1. Lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin sebagai lembaga keuangan syariah.
2. Prinsip-prinsip hukum muamalat meliputi mubah, sukarela, mendatangkan manfaat dan menghindari mudarat, serta keadilan.
3. Transaksi yang haram zatnya di bank konvensional meliputi yang mengandung barang atau jasa haram, sistem dan prosed
Tugas perkuliahan ini membahas sejarah perkembangan akuntansi syariah mulai dari praktik akuntansi pada masa Nabi Muhammad SAW hingga pengembangan pendekatan-pendekatan dalam akuntansi syariah modern. Terdapat beberapa bab yang membahas sejarah perkembangan lembaga keuangan syariah, prinsip dasar bank syariah, sistem operasional bank syariah, dan akuntansi transaksi pembiayaan mudharabah.
Tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Perbankan Syariah membahas prinsip dasar perbankan syariah dan transaksi-transaksi yang diharamkan oleh syariah seperti riba, gharar, dan maysir. Dibahas pula definisi lembaga keuangan syariah, empat prinsip hukum muamalat, contoh transaksi yang haram di bank konvensional, perbedaan tadlis dan gharar, serta contoh transaksi tadlis dan gharar.
Produk pembiayaan berbasis jual beli dalam perbankan syariah meliputi tiga produk utama, yaitu murabahah, salam, dan istishna'. Murabahah adalah jual beli barang dengan keuntungan yang disetujui di awal. Salam adalah pembelian barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan ditangguhkan. Istishna' adalah pesanan barang dengan pembayaran yang dapat dilakukan di awal, pertengahan, atau akhir proy
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Tugas mata kuliah Perbankan Syariah membahas beberapa topik penting seperti definisi mudharabah, perbedaan mudharabah muthlaqah, muqayyadah dan musytarakah, landasan syar'i mudharabah, rukun transaksi mudharabah, definisi pembiayaan musyarakah, perbedaan musyarakah dan mudharabah, rukun transaksi musyarakah, perbedaan musyarakah menurun dan permanen, perbedaan revenue sharing, profit sharing dan
1. Lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan mendapat izin sebagai lembaga keuangan syariah.
2. Prinsip-prinsip hukum muamalat meliputi mubah, sukarela, mendatangkan manfaat dan menghindari mudarat, serta keadilan.
3. Transaksi yang haram zatnya di bank konvensional meliputi yang mengandung barang atau jasa haram, sistem dan prosed
Tugas perkuliahan ini membahas sejarah perkembangan akuntansi syariah mulai dari praktik akuntansi pada masa Nabi Muhammad SAW hingga pengembangan pendekatan-pendekatan dalam akuntansi syariah modern. Terdapat beberapa bab yang membahas sejarah perkembangan lembaga keuangan syariah, prinsip dasar bank syariah, sistem operasional bank syariah, dan akuntansi transaksi pembiayaan mudharabah.
Tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Perbankan Syariah membahas prinsip dasar perbankan syariah dan transaksi-transaksi yang diharamkan oleh syariah seperti riba, gharar, dan maysir. Dibahas pula definisi lembaga keuangan syariah, empat prinsip hukum muamalat, contoh transaksi yang haram di bank konvensional, perbedaan tadlis dan gharar, serta contoh transaksi tadlis dan gharar.
Produk pembiayaan berbasis jual beli dalam perbankan syariah meliputi tiga produk utama, yaitu murabahah, salam, dan istishna'. Murabahah adalah jual beli barang dengan keuntungan yang disetujui di awal. Salam adalah pembelian barang dengan pembayaran di muka dan penyerahan ditangguhkan. Istishna' adalah pesanan barang dengan pembayaran yang dapat dilakukan di awal, pertengahan, atau akhir proy
PESAN: Jangan langsung di-copy tanpa cross-check dan meng-update informasi baru ya. PLUS, jangan lupa ubah template-nya. :)
Sumber: Siswa biasa.
Bila ada informasi yang kurang, dapat ditambahkan. Kritik dan pesan dapat langsung menghubungi saya. :) Semoga bermanfaat!
Tugas mata kuliah Perbankan Syariah membahas beberapa topik penting seperti definisi mudharabah, perbedaan mudharabah muthlaqah, muqayyadah dan musytarakah, landasan syar'i mudharabah, rukun transaksi mudharabah, definisi pembiayaan musyarakah, perbedaan musyarakah dan mudharabah, rukun transaksi musyarakah, perbedaan musyarakah menurun dan permanen, perbedaan revenue sharing, profit sharing dan
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang visi, misi, dan program-program tabungan syariah yang ditawarkan oleh BSM. Visi BSM adalah menjadi bank syariah terpercaya bagi mitra usaha, sedangkan misinya adalah mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan, mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan pembiayaan UMKM, serta merekrut pegawai profesional."
Dokumen tersebut membahas akuntansi ijarah menurut PSAK 107, mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah. Dibahas mengenai biaya perolehan, penyusutan, dan pemeliharaan obyek ijarah serta perhitungan harga sewa untuk ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Diberikan contoh perhitungan untuk transaksi ijarah dan IMBT.
