
 
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahProfit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahmadureh
 
Murabahah
MurabahahMurabahah
Murabahah
Mohammad Ridwan
 
Investasi syariah
Investasi syariahInvestasi syariah
Investasi syariah
Deny Hosea
 
Psak 103 salam
Psak 103 salamPsak 103 salam
Psak 103 salamcitra Joni
 
Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan MurabahahPembiayaan Murabahah
Pembiayaan Murabahah
dwi_rahmamosa
 

What's hot (20)

murabahah
murabahahmurabahah
murabahah
 
Mudharabah
MudharabahMudharabah
Mudharabah
 
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan MudharabahAkuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
Akuntansi Syariah Penghimpun Dana Wadiah dan Mudharabah
 
Produk Perbankan Syariah
Produk Perbankan SyariahProduk Perbankan Syariah
Produk Perbankan Syariah
 
MAKALAH KAFALAH
MAKALAH KAFALAHMAKALAH KAFALAH
MAKALAH KAFALAH
 
Pegadaian syari’ah
Pegadaian syari’ahPegadaian syari’ah
Pegadaian syari’ah
 
Tugas perbankan syariah UAS
Tugas perbankan syariah UASTugas perbankan syariah UAS
Tugas perbankan syariah UAS
 
Makalah qardh al hasan
Makalah qardh al hasanMakalah qardh al hasan
Makalah qardh al hasan
 
Hiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutangHiwalah - pemindahan hutang
Hiwalah - pemindahan hutang
 
Asuransi Syariah
Asuransi SyariahAsuransi Syariah
Asuransi Syariah
 
Pegadaian syariah ppt
Pegadaian syariah pptPegadaian syariah ppt
Pegadaian syariah ppt
 
akad wadiah
akad wadiahakad wadiah
akad wadiah
 
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
09.1 HUKUM SAMSARAH (RUKUN & SYARAT)
 
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ahProfit Sharing Dalam Bank Syari'ah
Profit Sharing Dalam Bank Syari'ah
 
MUSYARAKAH
MUSYARAKAHMUSYARAKAH
MUSYARAKAH
 
Murabahah
MurabahahMurabahah
Murabahah
 
Investasi syariah
Investasi syariahInvestasi syariah
Investasi syariah
 
Psak 103 salam
Psak 103 salamPsak 103 salam
Psak 103 salam
 
Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan MurabahahPembiayaan Murabahah
Pembiayaan Murabahah
 
Pilantrofi islam
Pilantrofi islamPilantrofi islam
Pilantrofi islam
 

Similar to Musyarakah mutanaqisah

Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
 
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.pptMATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
amalya15
 
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
GilangIlhamFirdaus
 
Akuntansi Musyarakah
Akuntansi MusyarakahAkuntansi Musyarakah
Pembiayaan
PembiayaanPembiayaan
Pembiayaan
Ria Widia
 
Fiqh Kelas X
Fiqh Kelas XFiqh Kelas X
Fiqh Kelas X
Gendis Wildah Nia
 
Makalah manajemen pembiayaan bank syariah
Makalah manajemen pembiayaan bank syariahMakalah manajemen pembiayaan bank syariah
Makalah manajemen pembiayaan bank syariah
Miftah Iqtishoduna
 
Sistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariahSistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariah
Akadusyifa .
 
Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan SyariahLembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan Syariah
University Islamic Kadiri
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
Diniyah Hidayati
 
Manajemen pembiayaan bank syariah
Manajemen pembiayaan bank syariahManajemen pembiayaan bank syariah
Manajemen pembiayaan bank syariah
KSEI Iqtishoduna Pekalongan
 
Kelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariahKelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariah
PT. TERSERAH ANDA
 
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalkomparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalRohmi Hidayatun
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariahQiqi Aw
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
Krilekz
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalKrilekz
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
Krilekz
 

Similar to Musyarakah mutanaqisah (20)

Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
Urgensi Hukum Jaminan Syariah dalam Transaksi Akad Murabahah pada perbankan s...
 
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.pptMATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
MATERI SISTEM OPERASIONAL BANK SYARIAH.ppt
 
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
(Kel 8) jasa dalam perbankan syariah.fix
 
Materi 05
Materi 05Materi 05
Materi 05
 
Akuntansi Musyarakah
Akuntansi MusyarakahAkuntansi Musyarakah
Akuntansi Musyarakah
 
Pembiayaan
PembiayaanPembiayaan
Pembiayaan
 
Perbankan Syariah
Perbankan SyariahPerbankan Syariah
Perbankan Syariah
 
Fiqh Kelas X
Fiqh Kelas XFiqh Kelas X
Fiqh Kelas X
 
Makalah manajemen pembiayaan bank syariah
Makalah manajemen pembiayaan bank syariahMakalah manajemen pembiayaan bank syariah
Makalah manajemen pembiayaan bank syariah
 
Sistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariahSistem pembiayaan keuangan syariah
Sistem pembiayaan keuangan syariah
 
Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan SyariahLembaga Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan Syariah
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Manajemen pembiayaan bank syariah
Manajemen pembiayaan bank syariahManajemen pembiayaan bank syariah
Manajemen pembiayaan bank syariah
 
Kelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariahKelompok 08 ppt bank syariah
Kelompok 08 ppt bank syariah
 
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensionalkomparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
komparasi mekanisme produk pegadaian syariah dg konvensional
 
Banking islamic prospect and problem
Banking islamic prospect and problemBanking islamic prospect and problem
Banking islamic prospect and problem
 
Perbankan syariah
Perbankan syariahPerbankan syariah
Perbankan syariah
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
 
Bank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensionalBank syari’ah vs bank konvensional
Bank syari’ah vs bank konvensional
 

Recently uploaded

reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
AhmadVikriKhoirulAna
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
anthoniusaldolemauk
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
EnforceA Real Solution
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
f4hmizakaria123
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
JefryColter
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
IndahMeilani2
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Anisa Rizki Rahmawati
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
adjhe17ks1
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
hoiriyono
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
bidakara2016
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
fadilahsaleh427
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
mariapasaribu13
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
meincha1152
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
MarkusPiyusmanZebua
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
LidyaManuelia1
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
AchmadHasanHafidzi
 

Recently uploaded (18)

reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
 

Musyarakah mutanaqisah

  • 1. MAKALAH PENGEMBANGAN PRODUK PERBANKAN SYARIAH MUSYARAKAH MUTANAQISAH Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Produk Perbankan Syariah (A) yang diampu oleh : Hasan Al-Banna, S.E.I., M.E. Kelompok 7 : 1. Bagaskara Widyasena (15820006) 2. Muhammad Rifai Aulia (15820094) PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2017/2018
  • 2. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perkembangan lembaga keuangan islam semakin menunjukkan eksistensi sebagai salah satu instrumen yang di percaya masyarakat untuk mengimpun dana maupun untuk melakukan kegiatan pembiayaan. Dengan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi lembaga keuangan islam di tuntut untuk memberikan pelayanan dan produk-produk utnuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bank Syariah menyediakan berbagai macam produk, diantaranya pola titipan (wadi‟ah yad amanah dan wadiah yad ad-dhamanah), pola pinjaman seperti mudharabah dan musyarakah, pola jual beli seperti murabahah, salam dan istishna‟, pola sewa seperti ijarah dan ijarah muntahia bittamlik, dan pola lainnya seperti wakalah, kafalah dan akad rahn atau gadai. Salah satu produk yang berbasis bagi hasil adalah musyarakah. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Produk perbankan syariah yang menggunakan akad musyarakah mutanaqisah adalah KPR (kredit pemilikan rumah). Musyarakah Mutanaqisah adalah produk pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi (hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan pengalihan komersial secara bertahap. Dengan adanya pembiayaan KPR menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah yang memiliki tenor atau angsuran lebih lama dan DP (Down Payment) yang relatif lebih kecil dari pembiayaan KPR konvensional akan menarik minat masyarakat untuk melakukan pembiayaan. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan bahwa rumusan masalah yang akan di bahasa yaitu: 1. Apakah pengertian musyarakah mutanaqisah? 2. Bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah? 3. Bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah mutanaqisah? 4. Bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah?
  • 3. 2 5. Bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah? 6. Bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah mutanaqisah? 7. Bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah? C. Tujuan 1. Mengetahui apakah pengertin musyarakah mutanaqisah 2. Mengetahui bagaimanakah landasan hukum musyarakah mutanaqisah 3. Mengetahui bagaimanakah ketentuan akad, rukun, dan syarat musyarakah mutanaqisah 4. Mengetahui bagaimanakah skema musyarakah mutanqisah 5. Mengetahui bagaimanakah risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah 6. Mengetahui bagaimanakah keunggulan dan kelemahan musyarakah mutanaqisah 7. Mengetahui bagaimanakan implementasi akad musyarakah mutanaqisah di perbankan syariah
  • 4. 3 II. PEMBAHASAN A. Pengertian Musyarakah Mutanaqisah Musyarakah mutanaqisah terdiri dari 2 (dua) kata yaitu musyarakah dan mutanaqisah. Kata dasar musyarakah adalah syirkah yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan (syirkah), yang berarti kerja sama, perusahaan, atau kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah kerja sama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqisah berasal dari kata yatanaqishu-tanaqish-tanaqishan-mutanaqishun yang berarti mengurangi secara bertahap (Prasetyo, 2014). Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di mana kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Bentuk kerja sama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak kepada pihak lain (Suhendi, 2008). Hal serupa juga dijelaskan oleh Oni Sahroni. Menurut Oni Sahroni (2016), musyarakah mutanaqisah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Menurut Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013 tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, menjelaskan bahwa pembiayaan musyarakah mutanaqisah adalah produk pembiayaan berdasarkan prinsip musyarakah, yaitu syirkatul ‘inan, yang porsi (hishshah) modal salah satu syarik (Bank Syariah/LKS) berkurang disebabkan pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadli muatanaqisah) kepada syarik yang lain atau nasabah. Akad musyarakah mutanaqisah adalah pembiayaan berpola bagi hasil untuk memenuhi kebutuhan barang konsumsi, perumahan, atau properti. Dengan cara ini bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah kemudian barang tersebut menjadi milik bersama dan digunakan untuk usaha yang dapat menghasilkan, dalam kasus pembiayaan di sini barang disewakan kepada nasabah. Bagian hasil sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode waktu tertentu (saat
  • 5. 4 jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah (Rosdianawati, 2016). Di dalam musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqisah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersebut (Hosen, 2009). Kemitraan menurun (musyarakah mutanaqisah) merupakan konsep yang berkaitan dengan variabel transaksi, kemitraan (musyarakah), dan variabel ijarah yang dikemas dengan asumsi dan pengalihan aset. Asumsi yang terkenal dalam ilmu ekonomi adalah hal lain yang dianggap tetap atau konstan (ceteris paribus). Untuk mengetahui implementasi usaha kemitraan (musyarakah) pada suatu modal dengan kuantitas tertentu, haruslah diasumsikan analisisnya dengan hal-hal lain tetap/konstan agar pengaruh persewaan (ijarah) dan hal-hal lain yang tidak dapat diabaikan (Rokhim, 2014). Menurut Wahbah al-Zuhaily dalam Ridwan dan Syahruddin (2013), menyatakan bahwa musyarakah mutanaqisah ini dibenarkan dalam syariah, karena