Makalah ini membahas pandangan kaum muda kampus terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia dari perspektif Pancasila. Pembahasan mencakup upaya efektif untuk membumikan nilai-nilai Pancasila dalam mencegah dan memberantas korupsi, dengan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila seperti keteladanan dan menjauhi penyalahgunaan kekuasaan.
1. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
MAKALAH
PANDANGAN KAUM MUDA KAMPUS
TERHADAP PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA PERSPEKTIF IDEOLOGI
PANCASILA
Dosen Pengasuh:
Panca Setyo Prihatin, Sip, M.Si
Oleh:
Al-Kahfi
NPM.123410023
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2012
2. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
A. Pendahuluan
Penataan sistem politik dan ketatanegaraan sesuai tuntutan semangat
reformasi sejak tahun 1998/ 1999 harus diakui ada kemajuan yang signifikan, jika
dibandingkan dengan penyelenggaraan kehidupan politik ketatanegaraan di era
orde lama dan orde baru. Walau demikian laju perkembangan kian hari di rasa
semakin lamban, bahkan ada yang menyebut “jiwa reformasi telah mati suri”,
terutama jika dilihat dari perspektif yang lebih substansial yang menyentuh
komitmen dan kesadaran melaksanakan nilai-nilai dari ke empat pilar bangsa
(Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika - sebagai semboyan
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara). Hal ini tentu sejalan dengan
spirit baru dalam konstitusi (UUD 1945) yang merupakan salah satu agenda
reformasi untuk diamandemen agar dapat ditegakkan supremasi hukum dan
konstitusi secara konsisten, berani, efektif, dan berkelanjutan. Konsepsi dan
program ini diletakkan secara baik dan benar dalam konteks membangun
konfigurasi politik yang lebih demokratis, menjunjung tinggi prinsip ham agar
tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia secara
adil dan beradab.
Forum wacana dan diskusi ilmiah popular tentang dan seputar ke empat
pilar bangsa belakangan ini marak mengemuka di tengah publik dalam dinamika
pemikiran konstruktif semua elemen bangsa dengan jiwa penuh optimis dalam
menatap masa depan bangsa dan negara. Tidak ketinggalan peran strategis
Lemhannas melalui kegiatan semacam ini secara berkelanjutan. Selain itu
hidupnya forum ilmiah dan ilmiah popular di kalangan kampus, LSM, dan media
massa ibu kota maupun lokal, dan upaya mensosialisasikan nilai dan semangat
empat pilar dalam berbangsa dan bernegara.
Melalui harian kompas edisi 23 April 2011 misalnya diberitakan pernyataan
Ketua MPR-RI, H. M. Taufiq Kemas yang menarik disimak. Dikatakannya bahwa
MPR meminta bantuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membentuk
badan khusus yang berfungsi menyebarluaskan empat pilar dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka
3. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
Tunggal Ika. Hal ini bisa dimaklumi karena MPR yang hanya beranggotakan 692
orang tentu tidak mampu melakukannya sendiri hingga ke pelosok tanah air.
Melalui forum dan tema makalah ini kami juga berupaya berinisiasi menyamakan
visi, dan komitmen dalam suatu gerak langkah bersama melaksanakan program
sosialisasi, diseminasi dan penyebarluasan baik kepada peserta seminar maupun
masyarakat Indonesia secara luas. Ini diharapkan nilai-nilai, prinsip, jiwa dan
semangat, yang terkandung dalam ke empat pilar bangsa baik secara tersurat
maupun tersirat benar-benar diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari oleh
semua elemen bangsa dan negara, baik pemerintah (negara) maupun masyarakat
bangsa secara keseluruhan. Ke empat pilar tersebut selain yang telah dicantumkan
dalam pembukaan UUD 1945 khususnya alinea ke empat yang menentukan atau
menetapkan nilai-nilai pancasila juga pengaturan lebih lanjut atas pilar yang lain
ditentukan dalam batang tubuh dari UUD 1945 maupun peraturan perundang-
undangan di bawahnya. Sebagai misal landasan hukum tentang NKRI tercantum
dalam pasal 1 ayat (1), pasal 18 ayat (1), pasal 18 b ayat (1), 18p ayat (2) pasal
25a dan pasal 37 ayat (5) UUD 1945.