Dokumen tersebut membahas konsep perbankan syariah dan fungsi kegiatan ekonomi dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa meskipun istilah "bank" tidak disebutkan secara eksplisit, Al-Quran mengatur berbagai konsep seperti zakat, jual beli, hutang, dan harta yang berkaitan dengan fungsi ekonomi. Dokumen ini juga membandingkan sistem perbankan konvensional dan syariah serta menjelaskan produk dan operasi
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan prinsip-prinsip dasar bank syariah. Bank syariah didasarkan pada prinsip tidak adanya bunga dan spekulasi serta mengedepankan aspek keadilan dan keuntungan bersama. Bank syariah menerapkan akad-akad seperti mudharabah, musyarakah, murabahah dan lainnya dalam mengelola dana masyarakat.
pengertian pasar uang, perbedaan pasar uang dan pasar modal, fungsi, peserta dan tujuan pasar uang, instrumen pasar uang syariah, pasar valuta asing (valas)
Tugas kelompok akuntansi perbankan syariahBernard Anjas
Tugas kelompok membahas akuntansi transaksi mudharabah. Terdapat penjelasan definisi mudharabah sebagai kerja sama antara pemilik modal dan pengelola, perbedaan mudharabah muthlaqah, muqayyadah dan musytarakah, serta landasan syar'i dan rukun transaksi mudharabah.
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi mudharabah bagi bank syariah sebagai pemilik dana dan pengelola dana. Secara ringkas, dokumen menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran investasi modal mudharabah, pembagian hasil usaha sesuai nisbah yang disepakati, serta pengakuan pendapatan bagi hasil berdasarkan realisasi hasil usaha.
Teks tersebut membahas berbagai aspek terkait perbankan syariah di Indonesia, mulai dari landasan hukum pendirian bank syariah, perbedaan antara BUS dan BPRS, serta skema-skema penghimpunan dan penyaluran dana pada bank syariah seperti tabungan, deposito, dan pembiayaan berbasis prinsip jual beli, sewa, dan bagi hasil.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan singkat tentang produk perbankan syariah yang meliputi produk penghimpunan dana (tabungan, deposito), produk pembiayaan (murabahah, salam, istishna, ijarah), serta jasa perbankan syariah (hiwalah, kafalah, wakalah, rahn, sharf)."
Akad adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing berkewajiban melaksanakan apa yang disepakati. Akad harus memenuhi unsur-unsur seperti ijab qabul, objek akad, dan tujuan akad agar sah menurut hukum Islam. Terdapat pula larangan-larangan seperti gharar, riba, dan judi dalam akad muamalah.
Dokumen tersebut memberikan informasi tentang visi, misi, dan program-program tabungan syariah yang ditawarkan oleh BSM. Visi BSM adalah menjadi bank syariah terpercaya bagi mitra usaha, sedangkan misinya adalah mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan, mengutamakan penghimpunan dana konsumer dan pembiayaan UMKM, serta merekrut pegawai profesional."
Dokumen tersebut membahas akuntansi ijarah menurut PSAK 107, mencakup pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah. Dibahas mengenai biaya perolehan, penyusutan, dan pemeliharaan obyek ijarah serta perhitungan harga sewa untuk ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik. Diberikan contoh perhitungan untuk transaksi ijarah dan IMBT.
Dokumen tersebut membahas konsep perbankan syariah dan fungsi kegiatan ekonomi dalam Al-Quran. Ia menjelaskan bahwa meskipun istilah "bank" tidak disebutkan secara eksplisit, Al-Quran mengatur berbagai konsep seperti zakat, jual beli, hutang, dan harta yang berkaitan dengan fungsi ekonomi. Dokumen ini juga membandingkan sistem perbankan konvensional dan syariah serta menjelaskan produk dan operasi
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan prinsip-prinsip dasar bank syariah. Bank syariah didasarkan pada prinsip tidak adanya bunga dan spekulasi serta mengedepankan aspek keadilan dan keuntungan bersama. Bank syariah menerapkan akad-akad seperti mudharabah, musyarakah, murabahah dan lainnya dalam mengelola dana masyarakat.
pengertian pasar uang, perbedaan pasar uang dan pasar modal, fungsi, peserta dan tujuan pasar uang, instrumen pasar uang syariah, pasar valuta asing (valas)
Tugas kelompok akuntansi perbankan syariahBernard Anjas
Tugas kelompok membahas akuntansi transaksi mudharabah. Terdapat penjelasan definisi mudharabah sebagai kerja sama antara pemilik modal dan pengelola, perbedaan mudharabah muthlaqah, muqayyadah dan musytarakah, serta landasan syar'i dan rukun transaksi mudharabah.
Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi mudharabah bagi bank syariah sebagai pemilik dana dan pengelola dana. Secara ringkas, dokumen menjelaskan tentang pengakuan dan pengukuran investasi modal mudharabah, pembagian hasil usaha sesuai nisbah yang disepakati, serta pengakuan pendapatan bagi hasil berdasarkan realisasi hasil usaha.
Teks tersebut membahas berbagai aspek terkait perbankan syariah di Indonesia, mulai dari landasan hukum pendirian bank syariah, perbedaan antara BUS dan BPRS, serta skema-skema penghimpunan dan penyaluran dana pada bank syariah seperti tabungan, deposito, dan pembiayaan berbasis prinsip jual beli, sewa, dan bagi hasil.
Dokumen tersebut memberikan ringkasan singkat tentang produk perbankan syariah yang meliputi produk penghimpunan dana (tabungan, deposito), produk pembiayaan (murabahah, salam, istishna, ijarah), serta jasa perbankan syariah (hiwalah, kafalah, wakalah, rahn, sharf)."
Akad adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing berkewajiban melaksanakan apa yang disepakati. Akad harus memenuhi unsur-unsur seperti ijab qabul, objek akad, dan tujuan akad agar sah menurut hukum Islam. Terdapat pula larangan-larangan seperti gharar, riba, dan judi dalam akad muamalah.