sebagaimana ijarah muntahiyah bi al-tamlik, yaitu bersandarkan pada janji dari bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam syirkah apabila mitra telah membayar kepada bank sejumlah harga porsi yang dimiliki bank tersebut. Di saat berlangsung, musyarakah mutanaqisah tersebut dipandang sebagai syirkah inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi modal (ra’su al-maal), dan bank mendelegasikan kepada nasabah untuk mengelola kegiatan usaha. Setelah selesai syirkah, bank kemudian menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah dan tidak terkait dengan akad syirkah. Terkait dengan musyarakah mutanaqisah ini, maka Ibnu Qudamah dalam Ridwan dan Syahruddin (2013), menyebutkan bahwa apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hissah) dari mitra lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa musyarakah mutanaqisah adalah akad kerja sama antara dua pihak (Bank dan Nasabah), dalam
  • 6. 5 kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung, aset satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan perpindahan dilakukan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap. B. Landasan Hukum Syariah Sandaran hukum Islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah, pada saat ini, dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa). Karena di dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur syirkah dan unsur ijarah. 1. Dasar Hukum Musyarakah a. QS. Shad [38]: 24 …‫ن‬ِ‫إ‬َ‫و‬‫ا‬ً‫ير‬ِ‫ث‬َ‫ك‬َ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫اء‬َ‫ط‬َ‫ل‬ُ‫خ‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ي‬ِ‫غ‬ْ‫ب‬َ‫ي‬َ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ال‬ِ‫إ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫آ‬ ‫وا‬ُ‫ل‬ِ‫م‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬‫الص‬‫يل‬ِ‫ل‬َ‫ق‬ َ‫و‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬ُ‫ه‬‫ن‬َ‫ظ‬َ‫و‬ُ‫د‬ُ‫او‬َ‫د‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬َ‫أ‬ُ‫ه‬‫ا‬‫َن‬‫ت‬َ‫ف‬َ‫َر‬‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬ُ‫ه‬‫ب‬َ‫ر‬‫َر‬‫خ‬َ‫و‬ ‫ا‬ً‫ع‬ِ‫ك‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫َاب‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫و‬(٢٤) “... Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini ...” b. QS. Al-Ma’idah [5]: 1 ‫ا‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫ِي‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬ُ‫ن‬َ‫م‬‫آ‬‫وا‬ُ‫ف‬ ْ‫و‬َ‫أ‬‫و‬ُ‫ق‬ُ‫ع‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ ………. (١) “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...” c. Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasullah SAW berkata: “Allah SWT berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh Al-Hakim, dari Abu Hurairah). d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani, Nabi SAW bersabda:
  • 7. 6 “Shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” 2. Dalil Hukum Ijarah a. Al-Qur’an Surat Al-Zukhruf [43]: 32 ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫أ‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫م‬ِ‫س‬ْ‫ق‬َ‫ي‬َ‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫ك‬ِِّ‫ب‬َ‫ر‬ُ‫ن‬ْ‫ح‬َ‫ن‬‫َا‬‫ن‬ْ‫م‬َ‫س‬َ‫ق‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ب‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ت‬َ‫ش‬‫ي‬ِ‫ع‬َ‫م‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ي‬َ‫ح‬ْ‫ل‬‫ا‬‫ا‬َ‫ي‬ْ‫ن‬ُّ‫د‬‫ال‬ ‫َا‬‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ف‬ َ‫ر‬َ‫و‬ْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬َ‫ق‬ ْ‫و‬َ‫ف‬‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ات‬َ‫ج‬َ‫ر‬َ‫د‬َ‫ذ‬ ِ‫خ‬‫ت‬َ‫ي‬ِ‫ل‬ْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ا‬ً‫ض‬ْ‫ع‬َ‫ب‬‫ًّا‬‫ي‬ ِ‫ر‬ْ‫خ‬ُ‫س‬ُ‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫و‬ َ‫ك‬ِِّ‫ب‬َ‫ر‬‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬‫ا‬‫م‬ِ‫م‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ج‬َ‫ي‬(٣٢) “Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” b. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah [2]: 233 ُ‫ات‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ْ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬َ‫ن‬ْ‫ع‬ ِ‫ض‬ ْ‫ُر‬‫ي‬‫ن‬ُ‫ه‬َ‫د‬‫ال‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ِ‫ْن‬‫ي‬َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬ِ‫ْن‬‫ي‬َ‫ل‬ِ‫َام‬‫ك‬ْ‫ن‬َ‫م‬ِ‫ل‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬‫م‬ِ‫ت‬ُ‫ي‬َ‫ة‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ض‬‫الر‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫د‬‫و‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ُ‫ه‬َ‫ل‬‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫ق‬ ْ‫ز‬ ِ‫ر‬‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫ت‬َ‫و‬ْ‫س‬ِ‫ك‬َ‫و‬ِ‫وف‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬‫ال‬ُ‫ف‬‫َل‬‫ك‬ُ‫ت‬‫س‬ْ‫ف‬َ‫ن‬‫ال‬ِ‫إ‬ْ‫س‬ُ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬َ‫ع‬ ‫ال‬‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬‫ة‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬‫ا‬َ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬َ‫و‬ِ‫ب‬‫ال‬َ‫و‬‫ود‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ل‬ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬َ‫و‬ِ‫ب‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫و‬ِ‫ث‬ ِ‫ار‬َ‫و‬ْ‫ل‬‫ا‬ْ‫ث‬ِ‫م‬ُ‫ل‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ا‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ر‬َ‫أ‬‫اال‬َ‫ص‬ِ‫ف‬ْ‫ن‬َ‫ع‬‫اض‬َ‫َر‬‫ت‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬ْ‫ن‬ِ‫م‬‫ر‬ُ‫او‬َ‫ش‬َ‫ت‬َ‫و‬‫ال‬َ‫ف‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ج‬‫ا‬َ‫م‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫و‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫د‬َ‫ر‬َ‫أ‬ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫وا‬ُ‫ع‬ ِ‫ض‬ ْ‫َر‬‫ت‬ْ‫س‬َ‫ت‬ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫د‬‫ال‬ ْ‫و‬َ‫أ‬‫ال‬َ‫ف‬َ‫ح‬‫َا‬‫ن‬ُ‫ج‬ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫م‬‫ل‬َ‫س‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ت‬‫آ‬‫و‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬َ‫م‬ْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ِ‫ف‬‫وا‬ُ‫ق‬‫ات‬َ‫و‬ َ‫اّلل‬‫وا‬ُ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫و‬‫ن‬َ‫أ‬َ‫اّلل‬‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬َ‫ن‬‫و‬ُ‫ل‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫ت‬‫ير‬ ِ‫ص‬َ‫ب‬(٢٣٣) “…Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
