1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Fenomena pekerja anak merupakan gambaran betapa kompleks dan rumitnya
permasalahan anak. Terlepas dari semua hal tersebut, penghargaan, penghormatan, serta
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) digaung- gaungkan di penjuru dunia. Sejak
awal pendeklarasian HAM, berbagi bentuk peraturan yang bersifat universal telah
dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya perlindungan HAM di dunia. Upaya
perlindungan juga diikuti dengan penegakan hukum demi terselenggaranya HAM yang
konsisten. Jika kita berbicara fenomena pekerja anak, maka bidang HAM yang langsung
bersinggungan adalah hak anak. Baik di dunia internasional maupun di Indonesia,
masalah seputar kehidupan anak menjadi perhatian utama bagi masyarakat maupun
pemerintah. Sangat banyak keadaan-keadaan ideal yang sebenarnya dapat menuntaskan
permasalahan sosial ini. Namun, faktor-faktor lain seperti kegagalan dalam pranata sosial
turut menunjukkan ketidak mampuan pemerintah.
Dalam konteksnya, sebenarnya anak mempunyai hak yang bersifat asasi
sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Namun, perlindungan terhadapnya tidak
sebombastis ketika masalah HAM yang menyangkut orang dewasa atau isu gender
diumbar ke khalayak umum. Perlindungan terhadap hak anak tidak terlalu banyak
dipikirkan pada umumnya. Begitu pula dengan langkah konkritnya, bahkan upaya
perlindungan itu sendiri dilanggar oleh negara dan berbagai tempat di negeri ini, orang
dewasa, bahkan orang tuanya sendiri. Banyak anak-anak yang berada di bawah umur
2. menjadi objek dalam pelanggaran terhadap hak-hak anak akibat pembangunan ekonomi
yang dilakukan . Di negara kita, pekerja anak dapat dilihat dengan mudah di pertigaan
atau di perempatan jalan. Pandangan kita jelas tertujuh pada sekelompok anak yang
mengamen, mengemis, atau mengais rezeki di jalanan bila dikaitkan dengan substansi
Peraturan Perundang-Undangan tentang Perlindungan dan Kesejahteraan Anak dalam
Pasal 37. pasal 39 ayat 4, Pasal 43 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perbedaan yang sangat menonjol pembangunan
secara fisik tidak diimbangi dengan pembangunan moral bangsa akan berakibat rusaknya
fundamen tatanan kehidupan didalam masyarakat itu sendiri. Pendidikan di lintas sektoral
perlu ditingkatkan guna mengangkat citra bangsa didunia Internasional bahwa
kebangkitan suatu bangsa ditandai dengan pedulinya masyarakat terhadap kehidupan
anak. Itu hanya sedikit dari betapa mirisnya kondisi anak-anak Indonesia. Masih banyak
yang tidak terlihat jelas, upaya-upaya pengeksploitasian anak-anak di negeri ini bahkan
dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal. Mereka di eksploitasi sebagai pekerja kasar
konstruksi dan tambang tradisional, penyelam mutiara, penculikan dan perdagangan
anak, kekerasan aanak, penyiksaan anak dan bahkan pelacur komersial.
Anak, sayangnya adalah gambaran dan cerminan masa depan, aset keluarga,
agama, bangsa, negara dan merupakan generasi penerus di masa yang akan datang.
Mereka berhak mendapatkan kebebasan, menikmati dunianya, dilindungi hak-hak mereka
tanpa adanya pengabaian yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ingin memanfaatkan
kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.
Sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA)
sejak tahun 1990, negara Indonesia mempunyai kewajiban melaksanakan kesepakatan-
3. kesepakatan tindak lanjut dan memenuhi hak hak anak sesuai butir-butir konvensi.
Dengan telah diratifikasinya KHA, negara mempunyai tanggung jawab untuk
mengimplementasikan KHA kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun,
terjadinya krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997,
telah menyebabkan kondisi sebagian anak Indonesia secara kualitas mengalami
penurunan, sehingga situasi anak Indonesiapun menjadi buram dan semakin
memprihatinkan, karena korban terbesar akibat krisis adalah anak anak. Akibat dari krisis
tersebut banyak hak anak yang semakin terabaikan, bahkan persoalan anakpun menjadi
semakin komplek, dari anak jalanan, anak terlantar, pekerja anak, anak anak korban
konflik bersenjata, anak korban trafficking sampai anak anak yang dilacurkan.