Sedangkan untuk pilar Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara
telah ditetapkan dalam pasal 36a UUD 1945 jo penjelasan umum UU No 24 tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, dan
peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Jika dikaitkan dengan fungsi dan
peran nilai-nilai pancasila dalam konteks penegakan supremasi hukum, sebagai
konsekuensi dari kedudukan Indonesia sebagai negara hukum (pasal 1 ayat 3
UUD 1945). Terutama komitmen melaksanakan dan menegakan hukum (law
enforcement) dalam bidang penanggulangan tindak pidana korupsi di Indonesia,
baik yang bersifat pencegahan atau prevensi maupun pemberantasannya atau
represif. Regulasi atau instrument hukum dimaksud antara lain:
1. UU No. 31/ 1999 jo UU No. 20/ 2011 tentang Pemberantasan Tindak pidana
korupsi.
2. UU No. 28/ 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
dari KKN.
3. UU No. 30/ 2002 tentang KPK.
4. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
4. UU No. 08/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang.
5. UU No. 02/ 2002 tentang Polri.
6. UU No. 16/ 2004 tentang Kejaksaan RI.
7. UU No. 48/ 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
8. UU No. 46/ 2009 tentang Pengadilan Tipikor serta peraturan perundang-
undangan terkait lainnya.
Selain itu hal yang perlu diperhatikan oleh para penyelenggara negara dan
masyarakat umum adalah norma dan nilai keagamaan, sosial, budaya yang
berlaku dan hidup dalam praktek sehari-hari masyarakat Indonesia. Dengan
demikian kekuatan, identitas, spirit, jati diri dan marwah kehidupan kita sebagai
bangsa dan negara yang merdeka dan berdaulat penuh tetap dihormati, di kawal
dan dijunjung tinggi baik oleh bangsa sendiri maupun bangsa-bangsa lain dalam
percaturan dan pergaulan internasional di tengah derasnya arus globalisasi
perdagangan barang maupun jasa internasional.
B. Permasalahan
Bertitik tolak dari latar belakang masalah pada sesi pendahuluan yang
mendukung substansi tema paper ini maka permasalahannya adalah bagaimana
upaya yang efektif dan efisien dalam membumikan nilai-nilai Pancasila sebagai
nilai-nilai keabadian kita sebagai bangsa untuk mencegah dan memberantas
perilaku dan perbuatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) di Indonesia?
C. Pembahasan dan Analisis
Pancasila dengan kandungan spirit nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan, seyogyanya diapresiasi sebagai modal yang
luhur agung dan menakjubkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang
berbasis membangun manusia Indonesia secara utuh dan terintegritas dalam
semua dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tepatlah apa
5. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
yang diungkapkan oleh Prof. Prasetijo Rijadi – Guru Besar Ilmu Hukum dan
Direktur Pascasarjana Universitas Bhayangkara Surabaya (2010, XIII).
Dikatakannya, kita semua mesti menyadari bahwa Pancasila merupakan
produk budaya dan pemikiran cerdas untuk melandasi semua dimensi kehidupan
negara. Selanjutnya dikatakan, ilmu hukum adalah juga hasil proses dari keilmuan
yang secara domestic mestinya dapat menyerap prinsip-prinsip utama dari
Pancasila itu. Hukum yang berdasarkan Pancasila menurut Prof. Prasetijo, pasti
tetaplah ilmiah (scientific - mind) dan bukan kumpulan dogma semata-mata.
Selain itu, menurut Prof. Mahfudz MD, dalam bukunya, Perdebatan Hukum
Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi (2010, 243), bahwa dengan
dibatalkannya Piagam Jakarta oleh sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945,
sehingga sila pertama dari dasar negara berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan begitu, Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah religious nation
state bukan negara agama (yang menganut satu agama tertentu), dan bukan negara
sekuler (yang hampa agama). Indonesia adalah negara kebangsaan yang religious
yang menjadikan ajaran agama sebagai dasar moral dan sumber hukum materiil
dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan masyarakatnya.