  • 8. 7 c. Al-Qur’an Surat Al-Qashash [28]: 26 ْ‫ت‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬‫ا‬َ‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫د‬ْ‫ح‬ِ‫إ‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ت‬َ‫ب‬َ‫أ‬ُ‫ه‬ ْ‫ر‬ ِ‫ج‬ْ‫َأ‬‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ِ‫ن‬َ‫م‬َ‫ت‬ ْ‫ر‬َ‫ج‬ْ‫َأ‬‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬ُّ‫ي‬ِ‫و‬َ‫ق‬ْ‫ل‬‫ا‬ُ‫ن‬‫ي‬ِ‫األم‬(٢٦) “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, ‘Hai ayahku! Ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” d. Hadis riwayat Abu Daud dari Sa’d Ibn Abi Waqqash, ia berkata: “Kami pernah menyewankan tanah dengan (bayaran) hasil pertaniannya; maka, Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emas atau perak.” 3. Pendapat Ulama tentang Musyarakah Mutanaqisah a. Ibnu Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173: “Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain”. b. Ibn Abidin dalam kitab Raddul Mukhtar juz III halaman 365: “Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam (kepemilikan) suatu bangunan menjual porsi (hishshah)- nya kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya boleh”. c. Wahbah Zuhaili dalam kitab Al-Muamalah Al-Maliyah Al-Muasirah, hal. 436-437: “Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam syariah, karena (sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik) bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga porsi Bank tersebut. Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut dipandang sebagai Syirkah ‘Inan, karena kedua belah pihak menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank mendelegasikan kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan
  • 9. 8 usaha. Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad Syirkah.” C. Ketentuan Akad, Rukun, dan Syarat Musyarakah Mutanaqisah 1. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqisah Di dalam penelitian Nurul Dwi Arifiani (2016), dijelaskan bahwa untuk menjalankan musyarakah mutanaqisah terlebih dahulu harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam akad musyarakah mutanaqisah, sebagai berikut: a. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan (musahamah), Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara bertahap. b. Dalam musyarakah mutanaqisah berlaku hukum sebagaimana diatur dalam Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, diantaranya: 1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan akad. 2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat akad. 3) Menanggung kerugian sesuai dengan proporsi modal. c. Dalam akad Musyarakah Mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik, LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan pihak kedua (syarik yang lain, nasabah) wajib membelinya. d. Jual beli sebagaimana dimaksud dalam huruf c dilaksanakan sesuai kesepakatan. e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS sebagai syarik beralih kepada syarik lainnya (nasabah). 2. Rukun Pembiayaan Musyarakah Mutanasiqah Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus memenuhi segala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah dan mempunyai akibat hukum seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakan (Ascara,
  • 10. 9 2007). Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan syariat islam adalah sebagai berikut (Anshori, 2010): a. Sighat (lafadz akad), seseorang dalam membuat perjanjian perseroan atau syirkah pasti dituangkan dalam bentuk tertulis berupa akta. Sighat pada hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadaan serikat/kerjasama dalam menjalankan suatu usaha. Contoh lafadz akad: “Aku bersyirkah denganmu untuk urusan ini atau itu” dan pihak lain berkata: “Telah ku terima”. b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah). Orang yang mengadakan perjanjian perserikatan harus memenuhi syarat yaitu, bahwa masing-masing pihak yang hendak mengadakan syirkah ini harus sudah dewasa (baligh), sehat akalnya dan atas kehendaknya sendiri. c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang bersifat musya’. Dalam perjanjian musyarakah setiap syarik mempunyai porsi atau bagian masing-masing dalam menyetorkan modal atau dananya sesuai dengan kesepakatan bersama. d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik (Fatwa DSN MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah). e. Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau kerangka kerja (home work) yang jelas, serta dibenarkan menurut syariah. Untuk menjalankan pokok pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus memasukkan barang modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya. 3. Syarat Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Dalam akad musyarakah mutanaqisah terdapat unsur kerja sama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerja sama dilakukan dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerja sama kepemilikan. Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur tersbut. Maka syarat dari pelaksanaan akad syirkah sesuai dengan Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 adalah sebagai berikut:
  • 11. 10 a. Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk saling bekerjasama. b. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain. c. Dalam pencampuran pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan obyek akad tersebut. d. Akad musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan keada syarik atau pihak lain. e. Apabila aset musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. f. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. g. Kadar atau ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad. h. Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli. Kemudian yang berkaitan dengan unsur sewa, ketentuan pokoknya sesuai Fatwa DSN No. 09/DSN-MUI/X/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, meliputi: Rukun dan Syarat Ijarah: a. Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain. b. Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa atau pemberi jasa (mu’jir) dan penyewa atau pengguna jasa (musta’jir). c. Ujrah atau fee, merupakan bonus yang didapatkan bank syariah dari perjanjian musyarakah mutanaqisah sesuai dengan kesepakatan bersama. d. Barang atau benda yang disewakan yang menjadi objek akad sewa. Besaran sewa harus jelas dan dapat diketahui kedua belah pihak. Dalam syirkah mutanaqisah harus jelas besaran angsuran dan besaran sewa yang harus dibayar nasabah. Dan ketentuan batasan waktu pembayaran menjadi syarat yang
  • 12. 11 harus diketahui kedua belah pihak. Harga sewa, besar kecilnya harga sewa, dapat berubah sesuai kesepakatan. Dalam kurun waktu tertentu, besar-kecilnya sewa dapat dilakukan kesepakatan ulang ketentuan-ketentuan inilah yang ada pada musyarakah mutanaqisah yang selama ini dipraktikan di perbankan syariah (Arifiani, 2016). D. Skema Mekanisme Musyarakah Mutanaqisah Mekanisme musyarakah mutanaqisah ini dapat digambarkan sebagai berikut (Ridwan dan Syahruddin, 2013): Keterangan: 1. Bank dan nasabah sama-sama menyertakan modal untuk properti. 2. Bank mewakilkan kepada nasabah untuk mengeola properti tersebut. 3. Nasabah menyewa properti tersebut. 4. Nasabah kemudian membeli secara bertahap bagian atas properti hingga dalam jangka waktu tertentu seluruh bagian bank menjadi milik nasabah. Dalam kondisi itu, maka properti sepenuhnya menjadi milik nasabah. Dalam ketentuan khusus yang terdapat dalam Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN- MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, disebutkan bahwa dalam implementasi musyarakah mutanaqisah ada beberapa ketentuan, yaitu: a. Aset musyarakah mutanaqisah dapat di-ijarah-kan kepada syarik atau pihak lain.
  • 13. 12 b. Apabila aset musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati. c. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan para syarik. d. Kadar/Ukuran bagian/porsi kepemilikan aset Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad. e. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli. E. Karakteristik Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Dalam Fatwa DSN No. 01/DSN-MUI/X/2013, tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah dalam Produk Pembiayaan, dijelaskan bahwa ciri-ciri khusus atau karakteristik musyarakah mutanaqisah adalah sebagai berikut: 1. Modal usaha dari para pihak (bank syariah/lembaga keuangan syariah dan nasabah) harus dinyatakan dalam bentuk hishshah. Terhadap modal usaha tersebut dilakukan tajzi’atul hishshah, yaitu modal usaha dicatat sebagai hishshah (portion) yang terbagi menjadi unit-unit hishshah. Misalnya modal usaha syirkah dari bank sebesar 80 juta rupiah dan dari nasabah sebesar 20 juta rupiah (modal usaha syirkah adalah 100 juta rupiah). Apabila setiap unit hishshah disepakati bernilai 1 juta rupiah; maka modal usaha syirkah adalah 100 unit hishshah. 2. Modal usaha yang telah dinyatakan dalam hishshah tersebut tidak boleh berkurang selama akad berlaku secara efektif. Sesuai dengan contoh pada nomor 1, maka modal usaha syirkah dari awal sampai akhir adalah 100 juta rupiah (100 unit hishshah). 3. Adanya wa’d (janji). Bank syariah atau lembaga keuangan syariah berjanji untuk mengalihkan seluruh hishshah-nya secara komersial kepada nasabah dengan bertahap.
  • 14. 13 4. Adanya pengalihan unit hishshah setiap penyetoran uang oleh nasabah kepada bank syariah atau lembaga keuangan syariah, maka nilai yang jumlahnya sama dengan nilai unit hishshah, secara syariah dinyatakan sebagai pengalihan unit hishshah bank syariah atau lembaga keuangan syariah secara komersial (naqlul hishshah bil ‘iwadh), sedangkan nilai yang jumlahnya lebih dari nilai unit hishshah tersebut, dinyatakan sebagai bagi hasil yang menjadi hak bank syariah atau lembaga keuangan syariah. F. Risiko Yang Timbul Dalam Musyarakah Mutanaqisah Menurut Hosen (2009), terdapat beberapa risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah, sebagai berikut: 1. Risiko Kepemilikan Dalam pembiayaan musyarakah mutanaqisah, status kepemilikan barang masih menjadi milik bersama antara pihak bank syariah dan nasabah. Hal ini merupakan konsekuensi dari pembiayaan musyarakah mutanaqisah, di mana kedua belah pihak ikut menyertakan dananya untuk membeli barang. Pada saat transfer kepemilikan barang, pihak nasabah dapat menguasai kepemilikan barang sepenuhnya setelah dilakukan pembayaran bagian bank syariah oleh nasabah beserta besaran uang sewa yang disepakati bersama. 2. Risiko Regulasi Praktik musyarakah mutanaqisah untuk pembiayaan barang terikat dengan peraturan atau regulasi yang berlaku. Salah satu regulasi yang diberlakukan untuk pola musyarakah mutanaqisah adalah masalah pembebanan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kepemilikan barang. Pengenaan PPN didasarkan atas Undang-undang No. 18 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No. 8 Tahun 1983. Di mana penyerahan barang kena pajak dan jasa kena pajak merupakan obyek pajak di dalam UU PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang ini menyatakan bahwa segala jenis barang, berwujud baik bergerak ataupun tidak bergerak, maupun barang tidak berwujud merupakan obyek PPN. Pada pembiayaan musyarakah mutanaqisah berpotensi kena pajak dilihat dari beberapa ketentuan berikut ini, yaitu:
  • 15. 14 a. Pasal 1 angka 2 menyatakan bahwa Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atas hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. b. Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. c. Pasal 1 angka 5 menyatakan bahwa jasa adalah setiap kegiatan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak bersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. d. Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Jasa Kena Pajak adalah sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini. e. Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya. f. Pasal 1A ayat (1) huruf a menyatakan bahwa termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Penjelasan pasal ini menyatakan bahwa perjanjian yang dimaksud dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang. g. Pasal 4A ayat (3) jo. Pasal 5 huruf d dan pasal 8 huruf a Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000 tentang jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN pada jasa perbankan disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Yaitu, jasa-jasa yang merupakan kegiatan pokok perbankan yang tidak bisa dilakukan oleh lembaga non bank. h. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-15/PJ.5/1990, berkaitan dengan batasan jasa perbankan yang tidak dikenakan PPN.
  • 16. 15 3. Risiko Pasar Ketentuan pasar akan menyebabkan terjadinya fluktuasi harga suatu barang. Perbedaan wilayah atas kerja sama musyarakah tersebut akan menyebabkan perbedaan harga. Jadi, bank syariah tidak bisa menyama- ratakan harga. Di samping itu, dalam pembiayaan kepemilikan barang dengan skim musyarakah mutanaqisah merupakan bentuk pembelian barang secara bersama-sama antara pihak bank syariah dengan nasabah. Di mana kepemilikan bank akan berkurang sesuai dengan besaran angsuran yang dilakukan nasabah atas pokok modal bank bersangkutan. Di samping besaran angsuran yang harus di bayar nasabah, dalam skim musyarakah mutanaqisah terdapat harga sewa yang harus dibayar nasabah tiap bulannya sebagai kompensasi keuntungan bank. Dalam sewa dapat berfluktuasi sesuai dengan situasi dan kondisi saat berlangsungnya akad kerja sama tersebut. Sewa yang ditentukan atas obyek barang akan dipengaruhi oleh: a. Waktu terjadinya kesepakatan. b. Tempat atau wilayah. c. Supply dan demand atas barang tersebut. 4. Risiko Kredit (Pembiayaan) Proses pelaksanaan pembiayaan musyarakah mutanaqisah yang dilakukan dengan cara mengangsur setiap bulan akan terkena risiko kredit. Di mana dimungkinkan tejadinya wanprestasi dari pihak nasabah yang tidak mampu menunaikan kewajibannya setiap bulan. Ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran setiap bulan berakibat pada kegagalan kontrak yang dapat menjadi penyebab munculnya kerugian pihak bank syariah. G. Keunggulan Dan Kelemahan Musyarakah Mutanaqisah Menurut Hosen (2009), penerapan akad musyarakah mutanaqisah memiliki beberapa keunggulan sebagai pembiayaan syariah, diantaranya adalah: 1. Bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi objek pejanjian. Karena merupakan aset bersama maka antara bank syariah dan nasabah akan saling menjaga aset-aset tersebut.
  • 17. 16 2. Adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah pihak atas margin sewa yang telah ditetapkan atas aset tersebut. 3. Kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar. 4. Dapat meminimalisir risiko financial cost jika terjadi inflasi dan kenaikan suku bunga pasar pada perbankan konvensional. 5. Tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi. Adapun kelemahan yang muncul dalam akad musyarakah mutanaqisah ketika diterapkan sebagai bentuk pembiayaan syariah adalah: 1. Risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, baik pajak atas hak tanggungan atau pajak atas bangunan, serta biaya- biaya lain yang mungkin dapat menjadi beban atas aset tersebut. 2. Berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad. 3. Cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya. H. Implementasi akad Musyarakah Mutanaqisah di Bank Muamalat Dalam pelaksanaan pembiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan menggunakan akad musyarakah mutanaqisah di Bank Muamalat, dalam aplikasinya bank muamalat melakukan suatu kerjasama pembiayaan antara pihak bank dan pihak calon nasabah sesaui dengan kesepakatan bersama. Setelah kesepakatan telah disetujui maka proses pembiayaan akan dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya. Prosedur yang dilakukan oleh pihak bank dalam pembiayaan KPR dengan akad musyarakah mutanaqisah (bagi hasil) merupakan suatu pembiayaan kongsi (sewa), dimana dalam proses pembiayaan KPR sesuai dengan Fatwa yang telah ditetapkan oleh dewan syari‟ah nasional, yaitu Fatwa NO:73/DSN-MUI/XI/2008 Tahun 2008 yang menyatakan menurut dewan nasional adalah “ Bahwa pembiayaan musyarakah Mutanaqisah Memiliki Keunggulan dalam kebersamaan dan kaeadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian, sehingga dapat menjadi alternatif dalma proses kepemilikan aset (barang) atau modal. Dan dijelaskan pula dalam ketentuan