Masalah Perlindungan Anak baru menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada
kurun waktu tahun 90-an, setelah secara intensif berbagai bentuk kejahatan dan
eksploitasi terhadap pekerja anak (child labour) di Indonesia di angkat ke permukaan
oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Fenomena inipun muncul pula di
berbagai kawasan Asia lainnya, seperti Thailand, Vietnam, dan Filipina, sehingga dengan
cepat isu ini menjadi isu regional bahkan global yang memberikan inspirasi kepada
masyarakat dunia tentang urgensi permasalahan ini.
Lahirnya perhatian secara khusus tehadap praktek HAM di Indoensia,
khususnya terhadap Perlindungan Anak, tidak dapat terlepas dari peran LSM dan
masyarakat internasional dalam menciptakan gerakan-gerakan sosial baru (new social
movement) sebagai sebuah perlawanan (opposition power) terhadap otoritas negara yang
otoritatif yang lebih mengejar pertumbuhan ekonomi. Advokasi LSM dalam usaha untuk
mewujudkan suatu masyarakat madani (civil society) telah memberikan momentum
4. terhadap pemberdayaan dan perlindungan kaum tersingkir, lemah, dan tertindas
(disadvantaged people) untuk memperoleh hak-hak dasarnya sebagai warga dari sebuah
masyarakat negara.
Perlindungan terhadap anak, yang merupakan objek sangat rentan (fragile)
dalam suatu negara (baik pada kondisi damai maupun perang) terhadap berbagi bentuk
penindasan dan eksploitasi secara politis, ekonomi, sosial, maupun budaya masyarakat
yang cenderung bersifat patriarchi, merupakan kewajiban dan tanggung jawab dari suatu
negara, masyarakat, dan khususnya keluarga. Hal inipun menjadi salah satu pusat
perhatian masyarakat dunia pada konverensi HAM di Wina, 25 Juni 1993 yang
menghasilkan Deklarasi Vienna dan Program Aksinya yang dipakai sebagai acuan dasar
penegakan dan pemberdayaan HAM di dunia, yang salah satu bagiannya secara khusus
menegaskan tentang hak-hak anak.
Disahkannya UU No: 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak merupakan
suatu lompatan yang sangat besar sekaligus merupakan suatu kemajuan dan perhatian
yang luar biasa terhadap anak, terutama dalam upaya pemenuhan hak anak dan
perlindungan anak. Dalam rangka pemenuhan dan perlindungan hak anak serta guna
menangani permasalahan anak yang semakin berkembang tersebut, perlu dibentuk
KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI). Dibentuknya KPAI juga
merupakan amanat UU No: 23 tahun 2002 pasal 74 yang menyebutkan “Dalam rangka
meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak Indonesia yang bersifat
independen”.
Dari berbagai gejala sosial yang saat ini tengah muncul ke permukaaan, masalah
pekerja anak kian menjadi perbincangan hangat dalam upaya perealisasian yang
5. sebenarnya. Dalam persepektif UU perlindungan anak, pasal 1 ayat 1No.23 tahun 2002
bahwa anak yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam perlindungan.
Dalam hal ini mereka tidak boleh menjadi tulang punggung ekonomikeluarga. Anak-anak
hanya boleh berada ditiga tempat yakni rumah, sekolah dan tempat mereka bermain saja.
Apapun alasannya memperkerjakan anak dibawah umur merupakan perbuatan yang
melanggar undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
2.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut ;
1. Apa yang dimaksud dengan anak dihubungkan dengan hak dan kewajiban anak?
2. Apa yang dimaksud dengan pekerja anak?
3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja anak?
4. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya perkerja anak?
2.3 Tujuan
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian anak dan hak dan kewajibannya
2. Untuk mengetahui pengetian pekerja anak
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak
4. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pekerja anak
6. BAB II
KAJIAN TEORI
2.2 Pengertian anak
a. Penyajian secara histories
Yakni anggapan bangsa Yunani bahwa “ anak- anak dianggap sebagai manusia
dewasa dengan ukuran kecil”. Disini dianggap seluruh sikap dan perilaku yang diberikan
kepada anak-anak serta harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada anak-anak
disamakan dengan sikap dan perilaku serta harapan dan tuntutan yang ditujukan kepada
orang dewasa.
Pandangan lain mengenai definisi anak yakni pada masa awal tersebarnya
agama nasrani di Eropa menunjukkan ciri-ciri antara lain :
1. Anak-anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan
ketertiban.
2. Anak–anak lebih mudah belajar denga contoh daripada belajar dengan aturan.
3. Anak-anak tidak sama dengan orang dewasa.
b. Menurut makna Yuridis
Yakni berdasarkan Undang-Undang perlindungan anak (UUPA) No. 23 tahun
2002 yang dimaksud denga anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (
termasuk anak dalam kandungan).