Selain itu, kedudukan Pancasila selain sebagai ideology negara, pedoman
dan pandangan hidup bangsa, juga merupakan sumber segala sumber hukum
negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 2 berikut penjelasan UU No. 12/
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
pembukaan UUD 1945 terutama pada alinea keempat. Menempatkan Pancasila
sebagai dasar dan ideology negara serta sekaligus dasar filosofi negara sehingga
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Pandangan ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh seorang ahli
hukum A. Ridwan Halim dalam bukunya berjudul Dasar-Dasar Pengetahuan
Hukum dan Penalaran Hukum Indonesia (2011, 2). Dikatakannya bahwa fungsi
Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia pada dasarnya adalah sebagai:
6. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
1. Landasan idiil, dasar falsafah negara, pandangan hidup dan gambaran
budaya bangsa di mata dunia Internasional.
2. Sumber dari segala sumber hukum.
3. Kompas perjalanan bangsa dan tongkat panduan moral bagi seluruh rakyat
Indonesia.
4. Kebudayaan asli bangsa Indonesia secara nasional.
5. Sumber nilai-nilai kebudayaan dan nilai-nilai kehidupan seluruh warga
masyarakat Indonesia di dalam hidup berbangsa dan bernegara.
6. Jembatan pemersatu bangsa dan penganut kerukunan antar umat beragama
yang berbhineka di Indonesia.
Atas dasar gagasan dan pemikiran itu maka segala tindak tanduk dan
perilaku para penyelenggara negara, aparatur pemerintah, pemimpin masyarakat,
tokoh-tokoh agama, dan semua elemen bangsa dan negara seyogyanya
berpedoman kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dan sebaliknya,
tidak boleh memperlihatkan sikap yang tidak taat asas dan melakukan
penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai
pejabat negara maupun aparatur pemerintah baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah.
Nilai-nilai luhur mulia yang wajib dipedomani dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan oleh pejabat negara dan aparatur pemerintah termasuk para
penegak hukum antara lain nilai-nilai keteladanan, perilaku yang tidak koruptif,
kesederhanaan hidup sehari-hari dan jauh dari sikap hidup yang hedonistis,
kemewahan, dan keserakahan, tanpa memperdulikan nasib rakyat miskin dan
orang-orang tidak mampu disekitarnya. Sedangkan sikap-sikap yang melawan
hukum dan tidak taat asas yang seyogyanya dijauhi antara lain: penyalahgunaan
wewenang dan jabatan, melakukan pelanggaran hukum dan tindak kejahatn dalam
berbagai bentuk. Termasuk melakukan perbuatan dan tindak pidana korupsi
dengan berbagai faktor penyebab, latar belakang dan motivasi, baik yang bersifat
kelalaian maupun karena kesengajaan.
7. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
Dengan pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila
secara baik dan benar penuh konsistensi dan istiqamah oleh semua penyelenggara
negara, aparatur pemerintah, dan semua elemen bangsa maka kekuasaan yang
telah dipercayakan akan dijalankan secara amanah sehingga perilaku koruptif
dapat dihindari sedini mungkin. Sebaliknya, jika nilai-nilai Pancasila diabaikan
dalam pengamalan hidup sehari-hari maka kekuasaan akan mudah disalahgunakan
untuk perbuatan koruptif dan tindakan kejahatan lainnya. Hal ini senada dengan
ungkapan seorang pakar Lord Acton bahwa kekuasaan itu korup dan kekuasaan
yang mutlak akan cenderung melakukan korupsi secara mutlak pula. Telah
menjadi pengetahuan kita bersama, bahwa perilaku dan perbuatan korupsi di
Indonesia sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangan yang terus meningkat
dari tahun ke tahun baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian
negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistemik
serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Fakta lain yang tak terbantahkan bahwa dengan meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap
kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistemik juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan yang biasa melainkan telah menjadi satu kejahatan
yang luar biasa (extra ordinary crime), begitu pula dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa tetapi dituntut cara-cara
yang luar biasa (penjelasan umum atas UU No. 30/ 2002 tentang KPK). Upaya
dimaksud termasuk menerapkan sistem pembuktian terbalik atau pembalikan
beban pembuktian.
