1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tubuh manusia terancam oleh sejumlah unsur penginvasi yang potensial baik
alergen maupun mikroorganisme yang secara terus-menerus mengancam
pertahanan
permukaan
tubuh.
Sesudah
sistem
pertahanan
tertembus,
mikroorganisme akan bersaing dengan tubuh untuk mendapatkan nutrien dan jika
hal ini dibiarkan berkembang tanpa dihalangi, mikroorganisme tersebut akan
mengganggu sistem enzim serta menghancurkan jaringan tubuh yang penting.
Untuk memberikan perlindungan terhadap unsur penginvasi ini, tubuh dilengkapi
oleh sistem pertahanan yang rumit. Garis pertama pertahanan tersebut terdiri atas
sel- sel epitel yang membungkus kulit dan membentuk dinding pelapis saluran
napas, cerna dan kemih. Struktur serta kesinambungan permukaan ini dan
resistensinya terhadap penetrasi merupakan penangkalan awal untuk menghalangi
para penyerang.
Salah satu mekanisme pertahanan tubuh yang paling efektif adalah
kemampuannya untuk melengkapi diri sendiri dengan pelbagai senjata (antibodi)
yang secara individual didesain agar sesuai dengan setiap penyerang yang baru,
yaitu protein spesifik yang disebut antigen. Antibodi bereaksi dengan antigen
lewat sejumlah cara :
1.
dengan menyalut permukaannya jika antigen tersebut berupa substansi
tertentu,
2.
dengan menetralkannya jika antigen tersebut toksik, dan
3.
dengan mengendapkannya dari larutan jika antigen tersebut terlarutkan.
Antibodi akan mempersiapkan antigen untuk mengalami proses yang
dilakukan oleh sel-sel fagosit dari darah dan jaringan tubuh.
i
2. Bila antigen merupakan zat asing yang sejati, tubuh akan dilindungi terhadap
atigen tersebut ; jika tidak , dapat terjadi imunopatologi. Kalau keadaan ini terjadi,
respons imun yang dalam keadaan normal bersifat protektif akan mengakibatkan
gangguan fungsi dalam sistem kekebalan tersebut. Kelainan hipersensitivitas
(alergi) merupakan keadaan dimana tubuh menghasilkan respons yang tidak tepat
atau yang berlebihan terhadap antigen spesifik
2.2 Tujuan
Untuk mengetahui materi Tipe I Anafilatik (cepat)
i
3. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Anaflatik (cepat)
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas biasanya tidak
akan terjadi sesudah kontak pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi
pada kontak-ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi mengalami
sensitisasi. Sensititasi memulai respon humoral atau pembentukan antibodi. Untuk
menambah
pemahaman
mengenai
imunopatogenesis
penyakit,
reaksi
hipersensitivitas telah diklasifikasikan oleh Gell dan Comombs menjadi empat
tipe reaksi yang spesifik. Sebagian besar alergi dikenali sebagai reaksi
hipersensitifitas tipe I atau tipe IV.
Pengertian anafilaksis
Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi imunologi cepat
(hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah repon berlebihan system imun yang
melibatkan seluruh tubuh. Pelepasan histamine menyebabkan penurunan tekanan
darah (syok) dan penyempitan saluran udara. Anafilaksis mematikan jika tidak
ditangani segera. Gejala yang mungkin timbul adalah ruam merah, gatal, benjol,
yang disebut urtikaria, pembengkakan pada wajah (angioedema) , serta kehilangan
kesadaran.
System pertahanan tubuh yang mampu beradaptasi ini terpusaat pada sel
darah putih khusus, yaitu limfosit. Sel ini bereaksi terhadap serangan berbagai
macam mikroorganisme. Rumitnya system ini bertujuan untuk menciptakan
kekebalan , yaitu setelah serangan pertama, tubuh menjadi terlindung atau resisten
terhadap serangan dari jenis mikroorganismeyang sama.
i
4. 2.2 Nodus limfa
Nodus(kelenjar) limfa sangat penting bagi system pertahanan tubuh.