Dari beberapa penyajian definisi anak dapat disimpulkan bahwa anak-anak
merupakan masa sosialisasi yang belangsung secara efektif seseorang yang berumur
diantara 5-18 tahun ( dibawah 5 tahun termasuk kategori anak karena masih disebut
balita). Kecenderungan untuk menyimpang yang dipaparkan sebelumnya merupakan
7. bentuk sosialisasi dari anak-anak dari. Dari segi fisik dan psikis jelas berbeda dengan
orang dewasa, sehingga dalam hal ini tidak bisa disama artikan. Namun, sisi lain
menggungkapkan bahwa pada masa ini anak–anak sudah mengalami korelasi yang positif
serta sifat tunduk pada peraturan yang kemudian menjadi sangat realistis dengan berbagai
kecenderungan-kecenderungan, seperti gemar membentuk kelompok dengan aturan-
aturan sendiri dan lain-lain.
Anak merupakan generasi muda dan tumpuan harapan bangsa” kata-kata ini
cukup sangat memberikan kita pemahaman bahwa penerus cita-cita bangsa ini teletak
pada mereka yang merupakan sumber daya manusaia (SDM) yang harus dikembangkan,
dilindungi dan diberi hak-haknya. Oleh karena itu dalam rangka menciptakan sumber
daya manusia (SDM) yang berkualitas baik secara fisik, mental, moral dibutuhkan
pembinaan dan pembimbingan secara mendalam dan terus-menerus tanpa mengabaikan
hak-hak mereka sebagai anak. Didalam Undang-Undang Republik Indonesia No.13
Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja disebutkan pngertian anak yaitu :”Anak adalah setiap
orang yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun.”
Berangkat dari dua pengertian tentang anak diatas menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam
konvensi hak anak atau yang lebih dikenal dengan KHA juga dijelaskan bahwa“Untuk
tujuan-tujuan Konvensi ini, seorang anak berarti setiap manusia di bawah umur delapan
belas tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai
lebih awal”. Sehingga dalam kondisi apapun dan dengan alasan apapun anak yang diawah
umur 18 (delapan belas) tahun, harus mendapatkan hak-hak mereka sepenuhnya.
8. Dalam konstitusi kita (UUD 1945) juga dijelaskan bahwa “setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.” Maka dapat dipastikan bahwa anak mempunyai hak
konstitusional dan negara wajib menjamin serta melindungi pemenuhan hak anak yang
merupakan hak asasi manusia (HAM). Berbicara masalah diskriminasi hal ini cukup
rentan terjadi dilakalangan anak-anak, hal ini terbukti banyaknya kasus mengenai
ekploitasi anak.
2.2 Hak dan kewajiban anak
Hak anak sebenarnya tercantum secara tegas dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Instrumen hukum yang mengatur perlindungan
hak anak diatur dalam Konvensi PBB tentang hak-hak anak (Convention on The Right of
The Child ) Tahun 1989, telah diratifikasi oleh lebih 191 negara. Indonesia sebagai
anggota PBB telah meratifikasi keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990. Dengan
demikian konvensi PBB tentang hak anak tersebut telah menjadi hukum Indonesia dan
mengikat seluruh warga Indonesia. Konvensi anak-anak merupakan instrument yang
berisi perumusan prinsip-prinsip universal dan ketentuan norma hukum mengenai anak.
Konvensi hak anak merupakan sebuah perjanjian internasional mengenai hak asasi
manusia yang memasukkan hak-hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan budaya.
Secara garis besar Konvensi hak anak dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama
penegasan hak-hak anak, kedua perlindungan oleh Negara, ketiga peran serta berbagai
pihak ( pemerintahan, masyarakat dan swasta) dalam menjamin penghormatan terhadap
hak-hak anak. Ketentuan hukum mengenai hak-hak anak dalm konvensi hak anak dapat
dikelompokkan menjadi :
9. a. Hak terhadap kelangsungan hidup(survival right)
Hak kelangsungan hidup berupa hak-hak untuk melestarikan ,mempertahankan
hidup, hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi,dan perawatan sebaik-baiknya.