ANALISIS TENTANG SISTEM JUAL BELI PANJAR (DOWN OF PAYMENT) MENURUT PANDANGAN ...Ghin Tsitsaya
Skripsi ini membahas sistem jual beli dengan uang muka (panjar) menurut pandangan mazhab Hanafi. Pembahasan dimulai dengan latar belakang masalah tentang perbedaan pendapat ulama madzhab terhadap keabsahan sistem ini. Pokok masalahnya adalah bagaimana metode istinbat hukum dan pendapat mazhab Hanafi serta validitas dalil yang digunakan. Tujuannya adalah menjelaskan sistem ini menurut Hanafi dan mengetahui validitas
Dokumen tersebut merangkum berbagai akad yang digunakan dalam transaksi perbankan syariah seperti wadiah, qard, musyarakah, mudharabah, murabahah, salam, istishna, ijarah, wakalah, hiwalah, rahn, sarf dan ujr. Akad-akad tersebut memiliki rukun dan syarat tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Dokumen tersebut membahas prinsip-prinsip dasar transaksi perbankan syariah seperti titipan (al-wadi'ah), bagi hasil (al-musyarakah dan al-mudharabah), jual beli (bai' al-murobahah, bai' as-salam, dan bai' al-istishna'), dan sewa (ijarah). Dokumen ini juga menjelaskan penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam produk dan layanan perbankan syariah."
Panduan ini membahas tentang pengertian dan hukum zakat secara umum serta zakat harta (mâl) secara khusus. Termasuk di dalamnya syarat-syarat harta yang wajib dizakati seperti kepemilikan sempurna, berkembang, mencapai nisab, dan melebihi kebutuhan pokok."
Digital 126691 6115-analisis perbedaan-literaturaalmutawali
Dokumen tersebut membahas tentang landasan teori obligasi syariah dan obligasi pada umumnya. Secara ringkas, dibahas mengenai sumber hukum syariah terkait obligasi seperti Al Quran dan Hadis, akad-akad yang diperbolehkan seperti mudharabah, musyarakah, dan murabahah, serta fatwa DSN-MUI terkait obligasi syariah dan obligasi syariah ijarah. Juga diberikan pengertian obligasi secara umum sebagai surat
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan hukum kepemilikan dan akad menurut Islam, termasuk definisi milkiyah, sebab-sebab kepemilikan, macam-macam kepemilikan dan akad, serta penjelasan mengenai jual beli dan khiyar sebagai contoh akad.
This document discusses Islamic banking/sharia banking in Indonesia. It provides definitions and explanations of sharia banking principles, the history and legal basis for sharia banks in Indonesia, the differences between sharia and conventional banks, sharia banking concepts and systems, murabahah financing schemes, the need for regulation and supervision of sharia banks, and relevant sections of Indonesian banking laws regarding sharia banking principles and financing.
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian leasing dan ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT) dalam hukum Islam. Ia menjelaskan perbedaan antara leasing dengan ijarah serta larangan melakukan dua akad sekaligus dalam satu transaksi menurut ajaran Islam. Dokumen ini juga memberikan pengertian leasing, IMBT, dan perbedaan antara sewa dengan jual beli.
Manajemen pelayanan produk dan jasa bank syariah mudharabah dan musyarakahSurya Suwarna
Bentuk kegiatan organisasi bisnis seperti kemitraan didirikan dengan tujuan adanya pembagian keuntungan dengan partisipasi bersama. Seperti dibahas pada pembahasan diatas Mudharabah dan Musyarakah merupakan bagian dari kelompok Natural Uncertainy Contract dimana dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum Islam. Metode profit and loss sharing inilah yang digunakan bank syariah dalam model pendanaan.
Dokumen tersebut membahas tentang definisi, hukum, dan jenis-jenis al-wadi'ah. Ada dua jenis al-wadi'ah yaitu wadi'ah yad amanah dan wadi'ah yad dhamanah. Wadi'ah yad amanah artinya barang titipan tidak boleh digunakan oleh penerima, sementara wadi'ah yad dhamanah barang titipan boleh digunakan oleh penerima titipan. Contoh penerapan wadi
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian syirkah secara bahasa dan istilah, serta jenis-jenis syirkah seperti syirkah 'inan, syirkah wujuh, syirkah 'abdan, dan syirkah mudharabah. Syirkah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu dengan pembagian keuntungan dan kerugian. Ada empat jenis syirkah yang dijelaskan berdasarkan kontribusi modal dan tenaga
Tugas ini membahas manajemen pembiayaan bank syariah dalam 3 kalimat:
Tugas ini membahas definisi manajemen pembiayaan bank syariah, bentuk-bentuk pembiayaan seperti murabahah, istishna', ijarah, dan mudharabah, serta sistem pembiayaan seperti modal kerja dan investasi sesuai prinsip syariah.
Dokumen tersebut membahas produk-produk perbankan syariah. Ringkasannya adalah:
1. Dibahas prinsip-prinsip akad yang mendasari produk perbankan syariah seperti akad tabarru', akad tijarah, dan teori pertukaran.
2. Jelaskan produk-produk pembiayaan seperti pembiayaan ekuitas dan utang berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
3. Dijelaskan produk-produk khusus seperti
Dokumen tersebut membahas tentang akad dalam asuransi syariah. Akad merupakan perjanjian yang menghasilkan dampak hukum syariah dan terdiri dari rukun-rukun tertentu. Ada dua jenis akad yaitu akad tabarru' yang bersifat non-profit dan akad tijari yang bertujuan mencari keuntungan. Dalam asuransi syariah, akad antara peserta dan perusahaan bersifat tabarru' sedangkan hubungan antara per
Dokumen tersebut membahas tentang sistem ekonomi campuran yang merupakan perpaduan antara sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Sistem ini menempatkan peran negara dan pasar secara bersamaan dalam aktivitas ekonomi dengan adanya kontrol pemerintah meski masih memberikan ruang kebebasan berusaha bagi individu. Dokumen juga menjelaskan ciri, kelebihan, dan kelemahan dari sistem ekonomi campuran tersebut.