Mereka menghasilkan dan menyimpan sel imun (limfosit) yang melindungi tubuh
dari penyakit. Nadus limfa tersebar diseluh tubuh dan juga terpusat dalam
kumpulan. Stiap nodus merupakan massa jaringan limfatik yang terbagi menjadi
beberapa bagian oleh sekta jaringan ikat yang disebut tuberkula. Cairan limfa dari
sebagian besar jaringan atau organ mengalir ke dalam satu nodus limfa atau lebih,
untuk disaring dan dibersihkan, sebelum dialirkan ke aliran vena. Beberapa
limfatik (pembuluh) kecil membawa limfa ke nodus, dan sebuah pembuluh limfa
yang lebih besar mengedarkannya. Pembuluh limfa memiliki katub untuk
memastikan arah aliran cairan limfa tetap ke satu arah.
Nodus limfa memiliki besar diameter yag berbeda dari 1 sampai 25 mm,
walaupun mereka dapat membengka di masa infeksi atau sakit. Dilapisi oleh
kapsul jaringan ikat, mereka mengandung sinus, tempat sel draah putih
pengembara , yaitu makrofag, memakan bakteri, juga benda asing lain dan
kotoran.
2.3 Produksi antibodi
·
Sel B dan Imunoglobulin
Sel B atau lemposit B di program untuk memproduksi satu antibodi yang
spesifik, kalau sebuah sel B menemukan sebuah antigen spesifik, sel tersebut akan
menstimulasi produksi sel-sel plasma. Sel-sel plasma merupakan tempat produksi
antibodi. Respons mekanisme ini terhadap sebuah antigen berupa pelimpahan ke
luar antibodi dengan tujuan untuk menghancurkan dan menghilangkan antigen.
Antibodi yang dibentuk oleh limfosit dan sel plasma sebagai respos
terhadap situasi sitimulus imonugenik merupakan sekelompok protein yang
dinamakan imunoglobulin.
i
5. ·
Kelas – Kelas Imunoglobulin
Ada lima kelas imunoglobulin yang diberi simbol sebagai berikut: IgE dan
IgD, IgM dan IgA. Antibodi kelas IgM, IgG dan IgA dengan baik. Fungsi ini
mencakup netralisasi toksin serta virus, dan presipitasi , aglutinasi serta liris
bakteri dan bahan seluler lainnya.
Kadar IgE meninggi pada gangguan alergik dan sebagian infeksi parasit,
sel – sel yang memproduksi IgE terletak dalam mukosa respiratorius dan
instestinal. Dua atau lebih molekul IgE akan meningkatkan dirinya dengan alergi
dan memicu sel – sel mast atau basofil untuk melepaskan histamin, serotonin,
kinin, SRS-A (slow-reacing substance of anaphilaxis) dan faktor neutrofil semua
mediator ini menimbulkan raksi alergi kulit, asma dan hay fever.
Penggabungan antibodi/antigen. Antibodi bergabung dengan antigen
melalui suatu cara yang sangat istimewa dan digambarkan seperti anak kunci yang
pas dengan lubang kuncinya.
·
Sel – Sel T
Sel – sel T atau limfosit T, yaitu sekunder limfosit yang memiliki peranan
utama dalam sistem imun, membantu sel B atau limfosit untuk memproduksi
antibodi, Sel T bekerja dengan mensekresikan substansi yang dikenal sebagai
limfokin; limfokin membantu respon imun dengan mendorong pertumbuhan sel,
meningkatkan aktifitas sel, mengarahkan pengaliran aktivitas sel, menghancurkan
sel target dan menstimulasi sel-sel makrofag. Makrofag akan mencerna antigen
dan menyerahkan antigen tersebut kepada sel-sel T; sel –sel ini memulai respon
imun dan membantu pengeluaran sel serta debris lainnya.