Konsekuensinya menurut konvensi hak anak, Negara harus menjamin kelangsungan hak
hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan anak (Pasal 6). Disamping itu, Negara
berkewajiban untuk menjamin hak atas taraf kesehatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan
melakukan pelayanan kesehatan dan pengobatan, khususnya perawatan kesehatan primer
(paasal 24). Implementasinya pada pasal 24, Negara berkewajiban untuk melaksanakn
program-program :
1) melaksanakan upaya penurunan angka kematian bayi dan anak,
2) menyediakan pelayaanan kesehatan yang diperlukan,
3) memberantas penyakit dan kekurangan gizi,
4) menyediakan pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah melahirkan bagi ibu,
5) memperoleh informasi dan akses pada pendidikan dan mendapat dukungan pada
pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi,
6) mengembangkan perawatan kesehatan pencegahan, bimbingan bagi orang tua, serta
penyuluhan keluarga berencana, dan
7) mengambil tindakan untuk menghilangkan praktik tradisional yang berprasangka buruk
terhadap pelayanan kesehatan.
Terkait dengan itu, hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa :
1) hak anak untuk mendapatkan nama dan kewarganegaraan semenjak lahir (pasal 7)
10. 2) hak anak untuk memperoleh perlindungan dan memulihkan kembali aspek dasar jati diri
anak (nama, kewarganegarran, dan ikatan keluarga) (pasal 8)
3) hak anak untuk hidup bersama ( pasal 9) , dan hak untuk memperoleh perlindungan dari
segala bentuk salah perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua atau orang lain yang
bertanggung jawab atas pengasuhan (pasal 19),
4) hak untuk memperoleh perlindungan khusus bagi anak-anak yang kehilangan lingkungan
keluarga dan menjamin pengusahaan keluarga atau penempatan institusional yang sesuai
dengan mempertimbangkan latar belakang budaya anak (pasal 20),
5) adopsi anak hanya dibolehkan dan dilakukan demi kepentingan terbaik anak , dengan
segala perlindungan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 21)
6) hak-hak anak penyandang cacat untuk memperoleh pengasuhan, perlindungan,
pendidikan, dan pelatihan khusus yang dirancang untuk membantu mereka demi
mencapai tingkat kepercayaan diri yang tinggi
b. Hak terhadap perlindungan (protection right)
Yaitu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak kekerasan dan ketelantaran
bagi anak yang tidak mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi. Hak perlindungan
ini antara lain :
1) perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh pendididikan, perawatan,dan
latihan khusus,
2) hak anak dari kelompok masyarakat minoritas dan penduduk asli dalm kehidupan
masyarakat negara. Perlindungan dari eksploitasi meliputi perlindungan dari gangguan
kehidupan pribadi,dari keterlibatan dalam pekerjaan yang dapat mengancam kesehatan
dan lain- lain.
11. 3) Perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba, perlindungan dari upaya
penganiayaan seksual, prostitusi , dan pornografi,
4) Perlindungan upaya penjualan, penyelundupan, dan penculikan anak.
5) Perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan
pelanggaran hukum.
c. Hak untuk tumbuh kembang (development right)
Yaitu meliputi segala bentuk pendidikan formal maupun nonformal dan hak
untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral, dan sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur dalam pasal 28 konvensi hak
anak menyebutkan :
1) Negara menjamin kewajiban pendidikan dasar dan menyediakan secara cuma-cuma
2) Mendorong pengembangan macam-macam bentuk pendidikan dan mudah dijangkau
setiap anak
3) Membuat informasi dan bimbingan pendidikan dan keterampilan bagi anak , dan
4) Mengambil langkah-langkah untuk mendorong kehadirannya secara teratur di sekolah
dan pengurangan angka putus sekolah.
Hak untuk berpartisipasi yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalm segala hal
seperti hak untuk mengetahui informasi serta mengeksprisikannya, hak untuk berserikat
menjalin hubungan untuk bergabung, dan lain-lain.
2.3 Perlindungan terhadap hak anak anak
Permasalahan yang cukup mendasar di negara kita adalah kurangnya
pembangunan manusia, oleh karena itu isu pembangunan manusia menjadi sangat urgent
dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas seharusnya menjadi salah
satu strategi utama pemerintah dalam mewujudkan cita-cita luhur sebuah bangsa. Jika
12. kita telusuri salah satu solusi yang mendasr dan fundamental adalah meningkatkan
kualitas anak sebagai tumpuan harapan bangsa karena anak merupakan tunas, bangsa dan
ditangan mereka letak maju-mundurnya bangsa ini sebagai geneasi yang memiliki peran
yang sangat strategis dalam mengemban dan mewujudkan cita-cita bangsa. Sehingga
perlindungan terhadap hak-hak anak menjadi skala prioritas dalam mewujudkan generasi
yang cerdas,sehat, memiliki akhlak mulia. Dalam UU no 23 tahun 2002 dijelaskan
bahwa:
Pasal 1
Ayat (1) Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
Ayat (12) Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Pasal 2
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.