Teks tersebut membahas beberapa masalah yang dihadapi perbankan syariah, antara lain:
1. Peran ganda perbankan sebagai pelaku usaha dan pemodal menimbulkan kejanggalan dan bertentangan dengan prinsip mudharabah
2. Perbankan syariah belum memiliki usaha riil yang menghasilkan keuntungan dan hanya berperan sebagai penyalur dana
3. Perbankan tidak siap menanggung kerugian dan menuntut pelaku usaha mengembalikan modal
Macam macam perusahaan syariah dan landasan akadnyaWahid Alimudin
Dokumen tersebut membahas tentang macam-macam perusahaan syariah dan akad-akad syariah muamalah. Terdapat tiga jenis perusahaan syariah yaitu perusahaan perorangan, persekutuan, dan mudharabah. Dokumen juga menjelaskan berbagai akad jual beli dan bagi hasil seperti murabahah, mudharabah, dan musyarakah.
Presentasi BAB pendidikan agama islam kelas 11 Prinsip dan praktik ekonomi islamikarahma97
Dokumen tersebut membahas berbagai topik ekonomi Islam seperti muamalah, jual beli, utang piutang, sewa menyewa, syirkah, perbankan syariah, dan asuransi syariah. Secara garis besar dibahas pengertian, prinsip, dan syarat-syarat transaksi ekonomi Islam.
Dokumen tersebut membahas tentang syirkah atau serikat, perbankan syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan non bank seperti koperasi dan BMT. Secara ringkas, syirkah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk usaha dengan membagi keuntungan, perbankan syariah berbeda dengan konvensional karena tidak mengenal bunga, asuransi syariah diijinkan untuk kepentingan sosial, sedangkan koperasi dan
Perkembangan & pertumbuhan asuransi syariah life insurance di indonesiaWahyu Ketapang
Perkembangan asuransi syariah life insurance di Indonesia antara tahun 2011-2013 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan premi asuransi syariah mencapai 43% pada 2013, lebih tinggi dari pertumbuhan asuransi konvensional sebesar 20%. Masa depan industri asuransi syariah di Indonesia dinilai masih terbuka lebar, didukung oleh pertumbuhan ekonomi kuat dan meningkatnya kelas menengah.
Presentasi ini membahas berbagai konsep ekonomi syariah seperti kerjasama ekonomi dalam Islam, musyarakah, mudharabah, asuransi Islam, dan sistem perbankan Islam. Secara ringkas, presentasi ini menjelaskan prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah dan berbagai bentuk kerjasama ekonomi yang diijinkan oleh agama Islam.
Dokumen tersebut membahas tentang teori akad dan jenis-jenis akad dalam transaksi ekonomi syariah seperti akad jual beli, akad bagi hasil, dan akad sewa. Beberapa poin penting yang dijelaskan adalah definisi akad dan janji, konsekuensi hukum jika tidak dilaksanakan, serta contoh-contoh akad tersebut dalam praktiknya.
Materi ini membahas tentang defenisi dan Usia Anak di Indonesia serta hubungannya dengan risiko terpapar kekerasan. Dalam modul ini, akan diuraikan berbagai bentuk kekerasan yang dapat dialami anak-anak, seperti kekerasan fisik, emosional, seksual, dan penelantaran.
1. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1. Latar Belakang...................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
3. Tujuan Penulisan................................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN............................................................................................... 2
1. Pengertian Akad.................................................................................................... 2
2. Perbedaan Antara Wa'ad Dengan Akad Dan Akad-Akad Dalam Bank Syariah . 2
2.1. Perbedaan Antara Wa’ad Aengan Akad ...................................................... 2
2.2. Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah................................................................. 2
2.2.1. Akad Tabarru’.................................................................................. 2
2.2.2. Akad Tijarah .................................................................................... 3
3. Prinsip Jual-Beli Dalam Ajaran Islam .................................................................. 3
3.1. Jenis-Jenis Akad Dan Berbagai Konsekuensi Hukumnya ........................... 3
3.1.1. Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya...................................... 3
3.1.2. Pembagian Akad Ditinjau Dari Konsekuensinya ............................ 4
3.1.3. Manfaat Mengetahui Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya ... 4
4. Prinsip Sewa............................................................................................................
4.1. Jenis Barang Ijarah Muntahiyyah Bittamlik ..................................................
5. Prinsip Bagi Hasil ...................................................................................................
BAB III : PENUTUP ..........................................................................................................
1. Kesimpulan .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
2. BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bank syariah di Indonesia terhitung masih sangat muda, perkembangannya pun di
Indonesia begitu lambat, sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah
dibahas pada tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan
oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan hukum yang
jelas. Pada awalnya perkembangan bank di Indonesia masih bersifat konvensional dalam
artian, belum Memiliki standar dari bank syariah sendiri, karena bank syariah berbasisi
ideologi Islam. Sedangkan bank konvensional berdasarkan ideologi barat terutama ideologi
Amerika dan Eropa. Pada makalah kali ini kami tidak akan membahas tentang mengapa
bank konvensional Indonesia beralih kepada bank syariah, tetapi kami membahas bank
syariah secara umum.