Antigen Protein lengkap . Antigen protein lengkap, seperti bulu binatang,
tepung sari (pollen) dan serum (istilah imunitas humoral mengacu pada substansi,
termasuk antibodi. Yang terutama beredar dalam serum dan cairan limfe / getah
bening)
Substansi dengan Berat – Molekul Rendah, substansi dengan berat –
molekul rendah, seperti obat –obatan, berfungsi sebagai hapten ( antigen yang
tidak lengkap) yang terikat dengan jaringan atau protein serum untuk
memproduksi sebuaj kompleks pembawa yang memulai respons antibodi.
i
6. Produksi antibodi IgE yang spesifik antigen memerlukan komunikasi aktif antara
sel –sel makrofag, sel –sel T dan B . sensitisasi alergen dimulai ketika trointestinal
atau kulit. Makrofag memproses antigen dan ruhi oleh sel T untuk mencapai
maturitas menjadi sel palsma yang mensintesis seta mensekresikan antibodi
imunoglobulin IgE yang spesifik –Antigen
·
Mediator Kimia
Ketika terjadi stimulasi sel-sel mast oleh antigen, suatu mediator kimia
yang kuat akan dilepaskan dan mediator ini menimbulkan rangkaian kejadian
fisiologik yang mengakibatkan berbagai gejala hipersensitivitas-cepat ada dau tipe
mediator kimia: mediator primer yang sebelumnya dibentuk dan ditemukan dalam
sel-sel mast atau basofil, dan mediator sekunder yang merupakan prekursor inaktir
yang terbentuk atau yang dilepas sebagai reaksi terhadap mediator primer.
Meditor primer dan sekunder yang paling prevalen.
Mediator Primer
Histamin :Histamin memainkan peranan yang penting dalam mengatur
respons imun, Efek fisiologik histamin terhadap oragan – oragan penting
mencakup (1) kontraksi otot polos bronkus yang menimbulkan gejala mengi serta
bronkospasme,(2) dilatasi venula kecil dan kontriksi pembuluh darah yang besar
sehingga terjadi eritema, edema serta urtikaria, Faktor kemotaktik Eosinofil pada
reaksi Anafilaksis ( ECF-A;Eosinophil Chemotactic Factor Of Anaphylasis) .
Faktor kemo taktil ini dibentuk sebelumnya dalam sel-sel dan kemudian
dilepaskan melalui proses degrenalisasi untuk menghambat kerja leukotrien serta
histamin.
Leukotrien : Leukotrien merupakan mediator kimia yang memulai respon
inflamasi, yang menimbulkan spasme bronkiolus yang terus menerus.
Bradikinin : Bradikinin menyebabkan kontarksi otot polos bronkus dan
pembuluh darah. Substansi ini meningkatkan permeabilitas kapiler yang
mengakibatkan
edema
bradikinin
menstimulasi
menimbulkan rasa nyeri.
i
serabut
sel
saraf
dan
7. Serotonin : Serotonin dilepas pada terjadi agregasi trombosit dan
menyebabkan kontraksi otot polos bronkus .
Prostaglandin : Prostaglandin menimbulkan kontaraksi otot polos di
samping vasodilatasi dan peningkatan permabilitas poembuluh darah. Demam dan
nyeri yang terjadi pada inflamasi disebabkan sebagian oleh prostagalandin.
·
Alergi
Alergi merupakan reseptor sistem imun yang tidak tepat dan kerapkali
membahayakan terhadap substansi yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi alergi
marupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen
dan antibodi. Kalau tubuh diinvasi oleh antigen yang biasanya berupa protein
yang dikenali tubuh sebagai benda asing. Maka akan terjadi serangkaian
peristiwa dengan tujuan untuk membuat penginvasi tersebut tidak berbahaya,
menghancurkanya dan kemudian membebaskan tubuh darinya, kalau limfosit
tereaksi terhadap antigen, kerapkali antibodi dihasilkan, reaksi alergi umum akan
terjadi ketika sistem imun pada seseorang yang rentan bereaksi secara agresif
terhadap suatu substansi yang normalanya tidak berbahaya (misal : debu, tepung
sari gulma) produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat menimbulkan gejala
yang dapat membawa kematian.