  • 18. 17 umum bahwa musyarakah adalah musyarakah atau syirkah (kerjasama) yang kepemilikan asset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap.” Dalam perhitungan untuk pembbiayaan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) dengan meggunakan akad musyrakah mutanaqisah memiliki perhitungan atau rumus manual, berikut merupakan formula perhitungan angsuran per bulan menggunakan sistem efektif : Keterangan : AT = Angsuran Total AP = Angsuran Pokok P = Pokok Pembiayaan AM = Angsuran Margin M = margin (%) perbulan OS = Outstanding Pembiayaan III. STUDI KASUS Di dalam Antonio (2003), dijelaskan contoh skema perhitungan musyarakah mutanaqisah. Misalnya, nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan), misalnya 20% dari nasabah dan 80% dari bank. Untuk memiliki barang tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank. Karena pembayarannya dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi nasabah menjadi 100% dan porsi bank 0%. Jika kita mengambil rumah sebagai contoh kasus, perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah, misalnya Rp100.000.000,00. Bank berkontribusi Rp80.000.000,00 dan nasabah Rp20.000.000,00. Karena kedua pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi, bank memiliki 80% saham rumah, sedangkan nasabah memiliki 20% kepemilikan rumah. Dalam syariah Islam, barang milik perkongsian bisa
  • 19. 18 disewakan kepada siapa pun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah nasabah. Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp1.000.000,00 per bulan, pada realisasinya Rp800.000,00 akan menjadi milik bank dan Rp200.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan tetapi, karena nasabah pada hakikatnya ingin memiliki rumah itu, uang sejumlah Rp200.000,00 itu dijadikan sebagai pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan memiliki 100% saham dan bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut. Itulah yang disebut dengan perkongsian yang mengecil atau musyawarah mutanaqisah atau disebut juga dengan decreasing participation dari pihak bank. IV. KESIMPULAN Musyarakah mutanaqisah (deminishing partnership) adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset. Di mana kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain bertambah hak kepemilikannya. Landasan hukum musyarakah mutanaqisah, QS. Shad [38]: 24 dan menurut Ibnu Qudamah, al-Mughni,(Bayrut: Dar al-Fikr, t.th), juz 5, hal. 173: “Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak lain”. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad syirkah ‘inan (musahamah), Ijarah, wakalah (perwakilan) dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara bertahap. Rukun Musyarakah Mutanaqisa, Sighat (lafadz akad), Syarik, Hishshah, Musya’, Pokok pekerjaan. Risiko yang timbul dalam musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko kepemilikan, risiko regulasi, risiko pasar, risiko kredit. Sedangkan keunggulan musyarakah mutanaqisah yaitu, bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki atas suatu aset yang menjadi objek pejanjian, adanya bagi hasil yang diterima antara kedua belah, kedua belah pihak dapat menyepakati adanya perubahan harga sewa sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan mengikuti harga pasar, dapat meminimalisir risiko
  • 20. 19 financial cost, tidak terpengaruh oleh terjadinya fluktuasi bunga pasar pada bank konvensional, dan/atau fluktuasi harga terjadinya inflasi. Kelemahan musyarakah mutanaqisah yaitu, risiko terjadinya pelimpahan atas beban biaya transaksi dan pembayaran pajak, berkurangnya pendapatan bank syariah atas margin sewa yang dibebankan pada aset yang menjadi obyek akad, cicilan atas beban angsuran di tahun-tahun pertama akan terasa memberatkan bagi nasabah, dan menjadi ringan di tahun-tahun berikutnya.
  • 21. 20 DAFTAR PUSTAKA Buku Anshori, Abdul Ghafar. 2010. Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan Implementasi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Antonio, Muhammad Syafi’i. 2003. Bank Syariah: dari teori ke praktik. Jakarta: Gema Insani Press. Ascarya. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Press. Oni Sahroni, Hasanuddin. 2016. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suhendi, Hendi. 2008. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Fatwa-Fatwa Fatwa DSN-MUI No.01/DSN-MUI/X/2013, Tentang Pedoman Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Dalam Produk Pembiayaan. Fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/X/2000, Tentang Pembiayaan Ijarah. Fatwa DSN-MUI No. 73/DSN-MUI/XI/2008, Tentang Musyarakah Mutanaqisah. Jurnal Hosen, Nadratuzzaman. 2009. Musyarakah Mutanaqisah. Jurnal. Vol. 1, No. 2. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. Rahayu, Anik dan Akhmad Rriduan. 2013. Akuntansi Akad Musyarakah Mutanaqisah Dalam Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Pada Pt.Bank Muamalat. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 11. Ridwan, M dan Syahruddin. 2013. Implementasi Musyarakah Mutanaqisah Sebagai Alternatif Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal Tsaqafah. Vol. 9, No. 1. Rokhim, Abdul. 2014. Konstruk dan Model Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Di Bank Syariah. Jurnal. Vol. 1 No. 2. Jember: Human Falah. Skripsi Arifiani, Nurul Dwi. 2016. Mekanisme Akad Musyarakah Mutanaqishah (Studi Pada Nasabah Pembiayaan Sindikasi Syariah Di Bank Jateng Syariah). Skripsi. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Prasetyo, Bayu. 2014. Analisis Penyelesaian Pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah Bermasalah Pada Bank Muamalat Indonesia Berdasarkan Keputusan DSN No. 01/DSN-MUI/X/2013. Skripsi. Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Rosdianawati, Eka Afrillia. 2016. Analisa Penerapan Akad Musyarakah Mutanaqisah Pada Bank Muamalat Surabaya. Skripsi. Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.