Secara umum ada beberapa karakteristik yang membedakan antara bank syariah dengan
bank konvensional :
1. Bank syariah tidak menggunakan bunga
2. Tidak digunakan untuk usaha yang haram
3. Menerima zakat, infaq dan sodaqoh untuk disalurkan kepada masyarakat yang
membutuhkan, terdapat 8 golongan dalam Al Qur’an
Pada point pertama, dalam bank syariah tidak menggunakan bunga, melainkan
menggunakan konsep bagi hasil dimana jika bank mendapatkan keuntungan maka akan
dibagi hasil keuntungan tersebut dengan para penabung, jika bank rugi maka para
penabung pun akan rugi. Bank syariah juga tidak serta merta meminjamkan sejumlah
uangnya kepada masyarakat secara tunai melainkan dengan prinsip bagi hasil
(mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan
prinsip sewa (ijarah).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian akad?
2. Macam-macam akad dalam Bank Syariah?
3. Apa konsekuensi hukumnya?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembahasan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari akad.
2. Untuk mengetahui macam-macam akad dalam Bank Syariah.
3. Untuk mengetahui konsekuensi hukum.
3. BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Akad
Akad dalam bahasa arab ‘al-aqd, jamaknya al-‘ukud, berarti ikatan atau mengikat. Menurut
terminologi hukum Islam akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan
(qobul) yang dibenarkan oleh syariah yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
2. Perbedaan Antara Wa'ad Dengan Akad Dan Akad-Akad Dalam Bank Syariah
2.1. Perbedaan Antara Wa’ad Dengan Akad
Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji
(promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara
dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji
berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition-
nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik (belum well defined). Bila pihak yang
berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan
sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-
masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah
disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara
rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti
yang sudah disepakati dalam akad.
2.2. Akad Tabarru’ Dan Akad Tijarah
Selanjutnya, dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat membagi lagi
akad menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
2.2.1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut not-
for profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi
bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-
menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa
Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut
tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad
tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat
kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya
(cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Tapi
ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’
adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.
4. 2.2.2. Akad Tijarah
Seperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad tabarru’, maka akad
tijarah/mu’awadah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan
mencarikeuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dll. (Skema Akad-Akad) di bawah ini memberikan
ringkasan yang komprehensif mengenai akad-akad yang lazim digunakan dalam fikih
muamalah dalam bidang ekonomi.
3. Prinsip Jual-Beli Dalam Ajaran Islam
3.1. Jenis-Jenis Akad Dan Berbagai Konsekuensi Hukumnya
3.1.1. Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya
Bila kita memperhatikan tujuan atau maksud berbagai akad yang terjadi antara dua orang
atau lebih, maka kita dapat membagi berbagai akad tersebut menjadi tiga macam:
Pertama: Akad yang bertujuan untuk mencari keuntungan materi, sehingga setiap orang
yang menjalankan akad ini senantiasa sadar dan menyadari bahwa lawan akadnya sedang
berusaha mendapatkan keuntungan dari akad yang ia jalin. Pada akad ini biasanya terjadi
suatu proses yang disebut dengan tawar-menawar. Sehingga setiap orang tidak akan
menyesal atau terkejut bila dikemudian hari ia mengetahui bahwa lawan akadnya berhasil
memperoleh keuntungan dari akad yang telah terjalin dengannya.
Contoh nyata dari akad macam ini ialah akad jual-beli, sewa-menyewa, syarikat dagang,
penggarapan tanah (musaqaah), dll. Syari’at Islam pada prinsipnya membenarkan bagi
siapa saja untuk mencari keuntungan melalui akad macam ini.
Kedua: Akad yang bertujuan untuk memberikan perhargaan, pertolongan, jasa baik atau
uluran tangan kepada orang lain. Dengan kata lain, akad-akad yang bertujuan mencari
keuntungan non materi. Biasanya yang menjalin akad macam ini ialah orang yang sedang
membutuhkan bantuan atau sedang terjepit oleh suatu masalah. Oleh karena itu, orang
yang menjalankan akad ini tidak rela bila ada orang yang menggunakan kesempatan dalam
kesempitannya ini, guna mengeruk keuntungan dari bantuan yang ia berikan. Contoh nyata
dari akad macam ini ialah: akad hutang-piutang, penitipan [1], peminjaman, shadaqah,
hadiyah, pernikahan, dll. Karena tujuan asal dari akad jenis ini demikian adanya, maka
syari’at Islam tidak membenarkan bagi siapapun untuk mengeruk keuntungan darinya
Ketiga: Akad yang berfungsi sebagai jaminan atas hak yang terhutang. Dengan demikian,
akad ini biasanya diadakan pada akad hutang-piutang, sehingga tidak dibenarkan bagi
pemberi piutang (kreditur) untuk mengambil keuntungan dari barang yang dijaminkan
kepadanya. Bila kreditur mendapatkan manfaat atau keuntungan dari piutang yang ia
berikan, maka ia telah memakan riba, sebagaimana ditegaskan pada kaidah ilmu fiqih di
atas. Ditambah lagi, harta beserta seluruh pemanfaatannya adalah hak pemiliknya, dan
tidak ada seseorangpun yang berhak untuk menggunakannya tanpa seizin dan kerelaan dari
pemiliknya. Misalnya: Bila A menjual mobil kepada B seharga Rp 50.000.000,- dan
dibayarkan setelah satu tahun, dengan jaminan sebuah rumah. Dan ketika akad penjualan
5. sedang berlangsung, A mensyaratkan agar ia menempati rumah tersebut selama satu tahun
hingga tempo pembayaran tiba, dan B menyetujui persyaratan tersebut, maka A dibenarkan
untuk menempati rumah milik B yang digadaikan tersebut. Karena dengan cara seperti ini,
sebenarnya A telah menjual mobilnya dengan harga Rp 50.000.000,- ditambah ongkos
sewa rumah tersebut selama satu tahun.