Sistem imun tersusun dari banyak sel serta orang dan substansi yang disekresikan
oleh sel -sel serta oragan-organ ini. Berbagai bagaian sistem imun ini harus
bekerja bersama untuk memastikan pertahanan yang memadai terhadap para
penginvasi (yaitu : virus, bakteri, substansi asing lainya) tanpa menghancurkan
jaringan-jaringan tubuh sendiri lewat reaksi yang terlampau agresif.
i
8. 2.4 Reaksi Alergi Tinjauan Fisiologik
Alergen memicu sel B untuk membuat antibodi IgE yang akan terikat dengan
sel mast. Kalau alergen yang sama muncul kembali, alergen ini akan terikat
dengan IgE dan memicu sel mast untuk melepaskan zat-zat kimianya.
Pemicu terjadinya Hipersensitivits Anafilaksis adalah :
— Gigitan serangga
— Makanan yang memicu alergi
— Obat-obatan
2.5 Tipe- tipe reaksi anafilaksis :
Local .Reaksi anafilaksis local biasanya meliputi urikaria serta
angioedema pada tempaat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi
yang berat tetapi jarang fatal.
Sistemik .Reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit
sesudah kotak dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal dan integument.
Tipe I : Hipersensitivitas Anafilaktik
Keadaan ini merupakan hipersentivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang
dimulai dalam tempo beberapa menit sesudah terjadi kontak dengan antigen.
Kalau mediator kimia terus dilepaskan, reaksi lambat dapat berlanjut sampai 24
jam. Reaksi ini diantari oleh antigen IgE (reagin) dan bukan oleh antibodi IgG
atau IgM. Hipersensitifitas tipe I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen
yang spesifik sehingga terjadi produksi antibodi IgE oleh sel-sel plasma. Proses
ini berlangsung dalam kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu
menggalakkan reaksi ini. Antibodi IgE akan terikat dengan reseptor membran
pada sel-sel mast yang di jumpai dalam jaringan ikat basofil. Pada saat terjadi
kontak ulang, antigen akan terikat dengan antibodi IgE didekat dan pengikatan ini
mengaktifkan reaksi seluler yang memicu proses degranulasi serta pelepasan
mediator kimia (histamin, leukotrien dan ECF-A (eosinophil chemotaric factor of
anaphylaxis). Mediator kimia primer bertanggung jawab atas pelbagai gejala
i
9. hipersentivitas tipe I karena efeknya pada kulit, paru-paru dan traktus
gastointestinal.
Penyakit atopik
Respons hipersensifitas tipe I mengakibatkan penyakit atopik ( alergi ) yang
mengenai 10% hingga 20% dari populasi penduduk di A.S. Faktor genetik
memainkan peranan dalam kerentanan terhadap penyakit ini. Gangguan yang di
tandai oleh sifat atopik adalah anifilaksis, rinokonjungtivitas alergik, dermatitis
atopik, Urtikaria serta angioedema, alergi gastroinstestinal dan asma.
Tipe II : Hipersensitivitas Sitotoksik
Hipersensitifitas tipe II meliputi pengikatan antibody IgG atau IgM dengan
antigen yang terikat sel. Akibat pengikatan antigen-antibodi berupa pengaktifan
rantai komplemen dan destruksi sel yang men jadi tempat antigen terikat.
Reaksi hipersensitifitas tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis di
mana tubuh secara keliru menghasilkan antibody terhadap reseptor normal ujung
saraf. Anemia hemolitik imun karena obat, kelainan hemolitik Rh pada bayi baru
lahir dan reaksi tranfusi darah yang tidak kompatibel merupakan contoh
hipersensitivitas tipe II yang menimbulkan destrusi sel darah merah.