13. Pasal 3
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Dari pengertian diatas tersirat bahwa anak terlindungi dari segala bentuk
kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi. Sehingga dengan adanya UU
ini dapat memberikan perlindungan terhadap anak. Anak yang dilahirkan memiliki
kedudukan yang sama dengan orang dewasa sebagai manusia sutuhnya. Seorang anak
juga memiliki hak mendapat pengakuan dari lingkungan mereka, rasa hormat atas
kemampuan yang mereka miliki, dan perlindungan, serta harga diri dan partisipasi tanpa
harus mencapai usia kedewasaan terlebih dahulu. Hak dan kewajiban anak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, hak anak antara
lain beribadah menurut agamanya, mendapatkan pelayanan kesehatan, memperoleh
pendidikan dan pengajaran, mengutarakan pendapatnya sesuai tingkat kecerdasan dan
usianya, memanfaatkan waktu luang untuk bergaul dengan anak sebayanya, bermain,
berekreasi sesuai minat, bakat dan tingkat kecerdasannya dalam rangka pengembangan
diri. Pada titik inilah sebenarnya penekanan bahwa anak-anak harus merdeka dalam
usianya, sehingga kata-kata “masih kecil belum bahagia” tidak terlontarkan untuk mereka
dan terhindar dari diskriminasi,tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak
mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi sekalipun. Hak perlindungan dari
diskriminasi, termasuk (1) perlindungan anak penyandang cacat untuk memperoleh
pendidikan, perwatan dan latihan khusus, dan (2) hak anak dari kelompok masyarakat
14. minoritas dan penduduk asli dalam kehidupan masyarakat negara. Perlindungan dari
ekploitasi, meliputi (1) perlindungan dari gangguan kehidupan pribadi, (2) perlindungan
dari keterlibatan dalam pekerjaan yang mengancam kesehatan, pendidikan dan
perkembangan anak, (3) perlindungan dari penyalahgunaan obat bius dan narkoba,
perlindungan dari upaya penganiayaan seksual, prostitusi, dan pornografi, (4)
perlindungan upaya penjualan, penyelundupan dan penculikan anak, dan (5)
perlindungan dari proses hukum bagi anak yang didakwa atau diputus telah melakukan
pelanggaran hukum.
15. BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian pekerja anak
Pekerja anak menurut Undang- Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003
adalah anak-anak baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam kegiatan
ekonomi yang mengganggu dan menghambat proses tumbuh kembang dan
membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental anak. Definisi lain menyebutkan bahwa
pekerja anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil dengan gaji kecil dan
dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka.
Dalam hal ini batasan yang ditentukan berhubungan dengan pekerja anak adalah
usia dibawah 18 tahun dengan penentuan beberapa karakteristik umum anak misalnya,
jenis kelamin, umur dan pendidikan. Karakteristik ketenaga kerjaan seperti jenis
pekerjaan, status pekerjaan, jam kerja, dan imbalan kerja. Sedangkan karakteristik umum
sosial yakni tempat tinggal dan kondisi keluarga.
Tindakan eksploitasi pekerja anak dilakukan karena dianggap produktif. Anak
secara psikologis menerima otoritas orang tua dan guru sebgai suatu hal yang wajar.
Dilihat dari tugas perkembangannnya pun anak-anak dibebani pada tugas-tugas
perkembangan yang didasari tiga hal, yaitu kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan
dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasinya. Anak yang secara fisik
dianggap sudah matang misalnya anak yang memilki postur tubuh yang besar dianggap
sudah bias menerima tuntutan dari lingkungan baik orang tua maupun masyarakat.
Anak bisa dieksploitasi dengan bekerja tanpa menimbulkan masalah, menerima
sedikit gaji tanpa protes, mudah diatur dan penurut. Fenomenanya adalah ketika tugas
16. perkembangan anak dipaksa oleh realisme ekonomi keluarga. Anak dijadikan faktor
ekonomi yang menunjang keberlangsungan keluarga agar mereka dapat hidup dengan
mencukupi kebututhan dasarnya. Padahal, jika kita telaah tugas perkembangan anak
secara umum menurut Havighurst ( dalam Hurlock,1980) meliputi :
a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum.
b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sbagai makhluk yang sedang tumbuh.
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman- teman seusianya.
d. Mulai mengembangkan peranan social pria atau wanita yang tepat.
e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung.
f. Mengembangkan pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari- hari.
g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata tingkah laku nilai.
h. Mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
i. Mencapai kebebasan pribadi.
3.2 Perlindungan hukum terhadap pekerja anak