Adapun bila akad penjualan telah selesai ditandatangani, maka tidak dibenarkan bagi A
untuk menempati rumah tersebut, baik seizin B atau tanpa seizin darinya, sebab bila ia
memanfaatkan rumah tersebut, berarti ia telah mendapat keuntungan dari piutang dan itu
adalah riba, sebagaimana ditegaskan pada kaedah ilmu fiqih di atas.Diantara akad yang
tergolong kedalam kelompok ini ialah akad pegadaian (rahnu), jaminan (kafalah),
persaksian (syahadah) dll.
3.1.2. Pembagian Akad Ditinjau Dari Konsekuensinya
Akad sesama manusia bila ditinjau dari sifat dasar akad tersebut, maka kita dapat
mengelompokkannya menjadi dua kelompok besar:
Pertama: Akad yang mengikat kedua belah pihak, Maksud kata “mengikat” disini ialah bila
suatu akad telah selesai dijalankan dengan segala persyaratannya, maka konsekwensi akad
tersebut sepenuhnya harus dipatuhi dan siapapun tidak berhak untuk membatalkan akad
tersebut tanpa kerelaan dari pihak kedua, kecuali bila terjadi cacat pada barang yang
menjadi obyek akad tersebut.Diantara contoh akad jenis ini ialah akad jual-beli, sewa-
menyewa, pernikahan, dll
Kedua: Akad yang mengikat salah satu pihak saja, sehingga pihak pertama tidak berhak
untuk membatalkan akad ini tanpa izin dan kerelaan pihak kedua, akan tetapi pihak kedua
berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka. Diantara contoh akad jenis ini ialah:
Akad pergadaian (agunan). Pada akad ini pihak pemberi hutang berhak mengembalikan
agunan yang ia terima kapanpun ia suka, sedangkan pihak penerima hutang sekaligus
pemilik barang yang dijadikan agunan/digadaikan tidak berhak untuk membatalkan
pegadaian ini tanpa seizin dari pihak pemberi piutang.
Ketiga: Akad yang tidak mengikat kedua belah pihak, Maksudnya masing-masing pihak
berhak untuk membatalkan akad ini kapanpun ia suka dan walaupun tanpa seizin dari
pihak kedua, dan walaupun tanpa ada cacat pada obyek akad tersebut.Diantara contoh akad
jenis ini ialah: akad syarikat dagang, mudharabah (bagi hasil) penitipan, peminjaman,
wasiat, dll.
3.1.3. Manfaat Mengetahui Pembagian Akad Ditinjau Dari Tujuannya
Dengan memahami pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, kita dapat
memahami alasan dan hikmah diharamkannya riba. Sebagaimana kita dapat memahami
hikmah pembedaan antara riba dengan akad jual-beli:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba.” (Qs. Al Baqarah: 275)
6. Diantara faedah mengetahui pembagian akad ditinjau dari tujuannya semacam ini, akan
nampak disaat terjadi perselisihan yang diakibatan oleh adanya cacat pada barang yang
menjadi obyek suatu akad. Karena adanya cacat pada obyek tersebut akan sangat
berpengaruh pada proses akad jenis pertama. Tetapi keberadaan cacat tersebut tidak
memiliki pengaruh apapun pada akad jenis kedua dan ketiga.
3.1.4. Manfaat Mengetahui Pembagian Akad Ditinjau Dari Konsekwensinya.
Dengan mengetahui pembagian macam-macam akad ditinjau dari sisi ini, kita dapat
mengetahui hukum berbagai persengketaan yang sering terjadi di masyarakat karena
perselisihan tentang siapakah yang bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi pada
barang yang menjadi obyek suatu akad. Diantara manfaat mengetahui pembagian akad
ditinjau dari sisi ini ialah: kita dapat mengetahui hukum memutuskan akad yang telah
dijalin, karena pada akad jenis pertama, tidak dibenarkan bagi siapapun dari pihak-pihak
yang telah melangsungkan akad untuk membatalkannya kecuali dengan seizin pihak
kedua.
Sedangkan pada akad jenis kedua, maka bagi pihak yang terikat dengan akad tersebut tidak
dibenarkan untuk memutuskan atau membatalkan akadnya kecuali atas seizin pihak kedua,
akan tetapi pihak kedua berhak membatalkannya kapanpun ia suka, walau tanpa seizin
pihak pertama. Sedangkan pada akad jenis ketiga, kedua belah pihak berhak untuk
membatalkan akadnya, kapanpun ia sudan dan tanpa persetujuan pihak kedua. Dan masih
banyak lagi pembagian macam-macam akad, ditinjau dari berbagai hal, akan tetapi yang
saya rasa penting untuk diketahui adalah dua pembagian yang telah saya sebutkan di atas.
4. Prinsip Sewa
Pada dasarnya ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa
dengan membayar imbalan tertentu. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam akad ijarah
tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang
menyewakan kepada penyewa.
Dalam kegiatan perbankan Syariah pembiayaan melalui Ijarah dibedakan menjadi dua
yaitu :
1. Didasarkan atas periode atau masa sewa biasanya sewa peralatan. Peralatan itu disewa
selama masa tanam hingga panen. Dalam perbankan Islam dikenal sebagai Operating
Ijarah.
2. Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa
Iqtina’ yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu
diakuisisi oleh penyewa ( finance lease ).
Oleh karena Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi
pemindahan kepemilikan, maka banyak orang menyamaratakan ijarah dengan leasing. Hal
ini disebabkan karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal – ihwal sewa-
7. menyewa. Karena aktivitas perbankan umum tidak diperbolehkan melakukan leasing,
maka perbankan Syari’ah hanya mengambil Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik yang artinya
perjanjian untuk memanfaatkan ( sewa ) barang antara Bank dengan nasabah dan pada
akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya.
4.1. Jenis Barang Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
Barang yang disewakan kepada nasabah umumnya berjenis aktiva tetap atau fixed assets
seperti : gedung-gedung (buildings), kantor, mesin, rumah-rumah petak (tenements), atau
barang bergerak yang memiliki specific fixed.
Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
1. Rukun
1. Penyewa (musta’ jir)
2. Pemilik barang (mu’ajjir)
3. Barang atau obyek sewaan (ma’jur)
4. Harga sewa/manfaat sewa (ajran/ujran)
5. Ijab Qabul
6. Syarat
2. Pihak yang saling telibat harus saling ridha
3. Ma’ jur (Barang atau obyek sewa)
Manfaat tersebut dibenarkan agama atau halal.
Manfaat tersebut dapat dinilai dan diukur atau diperhitungkan.
Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa
Ma’ jur wajib dibeli musta’ jir.
Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak
mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba (bunga), zulmu (Penganiayaan),
riswah (suap), barang haram dan maksiat.
Hawalah
Adalah akad pemindahan nasabah kepada bank untuk membantu nasabah mendapatkan
modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya dan bank mendapat imbalan atas jasa
pemindahan piutang tersebut.
Hukum hutang piutang bersifat fleksibel tergantung situasi kondisi dan toleransi. Pada
umumnya pinjam-meminjam hukumnya sunah / sunat bila dalam keadaan normal.
Hukumnya haram jika meminjamkan uang untuk membeli narkoba, berbuat kejahatan,
menyewa pelacur, dan lain sebagainya. Hukumnya wajib jika memberikan kepada orang
yang sangat membutuhkan seperti tetangga yang anaknya sedang sakit keras dan
membutuhkan uang untuk menebus resep obat yang diberikan oleh dokter.
Dalam Hutang Piutang Harus Sesuai Rukun yang Ada :
– Ada yang berhutang / peminjam / piutang / debitor
– Ada yang memberi hutang / kreditor
8. – Ada ucapan kesepakatan atau ijab qabul / qobul
– Ada barang atau uang yang akan dihutangkan
Hutang piutang dapat memberikan banyak manfaat / syafaat kepada kedua belah pihak.
Hutang piutang merupakan perbuatan saling tolong menolong antara umat manusia yang
sangat dianjurkan oleh Allah SWT selama tolong-menolong dalam kebajikan. Hutang
piutang dapat mengurangi kesulitan orang lain yang sedang dirudung masalah serta dapat
memperkuat tali persaudaraan kedua belah pihak.
5. Prinsip Bagi Hasil
Pengertian muzara’ah
Secara bahasa, muzaraah berarti muamalah atas tanah dengan sebagian yang keluar
sebagian darinya. Dan secara istilah muzara’ah berarti memberikan tanah kepada petani
agar dia mendapatkan bagian dari hasil tanamannya. Misalnya sepertiga, seperdua atau
lebih banyak atau lebiih sedikit dari itu.
Dasar Pensyari’atan
Muzara’ah adalah salah satu bentuk ta’awun antar petani dan pemilik sawah. Serigkali kali
ada orang yang ahli dalam masalah pertanian tetapi dia tidak punya lahan, dan sebaliknya
banyak orang yang punya lahan tetapi tidak mampu menanaminya. Maka Islam
mensyari’atkan muzara’ah sebagai jalan tengah bagi keduanya.
Bentuk Muzara’ah yang Terlarang
Muzara’ah dibenarkan apabila disepakati pembagian hasil antara pemilik lahan dengan
tenaga petani. Misalnya, petani mendapat 60% dari nilai total hasil panen, sedangkan
pemilik lahan mendapat 40% sisanya. Bentuk seperti ini dihalalkan dan telah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW dan para shahabat hingga generasi berikutnya.
Adapun bentuk muzara’ah yang diharamkan adalah bila bentuk kesepakatannya tidak adil.
Misalnya, dari luas 1.000 m persegi yang disepakati, pemilik lahan menetapkan bahwa dia
berhak atas tanaman yang tumbuh di area 400 m tertentu. Sedangkan tenaga buruh tani
berhak atas hasil yang akan didapat pada 600 m tertentu.
Perbedaannya dengan bentuk muzara’ah yang halal di atas adalah pada cara pembagian
hasil. Bentuk yang boleh adalah semua hasil panen dikumpulkan terlebih dahulu, baru
dibagi hasil sesuai prosentase. Sedangkan bentuk yang kedua dan terlarang itu, sejak awal
lahan sudah dibagi dua bagian menjadi 400 m dan 600 m. Buruh tani berkewajiban untuk
menanami kedua lahan, tetapi haknya terbatas pada hasil di 600 m itu saja. Sedangkan
apapun yang akan dihasilkan di lahan satunya lagi yang 400 m, menjadi hak pemilik lahan.