Tipe III : Hipersensitivitas Kompleks Imun
Kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat denagan antibodi dan
dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagosistik. Kalau kompleks ini
bertumpuk dalam jaringan atau endotelium vaskuler, terdapat dua buah faktor
yang turut menimbulkan ciderah, yaituh: peningkatan jumlah kompleks imun
yang beredar dan adanya amina vasosktif . sebagai akibatnya terjadi peningkatan
pemeabilitas vaskuler dan cederah jaringan. Persendihan dan ginjal merupakan
organ yang terutama rentan terhadap tipe cederah ini. Hipersensivitas III berkaitan
dengan sistematik lupus eritematotus, artritis rematoit, serum sickness, tipe
tertentu nefritis dan beberapa tipe endokarditis bakterialis.
i
10. Tipe IV : Hipersensitivitas Tipe-Lambat
Reaksi ini, yang juga dikenal sebagai hipersensitifitas seluler, terjadi 24 hingga 72
jam sesudah kontak dengan allergen. Hipersensitivitas tipe IV diantarai oleh
makrofag dan sel-sel T yang sudah tersensitisasi. Contoh reaksi ini adalah efek
penyuntikan intradermal antigen tuberculin atau PPD (purified protein derivative).
Sel-sel T yang tersensitisasi akan bereaksi dengan antigen pada atau didekat
penyuntikan.
Pelepasan
limfokin
akan
menarik,
mengaktifkan,
dan
mempertahankan sel-sel makrofag pada tempat tersebut . Lisozim yang dilepas
oleh sel makrofag akan menimbulkan kerusakan jaringan. Edema dan fibrin
merupakan penyebab timbulnya reaksi tuberculin yang positif. Dermatitis kontak
merupakan hipersensitifitas tipe IV yang terjadi akibat kontak dengan allergen
seperti kosmetika, plester, obat-obat topical, bahan aditif obat dan racun tanaman.
Kontak primer akan menimbulkan sensititasi; kontak ulang menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang tersusun dari molekul dengan berat molekul rendah atau
hapten yang terikat dengan protein atau pembawa dan kemudian diproses oleh selsel langerhans dalam kulit. Gejala yang terjadi mencakup keluhan gatal-gatal,
eritema, dan lesi yang menonjol.
TIPE I :
Reaksi
Patofisiologi
Tanda dan
Contoh klinis
Gejala
Anafilaktik (immediate, Antibodi
atopik, IgE ,mediated, terikat
reaginik)
IgE Sistemik
dengan angiodema;
: Asma
ekstrinsik,
rinitis
alergika
sel-sel tertentu; hipotensi;
musimen,anafilaksis
pengikatan
spasme
sistemik,reaksi
antigen
bronkus,GL
terhadap
menyebabkan
atau
pelepasan amina stridor
vasoaktif
dan Lokal
i
uterus makananan
beberapa
dan
obat,
beberapa
: kasus
urtikaria
11. mediator lainya urtikaria
ekzem infantilis.
yang
mengakibatkan
permeabilitas,
kontraksi
polos
otot
serta
eosinafil.
Tipe II :
Reaksi
Patofisiologi
Tanda
dan Contoh klinis
Gejala
Sindrom
Bervariasi
Goodpasture,
Sitotoksik
menurut
jenis anemia hemolitik
(sitolitik,
penyakit:
dapat autoimun,
sitotoksisitas
mencakup
trombositopenia,
yang
dispnea,
pemfigus,
tergantung
Antibody IgG atau IgM hemoptisis, panas. pemfigoit,
komplemen,
terikat
reaksi
antigen
anemia peniposa,
yang eksogenus. Keadaan ini
reaksi cangkokan
dgn
hiperakut
pada
menstimulasi
dapat
sel)
pengaktifan komplemen
transplantasi
lewat
ginjal,
menyebabkan
C3
dengan
atau
fagositosis
opsonisasi
pengaktifan
sel
tranfusi, kelainan
atau
hemolitik
system
komplemen yang penuh
dgn
reaksi
sitolisis/kerusakan
jaringan.
i
pada
bayi baru lahir,
bbrp reaksi obat.