Menurut Arya Maheka dalam sebuah bukunya berjudul Mengenali dan
Memberantas Korupsi antara lain mengungkapkan beberapa hal penting yang
layak dikutip. Diungkapkannya, (2) bahwa menurut Ignatius Haryanto dalam
artikelnya di harian kompas, mengajak kita mencatat presatasi bangsa Indonesia:
sebagai salah satu negara terkorup selama bertahun-tahun. Negara yang
8. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
koruptornya paling rentan dengan kesehatan karena selalu sakit tiap kali hendak
diperiksa atau diadili. Selanjutnya dipaparkan pula, bangsa ini terperanjat ketika
Dato Param Cumaraswamy, pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa
menyimpulkan bahwa korupsi di peradilan Indonesia adalah satu yang terburuk di
dunia yang mungkin hanya bisa disamai Meksiko. Bahkan di mata orang bisnis,
khususnya para investor Asia, korupsi di Indonesia, dalam hal ini adalah korupsi
di pengadilan, Indonesia memperoleh skor 9,92 dari skala 1 sampai 10 dengan
catatan yang mendapat skor 1 adalah yang terbaik dan yang mendapat skor 10
adalah yang terburuk. Skor ini tepat berada di atas India yang memperoleh angka
9,26 dan Vietnam yang mendapatkan skor 8,75.
Dari sisi berbagai faktor penyebab perbuatan korupsi di masyarakat, maka
beberapa referensi dapat dijadikan rujukan yang cukup relevan. Melalui sebuah
artikel saya yang berjudul HAM, Korupsi dan Pembuktian Terbalik, sebuah
pendapat Ibnu Kholdun menarik dicermati, bahwa selama diangkat menjadi hakim
seorang Ibnu Khaldun berusaha menghapus korupsi akhirnya berkesimpulan
bahwa akar korupsi adalah nafsu untuk hidup mewah di kalangan kelompok yang
berkuasa (majalah spectra, vol. 009/ VIII/ 2002, hal 86). Sumber referensi KPK
seputar: ciri-ciri korupsi, faktor penyebab, dan motivasi terjadinya korupsi (Arya
Maheka, 23) antara lain:
Ciri-ciri korupsi (Alatas, 1983)
1. Dilakukan lebih dari satu orang.
2. Merahasiakan motif, ada keuntungan yang ingin diraih.
3. Berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu.
4. Berlindung di balik pembenaran hukum.
5. Melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum.
6. Mengkhianati kepercayaan.
Faktor Penyebab
1. Penegakan hukum tidak konsisten, penegakan hukum hanya sebagai make-
up politik, sifatnya sementara selalu berubah setiap bergant pemerintahan.
9. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak
menggunakan kesempatan.
3. Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi
hanya dilakukan sebatas formalitas.
4. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh
harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu
mendorong penyelenggara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan
terbaik bagi masyarakat.
5. Kemiskinan, keserakahan, masyarakat kurang mampu melakukan korupsi
karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan
melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
6. Budaya memberi upeti, imbalan jasa dan hadiah.
7. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi, saat
tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau
setidaknya diringankan hukumannya. Rumus: keuntungan korupsi >
kerugian bila tertangkap.
8. Budaya permisif/ serba membolehkan, tidak mau tahu, menganggap biasa
bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal
kepentingannya sendiri terlindungi.
9. Gagalnya pendidikan agama dan etika, ada benarnya pendapat Frans Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam
mencegah korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu
sendiri. Pemeluk agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara
beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan
peran yang lebih besar dalam konteks kehidupan sosial dibandingkan
institusi lainnya. Sebab, agama memiliki relasi atau hubungan emosional
dengan para pemeluknya. Jika diterapkan dengan benar kekuatan relasi
emosional yang dimiliki agama bisa menyadarkan umat bahwa korupsi bisa
membawa dampak yang sangat buruk (indopos. co. id, sept 2005).
10. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
Motivasi Korupsi ( Abdullah Hehamahua, 2005)
1. Korupsi karena kebutuhan.
2. Korupsi karena ada peluang.
3. Korupsi karena ingin memperkaya diri sendiri.
4. Korupsi karena ingin menjatuhkan pemerintah.
5. Korupsi karena ingin menguasai suatu negara.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tindak pidana korupsi terutama UU No. 31/ 1999 jo UU No. 20/ 2001, maka
dapat dirumuskan unsur – unsur korupsi, yaitu:
1. Adanya perbuatan yang melawan hukum.
2. Memperkaya diri sendiri dan atau pihak lain.
3. Dapat merugikan perekonomian atau keuangan negara.
4. Adanya suap (pasal 12 B ayat (1) UU No. 20/ 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi)
5. Adamya gratifikasi (pasal 12 C ayat (2) UU No.20/ 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi) Arya, 16.
Gratifikasi tidak dianggap sebagai suap jika penerima gratifikasi
menyampaikan laporan kepada KPK selambatnya 30 hari sejak menerima
gratifikasi tersebut. Seyogyanya segera melapor jika seseorang menerima
gratifikasi (pemberian/ hadiah) agar tidak dianggap melakukan tindak pidana
suap. Sebab pemberi dan penerima suap jika terbukti diancam dengan pidana,
sesuai ketentuan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
11. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
D. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan latar belakang dan uraian deskripsi analisis maka beberapa
kesimpulan dan saran yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu pilar bangsa, Pancasila yang berarti lima sila atau lima
prinsip dasar mengandung nilai – nilai yang visioner dan universal, yang
dapat digunakan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan kita bernegara
sebagaimana diamantkan dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk itu,
Pancasila seyogyanya diposisikan sebagai Ideologi Terbuka, selain
sebagai falsafah kenegaraan atau cita – cita negara dalam konteks
kehidupan bernegara. Sebagai Ideologi Terbuka, maka nilai – nilai
Pancasila diharapkan semakin terbuka ruang wacana yang dinamis oleh
semua elemen bangsa untuk mencapai kesepakatan publik secara
demokratis guna mewjudkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan
masyarakat dalam bingkai nilai – nilai keadilan sosial.
2. Korupsi di Indonesia telah merupakan kejahatan yang luar biasa yang
menjangkau semua lembaga negara, baik eksekutif, legislative, dan juga
yudikatif, karena perilaku koruptif para oknum pejabatnya baik di Pusat
maupun di Daerah yang cenderung tidak taat asas dan menyalahgunakan
kewenangan yang ada padanya. Untuk itu perlunya sosialisasi dan
diseminasi yang meluas dan intensif kepada semua elemen bangsa untuk
senantiasa memahami dan mengamalkan secara nyata dan istiqomah, nilai
– nilai Pancasila baik melalui peningkatan kualitas, pengamalan ajaran
agama, dan kepercayaan yang dianutnya, memberi contoh keteladan
hidup yang baik, dengan pola hidup yang sederhana, yang peduli terhadap
sesame berdasarkan nilai – nilai Ketuhanan dan nilai – nilai kemanusiaan
yang universal maka dapat dipastikan upaya penanggulangan korupsi
secara permanen dan berkelanjutan baik yang bersifat pencegahan
maupun pemberantasan dengan penuh optimis dapat diwujudkan secara
optimal.
12. Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
DAFTAR PUSTAKA
Adji, Indriyanto Seno, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara dan Hukum
Pidana, Jakarta, Diadit Media.
Firdaus, Dailami, Ham, Korupsi dan Pembuktian Terbalik, Majalah Ilmiah
Spektra, Jakarta, UIA.
Halim, A. Ridwan, 2011, Dasar – Dasar Pengetahuan dan Penalaran Hukum
Indonesia, Jakarta, Univ. Atmajaya.
Harian Kompas, Edisi, 23 April 2011.
Ibrahim, Anwar, 1998, Renaissans Asia, Bandung, Mizan.
Maheka, Arya, Tanpa Tahun, Mengenali dan Memberantas Korupsi, www. kpk.
go.id.
MPR RI, 2010, UUD Negara RI Tahun1945, Jakarta, Sekjen MPR-RI.
Mahfudz MD, Moh, 2010, Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen
Konstitusi, Jakarta, Rajawali Press.
Rijadi, Prasetijo, 2010, Prawacana Hukum, Keadilan dan Pancasila dalam Mafia
Hukum, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.
UU RI No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, 2011, Bandung, Citra Umbara.
UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, 2011,
Bandung Citra Umbara.
UU RI No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, 2003, Yogyakarta, Media Presindo.