Cara seperti ini adalah cara muzaraah yang diharamkan. Inti larangannya ada pada masalah
gharar. Sebab boleh jadi salah satu pihak akan dirugikan. Misalnya, bila panen dari lahan
yang 400 m itu gagal, maka pemilik lahan akan dirugikan. Sebaliknya, bila panen di lahan
yang 600 m itu gagal, maka buruh tani akan dirugikan. Maka yang benar adalah bahwa
9. hasil panen keduanya harus disatukan terlebih dahulu, setelah itu baru dibagi hasil sesuai
dengan perjanjian prosentase.
Bentuk muzara’ah yang terlarang ini adalah seseorang memberikan persyaratan kepada
orang yang mengerjakan tanahnya; yaitu dengan ditentukan tanah dan sewanya dari hasil
tanah baik berupa takaran ataupun timbangan. Sedang sisa daripada hasil itu untuk yang
mengerjakannya atau masih dibagi dua lagi misalnya.
Rukun Mudharabah atau unsur- unsur yang harus ada agar akad mudharabah sah adalah
sebagai berikut :
1) Adanya pemilik modal dan pelaksanaan usaha.
2) Adanya obyek yang diperjanjikan.
3) Adanya persetujuan dari kedua belah pihak (ijab-kabul).
4) Nisbah keuntungan yang mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh para
pihak yang bermudharabah.
Pada umumnya pembiayaan dengan system mudharabah modal yang dipinjamkan oleh
bank dalam usaha yang akan dijalankan oleh mudharib tidak diberikan dalam bentuk tunai
hal ini dimaksudkan agar pihak bank dapat senantiasa mengawasi dalam pengelolaan usaha
tersebut. Dalam akad mudharabah pembelanjaan barang dagangan telah ditentukan dan
pihak bank secara langsung akan dapat menyusun pembayaran kepada mudharib. Dana
yang telah dipinjamkan tidak boleh diselewengkan dan tidak boleh digunakan untuk tujuan
lain.
Dalam pengelolaan manajemen, bank menyerahkan pengoperasionalan usaha kepada pihak
debitur (mudharib) dengan jalan debitur harus tunduk terhadap segala persyaratan yang
telah ditentukan dalam kontrak.
Manfaat yang dapat diperoleh dari akad mudharabah adalah :
1) Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara
tetap tetapi disesuaikan dengan pendapatan hasil usaha bank sehingga bank tidak
akan pernah mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow (arus kas usaha
nasabah).
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal dan
aman serta menguntungkan.
5) Prinsip bagi hasil berbeda dengan bunga tetap dimana bank akan menagih penerima
pembiayaan satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah
maupun bila nasabah menderita kerugian.
10. Disamping manfaat yang diperoleh bank syariah dari adanya akad mudharabah terdapat
pula beberapa kerugian atau resiko yaitu side streaming yaitu penyalahgunaan penggunaan
modal oleh nasabah, terjadi kelalaian dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian
keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Selain dari pembiayaan mudharabah dikenal pula system pembiayaan musyarakah yang
artinya akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Pelaksanaan akad musyarakah dalam perbankan syariah adalah :
1) Pembiayaan Proyek, dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai suatu proyek. Setelah selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut
beserta bagi hasil yang telah disepakati.
2) Modal ventura, penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah
itu bank melakukan divestasi atau menjual sahamnya baik secara langsung maupun
bertahap.
Peranan notaris dalam pelaksanaan akad mudharabah dan musyarakah pada Bank Syariah
adalah berkaitan langsung dengan kewenangannya dalam pembuatan akta otentik yang
diperlukan dalam kerja sama tersebut.
Perjanjian – perjanjian yang dibuat antara bank syariah dengan nasabah untuk lebih
mendapatkan jaminan kepastian hukum bagi kedua belah pihak biasanya para pihak
menghendaki dituangkan dalam bentuk akta notariil, sehingga seorang notarispun dituntut
untuk membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang produk – produk bank
syariah karena ada karakteristik yang berbeda antara bank syariah dengan bank
konvensional. Dalam pendirian kantor bank syariahpun diperlukan peran notaris karena
dalam pendirian suatu badan hukum harus dituangkan dalam bentuk akta notariil atau akta
otentik.
11. BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat kami simpulkan semua bahwa akad-akad fikih muamalah Islam
dalam bidang ekonomi yang lazim digunakan. Setelah kita memiliki bekal pengetahuan
akad-akad ini, maka langkah selanjutnya adalah menerapkan konsep akad-akad tersebut ke
dalam praktek perbankan modern. Karena itu, kita harus mencoba untuk “menerjemahkan”
konsep akad-akad ini ke dalam produk-produk perbankan. Bab selanjutnya, yakni bab 6
akan membahas produkproduk dan jasa yang lazim ditawarkan oleh suatu bank syariah
modern.
Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad. Wa’ad adalah janji
(promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara
dua belah pihak. Wa’ad hanya mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji
berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji tidak
memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition-
nya belum ditetapkan secara rinci dan spesifik (belum well defined). Bila pihak yang
berjanji tidak dapat memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan
sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-
masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban mereka masing-masing yang telah
disepakati terlebih dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara
rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
kontrak itu tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti
yang sudah disepakati dalam akad.
12. DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M. S. (2001). Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Drs. H. Karnaen Perwataatmadja, M., & H. Muhammad Syafi’i Antonio, M. (1992). Apa
dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Drs. Ismail, M. A. (2011). Perbankan Syari’ah. Jakarta: Kencana.
Rachmadi Usman, S. M. (2009). Produk dan Akad Perbankan Syari’ah, Implementasi da
Aspek Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Sudarsono, H. (2007). Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Yogyakarta: Ekonisia.
Wiroso, S. M. (2005). Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syari’ah.
Jakarta: PT. Grasindo.