12. Tipe III :
Reaksi
Patofisiologi
Kompleks
Kompleks
imun
( antibodi
Tanda dan Gejala
antigen- Urtikaria;
IgE
Contoh klinis
ruam Sistemik:
atau multiformis,skarlati
Bertumpuk niformis
sickness
kompleks
IgM
solubel,
dalam
kompleks
tempat
toksik)
tersebut
panas
;
mengaktifkan
yang
serum
akibat
atau serum, aobat atau
menyerupai akut;
jaringan mobiliformis;adeno
antigen
virus
kompleks pati ; nyeri sendi ; hepatitis
;
sindrom glomerulonefritis
sistemik
komplemen, Reaksi serum sickness.
lupus
ini di tandai oleh
eritematosus:
infilitrasi
krioglobulinemia
leukosit
polimorfonuklear
lokal
dan
arthus.
pelepasan
enzim-enzim
proteolik
serta
lisosom
faktor
permeabilitas dalam
jaringan
yang
menimbulkan reaksi
inflamasi yang akut.
i
:
reaksi
13. Tipe IV :
Reaksi
Patofisiologi
Tanda
dan Contoh klinis
gejala
Sel penyampai -
Dermatitis
antigen
penyakit cangkokan –
akn Bervariasi
Lambat/dela m’sampaikan
menurut
kontak,
jenis versus – resipien (graff
dapt – versus – host disease)
yed(seluler,
antigen kpd sel- penyakit;
cell
sel
mediated,
adanya
tipe-
Sel-sel T yg sdh gatal-gatal
mikroorganisme
tuberkulin)
tersensititasi
intraseluler,
beberapa
m’lepaskan
sensitivitas
obat,
T
dengan mencakup panas, rejeksi
MHC. eritema,
limfokin
dilepaskan;
yang
dan granuloma
tiroiditis
dan
allograft,
akibat
hashimoto,
tuberculosis,
jaringan
sarkadosis.
disekitarnya
dirusak.
Tanda dan gejala utama pada reaksi anafilaksis dapat digolongkan menjadi reaksi
sistemik yang ringan, sedang dan berat.
Ringan. Reaksi sistemik yang ringan terdiri atas rasa kesemutan serta
hangat pada bagian perifer dan dapat disertai dengan perasaan penuh dalam mulut
serta tenggorokan. Kongessti nasal , pembengkakan periobital, pruritus, bersinbersin dan mata yang berair.
Sedang. Reaksi sistemik yang sedang dapat mencakup salah satu gejala di
atas di samping flushing, rasa hangat, cemas dan gatal-gatal. Reaksi yang lebih
serius berupa bronkospasme dan edema saluran nafas atau laaring dengan dispnea
, batuk serta mengi.
Berat. Reaksi sistemik yang berat memiliki onset mendadak dengan tandatanda serta gejala yang sama seperti diuraikan di atas dan berjalan dengan cepat
i
14. hingga terjadi bronkospasme, edema laring, dipsnea berat serta sianosis. Disfagia
(kesulitan bernafas), kram abdomen , vomitus, diare dan serangan kejang – kejang
dapat terjadi. Kadang-kadang timbul henti jantung.
Pengkajian pasien gangguan alergik umumnya mencakup pemerikasaan
darah, sedian apus sekresi tubuh,tes kulit dan RAST ( Radio Allergo Sorbent
Test). Hasil pemeriksaan darah laboratorium akan memberikan data-data suportif
untuk pelbagai kemungkinan diagnosis; kendati demikian, hasil laboratorium
bukan kriteria utama bagi penegakan diagnosis gangguan alergik.
a. Pemberian obat Epineprin
Indikasi : Pengobatan anafilaksis berupa bronkospasme akut atau eksaserbasi
asthma yang berat.
Kontraindikasi : Epinefrin jangan disuntikkan ke dalam jari tangan, ibu jari,
hidung, dan genitalia, dapat menyebabkan nekrosis jaringan karena terjadi
vasokonstriksi pembuluh kapiler. Epinefrin, terutama bila diberikan IV,
kontraindikasi mutlak pada syok selain syok anafilaksi.
Gangguan kardiovaskuler yang kontraindikasi epinefrin misalnya syok hemoragi,
insufisiensi pembuluh koroner jantung, penyakit arteri koroner (mis., angina,
infark miokard akut) dilatasi jantung dan aritmia jantung (takikardi). Efek
epinefrin pada kardiovaskuler (mis., peningkatan kebutuhan oksigen miokard,
kronotropik, potensial proaritmia, dan vasoaktivitas) dapat memperparah kondisi
ini.
Efek Samping :
Kardiovaskuler : Angina, aritmia jantung, nyeri dada, flushing, hipertensi,
peningkatan kebutuhan oksigen, pallor, palpitasi, kematian mendadak, takikardi
(parenteral), vasokonstriksi, ektopi ventrikuler.
Mekanisme Kerja : Menstimulasi reseptor alfa-, beta1-, dan beta2-adrenergik yang
berefek relaksasi otot polos bronki, stimulasi jantung, dan dilatasi vaskulatur otot
skelet; dosis kecil berefek vasodilatasi melalui reseptor beta2-vaskuler; dosis
besar menyebabkan konstriksi otot polos vaskuler dan skelet.
i
15. b. Kortikosteroid
Mekanisme Kerja : menghambat kerja sel inflamasi, menghambat kebocoran
pembuluh darah kapiler, menurunkan produksi mukus.
Contoh obat :Hydrocortisone, Dexametason.
Cara Pakai : Inhalasi.
Efek Samping : atrofi (kerusakan kulit), dermatitis perioral (kuama sekitar bibir
yang gatal dan panas), infeksi.
Kontra Indikasi : Infeksi jamur sistemik, TB, kortikosteroid hipersensitivitas.
Prognosis respon anafilaksis secara umum tergolong baik, dengan rasio
mortalitas kurang dari 1 %. Akan tetapi, resiko kematian akibat respon anafilaksis
tetap tinggi dan akan meningkat pada penderita asma atau jika penanganan tidak
dilakukan secara tepat.
i
16. BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Anafilaktik (cepat)
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas biasanya
tidak akan terjadi sesudah kontak pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi
terjadi pada kotak-ulang sesudah seseorang yang memiliki predisposisi
mengalami sensitisasi .Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi
imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah repon berlebihan
system imun yang melibatkan seluruh tubuh. Tipe anfilaksia ada beberapa yaitu :
Local,reaksi anafilaksis local biasanya meliputi urtikaria serta angioedema pada
tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi yang berat tetapi
jarang fatal. Sistemik, reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit
sesudah kontak dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius,
gastrointestinal dan integument .
3.2 Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik yang
sifatnya membangun sangkat kami harapkan.
i
17. DAFTAR PUSTAKA
Parker Steve, 2009. Ensiklopedia Tubuh Manusia : Jakarta : Erlangga, hal.
158
Smeltzer C Suzanne dkk, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Edisi
8, vol. 3 : Jakarta EGC, hal. 1754-1766
Syarif Amir dr. SKM , SpFK, dkk, 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5
: Jakarta : Gaya Baru, hal. 66, 817
i
19. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang .................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Anaflatik.......................................................................................... 3
2.2Nodus Linfa ........................................................................................................ 4
2.3Produksi Anti Bodi............................................................................................. 4
2.4 rekasi alergi tinjauan fisiologi ........................................................................... 8
2.5 tipe-tipe reaksi anafilaksis..................................................................................8
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan.......................................................................................................16
3.2 Saran................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
LAMPIRAN
i
20. TUGAS : KELOMPOK
MAKALAH
TIPE I ANAFILAKTIK (CEPAT)
DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK I
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
RARI FATIMA
HARTINA
INDA NIRWANA
DEWI KUSUMA NINGSIH
WA ODE WAHYUNI
MARIANI
JUMIRA
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2013
i